너무 그리워 (Missing You So Much)

너무 그리워 (Missing You So Much)

Author’s POV

          Pagi ini, matahari bersinar dengan cerah. Seperti biasa. Sinar putih keemasannya menyapa seluruh alam dan memberikan kehangatan. Namun, mengapa angin yang berhembus di pagi ini terasa begitu dingin?

 

          Dalam sebuah ruangan bernuansa green lime tampak seorang gadis dengan rambut panjang kemerahan tengah memainkan sebuah lagu dengan gitarnya. Petikan demi petikan yang terdengar begitu merdu. Senandung kecil juga terdengar di sela-sela suara gitar itu. Ya, gadis itu menyenandungkan lagu yang tengah ia mainkan. Matanya terpejam seolah meresapi setiap petikan-petikan gitar yang ia mainkan dan menghayati lagu yang ia senandungkan. Ya, matanya terpejam seolah ia tengah terlarut dalam lagu yang tengah ia bawakan, namun cairan bening itu juga perlahan mulai mengalir dari mata indahnya itu.

 

          Gadis itupun menghentikan permainan gitarnya. Disimpannya gitar berwarna cokelat itu di atas tenpat tidurnya yang bergambar Hello Kitty itu. Ia beranjak dan kemudian menuju ke sebuah meja yang terletak beberapa langkah dari tempat tidurnya. Tangannya terulur untuk meraih sebuah album photo berwarna Lavender. Tangannya tergerak untuk membuka album photo itu. Seulas senyuman terkembang di wajah manis gadis itu. Namun ketika perlahan tangan mungilnya membuka lembar demi lembar isi album photo itu dan melihat photo-photo yang tertera di dalamnya, tak dapat di tahan lagi, cairan bening itu kembali mengalir membentuk sungai kecil di wajah manis gadis itu.

 

 

~ Flash back, 4 years ago ~

Author’s POV

          “Saengil chukhahamnida, saengil chukhahamnida…” terdengar sebuah nyanyian di ruangan yang bernuansa cream itu.

 

          Seorang pemuda yang tengah tertidur di sofa berwarna cokelat tua itupun segera terbangun ketika mendengar nyanyian itu. Matanya menangkap seorang gadis dengan rambut kemerahan tengah tersenyum manis sambil menatapnya.

 

          “Saengil chukhae…” ucap gadis itu   seraya duduk di samping pemuda itu.

 

          “Jihyeon-a, bagaimana…” ucapan pemuda itu tertahan ketika gadis bernama Jihyeon itu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tasnya.

 

          “Ige…” ucap Jihyeon sambil menyerahkan kotak kecil berwarna putih itu.

 

          “Ige mwoya?” tanya pemuda itu.

 

          “Hadiah untukmu,” jawab Jihyeon.

         

          “Ah, jeongmal gomawo,” ucap pemuda itu.

 

          “Bukalah,” ucap Jihyeon.

 

          “Baiklah,” ucap pemuda itu seraya membuka kotak itu.

 

          Di dalam kotak kecil itu, ternyata terdapat sebuah kalung.

 

          “J&J?” tanya pemuda itu sambil mengamati bentuk liontin yang tersemat di kalung itu.

 

          “J&J, Jihyeon dan Joonmyun,” ucap Jihyeon.

 

         “Kau sengaja membuatkannya untukku, ah maksudku untuk kita?” tanya pemuda yang bernama Joonmyun itu.

 

          “Tentu saja, aku juga memilikinya. Aku sengaja membuatnya satu pasang. Untukmu dan untukku,” jelas Jihyeon.

 

          Mata Joonmyun terarah pada leher Jihyeon yang saat itu menggunakan syal berwarna putih.

 

          “YA! apa yang kau lihat?” tanya Jihyeon.

 

          “Jangan-jangan kau sudah memakainya,” ucap Joonmyun sambil menarik syal Jihyeon.

 

          “YA!” bentak Jihyeon sambil memukul lengan Joonmyun yang selalu memperlakukannya seenak hati itu.

 

          “Dugaanku benar, kau sudah memakainya. Curang,” ucap Joonmyun.

 

          “Apa tidak boleh?” tanya Jihyeon sambil merapikan kembali syalnya.

 

          “Bagaimana bisa kau sudah memakainya sementara aku belum memakai pasangannya?” tanya Joonmyun.

 

          “Kau ini. Baiklah, aku akan membantumu memakaikannya,” ucap Jihyeon sambil menyambar kalung hadiahnya itu.

 

          Jihyeon pun memakaikan kalung itu di leher Joonmyun. Tanpa Jihyeon sadari, Joonmyun menatapnya.

 

          ‘Kenapa hubungan kita hanya sebatas sahabat?’ batin Joonmyun.

 

          “Jangan pernah berusaha untuk melepaskannya,” ucap Jihyeon sambil memperbaiki posisi kalung yang kini telah terpasang sempurna di leher Joonmyun.

 

          Tiba-tiba tangan kiri Joonmyun meraih tengkuk Jihyeon dan menempelkan bibirnya ke bibir tipis Jihyeon sementara tangan kanannya melingkar di tubuh mungil Jihyeon. Tentu saja, perlakuan Joonmyun itu membuat Jihyeon terkejut dan berontak dengan memukul dada Joonmyun. namun Joonmyun malah mempererat dekapannya sementara bibirnya menjelajahi bibir tipis Jihyeon yang saat itu menggunakan lip balm rasa strawberry.

 

          “Apa yang kau lakukan?” tanya Jihyeon sambil mengusap bibirnya ketika Joonmyun melepaskannya.

 

          “Menciummu,” jawab Joonmyun ringan bahkan seolah tanpa dosa.

 

          “Tapi…” ucapan Jihyeon tertahan ketika Joonmyun mendekatkan wajahnya.

 

          “Bibirmu rasa strawberry,” ucap Joonmyun.

 

          “YA!” ucap Jihyeon sambil memukul lengan Joonmyun.

 

          “Appo… Appo…” ucap Joonmyun sambil mengusap-usap lengannya yang mendapat 3 kali pukulan dari Jihyeon.

 

          “Bagaimana bisa kau mencium sahabatmu sendiri, hah?” tanya Jihyeon sambil lagi-lagi memukul lengan Joonmyun.

 

          “Apa tidak boleh?” tanya Joonmyun.

 

          “Tentu saja tidak,” jawab Jihyeon.

 

          “Wae? Sebuah hal yang wajar seorang pria mencium seorang wanita,” ucap Joonmyun.

 

          “Tapi…” ucapan Jihyeon tertahan sementara terlihat semburat merah di pipinya.

 

          “Itu ciuman pertamamu, kan?” tanya Joonmyun sambil tertawa.

 

          “YA!” bentak Jihyeon sambil memukul lengan Joonmyun lagi dan lagi.

 

          “Berhentilah memukuliku. Ini kan hari ulang tahunku. Seharusnya kau memperlakukanku dengan spesial, bukan malah menyiksaku seperti ini,” ucap Joonmyun sambil menahan pukulan-pukulan Jihyeon yang mendarat di kedua lengannya.

 

          “Karena kau menyebalkan, tidak akan ada perlakuan special dan aku akan menyiksamu hari ini,”ucap Jihyeon sambil menunjukkan senyum evil-nya.

 

          Ketika Jihyeon hendak memukuli lengan Joonmyun lagi, tiba-tiba Joonmyun meraih kedua tangan Jihyeon dan mendorong Jihyeon hingga setengah terbaring di sofa berwarna cokelat itu.

 

          “Berhenti memukulku atau aku akan menciummu lagi,” ucap Joonmyun sambil menatap Jihyeon dengan tatapan evil-nya.

 

          “YA!” bentak Jihyeon.

 

          “Setiap kali kau memukulku, maka setiap itu juga aku akan menciummu,” ucap Joonmyun yang sukses membuat Jihyeon bergidik.

 

          “Haish, kau keterlaluan,” ucap Jihyeon.

 

          “Setelah ini, kita jalan-jalan,” ucap Joonmyun sambil melepaskan tangan Jihyeon dan kemudian beranjak.

 

          “Shirheo,” ucap Jihyeon.

 

          “Jangan menolak, hari ini ulang tahunku,” ucap Joonmyun.

 

          “Cih… alasan macam apa itu?” cibir Jihyeon.

 

          “Pokoknya kau tidak boleh menolak. Aku ganti baju dulu,” ucap Joonmyun sambil berjalan menuju kamarnya.

 

          Tak butuh waktu lama bagi Joonmyun untuk ganti baju dan bersiap. Joonmyun terlihat sangat tampan dengan t-shirt berwarna putih, jaket berwarna hitam dan celana jeans berwarna biru dongker. Joonmyun pun segera keluar dari kamarnya. Namun Joonmyun tidak mendapati Jihyeon.

 

          “Apa jangan-jangan gadis itu melarikan diri?” tanya Joonmyun pada dirinya sendiri.

 

          Joonmyun pun mencari Jihyeon di seluruh rumahnya dan menemukan Jihyeon di ruang tengah sedang berdiri di dekat jendela sambil menatap ke arah luar. Jihyeon tidak menyadari kedatangan Joonmyun. Joonmyun pun mendekati Jihyeon dan berdiri di belakang Jihyeon.

 

          “Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Joonmyun.

 

          Jihyeon terkejut dan segera membalikkan badannya.

 

          “YA! kau ingin aku mati muda?” tanya Jihyeon sambil memukul lengan Joonmyun lagi.

 

          “Ah, kau memukulku lagi,” ucap Joonmyun.

 

          “Geez, kau kan salah, sudah membuaktku terkejut,” ucap Jihyeon sambil perlahan melangkahkan kakinya ke arah kanan bermaksud melarikan diri dari Joonmyun.

 

          “Mau kemana kau?” tanya Joonmyun yang berhasil meraih tangan Jihyeon sebelum Jihyeon benar-benar melarikan diri.

 

          “Kita kan mau jalan-jalan,” ucap Jihyeon sambil berusaha melepaskan tangannya dari tangan Joonmyun.

 

          “Kemarilah, aku akan membalas pukulanmu dulu,” ucap Joonmyun.

 

          “Shirheo,” ucap Jihyeon.

 

          Joonmyun pun melangkah mendekati Jihyeon lalu menghempaskan tubuh Jihyeon ke dinding dan mengunci tubuh Jihyeon dengan kedua tangannya.

 

          “Menyingkir,” ucap Jihyeon sambil berusaha mendorong tubuh Joonmyun.

 

          Joonmyun hanya menatap Jihyeon dengan tatapan evil-nya. Perlahan Joonmyun mendekatkan wajahnya ke wajah Jihyeon. Ketika jarak wajah Jihyeon dan Joonmyun tinggal 2 cm, Joonmyun mundur dan kemudian menarik tangan Jihyeon untuk keluar dari rumahnya.

 

          “Kaja,” ucap Joonmyun.

 

          “Ah, sudah ku duga. Pasti kau hanya menakutiku dengan pembalasan bodoh itu, kan?” ucap Jihyeon sambil tertawa kecil.

 

          “Jadi kau benar-benar ingin aku melakukannya?” tanya Joonmyun sambil menghentikan langkahnya secara mendadak dan menatap Jihyeon.

 

          “MWO?! Ani!” ucap Jihyeon.

 

          “Baiklah. Tunggu saja nanti malam,” ucap Joonmyun sambil kembali melanjutkan langkahnya.

 

          “YA!” bentak Jihyeon.

 

          “Nanti malam, aku pastikan kaulah yang akan menciumku,” ucap Joonmyun.

 

          “Tidak akan,” ucap Jihyeon sambil berteriak di telinga Joonmyun lalu segera melarikan diri.

 

          “YA!” ucap Joonmyun sambil mengejar Jihyeon.

***

 

 

          Selama seharian ini, Jihyeon dan Joonmyun menghabiskan waktu bersama dengan berkeliling Seoul. Tentu saja, sudah banyak foto yang sengaja mereka ambil untuk mengabadikan moment kebersamaan itu. Hari ini mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama.

 

          Malam hari, Jihyeon dan Joonmyun baru pulang. Joonmyun mengantar Jihyeon dan mampir ke rumah Jihyeon. Joonmyun dan Jihyeon duduk di teras halaman belakang rumah Jihyeon. Mereka tengah memikmati pemandangan langit malam yang bertabur bintang.

 

          “Jeongmal gomawo,” ucap Joonmyun sambil mengarahkan pandangannya pada wajah Jihyeon yang tengah memandangi langit malam.

 

          “Untuk apa?” tanya Jihyeon.

 

          “Hari ini adalah hari ulang tahunku, seharian ini kau bersamaku dan menghabiskan hari ini bersamaku,” jelas Joonmyun.

 

          “Sudah seharusnya aku melakukannya,” ucap Jihyeon sambil mengalihkan pandangannya pada Joonmyun yang tengah menatapnya.

 

          “Aku tidak tahu bagaimana membalasnya. Mungkin saat ulang tahunmu nanti,” ucap Joonmyun.

 

          “Tidak perlu,” ucap Jihyeon.

 

          “Waeyo?” tanya Joonmyun heran.

 

          “Bagiku, tidak ada balasan yang lebih baik dan lebih berharga dari melihatmu selalu bahagia. Kebahagiaanmu. Itulah balasannya,” jelas Jihyeon.

 

          Joonmyun hanya menatap Jihyeon, sementara pikirannya menerawang mencoba memahani kata-kata Jihyeon dan menelusuri makna kata-kata Jihyeon. Bagi Joonmyun, kata-kata Jihyeon itu lebih dari sekedar kata-kata dari seorang sahabat untuk sahabatnya.

 

~ Flashback END~

 

 

 

Author’s POV

          Di dalam sebuah ruangan dengan nuansa warna putih, tampak seorang pemuda tengah memainkan piano. Jemarinya dengan lihai bermain di atas tuts-tuts piano, merangkai nada-nada menjadi sebuah lagu yang terdengar indah. Matanya terpejam, seolah tengah menghayati lagu yang tengah ia mainkan itu. Pikirannya menerawang bagaikan tengah memutar masa lalu yang sempat terrekam oleh otaknya. Masa lalu yang tersimpan dengan baik di memorinya. Masa lalu yang tak kan pernah bisa ia lupakan begitu saja.

 

          Tiba-tiba pemuda itu menghentikan permainan pianonya. Ia beranjak dan berjalan menuju ke jendela. Di singkapnya tirai jendela itu dan matanya menatap ke arah luar. Tatapannya kosong. Tapi seulas senyuman kecil tersungging dari bibir pemuda itu. Benar, ia tengah memutar kembali masa lalu dalam pikirannya itu. Baginya, masa lalu itu bagaikan sebuah film yang ia dan seseorang dari masa lalunya yang menjadi pemerannya.

 

 

~ Flashback 7 years ago ~

Author’s POV

          “Lepaskan!” ucap seorang gadis sambil berusaha melepaskan tangan seorang pemuda yang tengah menariknya dengan paksa dan kasar.

 

          “Diamlah!” bentak pemuda itu.

 

          “Kris Hyung, kau akan membawa Jihyeon kemana?” tanya seorang pemuda dengan kulit kecokelatan. Dari name tag yang ia gunakan, tertulis Kim Jongin yang merupakan namanya.

 

          “Ke gudang sekolah,” jawab seorang pemuda yang tengah menyeret gadis bernama Jihyeon itu.

 

          “Lepaskan!” ucap Jihyeon sambil berusaha melepaskan tangannya dari pemuda yang bernama Kris itu.

 

          Kris terus menyeret Jihyeon menuju ke gudang sekolah. Tidak ada siswa yang berani melawan Kris beserta teman-temannya yaitu Jongin, Sehun dan Xiumin. Karena Kris dan ketiga temannya adalah siswa yang paling berpengaruh di SM International High School itu. Terlebih lagi, bukan lagi jika Kris yang merupakan siswa kelas 3 mengincar Jihyeon yang merupakan siswa kelas 1. Semua siswa tahu benar akan hal itu, sehingga tidak ada siswa yang berani mendekati Jihyeon selain Joonmyun, siswa kelas 2 yang selalu bersama Jihyeon karena memang mereka adalah sahabat.

 

          Ketika Kris yang tengah menyeret paksa Jihyeon dan ketiga temannya  melewati kelas 3-2, Luhan yang baru saja keluar dari kelasnya menyaksikan hal itu.

 

          “Jihyeon… Kenapa Kris…” ucap Luhan khawatir.

 

          Luhan pun segera menuju ke kelas 2-1. Luhan bermaksud memberitahu Joonmyun bahwa Kris membawa Jihyeon. Namun sayangnya, Joonmyun sedang tidak ada di kelas dan Luhan hanya berhasil menemukan Lay yang tengah sibuk dengan i-podnya.

 

          “Lay-ya…” panggil Luhan.

 

          “Ne? Waeyo geurae?” tanya Lay setengah terkejut.

 

          “Dimana Joonmyun?” tanya Luhan.

 

          “Sepertinya di taman tempat biasanya,” jawab Lay.

 

          “Ah, gomawo…” ucap Luhan.

 

          “Wae… waeyo?” tanya Lay.

 

          “Ada sesuatu yang penting. Jihyeon,” ucap Luhan sambil berlari meninggalkan Lay.

 

          Luhan berlari menelusuri sekolah dan menuju ke taman sekolah yang jaraknya lumayan jauh dari kelas Joonmyun. Ternyata Lay mengikuti Luhan karena penasaran dengan apa yang tengah terjadi. Dari kejauhan tampak Joonmyun sedang berdiri di bawah pohon sambil sesekali melihat jam tangan putih yang terpasang sempurna di lengan kirinya. Tampak Joonmyun sedang menunggu seseorang.

 

          “Joonmyun-a,”ucap Luhan seraya menghentikan larinya tepat di depan Joonmyun, begitu juga Lay.

 

          “Waeyo?” tanya Joonmyun heran melihat Luhan dan Lay yang terengah-engah.

 

          “Jihyeon…” ucap Luhan.

 

          “Waeyo? Ada apa dengan Jihyeon?” tanya Joonmyun khawatir.

 

          “Kris membawanya,” ucap Luhan.

 

          “MWO? Kemana Kris membawa Jihyeon?” tanya Joonmyun.

 

          “Sepertinya ke gudang sekolah,” ucap Luhan.

 

          “Sebaiknya kita segera ke sana,” ucap Lay.

 

          Joonmyun, Luhan dan Lay pun berlari menuju ke gudang sekolah. Beberapa siswa menatap mereka dengan heran. Begitu juga Baekhyun yang baru saja keluar dari kelasnya. Baekhyun menyadari pasti ada sesuatu yang terjadi pada Jihyeon karena melihat Joonmyun dan Luhan berlari. Baekhyun pun memutuskan mengikuti Joonmyun, Luhan dan Lay. Sesampainya di gudang sekolah, mereka mendapati gedung sekolah yang tertutup. Sementara Jongin, Xiumin dan Sehun duduk di meja yang berada di depan gudang sekolah.

 

          “Ada apa kalian datang kemari?” tanya Sehun saat melihat Joonmyun, Luhan, Lay dan Baekhyun.

 

          “Dimana Jihyeon?” tanya Joonmyun.

 

          “Jihyeon? Mollaseo…” jawab Jongin dingin.

 

          “Neo… Katakan dimana Jihyeon?” tanya Luhan.

 

          “Kami tidak tahu,” jawab Xiumin.

 

          Joonmyun pun berjalan menuju ke pintu gudang yang tertutup, tapi Sehun dan Xiumin menghalanginya.

 

          “Mau kemana kau?” tanya Xiumin.

 

          “Jihyeon pasti ada di dalam,” ucap Joonmyun sambil berusaha mendorong Sehun dan Xiumin.

 

          “Lepaskan Joonmyun,” ucap Luhan sambil menarik tangan Xiumin.

 

          “Joonmyun Hyung, selamatkan Jihyeon, kami yang akan mengurusi mereka,” ucap Baekhyun.

 

          Joonmyun pun mendorong Sehun yang masih menghalanginya. Baekhyun segera menahan Sehun yang hendak mengejar Joonmyun, sementara Lay menahan Jongin yang juga hendak menghadang Joonmyun. Sementara Joonmyun membuka pintu gudang sekolah dan segera masuk ke dalamnya.

 

          “Lepaskan!” terdengar suara Jihyeon.

 

          “Jihyeon-a,” ucap Joonmyun sambil menatap seluruh sudut gudang yang sesak itu.

 

          Joonmyun menelusuri gudang dan menemukan Kris sedang berusaha mencium Jihyeon. Tanpa banyak berkata-kata, Joonmyun segera mendorong Kris menjauh dari Jihyeon hingga Kris hampir tersungkur.

 

          “Joonmyun-a…” ucap Jihyeon saat melihat Joonmyun menyelamatkannya.

 

          “Neo…” ucap Kris sambil berusaha memukul Joonmyun.

 

          Joonmyun menahan pukulan Kris. Terjadi pertarungan antara Kris dan Joonmyun. Melihat hal itu, Jihyeon tidak ingin membiarkan Joonmyun berada dalam masalah karena bertarung dengan Kris.

 

          “Hentikan!” teriak Jihyeon.

 

          Mendengar suara Jihyeon, Kris dan Joonmyun pun menghentikan pertarungan mereka. Jihyeon segera menghampiri Joonmyun.

 

          “Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini,” ucap Jihyeon sambil menarik tangan Joonmyun.

 

          Joonmyun dan Jihyeon pun keluar dari gudang sekolah. Joonmyun dan Jihyeon pun segera menuju ke ruang kesehatan tanpa menghiraukan Lay, Luhan dan Baekhyun yang masih terlibat pertarungan dengan Sehun, Jongin dan Xiumin. Sesampainya di ruang kesehatan, Jihyeon segera mencari obat untuk mengobati luka kecil di wajah Joonmyun akibat pukulan Kris.

 

          “Jihyeon-a,” ucap Joonmyun sambil mendekati Jihyeon yang tengah sibuk mempersiapkan obat untuknya.

 

          “Waeyo?” tanya Jihyeon dengan suara bergetar.

 

          “Jihyeon-a,” ucap Joonmyun lagi.

 

          Kali ini Jihyeon membalikkan badannya. Jihyeon menatap Joonmyun dengan mata berkaca-kaca. Wajah Jihyeon memerah. Jihyeon pun segera menghambur ke pelukan Joonmyun.

 

          “Gwaenchanayo?” tanya Joonmyun sambil membalas pelukan Jihyeon yang tengah menangis di pelukannya itu.

 

          “Gomawo… Jeongmal gomawo…” ucap Jihyeon di sela isak tangisnya.

 

          Joonmyun melepaskan Jihyeon dari pelukannya. Joonmyun menatap Jihyeon dan tersenyum sementara tangannya meraih wajah Jihyeon untuk menghapus air mata Jihyeon.

 

          “Uljima…” ucap Joonmyun.

 

          Jihyeon hanya mengangguk dan menggenggam tangan Joonmyun yang tengah menggenggam wajahnya itu.

 

          “Selama ada aku di sampingmu, kau akan baik-baik saja,” ucap Joonmyun.

 

          “Ne, aku percaya,” ucap Jihyeon sambil tersenyum. “Sekarang duduklah, aku akan mengobati lukamu,” ucap Jihyeon.

 

          Joonmyun pun duduk di atas ranjang tempat siswa-siswa beristirahat ketika merasa sakit itu. Jihyeon pun mengobati luka kecil di wajah Joonmyun.

 

          “Argh…” ringis Joonmyun ketika luka di pipinya di beri obat oleh Jihyeon.

 

          “Mianhae…” ucap Jihyeon.

 

          “Gwaenchana…” ucap Joonmyun.

 

          “Jangan banyak bergerak, aku akan menempelkan plester ini,” ucap Jihyeon.

 

          Joonmyun menuruti perintah Jihyeon.

 

          “Selesai,” ucap Jihyeon.

 

          “Gomawo…” ucap Joonmyun.

 

          “Aku yang seharusnya sangat berterima kasih padamu karena kau telah menyelamatkanku,” ucap Jihyeon.

 

          “Aku akan selalu menjagamu, itu sudah keharusanku untuk melindungimu,” ucap Joonmyun.

 

          “Aku tahu itu…” ucap Jihyeon sambil tersenyum.

 

          “Jadi, bisakah kau memanggilku ‘Oppa’?” goda Joonmyun.

 

          “YA! sejak kecil kita sudah bersahabat, aku tidak terbiasa jika harus memanggilmu ‘Oppa’, dan itu akan terdengar sangat aneh,” ucap Jihyeon.

 

          “Kau ini…” ucap Joonmyun sambil merapikan rambut Jihyeon yang sedikit berantakan.

 

          “Ehem…” tiba-tiba terdengar suara orang berdehem.

 

          Jihyeon dan Joonmyun mencari asal suara itu. Ternyata itu suara Lay yang tengah berdiri di bibir pintu bersama Luhan dan Baekhyun.

 

          “Kalian…” ucap Jihyeon sambil menatap wajah Luhan, Lay dan Baekhyun secara bergantian.

 

          “Waeyo?” tanya Luhan.

 

          “Kemarilah, aku akan mengobati luka kalian,” ucap Jihyeon.

 

          Jihyeon pun mengobati luka Baekhyun, sementara Joonmyun mengobati luka Lay.

 

          “YA! YA! Appo…” ringis Baekhyun.

 

          “Aku tidak sengaja,” ucap Jihyeon.

 

          “Kau ini manja sekali,” ucap Luhan yang sedang menunggu giliran untuk di obati. 

 

          “Kenapa kalian bisa babak belur seperti ini?” tanya Jihyeon.

 

          “Kami terlibat pertarungan bersama Xiumin, Jongin dan Sehun ketika Joonmyun menolongmu,” jelas Lay.

 

          “Ah jinjjayo?” tanya Jihyeon tanpa sadar menempelkan plester di wajah Baekhyun secara kasar.

 

          “Aarrgghh…” erang Baekhyun reflex sambil memukul tangan Jihyeon.

 

          “Mianhae…” ucap Jihyeon sambil memperbaiki posisi plester di wajah Baekhyun.

 

          Joonmyun, Luhan dan Lay hanya tertawa melihat tingkah Jihyeon dan Baekhyun.

 

          “Jeongmal gamsahamnida. Jeongmal mianhae karena aku kalian seperti ini,” ucap Jihyeon.

 

          “Gwaenchana…” ucap Luhan.

 

          “Jeongmal gamsahamnida…” ucap Jihyeon sambil membungkukkan badannya.

 

          Jihyeon pun mulai mengobati luka Luhan. Sementara Baekhyun merapikan bajunya yang berantakan. Sesekali, Jihyeon dan Luhan bercanda. Sementara itu, Lay dan Joonmyun terlibat sebuah percakapan.

 

          “Kau tidak cemburu melihatnya?” tanya Lay tiba-tiba.

 

          “Ne?” tanya Joonmyun sambil menatap Lay heran.

 

          “Kau menyukainya, kan?” tanya Lay.

 

          “Jihyeon adalah sahabatku sejak kecil,” ucap Joonmyun.

 

          “Aku tahu. Tapi aku merasa perasaanmu terhadap Jihyeon bukanlah perasaan seorang sahabat lagi, melainkan bagaimana perasaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan,” jelas Lay.

 

          Joonmyun hanya tersenyum mendengar ucapan Lay. Pikirannya menerawang mencerna kata-kata Lay. Sementara di hatinya merasa ada yang salah ketika melihat Jihyeon bercanda bersama Luhan, ya, hati Joonmyun merasa sakit.

 

~ Flashback END~

 

 

 

Author’s POV

          Lembayung senja yang tampak kemerahan kini perlahan memudar tergantikan oleh warna gelap yang menjadi pertanda bahwa malam mulai menyapa. Seiring dengan menghilangnya lembayung kemerahan itu, bagaikan tertulis sebuah sajak kerinduan. Seolah mengiring kepergian dan mengatakan bahwa lembayung kemerahan itu akan datang lagi suatu saat nanti. Di langit bagian timur, mulai tampak bulan dengan bentuk sabit yang terlihat kesepian karena bintang-bintang belum bermunculan menemaninya mengarungi malam.

 

          Di dalam kamar bernuansa warna putih, tampak seorang pemuda tengah duduk di tepi tempat tidurnya. Tangannya menggenggam sebuah foto yang terakhir kali di ambilnya bersama seorang gadis yang sangat ia cintai sebelum gadis itu pergi meninggalkannya.

 

          ‘Belum sempat menginjak bulan Desember, belum sempat kita merayakan ulang tahunmu seperti kau menghabiskan waktu ketika ulang tahunku, tapi kenapa kau meninggalkanku? Dimana kau saat ini? Aku sungguh sangat merindukanmu. Aku ingin bertemu denganmu. Aku ingin menatap wajahmu lagi. Aku ingin mendengar tawa ceriamu lagi. Aku ingin memelukmu. Aku sangat merindukanmu,’ gumam batin pemuda itu sambil terus menatap photo yang berada di tangannya itu.

 

          Sementara itu, di tempat lain, tampak seorang gadis tengah duduk di teras halaman belakang rumahnya. Matanya menatap ke langit yang saat itu sepi dari bintang-bintang dan hanya terlihat bulan sabit seorang diri di tengah gelapnya malam. Tangannya menggenggam sebuah kalung.

 

          ‘Aku masih ingat ketika dulu kita bersama di sini. Di hari ulang tahunmu. Aku merindukanmu. Sungguh. Tapi, dimanakah kau saat ini? Mengapa kau tak menemuiku? Apa kau sudah melupakanku? Tidak mungkin. Bodoh jika kau berpikir kau melupakanku. Ya, sama bodohnya dengan bintang-bintang yang tak bermunculan menemani sang bulan di malam ini. Aku merindukanmu,’ gumam batin gadis itu sambil menatap liontin kalung yang bertuliskan J&J itu.

 

 

 

~ Flashback 4 years ago ~

Author’s POV

          Ini sudah memasuki penghujung bulan September. sudah saatnya bagi mahasiswa lulusan S1 untuk melanjutkan study-nya. Cukup banyak sarjana-sarjana yang mulai melanjutkan kuliahnya. Bahkan beberapa diantaranya mengambil Universitas terkemuka di luar negeri, khususnya Universitas-Universitas di Eropa dan Amerika sebagai tempat bagi mereka untuk melanjutkan kuliah.

 

          Malam itu, Joonmyun sengaja datang ke rumah Jihyeon untuk mengantarkan buku yang kemarin ia pinjam dari Jihyeon. Namun, ketika Joonmyun memasuki rumah Jihyeon, suasana rumah Jihyeon begitu sepi. Tapi Joonmyun yakin bahwa Jihyeon ada di rumah. Akhirnya Joonmyun pun memutuskan untuk menelusuri rumah Jihyeon. Namun baru saja Joonmyun sampai di depan kamar Jihyeon, terdengar suara isak tangis. Joonmyun menatap kamar Jihyeon yang pintunya tertutup dengan rapat itu.

 

          “Jihyeon-a…” ucap Joonmyun seraya membuka pintu kamar Jihyeon.

 

          Joonmyun menemukan Jihyeon tengah terbaring sambil menangis di tempat tidurnya. Joonmyun pun segera menghampiri Jihyeon.

 

          “Jihyeon-a, waeyo geurae?” tanya Joonmyun khawatir sambil membelai rambut Jihyeon.

 

          Jihyeon tidak menjawab. Akhirnya Joonmyun pun turut berbaring di tempat tidur Jihyeon kemudian merangkul Jihyeon ke dalam pelukannya. Membiarkan Jihyeon menangis sejadinya dalam pelukannya. Membiarkan Jihyeon menumpahkan semua rasa sakitnya dalam pelukannya. Setidaknya untuk saat ini.

 

          ‘Ku mohon, berhentilah menangis. Aku tak bisa melihatmu seperti ini. Karena ketika kau merasa sakit, maka hatiku juga merasakan sakit yang lebih dari yang kau rasakan. Ku mohon, berhentilah menangis,’ gumam batin Joonmyun.

 

          Setelah merasa cukup lega, Jihyeon pun melepaskan pelukan Joonmyun. Joonmyun menatap Jihyeon.

 

          “Waeyo geurae?” tanya Joonmyun sambil meraih wajah Jihyeon dan menghapus jejak-jejak air mata di wajah Jihyeon.

 

          “Oppa…” ucap Jihyeon dengan suara bergetar.

 

          Itulah, untuk pertama kalinya Jihyeon memanggil Joonmyun dengan sebutan ‘Oppa’. Joonmyun tersenyum kecil ketika mendengarnya.

 

          “Waeyo?” tanya Joonmyun lirih.

 

          “Aku… akan pindah ke Inggris…” ucap Jihyeon.

 

          Joonmyun tampak terkejut mendengar ucapan Jihyeon. Meskipun Joonmyun tahu benar bahwa orang tua Jihyeon ada di sana.

 

          “Appa dan Eomma memintaku pindah ke sana dan melanjutkan kulaihku di sana,” ucap Jihyeon.

 

          “Geurigo, waeyo? Kenapa kau menangis seperti ini?” tanya Joonmyun.

 

          “Mollaseo…” jawab Jihyeon.

 

          “Bukankah jika kau pindah ke Inggris, kau akan berada dekat dengan orang tuamu,” ucap Joonmyun.

 

          Dalam hatinya, sebenarnya Joonmyun sangat tidak rela jika Jihyeon harus pergi ke Inggris. Jihyeon terdiam, sementara Joonmyun menatap Jihyeon yang tampak sedang memikirkan sesuatu itu.

 

          “Aku tidak ingin pergi,” ucap Jihyeon.

 

          “Waeyo?” tanya Joonmyun sambil membelai rambut Jihyeon yang terbaring di sampingnya itu.

 

          “Karena aku merasa, jika aku pergi, maka aku akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga yang aku tinggalkan di sini. Aku takut. Aku takut kehilangan sesuatu yang berharga itu. Aku terlalu takut,” jelas Jihyeon.

 

          “Tidak usah takut. Aku akan menjaganya untukmu,” ucap Joonmyun yang sebenarnya tidak mengerti dengan apa yang Jihyeon katakan.

 

          “Menjaganya untukku?” tanya Jihyeon sambil menatap wajah Joonmyun.

 

          “Iya, aku akan menjaganya seperti aku menjagamu,” ucap Joonmyun.

 

          “Tapi bagaimana bisa kau menjaganya untukku sedangkan aku juga tidak tahu seperti apa sesuatu yang berharga bagiku itu?” tanya Jihyeon.

 

          Joonmyun merasa sedikit bingung. Bagaimana bisa Jihyeon merasa takut kehilangan seuatu yang begitu berharga, tapi Jihyeon sendiri tidak tahu apa itu?

 

          “Aku benar-benar tidak tahu apa itu. Tapi itu sangat berharga bagiku dan aku tidak ingin kehilangannya,” ucap Jihyeon.

 

          “Kau tidak akan kehilangannya. Percayalah padaku,” ucap Joonmyun.

 

          “Tapi…” ucapan Jihyeon tertahan ketika Joonmyun lagi-lagi menariknya ke dalam pelukannya.

 

          Joomnyun membenamkan kepala Jihyeon di dadanya bahkan Joonmyun menjadikan tangannya untuk bantalan kepala Jihyeon.

 

          “Jangan lagi merasa takut. Aku ada di sini menemanimu. Yakinlah bahwa sesuatu yang begitu berharga bagimu itu, tidak akan terlepas dari genggamanmu. Kau tidak akan kehilangannya,” ucap Joonmyun.

 

          “Arasseo…” ucap Jihyeon.

 

          “Tidurlah… Aku akan menjagamu…” ucap Joonmyun.

 

          Selama beberapa menit, tidak ada kata-kata yang terucap dari Jihyeon dan juga Joonmyun. Pikiran mereka sama-sama menerawang sesuatu yang bernaung dalam pikiran mereka. Namun ada kah mereka memikirkan hal yang sama?

 

          Perlahan, mata Jihyeon mulai terasa berat. Jihyeon pun tertidur dalam pelukan Joonmyun. Merasa Jihyeon sudah tertidur, Joonmyun mencium puncak kepala Jihyeon.

 

          “Aku akan tetap menjagamu,” ucap Joonmyun.

 

          Perlahan, Joonmyun menutup matanya lalu terlelap dalam tidurnya.

***

 

 

          Hari ini adalah hari keberangkatan Jihyeon ke Inggris. Joonmyun mengantar Jihyeon hingga ke bandara. Langkah Jihyeon dan Joonmyun terasa berat begitu mereka memasuki area bandara.

 

          “Kepada penumpang dengan tujuan Eropa, pesawat akan berangkat 15 menit lagi…”

 

          Jihyeon dan Joonmyun hanya saling menatap ketika terdengar pemberitahuan itu.

 

          ‘Jangan pergi…’ ucap batin Joonmyun.

 

          ‘Aku tidak ingin pergi…’ ucap batin Jihyeon.

 

          “Waktu kita untuk bersama hanya 15 menit lagi,” ucap Joonmyun.

 

          “Ne…” ucap Jihyeon.

 

          “Berjanjilah untuk kembali,” ucap Joonmyun.

 

          “Tentu saja,” ucap Jihyeon.

 

          “Jika kau tidak kembali, aku berjanji tidak akan pernah memaafkanmu,” ucap Joonmyun.

 

          Kata-kata yang Joonmyun ucapkan itu sangat berlainan dengan apa yang sebenarnya ada dalam hatinya. Bahkan jika bisa, Joonmyun ingin membawa Jihyeon untuk pergi dari bandara sehingga keberangkatan Jihyeon ke Inggris, batal. Tapi Joonmyun juga tahu diri, itu adalah hal yang tidak seharusnya dia lakukan.

 

          “Aku harap kau tak melupakanku. Meskipun kita terpisah untuk waktu yang lama, berjanjilah untuk tetap menjadi sahabatku. Menjadi Kim Joonmyun yang selalu menjaga Lee Jihyeon,” ucap Jihyeon.

 

          “Tentu saja, aku janji,” ucap Joonmyun.

 

          “Ah, jangan pernah melepaskan kalung itu,” ucap Jihyeon.

 

          “Kau juga,” ucap Joonmyun.

 

          Jihyeon merasa matanya mulai memanas dan air mata seolah mendesak keluar dari matanya. Jihyeon pun memeluk Joonmyun dan Joonmyun membalas pelukan Jihyeon.

 

          “Aku akan kembali,” ucap Jihyeon.

 

          “Aku akan menunggumu,” ucap Joonmyun.

 

          “Annyeong…” ucap Jihyeon.

 

          “An… annyeong…” ucap Joonmyun.

 

          Jihyeon pun membalikkan badannya dan mulai melangkahkan kakinya meninggalkan Joonmyun. Seiring dengan langkah kakinya yang membawanya semakin jauh, air mata yang sejak tadi mendesak keluar dari mata Jihyeon pun akhirnya mencair dan menuruni pipi Jihyeon. Sementara Joonmyun masih menatap kepergian Jihyeon. Matanya tak terlepas dari sosok Jihyeon yang berjalan menjauhinya. Joonmyun tak melepaskan pandangannya dari Jihyeon hingga Jihyeon benar-benar tak terlihat lagi dari jarak pandangnya.

 

~ Flash back END

 

 

 

Author’s POV

          Mentari pagi mulai kembali menyapa seluruh alam. Sinar keemasannya terpancar dengan hangat.

         

Hari ini adalah hari ke empat di bulan Desember. Tepat hari ulang tahun Jihyeon. Joonmyun masih teringat bagaimana dulu Jihyeon menyanyikan lagu ulang tahun untuknya, memberikan hadiah berupa kalung yang masih terpasang dengan sempurna d lehernya, dan menemaninya menghabiskan hari di hari ulang tahunnya. Kali ini, Joonmyun pun bermaksud untuk datang ke tempat-tempat yang saat itu ia datangi bersama Jihyeon. Dengan harapan besar bahwa ia akan bertemu dengan Jihyeon di salah satu tempat itu.

 

Setelah setengah hari mendatangi banyak tempat, tapi Joonmyun tidak menemukan titik terang bahwa ia akan bertemu kembali dengan Jihyeon. Sebenarnya sempat ada dalam pikiran Joonmyun untuk ke rumah Jihyeon. Namun setiap Joonmyun datang ke sana, rumah itu selalu terlihat sangat sepi.

 

‘Dimana kau? Ini adalah hari ulang tahunmu. Aku bahkan tak bisa mengucapkannya padamu. Kenapa kau tega membiarkanku terlarut dalam kerinduanku padamu? Mengapa kau masih jua tak datang? Aku sangat kehilanganmu… tunggu, bagaimana bisa aku mengatakan bahwa aku kehilangan dirimu sedangkan untuk sedetikpun aku tidak bisa memilikimu. Aku lupa bahwa aku hanyalah sahabatmu. Tapi bagiku, kau adalah satu-satunya yang sanggup merenggut semua perhatianku, mencurahkan semua kasih sayangku dan aku mencintaimu,’ gumam batin Joonmyun.

 

Joonmyun pun melanjutkan kembali perjalanannya ke tempat-tempat yang sekiranya di datangi Jihyeon. Meskipun hari sudah menjelang malam, namun Joonmyun tetap pada pencariannya. Entah ada keyakinan apa, Joonmyun merasa ia akan menemukan Jihyeon.

 

‘Hatiku berkata, aku akan bertemu denganmu. Tapi mengapa masih juga tak ada tanda-tanda kita akan bertemu? Sudah semua tempat yang sekiranya aku bisa bertemu denganmu di tempat itu sudah ku datangi. Namun nyatanya, kau tetap tak ada di sana. Aku sangat merindukanmu. Sungguh aku ingin memelukmu. Rasa ini begitu menyakitkan. Aku menyesal aku tak sempat mengatakan perasaan ini padamu. Aku tidak mengira akan seperti ini. Jadi, jika kita bertemu lagi, saat itu juga akan ku nyatakan perasaanku padamu,’ gumam batin Joonmyun.

 

Sementara itu, Jihyeon tengah memainkan gitarnya dan menyenandungkan sebuah lagu di teras di depan rumahnya. Entah mengapa malam ini ia begitu ingin duduk di teras depan dan bernyanyi di sana.

 

I've tried so hard to tell myself that you're gone
But though you're still with me
I've been alone all along

When you cried I'd wipe away all of your tears
When you scream I'd fight away all of your fears
I held your hand through all of these years
But you still have
All of me

 

“All of me…” Jihyeon sengaja mengulangi bagian akhir dari lagu tersebut dan perlahan cairan bening itu mulai menuruni pipinya lagi.

 

PROK PROK PROK

 

Ketika Jihyeon batu saja meletakkan gitarnya di lantai, terdengar suara tepuk tangan. Jihyeon sontak terkejut. Semakin terkejut ketika melihat sosok pria yang tengah berjalan kearahnya. Jihyeon beranjak. Namun pria itu menghentikan langkahnya beberapa langkah dari Jihyeon.

 

“Neo…” ucap Jihyeon dengan suara bergetar.

 

“Ternyata sepulang dari Inggris, kau semakin mahir memainkan gitar dan pandai bernyanyi lagu berbahasa Inggris,” ucap pria itu.

 

Seulas senyuman tersungging dari bibir Jihyeon. Rona bahagia terpancar dari wajahnya. Jihyeon pun segera menghampiri pria itu dan menghambur ke pelukannya. Pria itu juga memeluk Jihyeon dengan erat. Seolah tak ingin melepaskan Jihyeon lagi.

 

“Joonmyun-a…” ucap Jihyeon sambil melepaskan pelukannya.

 

“Ne?” tanya Joonmyun.

 

Tangan Jihyeon terulur dan meraih wajah Joonmyun. Joonmyun pun menggenggam kedua tangan Jihyeon yang berada di wajahnya. Terasa hangat.

 

“Aku merindukan wajah ini,” ucap Jihyeon.

 

“Aku juga sangat merindukanmu,” ucap Joonmyun.

 

“Setelah aku memikirkannya lagi, ternyata sesuatu yang sangat aku takutkan bahwa aku akan kehilangannya adalah…” ucapan Jihyeon tertahan ketika Joonmyun menurunkan tangannya dari wajahnya dan menggenggam tangan Jihyeon semakin erat.

 

“Saranghae…” ucap Joonmyun.

 

Jihyeon terkejut.

 

“Adalah aku… Sesuatu, ani, seseorang yang sangat kau takutkan bahwa kau akan kehilanganku,” ucap Joonmyun.

 

“Geurae…” ucap Jihyeon.

 

“Sebenarnya, aku memendam perasaan ini sejak 7 tahun yang lalu,” ucap Joonmyun.

 

“Mwo?!” ucap Jihyeon terkejut. “Kenapa kau tidak mengatakannya sejak dulu?” tanya Jihyeon.

 

“Itulah yang ku sesali,” ucap Joonmyun. “Tapi aku senang karena pada akhirnya kita bertemu lagi,” ucap Joonmyun sambil mencubit hidung Jihyeon.

 

“Aku sangat merindukanmu,” ucap Jihyeon. “Apakah kau merindukanku?” tanya Jihyeon.

 

“Setiap hari aku merindukanmu. Bahkan setiap hari kau menyiksaku karena aku teramat merindukanmu,” ucap Joonmyun.

 

“Ah jinjja? Rupanya kau sangat mencintaiku, Kim Joonmyun…” ucap Jihyeon.

 

“Kau sudah menyiksaku dan membuatku hampir gila karena merindukanmu. Maka kau harus mendapat hukuman,” ucap Joonmyun.

 

“Hukuman?” tanya Jihyeon.

 

Joonmyun meraih tengkuk Jihyeon dan menempelkan bibirnya di bibir tipis Jihyeon. Tidak seperti pertama kali Joonmyun mencium Jihyeon, kali ini Jihyeon tidak berontak.

 

“Kali ini masih rasa strawberry…” ucap Joonmyun saat melepaskan Jihyeon.

 

“YA!” bentak Jihyeon.

 

 

~ THE END ~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet