AM 01:27

Back 2 U

Taeyong menyeka rambut basahnya dengan handuk yang dia kalungkan dileher. Didepan cermin dia menatap wajah lelahnya yang merupakan refleksi hal yang telah dia lalui hari ini. dia tidak berniat mengulang memikirkannya kembali. Cukuplah ini menjadi lembar halaman di chapter hari-harinya yang membosankan ini. Tepat pukul 12.54 dini hari dia memastikan rambutnya kering sempurna sebelum menarik selimutnya untuk mengakhiri hari yang melelahkan ini. Dia siap menyambut alam mimpi, entah itu indah atau buruk, dia tidak peduli asalkan cukup ampuh mengalihkan ingatannya tentang hari ini.

Terlihat olehnya gerbang perak yang tinggi. Sangat tinggi sampai menembus awan. Taeyong merasa takjub, bukan hanya pada ukiran naga yang menghiasi gagang pintu gerbang itu tapi juga hal mengagumkan yang mungkin ada dibaliknya. Tangannya dengan siap menarik pintu itu, perasaan antusias menguasai dirinya. Sangat antusias sampai rasanya dia ingin melompat. Tapi betapa jengkelnya dia tepat saat itu terdengar suara bel yang berisik. Apakah tempat ini terlarang untuk dia masuki? Kenapa tidak ada orang yang menangkapnya? Suara bel itu semakin keras semakin membuatnya terganggu. Cukup keras untuk membuatnya tersadar dari tidur ayamnya.

Kepalanya berdenyut sakit ketika dia memaksakan diri untuk duduk kembali, meraih telepon genggam yang dia letakkan di atas meja tepat di sebelah ranjangnya. Menatap lama layar yang terus menyala dan berdering nyaring. Taeyong mempertimbangkan untuk mengangkatnya sesaat namun berakhir hanya menatap nama sang penelpon tanpa menggerakkan jarinya sesenti pun. Wajahnya mengeras, terpikir olehnya untuk menyumpah serapah saat itu. Jahat sekali. Sumpah serapah bisa jadi hal yang akan senang dia dengar dari sang penelpon dari pada hal yang biasa wanita itu katakan.

“bicaralah ucap Taeyong ketika hening cukup lama sejak dia mengangkatnya.

“jika kau berani menelpon maka gunakan keberanianmu lagi untuk bicara sekarang”

“Taeyong, aku….” Isak wanita yang ada diseberang telepon itu. Isakan yang terlalu familiar bagi Taeyong.

“…aku merindukanmu”

Hening, tidak ada balasan untuk kalimat itu lagi darinya. Dulu mungkin dia akan dengan besar hati mengatakan ‘aku juga’ tanpa takut terdengar bodoh. Jung Jaein dulu adalah kekasih terkeren yang penah Taeyong kencani, sampai dia yakin tidak akan menemui wanita yang seperti dia di dunia ini. Anggapannya ternyata benar, dia terlalu keren untuknya.

“Taeyong… ayo kita mulai lagi, kumohon”

“kau mabuk” jawabanya ketus.

“tidak… tidak, atau mungkin benar, aku mabuk karena penyesalanku.”

“berhentilah bercanda, Jung Jaein”

“tidakkah kau pernah dengar kalau perkataan yang diucapkan diatas jam 12 malam adalah perkataan paling tulus, Lee Taeyong?”

“tidak pernah dan aku tidak akan percaya.”

“jahat sekali. Padahal Taeyong-ku yang dulu bibirnya paling lembut dari pria-pria lain”

Hah. Lihatlah siapa yang dengan bangga mengaku punya banyak pria.

“dan juga paling bodoh diantara pria-priamu yang lain” jawab Taeyong sambil tertawa sinis.

“Taeyong, keluarlah malam ini, ayo kita bicara”

“kau sudah gila.”

“ini yang terakhir, kumohon..” Suaranya memelas lagi, membuat Taeyong tidak tahan mendengarnya.

“kalau gitu bicaralah sekarang.”

“tidak bisakah kau keluar sebentar, aku…”

“bicara sekarang atau kututup….”

“Taeyong, aku… aku tidak ingin kita seperti ini, aku ingin kita kembali lagi seperti dulu, aku menyesal. Tolong kembalilah..”

“aku tidak bisa”

“oh, ayolah kita bisa bahagia seperti dulu lagi”

“tidak ada hal yang akan bisa sama seperti dulu, Jaein”

“aku akan membuatnya bisa, bahkan lebih indah..”

“tak pernah menyangka kau se-egois dan se-obsesif ini”

“sekarang kau tau kalau begitu, aku menginginkanmu”

“tidakkah kau ingin tau keinginanku? Aku ingin kau berhenti.”

“Taeyong, aku mencintaimu…”

“aku tidak waktu meladeni omong kosongmu jadi….”

“omong kosong? Semua pengakuanku malam ini hanya kau anggap omong kosong? Kau tidak tau…”

“benar, aku tidak tau, jadi …”

“betapa sungguh-sungguhnya aku saat ini, untuk meyakinkanmu aku rela semalaman…”

berhentilah, kumohon. Kita sudah selesai, Jaein. Tolong jangan mulai memprovokasi lagi jangan paksa aku...”

“Taeyong..”

“aku tidak akan kembali lagi padamu”

Sekali lagi keheningan mengerikan terjadi, Taeyong ingin melanjutkan perkataannya tapi isakan tanpa suara Jaein semakin menjadi. Aneh, tapi dia tidak bisa merasakan kemenangan itu melainkan bertambah tersiksa. Dia ingin wanita ini berhenti --berhenti menangis, berhenti mengemis-- padanya. Ini membuatnya seperti bajingan, mungkin sudah giliran gadis itu merasakan derita pria-pria yang dia campakkan demi pria lain. Taeyong menunggunya hingga berhenti menangis untuk mengucapkan permintaan maaf, selamat malam dan menutup teleponnya segera.

**

(AM 01:27)

Sudah cukup… ini yang terakhir, Taeyong menghapus kontak nomor yang baru saja menelponnya selama 26 menit itu, tanpa berat hati dan dengan keyakinan yang pasti. Dia lelah dengan suara tangisan yang membuatnya terpaksa terjaga sepanjang malam. Padahal dia benci dengan mata panda dipagi hari, terlalu membuatnya kentara tengah patah hati. Memalukan. Tapi siapa yang tau menit berikutnya adalah pertama kalinya dia melupakan perasaan yang menguasainya dalam setengah jam terakhir. Diletakkan telepon genggamnya di meja, dia bertekad akan tidur setelahnya tapi pemandangan mencolok diluar sana mengurungkannya dari niat awal. Kamarnya di lantai dua ini cukup punya jangkauan pandang yang luas mencakup seberang jalan, tempat matanya menaruh fokus saat ini.

Jika saja Taeyong tidak mengenal siapa tetangga sebelah rumahnya, dia pasti akan menyangka wanita dengan gaun tidur warna biru langit yang sedang berdiri dibawah sinar lampu jalan saat itu adalah hantu perawan. Dia memperhatikannya dengan sangat jelas dibalik jendela kamarnya hingga bisa melihat raut gelisah diwajahnya. Jalan gang komplek rumahnya sangat sunyi untuk waktu selarut ini, cukup ideal untuk perampok atau pembunuh bayaran menikam gadis itu dari belakang.

Sekarang gadis itu berada ditengah jalan, dan duduk. Apa dia sudah gila, Taeyong mengeluarkan dengus tidak percaya, semakin tertarik dengan pemandangan tidak biasa ini. Apa gerangan masalah yang menimpa nona ini hingga nekat duduk bersila kaki diatas aspal di musim panas begini. Sebesar masalahnyakah? Jika hal tersebut bisa membuatnya lebih baik, Taeyong mungkin akan mencoba melakukannya juga. Hah, dasar gila.

Terdengar suara mobil dari kejauhan, yah akhirnya itu akan membuatnya menyingkir. Benar saja, gadis itu bukan hanya menyingkir, tapi berlari masuk kerumahnya. Tanpa disangka Taeyong bisa melihat senyum lebar diwajahnya. Peralihan emosi macam apa ini, pikir Taeyong, padahal setengah jam yang lalu wajah putihnya hanya berisi pandangan kosong dan helahan napas panjang. Sial baginya kakinya tersandung palang pintu pagar saat itu. Taeyong ikut meringis ketika melihatnya terjatuh. Sambil terpincang gadis itu menyeret kakinya sampai ke samping pintu gerbang, membuat tubuhnya tetap tersembunyi. Ide yang bagus untuk mengagetkan orang yang akan masuk.

Dan ya, seorang laki-laki kurus berperawakan lembut turun dari mobil. Baru saja lelaki itu melangkahkan kakinya masuk ke pekarangan rumah, gadis bergaun tidur itu menyambutnya dengan pelukan menyekik leher dan dibalasnya dengan tawa ringan dan elusan lembut di rambut si gadis. Melihat itu Taeyong tidak bisa menahan untuk ikut tersenyum, dasar gadis penakut. Pastinya Taeyong beranggapan jika saja pria itu tidak ingat pernah punya anak perempuan, ia mungkin akan mengira telah diserang hantu perawan.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet