Healing Heart (1/2)

Healing Heart

=== PART 1 ===

 

Author’s POV

            Kilau putih keemasan sang penghangat pagi kembali bersinar di pelupuk timur. Sinarnya menembus setiap ruang kosong jagat raya, mencoba menghangatkan kembali segala hal yang sempat mendingin karena sapaan sang malam. Burung-burung beterbangan seolah menyambut kedatangan sang mentari. Setiap kicauan yang bersahutan bahkan terdengar ceria. Di pelupuk dedaunan, buliran bening jejak sang malam bahkan turut memantulkan cahaya putih keemasan yang menyapanya, membuat pagi ini menjadi semakin cerah.

 

            Di halaman Cube Entertainment High School, tampak seorang pemuda tengah berjalan menuju ke gedung sekolah yang cukup asing baginya itu. Seorang pemuda tampan dengan sebuah topi yang bertengger di kepalanya itu mengedarkan pandangannya memperhatikan setiap detail sekolah itu. Namun seketika langkah kakinya terhenti ketika di bawah sebuah pohon maple yang terletak tepat di samping gedung sekolah ada seorang gadis tengah membaca buku di sana. Pemuda itu tetap memandang sang gadis yang sanggup mengalihkan perhatiannya bahkan sanggup mengalihkan pikirannya hingga ia lupa tujuannya semula.

 

            TING… TONG…

 

            Terdengar suara bel yang menjadi pertanda masuk. Pemuda itu tersadar dan kembali mengarahkan pandangannya pada gedung sekolah. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            “Ah, sudah masuk, eotteohke…” ucapnya.

 

            Pemuda itu pun kembali mengarahkan pandangannya pada pohon maple yang daun nya mulai menguning itu. Namun ia tak menemukan gadis itu lagi, karena gadis itu sudah pergi. Pemuda itupun melanjutkan perjalanannya menelusuri gedung sekolah itu sendirian hanya untuk mencari ‘ruang guru’.

 

            “Aigoo, eodi ittnya?” gerutu pemuda itu.

 

            Ketika ia menelusuri koridor, ia bertemu dengan seorang pria paruh baya yang tampaknya adalah guru di sana.

 

            “Aigoo, ini sudah waktunya untuk masuk ke kelas, kenapa kau masih di sini?” tegur pria paruh baya itu.

 

            “Joesonghamnida, Seonsaengnim, aku siswa baru di sini dan aku sedang mencari ruang guru,” jelas pemuda itu.

 

            “Ah, rupanya kau siswa baru di kelasku. Aku sudah menunggumu sejak tadi,” ucap guru itu.

 

            “Joesonghamnida, tadi aku tersesat,” jelas pemuda itu lagi.

 

            “Gwaenchanha, ketika pertama kalinya aku datang ke mari, aku juga begitu. Ah ya, perkenalkan, Yang Jin Man imnida,  aku pengajar vokal di sini sekaligus wali kelas 3-A,” pria paruh baya itu memperkenalkan dirinya.

 

            “Ah, ne, annyeong hasimnikka, Seonsaengnim, bangapseumnida…” sahut pemuda itu.

 

            “Kaja…” ucap Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            Yang Jin Man Seonsaengnim pun membawa pemuda itu menuju ke kelas 3-A. kelas yang berisi siswa-siswa dengan nilai di atas rata-rata dan siswa-siswa berprestasi di Cube Entertainment High School itu.

 

            Setibanya di kelas, Yang Jin Man Seonsaengnim segera masuk ke dalam kelas dengan di ikuti pemuda itu.

 

            “Aedeul, joheun achim…” sapa Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            “Joheun achim, seonsaengnim…” jawab seluruh siswa kelas 3-A serempak.

 

            “Hari ini aku membawakan seorang teman baru untuk kalian. Ayo, perkenalkan dirimu,” ucap Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            “Ne, annyeong haseyo yeorobun, jeoneun Il Hoon, Jung Il Hoon imnida, bangapseumnida…” pemuda yang ternyata bernama Il Hoon itu memperkenalkan dirinya.

 

            Il Hoon pun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang kelas, dan ia mendapati gadis yang tadi di lihatnya itu duduk di barisan kedua di dekat jendela.

 

            “Mohon bantuannya, gamsahamnida…” ucap Il Hoon tanpa melepaskan tatapannya dari gadis itu.

 

            “Ah, Il Hoon-kun, kau duduk di sana,” ucap Yang Jin Man seraya menunjuk sebuah bangku yang memang kosong di barisan ketiga di dekat jendela dan tepat di sebelah gadis itu.

 

            “Ne, seonsaengnim…” ucap Il Hoon seraya menuju ke bangkunya.

 

            Il Hoon pun duduk di bangkunya, tetapi ia kembali menatap gadis yang sanggup membuatnya tak berhenti mengalihkan perhatian itu. Sementara di depan kelas, Yang Jin Man Seonsaengnim sudah memulai pelajarannya.

****

 

            Ketika jam istirahat tiba, Il Hoon mencari-cari gadis yang sanggup mengalihkan perhatiannya sejak pertama kali melihatnya itu. Ya, Il Hoon begitu penasaran dengan sosok gadis itu, terlebih lagi tadi di kelas ia belum sempat berkenalan dengan gadis itu. Kebetulan sekali, saat itu Il Hoon menemukan gadis itu baru keluar dari perpustakaan.

 

            “Yeogi…” panggil Il Hoon, namun gadis itu sama sekali tak menghiraukan Il Hoon dan terus berjalan melewati koridor yang akan membawanya ke luar itu.

 

            Il Hoon pun mengejar gadis itu dan berjalan di samping gadis itu.

 

            “Annyeong…” sapa Il Hoon.

 

            Gadis itu tetap tak menghiraukan Il Hoon. Tapi Il Hoon tak mau menyerah, ia tetap mengikuti gadis itu.

 

            “Hmm… ireumi mwoyeyo?”  tanya Il Hoon.

 

            Gadis itu masih tak menghiraukan Il Hoon.

 

            “Tadi aku melihatmu sedang membaca buku di bawah pohon maple…” ucapan Il Hoon tertahan ketika gadis itu menghentikan langkahnya.

 

            Gadis itu menatap Il Hoon dengan dingin, membuat Il Hoon sedikit terkejut dan heran.

 

            “Bisakah kau berhenti mengikutiku?” hanya itu kata-kata yang gadis itu ucapkan.

 

            “Nan geunyang…” Il Hoon bingung harus menjawab apa.

 

            Gadis itu seolah tak mau mendengar penjelasan Il Hoon, ia pun kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke halaman belakang sekolah. Rupanya Il Hoon tak mau menyerah dan tetap mengikuti gadis itu. Namun ketika melewati lapangan olah raga, beberapa siswa tampak tengah bermain bola dan bola itu terpental ke arah gadis itu. Ketika bola itu hampir mengenai gadis itu, Il Hoon segera menarik tangan gadis itu hingga secara tidak sengaja mereka jatuh dengan posisi Il Hoon berada di atas tubuh gadis itu.

 

            “Lepaskan!” ucap gadis itu seraya mendorong tubuh Il Hoon.

 

            Il Hoon hanya menatap gadis itu. Dari jarak yang sangat dekat, Il Hoon memperhatikan setiap lekuk wajah gadis itu. Matanya yang berwarna kecoklatan, hidungnya yang mancung, bibirnya yang berwarna pink dan kulitnya yang seputih susu membuat Il Hoon semakin mengagumi gadis itu.

 

            “YA! Kalian tidak apa-apa?” terdengar sebuah suara.

 

            “Lepaskan!” ucap gadis itu lagi seraya mendorong tubuh Il Hoon.

 

            Il Hoon tersadar dan segera melepaskan gadis itu.

 

            “Gwaenchanhayo?” tanya seorang siswa.

 

            “Gwaenchanha…” jawab Il Hoon.

 

            “Ji Hyeon-a, gwaenchanha?” tanya siswa itu lagi.

 

            Gadis yang ternyata bernama Ji Hyeon itu hanya menatap siswa itu dan segera kembali melanjutkan perjalanannya menuju halaman belakang tanpa menghiraukan Il Hoon dan siswa lain yang khawatir bola itu mengenainya. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            “Ji Hyeon, jadi itu namamu…” gumam batin Il Hoon.

****

 

 

            Semakin hari, Il Hoon terus berusaha mendekati Ji Hyeon, walaupun sudah sangat jelas bahwa respon Ji Hyeon sangat dingin, bahkan teramat dingin terhadapnya, tetapi Il Hoon tak mudah menyerah. Saat itu, seperti biasa Ji Hyeon tengah membaca di bawah pohon maple,  Il Hoon pun menghampiri Ji Hyeon dan duduk di samping Ji Hyeon.

 

            “An…” belum sempat Il Hoon menyapa gadis itu, tetapi gadis itu segera menutup bukunya dan beranjak meninggalkan Il Hoon yang masih terduduk di bawah pohon maple itu.

 

            Lalu ketika di perpustakaan, Il Hoon sengaja pura-pura mencari buku padahal sebenarnya ia mengikuti Ji Hyeon. Rupanya Ji Hyeon menyadari keberadaan Il Hoon dan segera keluar dari perpustakaan. Il Hoon mengikuti Ji Hyeon keluar dari perpustakaan, tapi Il Hoon tidak menemukan Ji Hyeon. rupanya Ji Hyeon tengah bersembunyi di balik loker yang berjejer di dekat pintu perpustakaan dan Il Hoon tidak menyadari hal itu.

 

            Kali ini adalah latihan olah vokal, Yang Jin Man Seonsaengnim meminta para siswa untuk berpasangan karena mereka akan berlatih lagu duet. Il Hoon rupanya menjadikan Ji Hyeon sebagai partnernya walau sebenarnya setiap latihan olah vokal sebelum kedatangan Il Hoon, Ji Hyeon selalu sendiri. Ya, karena Ji Hyeon merupakan pemain musik dan penyanyi terbaik di Cube Entertainment High School dan selalu dijadikan pengiring ketika para siswa latihan. Tetapi ketika memasuki tahun ketiga, Ji Hyeon berhenti menyanyi tanpa alasan.

 

            “Ji Hyeon-a, kali ini kau harus menyanyi kembali bernyanyi. Karena bukan hanya aku, tetapi semua guru bahkan semua siswa di sini pasti merindukan suaramu,” ucap Yang Jin Man Seonsaengnim ketika semua siswa kembali ke kelas meninggalkan Ji Hyeon, Il Hoon dan Yang Jin Man Seonsaengnim di ruang latihan.

 

            “Shirheo…” hanya itu jawaban yang Ji Hyeon berikan.

 

            “Wae?” tanya Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            “Karena tidak ada alasan bagiku untuk bernyanyi lagi,” jawab Ji Hyeon seraya berlalu meninggalkan Il Hoon dan Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            Ketika Ji Hyeon berlalu, Il Hoon menatap Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            “Seonsaengnim, wae?” tanya Il Hoon.

 

            “Selalu itu jawaban yang dia berikan setiap aku memintanya kembali bernyanyi,” jawab Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            “Aku harus mencari tahu penyebabnya,” gumam batin Il Hoon.

****

 

 

            Di hari minggu pagi yang indah ini, Il Hoon memutuskan untuk pergi bersepeda di tepi Sungai Han. Ketika Il Hoon tengah asyik bersepeda, rupanya ia menangkap sosok gadis yang begitu ia kenali. Gadis itu tak lain adalah Ji Hyeon, yang selalu sanggup mengalihkan perhatiannya itu. Il Hoon menghentikan sepedanya tepat di dekat Ji Hyeon.

 

            “Ji Hyeon-a…” Il Hoon menyapa Ji Hyeon yang tengah melemparkan kerikil-kerikil kecil ke sungai.

 

            Ji Hyeon tidak menoleh sama sekali. Ia tetap melemparkan kerikil kecil yang berada di genggamannya itu hingga habis.

 

            “Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Il Hoon.

 

            Ji Hyeon tak bergeming. Ketika kerikilnya habis, Ji Hyeon segera meninggalkan Il Hoon.

 

            “YA! Jamkkanman…”  ucap Il Hoon seraya mengayuh kembali sepedanya untuk mengejar Ji Hyeon.

 

            Il Hoon tetap mengikuti Ji Hyeon, tapi tiba-tiba ia kehilangan keseimbangan.

 

            BRUUKK…

 

            Terdengar suara Il Hoon yang jatuh dari sepeda. Mendengar suara itu, Ji Hyeon menghentikan langkahnya lalu berbalik untuk melihat kondisi Il Hoon yang sedang berusaha berdiri sambil meniup-niup luka di sikut kirinya.

 

            “Gwaenchanha…” ucap Il Hoon yang menyadari Ji Hyeon tengah menatapnya itu.

 

            Tanpa Il Hoon duga, rupanya Ji Hyeon berjalan ke arahnya dan bahkan menarik tangan kirinya itu.

 

            “Gidarilke…” ucap Ji Hyeon yang lalu pergi entah kemana.

 

            Il Hoon pun duduk di atas rerumputan seraya meniup-niup luka di sikut kirinya dan lutut kirinya itu. Ya, saat itu Il Hoon mengenakan celana pendek selutut, membuat lututnya menjadi korban ‘kecelakaan kecilnya’ itu juga. Tak berapa lama rupanya Ji Hyeon kembali. Ji Hyeon segera duduk di samping kiri Il Hoon, sementara Il Hoon hanya menatapnya dengan heran.

 

            “Kau…” ucapan Il Hoon tertahan ketika Ji Hyeon menarik tangannya yang terluka.

 

            Ji Hyeon pun membersihkan luka di sikut Il Hoon.

 

            “Aaarrgghh…” Il Hoon sedikit meringis kesakitan ketika Ji Hyeon memberikan obat di lukanya.

 

            Ketika Ji Hyeon membalut lukanya, Il Hoon hanya bisa menahan rasa sakitnya sambil memandangi wajah Ji Hyeon yang selalu membuatnya seolah melupakan hal lain dan hanya Ji Hyeon yang berada di pikirannya.

 

            “Aaarrgghh…” Il Hoon kembali meringis ketika Ji Hyeon memberikan obat di lututnya.

 

            “Untuk hari ini, jangan biarkan lukamu terkena air dan debu,” ucap Ji Hyeon setelah selesai membalut luka Il Hoon.

 

            “Gomawo…” hanya itu yang sanggup Il Hoon ucapkan tanpa melepaskan tatapannya dari Ji Hyeon.

 

            Menyadari Il Hoon terus menatapnya, Ji Hyeon merasa sedikit aneh. Terlebih lagi senyuman terus terkembang di wajah Il Hoon.

 

            “Aku… harus pulang,” ucap Ji Hyeon.

 

            Ketika Ji Hyeon hendak beranjak, Il Hoon meraih tangan Ji Hyeon untuk menahan Ji Hyeon.

 

            “Wae?” tanya Il Hoon.

 

            “Wae?... mwoya?” tanya Ji Hyeon balik.

 

            “Kenapa kau mengobatiku?” tanya Il Hoon.

 

           “Anggap saja ini ucapan terima kasihku karena saat itu juga kau sempat menolongku,” jawab Ji Hyeon.

 

            “Apa mulai saat ini aku bisa menjadi temanmu?” tanya Il Hoon tanpa melepaskan tatapannya dari Ji Hyeon. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            Ji Hyeon hanya menatap Il Hoon. Dari mata Il Hoon, ia dapat melihat ketulusan bahwa Il Hoon sungguh ingin menjadi temannya. Bahkan selama ini, Il Hoon juga selalu berusaha untuk dekat dengannya, meskipun Ji Hyeon juga menyadari bahwa ia selalu menghindari Il Hoon.

 

            “Ne…” jawab Ji Hyeon.

 

            Seulas senyuman cerah tersungging di wajah Il Hoon ketika ia mendengar jawaban Ji Hyeon. Il Hoon pun beranjak dari duduknya bermaksud untuk merayakan ‘kemenangannya’ itu.

 

            “Aarrgh…” ringis Il Hoon ketika ia menyadari bahwa ia tengah terluka.

 

            Melihat tingkah laku Il Hoon, seulas senyuman juga terukir di wajah Ji Hyeon. Melihat Ji Hyeon tersenyum, saat itu juga Il Hoon ingin dunia berhenti. Terlebih lagi, itu adalah kali pertama bagi Il Hoon melihat Ji Hyeon yang selama ini bersikap dingin padanya itu tersenyum. Senyuman yang begitu cerah, yang bagi Il Hoon bahkan mampu mengalahkan cerahnya hari itu.

****

 

 

            Setelah kejadian ‘kecelakaan kecil’ itu, Il Hoon dan Ji Hyeon semakin dekat. Bahkan kali ini ketika Ji Hyeon tengah membaca buku di bawah pohon maple, Il Hoon selalu menemaninya dan menceritakan hal-hal lucu padanya. Ya, sebisa mungkin Il Hoon akan membuat Ji Hyeon tersenyum, bahkan tertawa.

 

            Ketika di perpustakaan, jika biasanya Il Hoon hanya mengikuti Ji Hyeon, kali ini ia dan Ji Hyeon mencari buku-buku yang menarik bahkan membacanya bersama-sama sambil sesekali bercanda membuat pengunjung perpustakaan lainnya berkali-kali memberikan peringatan pada mereka untuk tidak berisik.

 

            Bahkan ketika latihan vokal, Ji Hyeon mengiringi Il Hoon berlatih, namun beberapa kali Il Hoon lupa lirik lagunya dan ketika itu juga Il Hoon dan Ji Hyeon tertawa bersama.

 

            “Bagaimana bisa mereka tertawa bersama seperti itu? Dan bagaimana bisa Il Hoon membuat Ji Hyeon kembali ceria?” gumam batin Yang Jin Man Seonsaengnim yang rupanya memperhatikan Ji Hyeon dan Il Hoon.

 

            “Il Hoon-kun, ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Yang Jin Man Seonsaengnim ketika Il Hoon baru saja selesai latihan.

 

            “Mworago, Seonsaengnim?” tanya Il Hoon.

 

            Namun Yang Jin Man Seonsaengnim belum mau bicara sampai semua siswa keluar dari ruang latihan.

 

            “Seonsaengnim…” ucap Il Hoon.

 

            “Mwol eoddeokhae?” tanya Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            “Mwoya?” tanya Il Hoon balik.

 

            “Ji Hyeon, bagaimana bisa kau membuatnya kembali ceria seperti itu?” tanya Yang Jin Man Seonsaengnim.

 

            “Dengan ketulusan,” jawab Il Hoon. “Selama ini mungkin Ji Hyeon baru bisa merasakan ketulusanku, sehingga ia baru bisa menerimaku dan satu hal yang ku inginkan adalah memang melihat senyumannya dan aku begitu bahagia ketika melihatnya tersenyum untuk pertama kalinya. Sebuah senyuman yang sepertinya sempat hilang darinya,” jelas Il Hoon.

 

            “Kau… mencintainya?” tanya Yang Jin Man Seonsaengnim tiba-tiba.

 

            “Moreugesseumnida. Hanya saja ada yang membuatku ingin selalu bersamanya. Bahkan terkadang ketika aku memikirkannya, aku sulit untuk tidur. Lalu jantungku terkadang seolah sulit untuk ku kendalikan ketika aku melihatnya tersenyum,” jelas Il Hoon.

 

           “Geuraettguna…” ucap Yang Jin Ma Seonsaengnim seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. “Baiklah, hanya itu yang ingin aku tanyakan, kau boleh pergi sekarang,”

 

            “Ne…” ucap Il Hoon seraya melangkahkan kakinya meninggalkan Yang Jin Man Seonsaengnim  di ruang latihan.

****

 

 

            Malam harinya, Il Hoon dan Ji Hyeon berjalan-jalan di taman kota. Bahkan mereka mampir ke sebuah taman bermain.

 

            “Ji Hyeon-a, kau tahu, sewaktu aku masih kecil, aku dan kakakku sangat sering bermain di sini. Ah, aku sangat merindukan tempat ini. Terakhir aku kemari adalah mungkin sekitar 10 tahun yang lalu sebelum orang tuaku membawaku dan kakakku ke Busan. Dan barulah 2 bulan yang lalu setelah kakakku menikah, kakakku membawaku kembali ke Seoul,” ucap Il Hoon.

 

            “Lalu orang tuamu?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Mereka masih di Busan untuk mengurusi peternakan keluarga,” jawab Il Hoon. “Hmm… bagaimana jika ketika ada waktu senggang aku mengajakmu ke sana?”

 

            “Shirheo…” jawab Ji Hyeon.

 

            “Ah, wae?” tanya Il Hoon.

 

            “Aku tidak suka mengunjungi peternakan,” jawab Ji Hyeon yang sebenarnya hanya menggoda Il Hoon itu.

 

            “Wae?” tanya Il Hoon.

 

            “Karena baunya sepertimu,” jawab Ji Hyeon seraya mengambil ancang-ancang lalu berlari.

 

            “YA!”  ucap Il Hoon seraya mengejar Ji Hyeon.

 

            Il Hoon dan Ji Hyeon terus saling mengejar satu sama lain. Hingga akhirnya Il Hoon berhasil meraih tangan Ji Hyeon dan menarik Ji Hyeon. Tanpa sengaja, Il Hoon menarik Ji Hyeon ke dalam pelukannya. Il Hoon dan Ji Hyeon saling menatap. Il Hoon merasakan debaran jantungnya semakin kencang mendapati Ji Hyeon berada dalam pelukannya dan jarak antara wajahnya dan wajah Ji Hyeon sangat dekat.

 

            “Mwol?” tanya Ji Hyeon.

 

            Il Hoon tetap menatap Ji Hyeon. Tanpa di sadari, Il Hoon semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Ji Hyeon. Semakin dekat… semakin dekat… dan…

 

            CUP!

 

            Kedua sayap bibir Il Hoon mendarat dengan sempurna di bibir Ji Hyeon. Ji Hyeon sempat terkejut dengan perlakuan Il Hoon, tetapi ketika Il Hoon mengecup bibirnya dengan lembut, perlahan Ji Hyeon memejamkan matanya.

****

 

 

            “Kenapa kau pulang terlambat?” tanya seorang perempuan ketika melihat Il Hoon memasuki rumah dengan nuansa klasik itu. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            “Ah, noona... Aku berjalan-jalan sebentar di taman dengan temanku,” jawab Il Hoon.

 

            Wanita yang ternyata adalah noona-nya Il Hoon itu memperhatikan adiknya baik-baik.

 

            “Min Joo-ya, tampaknya adikmu ini tengah bahagia,” terdengar suara seorang pria.

 

            Il Hoon hanya tersenyum sembari mengelus pundaknya.

 

            “Ah, biar ku tebak, kau pasti berjalan-jalan dengan pacarmu,” ucap pria itu.

 

            “YA! Hyung, aniyo…” ucap Il Hoon.

 

            “Geurigo, nugu?” tanya pria itu.

 

            “Bukan siapa-siapa…” jawab Il Hoon.

 

            “Min Joo-ya, tampaknya adik iparku ini sedang jatuh cinta,” ucap pria yang ternyata kakak ipar Il Hoon itu.

 

            “Aniya…” ucap Il Hoon seraya mengejar kakak iparnya itu, sementara Min Joo, hanya tertawa kecil ketika memperhatikan tingkah laku adiknya dengan suaminya itu.

****

 

 

            Ketika itu, Ji Hyeon baru saja keluar dari perpustakaan, ia merasa ada yang mengikutinya, tapi Ji Hyeon tidak menghiraukannya karena Ji Hyeon tahu itu pasti Il Hoon. Ji Hyeon pun tidak biasanya masuk ke ruang latihan vokal, meskipun menyadari masih ada yang mengikutinya. Ji Hyeon menuju ke piano. Ji Hyeon menyentuh piano itu.

 

            “Chajattda…” ucap Ji Hyeon seraya membalikkan badannya dengan tiba-tiba.

 

            “OH!” ucap Il Hoon terkejut karena Ji Hyeon membalikkan badannya dengan tiba-tiba.

 

            “Dengan mengikutiku secara diam-diam seperti tadi kau pikir akan membuatku takut, hmm?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Ani, aku tak bermaksud menakutimu,” elak Il Hoon.

 

            “Geurigo, wae?” tanya Ji Hyeon.

 

            “Ah, sudahlah lupakan,” ucap Il Hoon. “Sekarang sebaiknya kau mainkan sebuah lagu… dan bernyanyilah. Aku ingin mendengarmu bernyanyi,”

 

            Ji Hyeon pun duduk di hadapan piano itu dan jemari lentiknya itu mulai menyentuh tuts-tuts piano merangkai sebuah alunan yang begitu merdu.

 

            “Jakkuman jakkuman ireomyeon andwae hajiman

            (aku tak bisa tetap, tetap, tetap melakukannya, tetapi)

            Almyeonseo almyeonseo gyeosok neoege kkeullyeoga

            (meskipun aku tahu, meskipun aku tahu, aku tetap tertarik padamu)

            Nae mameul bbaeatgo nae ane deureowa

            (kau mencuri hatiku dan kau masuk ke dalam hatiku)

            Nareul nabbeuge hae, nareul michigehae

            (kau membuatku buruk, kau membuatku gila)

 

            Itulah sebait lagu yang Ji Hyeon nyanyikan. Il Hoon bertepuk tangan ketika Ji Hyeon selesai menyanyikanya.

 

            “Joha… joha…” ucap Il Hoon.

 

            Ji Hyeon hanya tersenyum mendengar Il Hoon memujinya. Sementara itu, di luar ruang vokal, tampak Yang Jin Man Seonsaengnim tengah memperhatikan Ji Hyeon dan Il Hoon.

 

            “Ji Hyeon-a, akhirnya kau mau bernyanyi kembali, meskipun lagu yang kau nyanyikan adalah lagu yang sedih,” gumam batin Yang Jin Man Seonsaengnim.

****

 

 

            Sore harinya, seperti biasa Il Hoon dan Ji Hyeon pulang bersama. Mereka berjalan kaki menelusuri jalanan yang akan membawa mereka pulang dan kebetulan satu arah itu.

 

            “Noona…” panggil Il Hoon kepada seorang perempuan yang baru saja keluar dari sebuah mini market itu.

 

            Wanita itu menoleh dan tersenyum ke arah Il Hoon.

 

            “Ji Hyeon-a, itu kakakku. Aku kenalkan kau padanya, ne?” ucap Il Hoon seraya menarik tangan Ji Hyeon.

 

            Il Hoon membawa Ji Hyeon menghampiri kakaknya itu.

 

            “Noona, kenalkan, ini Ji Hyeon,” ucap Il Hoon.

 

            “Annyeong haseyo, jeoneun Ji Hyeon imnida, bangapseumnida…” Ji Hyeon memperkenalkan dirinya.

 

            “Ah, naneun Min Joo imnida, Il Hoonui Noona,” Min Joo juga memperkenalkan dirinya. “Rupanya kau benar sangat cantik, Il Hoon sering menceritakan tentangmu padaku,”

 

            “Noona…” ucap Il Hoon seraya memberikan isyarat pada kakaknya itu untuk tidak mengatakan hal-hal yang memang sering ia ceritakan.

 

            “Gamsahamnida…” Ji Hyeon tersipu.

 

            “Ji Hyeon-a, kau tahu, Il Hoon sangat sering menceritakan tentangmu padaku dan suamiku. Kami bahkan sempat berpikir kau adalah pacarnya Il Hoon,” ucap Min Joo.

 

            “Noona…” lagi-lagi Il Hoon memberikan isyarat pada Min Joo untuk tutup mulut.

 

            “Il Hoon juga sering menceritakan tentang Eonni padaku,” ucap Ji Hyeon.

 

            “Ah, geuraesseo?” tanya Min Joo.

 

            Ji Hyeon hanya menjawab pertanyaan Min Joo dengan menganggukkan kepalanya.

 

            “Aigoo, Il Hoon-a, apa yang kau ceritakan pada Ji Hyeon? Kau tidak menceritakan yang aneh-aneh, kan?” tanya Min Joo seraya menyenggol tangan Il Hoon dengan sikutnya.

 

            “Menurutmu apa yang akan ku ceritakan, Noona?” tanya Il Hoon balik.

 

            “Ah, Ji Hyeon-a, bagaimana jika kau mampir ke rumah kami?” tanya Min Joo. “Kita makan malam bersama…”

 

            Ji Hyeon tampak mempertimbangkan ajakan Min Joo.

 

            “Ne?” ajak Il Hoon.

 

            “Min Joo-ya, kenapa kau banyak sekali membeli salad?” terdengar suara seorang pria yang baru saja keluar dari mini market itu juga. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

            Mendengar suara itu, Ji Hyeon segera mengalihkan pandangannya kepada sang pemilik suara.

 

            “Ah ya, Ji Hyeon-a, kenalkan, ini Jung Su Hyung, suami kakakku…” ucap Il Hoon.

 

            Pria bernama Jung Su itu hanya menatap Ji Hyeon, begitu juga Ji Hyeon.

 

            “An… nyeong haseyo…” sapa Ji Hyeon ragu.

 

            “Ne… annyeong…” sapa Jung Su balik.

 

            “Ji Hyeon-a, ne?” ajak Min Joo.

 

            Pria itu tetap mengarahkan tatapannya pada Ji Hyeon.

 

            “Ne?” ajak Il Hoon lagi.

 

            “Mianhae, hari ini  aku ada janji dengan ibuku,” Ji Hyeon menolak ajakan mereka dengan halus.

 

            “Sayang sekali, padahal aku akan membuatkan makanan kesukaanmu nanti,” ucap Min Joo. “Tapi lain kali kau harus main ke rumah kami, ne?

 

            Ji Hyeon hanya menjawab ajakan Min Joo dengan senyuman. Sementara Il Hoon hanya menatap Ji Hyeon dan menyadari angin yang berhembus mulai terasa menusuk baginya.

 

            “Kalau begitu, aku pulang sekarang,” ucap Ji Hyeon.

 

            “Il Hoon-a, antarkan Ji Hyeon,” ucap Min Joo.

 

            “Tidak usah, rumahku sudah dekat,” ucap Ji Hyeon.

 

            “Ah, geuraettguna… Joshimhae…” ucap Min Joo.

 

            Ji Hyeon pun mulai melangkahkan kakinya meninggalkan Il Hoon, Min Joo dan Jung Su. Ketika Ji Hyeon melangkah pergi, rupanya Il Hoon menatap kepergian Ji Hyeon hingga Ji Hyeon benar-benar menghilang dari jarak pandangnya.

 

 

To be continued….

 

See ya in the next chapter… :P

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet