다른 사랑 (Another Love)

다른 사랑 (Another Love)

Author’s POV

            Temaram kelabu sang malam kembali menyapa. Mendinginkan suasana yang sempat menghangat sebelum di sapa sang lembayung senja yang sempat memayungi sang maya pada. Perlahan di pelupuk timur, sang bulan sabit mulai muncul di balik awan, membuat sang malam yang datang seolah memberikan senyuman melalui cahaya yang memantul melalui sang bulan.

 

            Di sebuah gedung besar di daerah Gangnam, gedung mewah milik Cube Coorporation mulai kedatangan banyak orang. Orang-orang yang merupakan lulusan A Cube Entertainment High School mulai membuat gedung mewah ini ramai. Ya, orang-orang tersebut datang karena malam ini adalah acara reuni bagi mereka. Sebuah acara dimana mereka dapat kembali bertemu dengan orang-orang yang merupakan ‘teman seperjuangan’ semasa mereka bersekolah di A Cube Entertainment High School.

 

            Di bagian timur gedung, tampak seorang lelaki tengah berbincang dengan teman-teman yang baru ia temui lagi itu. Sementara itu, dari pintu masuk, tampak seorang lelaki dengan kemeja berwarna ungu muda itu tengah mencari seseorang. Nampaknya seseorang yang telah lama tidak ia temui dan ia yakin di sinilah ia akan kembali bertemu lagi dengan orang itu. Dan tepat, ketika ia mengarahkan pandangannya ke bagian timur gedung mewah itu, ia menemukan sesosok pria yang sempat mengukir kenangan bersamanya itu.

 

            “Ah, Ji Hoon-a…” ucapnya seraya menghampiri pria dengan kemeja berwarna biru itu.

 

            “Ah, Daniel…” ucap pria kemeja biru seraya memeluk pria yang menghampirinya itu.

 

            Ya, mereka adalah Roh Ji Hoon dan Daniel Chae. Ketika mereka bersekolah di A Cube Entertainment, mereka adalah sahabat yang teramat dekat. Namun setelah lulus, Daniel melanjutkan kembali sekolahnya di Los Angeles, sementara Ji Hoon tetap di Korea.

 

            “Ji Hoon-a, kau banyak berubah…” ucap Daniel seraya memperhatikan sahabatnnya itu dari atas sampai bawah. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            “Kau juga, lihatlah, aku bahkan hampir tidak mengenalimu jika kau tak memanggilku terlebih dulu,” ucap Ji Hoon. “Ah, kapan kau kembali dari LA?”

 

            “Sebenarnya aku sudah kembali sejak 3 minggu yang lalu,” jawab Daniel.

 

            “Aish, lalu kenapa kau tidak segera menemuiku?” tanya Ji Hoon.

 

            “Awalnya aku ingin menemuimu, hanya saja ku dengar dari teman-teman yang lain kalau kau sudah pindah rumah,” jawab Daniel. “Ah, bagaimana keadaanmu?”

 

            “Seperti yang kau lihat, aku baik, sangat baik,” jawab Ji Hoon.

 

            Ketika Ji Hoon tengah berbincang dengan Daniel, tiba-tiba seorang gadis dengan dress berwarna biru muda datang. Rupanya kedatangan gadis itu sanggup mengalihkan perhatian Ji Hoon dan Daniel.

 

            “Ah, kenapa lama sekali?” tanya Ji Hoon pada gadis itu.

 

            “Banyak orang, jadi aku harus sabar mengantri,” jawab gadis itu.

 

            “Aku pikir kau tersesat di toilet,” goda Ji Hoon.

 

            Mendengar godaan Ji Hoon, gadis itu hanya mengerucutkan bibirnya.

 

“Aku tidak sebodoh itu,” ucap gadis itu.

 

“Ji Hoon-a, nugu?” tanya Daniel tanpa melepaskan tatapannya dari gadis itu.

 

            Mendengar pertanyaan Daniel, Ji Hoon dan gadis itu saling bertatapan.

 

Ige… i yeoja… nae yeodongsaeng…” jawab Ji Hoon.

 

            “Aigoo, mengapa kau tidak pernah menceritakan padaku kau punya adik secantik ini?” tanya Daniel seraya menepuk lengan Ji Hoon.

 

            “Annyeong haseyo, naneun Ji Hyeon imnida… Ji Hoon Oppaui… yeodongsaeng…” gadis itu memperkenalkan dirinya.

 

            “Ah, annyeong haseyo, Daniel, Chae Daniel imnida…” balas Daniel.

 

            Ji Hoon, Ji Hyeon dan Daniel pun terlibat dalam sebuah obrolan. Namun tiba-tiba seorang gadis dengan gaun berwarna cokelat keemasan itu menghampiri Ji Hoon.

 

            “Ji Hoon-a…” ucap gadis itu seraya melingkarkan lengannya di lengan Ji Hoon.

 

            “Ye… Ye Jin Noona…” sapa Ji Hoon terkejut dengan perlakuan tiba-tiba gadis bernama Ye Jin itu.

 

            “Rasanya senang sekali bisa kembali bertemu denganmu di sini,” ucap Ye Jin. “Bagaimana kabarmu?”

 

            “Baik…” jawab Ji Hoon seraya menganggukkan kepalanya.

 

            “Hmm… hmm…” Daniel berdehem untuk menyindir Ye Jin dan Ji Hoon.

 

            Ya, Daniel tahu benar bahwa Ye Jin adalah kakak kelas Ji Hoon dan saat itu Ji Hoon begitu menyukai Ye Jin. Namun Ji Hoon tak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan perasaannya pada Ye Jin, hingga akhirnya Ye Jin lulus dan melanjutkan sekolah ke Italia.

****

 

 

            Setelah pulang dari reuni A Cube Entertainment High School, Ji Hoon pun segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur berukuran king size itu. Dari tempat tidur itu, ia menatap sesosok gadis yang tengah sibuk membuat teh hangat. Namun dalam pandangan Ji Hoon, wajah gadis itu terlihat berbeda dari biasanya. Ji Hoon pun beranjak dari tempat tidurnya dan mendekati gadis itu.

 

            “Ae-Ji-ya…” Ji Hoon menyebutkan panggilan sayang untuk gadis itu.

 

            Namun gadis itu sama sekali tidak menghiraukan Ji Hoon. Gadis itu mengambil secangkir teh hangat yang baru selesai ia buat itu dan segera menuju ke sofa. Setelah itu, ia pun menyalakan televisi walau sebenarnya ia tak berniat untuk menontonnya. Ji Hoon pun mengikuti gadis itu dan duduk di sebelahnya.

 

            “Ae-Ji-ya…” Ji Hoon menyebutkan lagi panggilan sayangnya, namun gadis itu masih tak meresponnya.

 

            “Ae-Ji-ya…”

 

            “Ji Hyeon-a…”

 

            Gadis yang ternyata adalah Ji Hyeon itu hanya menatap Ji Hoon dingin, lalu kembali mengarahkan pandangannya ke televisi.

 

            “Diam!” ucap Ji Hyeon itu dingin.

 

            “Aigoo, waeyo? Kau marah padaku?” tanya Ji Hoon.

 

            “Ani…” jawab Ji Hyeon.

 

            “Geurigo, wae?” tanya Ji Hoon.

 

            Ji Hyeon hanya diam.

 

            “Apa karena Ye Jin Noona?” Ji Hoon sengaja menggoda Ji Hyeon.

 

            Kali ini Ji Hyeon kembali mengalihkan tatapannya pada Ji Hoon, namun dengan sebuah tatapan sinis yang membuat Ji Hoon mengerti alasan Ji Hyeon ‘diam’.

 

            “Diamlah!” ucap Ji Hyeon seraya beranjak hendak meninggalkan Ji Hoon, namun Ji Hoon segera menarik tangan Ji Hyeon hingga Ji Hyeon jatuh tepat di pelukan Ji Hoon.

 

            “Jika kau marah karena Ye Jin Noona, itu artinya kau cemburu. Dan jika kau cemburu itu artinya kau mencintaiku,” ucap Ji Hoon.

 

            “Terserah apa katamu,” ucap Ji Hyeon seraya berusaha melepaskan diri dari Ji Hoon.

 

            “Dengarkan aku, meskipun Ye Jin Noona adalah orang yang sempat aku sukai, tapi perasaanku untuknya itu hanyalah masa lalu. Sekarang aku hanya memilikimu dan aku juga adalah milikmu. Kau, Ji Hyeon, istriku. Karena mana mungkin aku mengingkari janji suci yang ku ucapkan sendiri di depan altar dan dihadapan para saksi yang menyaksikan pernikahan kita 2 tahun lalu,” jelas Ji Hoon.

 

            Ji Hyeon hanya terdiam mendengar penjelasan Ji Hoon. Ya, bagaimanapun saat ini Ji Hoon sudah menjadi miliknya yang sah, Ji Hoon adalah suaminya sejak 2 tahun yang lalu ketika ia dan Ji Hoon sama-sama mengucapkan janji suci di depan altar.

 

            “Lepaskan!” ucap Ji Hyeon seraya berusaha melepaskan pelukan Ji Hoon.

 

            “Wae?” tanya Ji Hoon.

 

            “Lepaskan!” ucap Ji Hyeon.

 

            “Berjanjilah untuk tidak akan marah dan mendiamkanku lagi seperti tadi,” ucap Ji Hoon.

 

            “Ne…” jawab Ji Hyeon. “Sekarang lepaskan aku,”

 

            “Shirheo, karena sekarang adalah giliranku untuk marah,” ucap Ji Hoon.

 

            “Wae?” tanya Ji Hyeon. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            “Aku tidak suka kau dekat dengan Daniel. Aku takut dia menyukaimu,” jawab Ji Hoon.

 

            “Geurigo,  tadi kenapa kau memperkenalkanku sebagai adikmu?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Karena… teman-temanku tidak ada yang tahu aku sudah menikah,” jawab Ji Hoon.

 

            “Geureonde, kau jelaskan saja pada Daniel kalau aku ini…” ucapan Ji Hyeon tertahan.

 

            “Aku ini… mwo?” Ji Hoon sengaja menggoda Ji Hyeon yang memang tak pernah mau mengakui bahwa kini ia adalah istri dari seorang Roh Ji Hoon.

 

            “Lupakan!” ucap Ji Hyeon.

 

            “Hmm…”

 

            “Jikapun nantinya Daniel OPPA menyukaiku, bukankah itu akan bagus? Itu artinya kau akan punya saingan yang berat,” ucap Ji Hyeon sengaja menekankan nada bicaranya pada kata ‘Oppa’ untuk membuat Ji Hoon cemburu.

 

            “Tapi tidak ada yang bisa merebutmu dariku dan kau juga mana mungkin berani meninggalkanku,” ucap Ji Hoon.

 

            “Jangan terlalu percaya diri,” ucap Ji Hyeon.

 

            “Kau yakin?” tanya Ji Hoon seraya mengeratkan pelukannya pada Ji Hyeon.

 

            “Lepaskan!” ucap Ji Hyeon.

 

            “Shirheo!” ucap Ji Hoon seraya menarik Ji Hyeon lebih dalam ke dalam pelukannya.

 

            Ya, saat ini Ji Hoon dan Ji Hyeon adalah sepasang suami istri. Awalnya hubungan mereka hanyalah teman dekat dan bahkan seperti kakak-beradik. Karena memang Ji Hoon ingin memiliki adik perempuan dan Ji Hyeon juga menginginkan kakak laki-laki. Mereka benar-benar menjalani hubungan layaknya sepasang kakak-beradik, bahkan dahulu perasaan yang di sebut dengan ‘cinta’ sama sekali tidak pernah menjamah hati mereka. Namun tiba-tiba Ji Hoon memutuskan untuk menikahi Ji Hyeon tanpa sebuah alasan yang pasti, layaknya pasangan suami-istri lainnya yang menikah atas dasar cinta.

****

 

 

Flashback 2 years ago…

            “Oppa…” terdengar suara teriakan seorang gadis di sebuah kamar bernuansa biru muda itu.

 

            Sementara seorang pemuda tertidur dengan begitu lelapnya, meskipun jam sudah menunjukkan jam 4 sore. Tapi pemuda itu masih terlelap dalam jadwal rutinnya setiap hari, yaitu tidur siang, sebuah kebiasaan yang memang ia lakukan setelah ia lulus dari Inha University.

 

            “Oppa…” gadis itu kembali berteriak, kali ini tepat di telinga pemuda itu, hingga pemuda itu membuka matanya.

 

            Karena terkejut dengan suara melengking gadis itu, tanpa sadar pemuda itu menarik gadis itu hingga jatuh tepat di pelukannya.

 

            “YA! Ji Hoon-kun, apa yang kau lakukan?” tanya gadis itu ketika pemuda bernama Ji Hoon itu membalikkan posisi membuat tubuh mungil gadis itu berada di bawah tubuh kekar Ji Hoon.

 

            “Ji Hyeon-yang, apa yang kau lakukan di kamar seorang pria?” tanya Ji Hoon.

 

            “Aku hanya berusaha membangunkanmu karena hari ini kau berjanji akan membawaku berjalan-jalan ke Lotte World,” jelas Ji Hyeon.

 

            “Geuraeseo?” tanya Ji Hoon sambil mengingat-ingat janji yang dikatakan Ji Hyeon.

 

            “Geurae, kau berjanji akan menjemput ke rumahku jam 3 sore, tapi sekarang sudah jam 4 sore dan kau masih terlelap tidur siang,” jawab Ji Hyeon.

 

            “Ah, geurae…” ucap Ji Hoon.

 

            “Sekarang lepaskan aku,” ucap Ji Hyeon.

 

            Ji Hoon tidak menunjukkan reaksi apapun, ia masih tetap pada posisinya.

 

            “Ji Hoon-sshi, lepaskan aku,” ucap Ji Hyeon.

 

            Ji Hoon hanya menatap wajah Ji Hoon yang begitu dekat dengan wajahnya itu.

 

            “Ji Hoon Oppa…” ucap Ji Hyeon seraya berusaha mendorong Ji Hoon ketika Ji Hoon semakin mendekatkan wajahnya.

 

            “Ji…”ucapan Ji Hyeon tertahan ketika kedua sayap bibir Ji Hoon mendarat di bibirnya.

 

            Ji Hyeon terkejut dengan perlakuan Ji Hoon yang tiba-tiba dan tidak biasa itu. Ji Hyeon berusaha mendorong Ji Hoon, namun tenaga Ji Hyeon tidak cukup untuk mendorong seorang Ji Hoon.

 

            “Ji Hyeon-a…” ucap Ji Hoon sesaat setelah melepaskan tautan bibirnya dari bibir Ji Hyeon.

 

            “Apa yang kau lakukan?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Kita menikah,” ucap Ji Hoon tiba-tiba.

 

            “Aish, michyeosseo…” ucap Ji Hyeon masih berusaha mendorong Ji Hoon yang tak jua beranjak dari posisinya.

 

            “Aku serius,” Ji Hoon menatap tepat pada kedua bola mata kecoklatan Ji Hyeon.

 

            “Bercandamu keterlaluan,” hanya itu kata-kata yang sanggup Ji Hyeon ucapkan, meskipun ia menangkap keseriusan itu dari mata Ji Hoon.

 

            “Aku tidak sedang bercanda,” ucap Ji Hoon.

 

            “Dengarkan aku, selama ini aku sudah menganggapmu sebagai kakakku sendiri dan aku juga tidak ada perasaan apa-apa terhadapmu, begitu juga dirimu. Geurigo, bagaimana bisa kita menikah?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Kita coba untuk menjalaninya saja,” jawab Ji Hoon ringan.

 

            “YA!” bentak Ji Hyeon seraya mendorong Ji Hoon.

 

            “Minggu depan aku akan melamarmu,” ucap Ji Hoon seraya melepaskan Ji Hyeon, lalu beranjak.

 

            “Oppa, michyeosseo…” ucap Ji Hyeon seraya beranjak dan merapikan bajunya.

 

            “Lalala~ sebentar lagi Ji Hyeon akan menjadi istriku…” Ji Hoon hanya bernyanyi mendengar celoteh Ji Hyeon.

 

            “Sudahlah, sebaiknya kau segera bersiap, aku akan menunggumu di bawah,” ucap Ji Hyeon seraya melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar Ji Hoon. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            “Ji Hyeon-a…” Ji Hoon menahan Ji Hyeon.

 

            “Mwoya?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Terima kasih atas ciumannya…” goda Ji Hoon.

 

            “YA!” bentak Ji Hyeon.

****

 

 

1 month later…

            Seorang pemuda tengah gugup menunggu kedatangan mempelai wanitanya di depan altar. Ia mengepalkan kedua tangannya untuk sedikir meredam rasa gugupnya. Namun rasa gugupnya malah semakin menjalar ketika sang mempelai wanita berjalan ke arahnya dengan di damping seorang pria paruh baya yang akan menjadi Ayah mertuanya itu.

 

            “Ji Hyeon-a, yebbeuda…” gumam batin pemuda itu.

 

            Ketika mempelai wanitanya, Ji Hyeon, sampai, pemuda itu segera menyambut tangan Ji Hyeon untuk sama-sama berdiri di depan altar. Tanpa menunggu lama, pasturpun segera membacakan janji suci untuk meresmikan pernikahan itu.

 

            “Apakah kau, Roh Ji Hoon, berjanji untuk selalu menghormati, menjaga, menyayangi dan mencintai Lee Ji Hyeon, baik dalam suka dan duka, senang dan susah, sehat ataupun sakit?”

 

            Pemuda bernama Roh Ji Hoon itu tampak menarik nafas, lalu mengembangkan senyumannya.

 

            “I do…” jawabnya.

 

            “Dan apakah kau, Lee Ji Hyeon, berjanji untuk selalu menghormati, menjaga, menyayangi dan mencintai Roh Ji Hoon, baik dalam suka dan duka, senang dan susah, sehat ataupun sakit?”

 

            Ji Hoon menatap wajah Ji Hyeon yang saat itu tepat berada di sampingnya. Cantik. Hanya itu yang ada dalam pikiran Ji Hoon ketika matanya tak bisa terlepas dari sosok gadis yang selalu menganggapnya kakak itu. Walaupun sebenarnya dalam pikiran Ji Hoon saat itu juga sangat gugup, bahkan teramat gugup dan was-was dengan jawaban yang akan diungkapkan Ji Hyeon atas janji sucinya.

 

            “I… do…” ucap Ji Hyeon yang seketika itu juga membuat jantung Ji Hoon seolah berhenti untuk sejenak.

 

            Setelah mengucapkan janji suci itu, seperti biasa setiap pengantin akan melakukan ritual terakhir, yaitu memasangkan cincin di jari manis masing-masing mempelai. Ji Hoon pun segera memasangkan cincin yang terbuat dari emas putih dimana nama ‘Roh Ji Hoon’ turut terpatri di jari manis Ji Hyeon. Sementara senyuman terus terkembang di wajahnya seolah ia tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Kali ini, giliran Ji Hyeon yang memasangkan cincin emas putih yang terpatri nama ‘Lee Ji Hyeon’ itu di jari manis pengantin prianya, Roh Ji Hoon. Rupanya segera setelah cincin itu terpasang di jari manisnya, Ji Hoon segera menarik Ji Hyeon dan menciumnya di depan altar dan di hadapan seluruh tamu yang datang untuk menjadi saksi pernikahannya dan Ji Hyeon itu.

 

 

Flashback END

****

 

 

            “Sudah lama menunggu?” tanya seorang gadis pada seorang pria yang tengah duduk dengan tertunduk di sebuah bangku taman berwarna biru.

 

            “Ah, Ji Hyeon-a…” sapa pemuda itu. “Ani…

 

            “Hmm… sebenarnya ada apa tiba-tiba mengajakku bertemu seperti ini?” tanya gadis bernama Ji Hyeon itu.

 

            “Aku hanya ingin mengajakmu untuk mengunjungi beberapa tempat, karena kau juga tahu sendirikan aku sudah lama meninggalkan Seoul ketika aku harus kembali ke Los Angeles,” jelas pemuda itu.

 

            Benar, pemuda itu adalah Daniel Chae, sahabat Ji Hoon.

 

            “Ah, geuraettguna… Ji Hoon Oppa juga menceritakannya,” ucap Ji Hyeon.

 

            “Gwaenchanhayo?” tanya Daniel.

 

            “Gwaenchanha…” jawab Ji Hyeon.

 

            “Kaja…” ucap Daniel.

 

            Ji Hyeon dan Daniel pun pergi untuk menjelajahi kota Seoul, kota yang sudah hampir 6 tahun tidak Daniel injak itu.

****

 

 

            Sementara itu, di tempat lain, rupanya Ji Hoon juga sedang bersama Ye Jin, karena Ye Jin meminta untuk bertemu. Walau sebenarnya itu hanyalah tipuan Ye Jin untuk mengajak Ji Hoon berjalan-jalan.

 

            “Kenapa kita kemari?” tanya Ji Hoon ketika mereka sampai di Namsan Tower.

 

            “Wae? Kau tidak suka?” tanya Ye Jin balik.

 

            “Ani, geureon geon aniya…” jawab Ji Hoon.

 

            “Bagaimana jika kita ke gembok cinta?” tanya Ye Jin seraya menarik tangan Ji Hoon.

 

            “Untuk apa kita ke sana?” tanya Ji Hoon.

 

            “Tentunya untuk menyematkan nama kita di sana agar mendapat hubungan yang abadi,” jawab Ye Jin.

 

            “NE??” Ji Hoon tentu saja tidak habis pikir dengan yang dilakukan Ye Jin itu dan di saat seperti inilah Ji Hoon ingin sekali membeberkan pernikahannya dengan Ji Hyeon.

 

            Ye Jin dan Ji Hoon pun sampai di gembok cinta. Ye Jin pun mengambil satu gembok.

 

            “Kau tidak mengambilnya?” tanya Ye Jin ketika Ji Hoon hanya sibuk melihat-lihat gembok cinta milik orang lain yang sudah terpasang di sana.

 

            Ji Hoon pun terpaksa mengambil satu gembok dan tentunya ia menuliskan nama ‘Roh Ji Hoon dan Lee Ji Hyeon, JH Couple’ di sana, lalu segera menyematkannya. Ye Jin sempat menatap heran kepada Ji Hoon ketika Ji Hoon segera menyematkan gembok itu.

 

            “Kau…”

 

            “Bagaimana jika setelah ini kita pulang saja?” tanya Ji Hoon.

 

            “Wae?” tanya Ye Jin yang baru saja menyematkan gembok cintanya.

 

            “Hmm… masih ada yang harus ku kerjakan,” jawab Ji Hoon.

 

            Ye Jin hanya menjawab pernyataan Ji Hoon itu dengan menganggukkan kepalanya.

****
 

 

            Hari itu, Ji Hoon sengaja menyempatkan waktu untuk keluar bersama dengan Ji Hyeon. mereka berjalan-jalan ke tempat-tempat yang sering mereka kunjungi sewaktu belum menikah dulu. Rupanya Daniel melihat Ji Hyeon dan Ji Hoon. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            “Bukankah itu Ji Hoon dan Ji Hyeon?” tanya Daniel pada dirinya sendiri.

 

            Daniel pun hendak bergabung. Namun urung ketika melihat Ji Hoon bercanda dengan Ji Hyeon, dan di mata Daniel cara Ji Hoon dan Ji Hyeon bercanda itu terlalu mesra untuk ukuran kakak dan adik. Akhirnya Daniel pun memutuskan untuk tetap mengikuti Ji Hoon dan Ji Hyeon.

 

            “Oppa, punyaku jangan terlalu banyak taburan cokelat,” ucap Ji Hyeon.

 

            “Ne,  aku tahu…” ucap Ji Hoon.

 

            Rupanya Ji Hoon dan Ji Hyeon membeli ice cream. Ji Hoon dan Ji Hyeon pun melanjutkan perjalanan mereka ke Sungai Han yang memang sudah dekat dengan tempat mereka membeli ice cream. Baik Ji Hoon atau pun Ji Hyeon tidak ada yang menyadari bahwa ada Daniel yang tengah mengikuti mereka.

 

            “Ae-Ji-ya…” Ji Hoon menyebutkan nama panggilan Ji Hyeon, yang merupakan singkatan dari Aegi-Ji Hyeon-Chagiya itu.

 

            “Hmm…” jawab Ji Hyeon yang sibuk dengan ice creamnya itu.

 

            Ji Hoon menatap Ji Hyeon.

 

            “Aish, rupanya kebiasaan burukmu tidak hilang,” ucap Ji Hoon yang mendapati ice cream yang melumuri bibir Ji Hyeon.

 

            “Mwoya?” tanya Ji Hyeon.

 

            Ji Hoon hanya menjawab pertanyaan Ji Hyeon dengan kedua sayap bibirnya yang mendarat di bibir Ji Hyeon untuk menghapus ice cream yang melumuri bibir Ji Hyeon itu. Tentu saja Daniel yang sejak tadi mengikuti mereka sangat terkejut melihat perlakuan Ji Hoon terhadap Ji Hyeon.

 

            “Mana mungkin hubungan mereka hanya sebatas kakak dan adik. Apa hubungan mereka sebenarnya?” gumam batin Daniel.

****

 

 

            “Sebaiknya kita tidak usah pergi,” ucap Ji Hoon.

 

            “Mana bisa begitu, mereka pasti sudah menunggu,” ucap Ji Hyeon.

 

            “Tapi kau terlihat sangat pucat, Ae-Ji-ya…” Ji Hoon berusaha membujuk agar tidak pergi.

 

            “Jika kita berangkat, maka kita bisa menjelaskan semua ini pada mereka,” ucap Ji Hyeon.

 

            “Baiklah…” akhirnya Ji Hoon mengalah.

 

            Ji Hoon dan Ji Hyeon pun menuju ke sebuah taman. Sesampainya di taman tersebut, rupanya Ye Jin dan Daniel sudah menunggu.

 

            “Kalian sudah lama menunggu?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Tidak juga…” jawab Ye Jin.

 

            Daniel dan Ji Hoon hanya saling berpandangan tanpa mengatakan apapun. Tetapi Daniel kemudian mengalihkan tatapannya pada Ji Hyeon.

 

            “Ji Hyeon-a, kau terlihat pucat, apa kau sakit?” tanya Daniel.

 

            “Gwaenchanha…” jawab Ji Hyeon.

 

            Ji Hyeon pun menatap Ji Hoon dan memberikan isyarat pada Ji Hoon untuk menjelaskan hubungan mereka yang sebenarnya.

 

            “Sebenarnya ada yang ingin aku jelaskan,” ucap Ji Hoon.

 

            “Mworago?” tanya Ye Jin.

 

           “Sebenarnya…” ucapan Ji Hoon tertahan ketika Ji Hyeon pingsan, namun beruntung ia segera menangkapnya.

 

            “Ji Hyeon-a, ireona…” ucap Ji Hoon khawatir.

 

            “Sebaiknya kita bawa ke rumah sakit,” ucap Daniel.

 

            Daniel, Ye Jin dan Ji Hoon pun membawa Ji Hyeon ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, dokter segera memeriksakan keadaan Ji Hyeon. Sementara Ji Hoon, Daniel dan Ye Jin menunggu di luar ruangan pemeriksaan.

 

            “Apa Ji Hyeon memang sedang sakit?” tanya Ye Jin yang khawatir.

 

            “Hmm…” jawab Ji Hoon.

 

            “Aigoo, kenapa ia memaksakan diri untuk keluar malam-malam seperti ini,” ucap Ye Jin.

 

            Terdengar suara pintu terbuka dan dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Dokter menatap Ji Hoon dan Daniel bergantian, membuat Daniel dan Ji Hoon heran.

 

            “Euisa Seonsaengnim,  bagaimana keadaan Ji Hyeon?” tanya Ye Jin.

 

            “Pasien Ji Hyeon baik-baik saja,” jawab dokter. “Dan keluarga pasien?”

 

            “Jeoyo…” jawab Ji Hoon.

 

            “Apa ia sering pingsan seperti ini?” tanya dokter.

 

            “Aniya, hanya saja belakangan ini Ji Hyeon sering mengeluhkan kalau ia sakit kepala dan merasa tidak enak badan,” jawab Ji Hoon.

 

            “Ah, geuraettguna…” ucap Dokter.

 

            “Sebenarnya Ji Hyeon sakit apa?” tanya Daniel.

 

           “Pasien Ji Hyeon baik-baik saja. Geokjeonghajima,  itu hal yang biasa terjadi pada wanita hamil,” jelas dokter.

 

            “Hamil?” tanya Daniel dan Ye Jin serempak.

 

            “Ji Hyeon hamil?” tanya Ji Hoon seraya menggenggam tangan dokter untuk memastikan apa yang dokter katakan.

 

            “Geurae,  jagalah kesehatannya dengan baik, hindari makanan-makanan yang bisa membahayakan kondisi bayinya,” jelas dokter. “Hamyeon…

 

            Dokterpun meninggalkan Ji Hoon, Daniel dan Ye Jin. Ji Hon pun segera masuk ke ruangan tempat Ji Hyeon. Rupanya Ji Hyeon sudah sadarkan diri.

 

            “Oppa, naega wae?” tanya Ji Hyeon yang masih terbaring lemah itu.

 

            “Chukhahaeyo…” hanya itu yang Ji Hoon ucapkan sementara senyuman bahagia terus terlukis di wajah tampannya itu. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            Ji Hyeon tampak heran, sementara Daniel dan Ye Jin masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

 

            “Kita akan punya anak,” ucap Ji Hoon seraya menggenggam tangan Ji Hyeon.

 

            “AEGI?” tanya Daniel dan Ye Jin serempak.

 

            “Aigoo…” ucap Ji Hoon.

 

            “Geureom,  kalian…” Ye Jin sengaja menggantung kalimatnya.

 

            “Geurae, Ji Hyeon sebenarnya adalah istriku,” ucap Ji Hoon.

 

            “Sudah ku duga,” ucap Daniel.

 

            “Aku dan Ji Hyeon sudah menikah 2 tahun yang lalu dan sekarang kami baru akan memiliki anak kami yang pertama,” jelas Ji Hoon.

 

            “Kenapa kau tidak mengundangku, hah?” tanya Daniel.

 

            “Mianhae… saat aku dan Ji Hyeon menikah, kau kan masih di LA,” jawab Ji Hoon.

 

            “Dan kenapa kau juga tidak mengundangku?” tanya Ye Jin.

 

            “Keuge... mianhae…” jawab Ji Hoon. “Eum… masalah gembok itu…”

 

            “Wae? Apa kau berpikir aku menuliskan namamu di sana?” tanya Ye Jin.

 

            Ji Hoon hanya menjawab pertanyaan Ye Jin dengan menganggukkan kepalanya.

 

            “Geokjeonghajima, aku menuliskan namaku dan kekasihku yang saat ini masih di Perancis,” jelas Ye Jin.

 

            “Baguslah jika begitu…” ucap Ji Hoon.

 

            Ye Jin hanya tertawa kecil mendengar pernyataan Ji Hoon.

 

            “Geurigo, kenapa saat itu kau memperkenalkan Ji Hyeon sebagai adikmu?” tanya Daniel.

 

            “Wae? Apa kau jatuh cinta pada istriku ini?” goda Ji Hoon.

 

            “Geureon geon aniya… Hanya saja setahuku, kau tidak punya adik perempuan. Geureom, aku tidak percaya Ji Hyeon adalah adikmu. Dan aku semakin tidak percaya ketika aku melihatmu mencium Ji Hyeon di tepi Sungai Han,” jelas Daniel.

 

            “Sungai Han?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Geureom,  itu artinya kau mengikuti kami?” tanya Ji Hoon.

 

            Daniel hanya menjawab pertanyaan Ji Hoon dengan menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal itu.

 

            “YA!” Ji Hoon pun menarik Daniel dan menjitak kepalanya.

 

            ‘Pertarungan’ antara Daniel dan Ji Hoon pun terjadi, sebuah ‘pertarungan’ yang lama tak mereka lakukan setelah lulus dari A Cube Entertainment High School. Sementara Ji Hyeon dan Ye Jin hanya tertawa melihat ‘pertarungan’ Daniel dan Ji Hoon itu.

 

 

==== THE END ====

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet