Hold

Hold

 

Sebenarnya Sooyoung tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan disini. Berada di Negara orang, tanpa tujuan, dan tidak bisa berbahasa bahasa Negara ini. Menghela napas, Sooyoung buka pintu di depannya dan langsung masuk ruangan yang akan ia tinggali selama beberapa hari ke depan. Ia melihat sekelilingnya, ‘mengobservasi’ ruangan yang masih tampak asing baginya. Ia menaruh koper dan barang-barang bawaannya di sebelah meja hotel dan langsung menutup pintu kamar hotelnya. Ia berjalan kearah tempat tidur, dan langsung merebahkan dirinya di kasur. Ia menutup matanya, kelelahan sehabis menumpangi pesawat dari Korea menuju Jepang selama berjam-jam. Tubuhnya serasa tidak bertenaga, begitupun pikirannya. Sooyoung pikir ia akan meledak apabila ia memikirkan masalah-masalahnya sekarang, yang besar maupun kecil sekalipun. Ia benar-benar ingin beristirahat kali ini.

Meskipun begitu, ia tidak bisa mengabaiakan keinginannya untuk melihat ke sisinya, yang sekarang masih kosong, hanya diisi oleh dua buah bantal. Ia ragu, apakah sisi itu akan kosong, sia-sia, tidak ditempati oleh seseorang sampai saatnya ia harus check-out dari hotel ini, ataukah sebaliknya? Menggelengkan kepalanya, ia mengambil bantal di dekat kepalanya, kemudian memeluknya erat, dan dalam sekejap ia sedang dalam pelayaran ke pulau kapuk…..

 

🍞🍞🍞

                                                           

11.23 PM

 

“Huuu… kalian benar-benar tega… tadi sangat memalukan, aku belum bisa melupakannya!” Seunghoon berteriak, berlari menuju kasur lalu berguling-guling diatasnya.

“Kalian sangat jahaaat.” Seunghoon berteriak lagi.

“Lalu kenapa kau membuat takoyakinya tidak enak? Kau sendiri yang memasaknya.” Taehyun terkekeh. Ia melepas sepatunya di dekat pintu kamar hotel, lalu berjalan menuju kasur.

“Haaah… Sepertinya aku tidak bisa menghapuskan ini dari pikiranku. Argh!!! Hancurlah aku….” Seunghoon dengan kekanak-kanakannya kembali berguling-guling di kasur.

 

“Woaah, capeknyaaaaaa…………” Seungyoon memasuki kamar hotel setelah Taehyun, dan langsung menaruh jaket, dompet, dan segala aksesoris yang ia pakai hari itu di meja. Sisanya, tinggal kaus putih lengan pendek polos dan celana jins hitam menutupi tubuhnya.

“Shooting hari ini benar-benar melelahkan….” Ucap Seungyoon, merebahkan dirinya di kasur, bersebelahan dengan Seunghoon yang sedang bermain handphone. Ia mengacak-acak rambutnya lalu menghela napas. “Kita bahkan belum perform, tetapi sudah selelah ini.”

“Kalian lebih baik tidur, besok kita butuh energi yang banyak.” Saran Jinwoo.

“Tapi aku rasa shooting hari ini sangat menyenangkan, ya, kan, Seunghoon Hyung?” ucap Taehyun, menyeringai kearah Seunghoon.

Seunghoon tertawa ‘kelelahan’ mendengarnya. “Menyenangkan kepalamu! Tadi itu benar-benar memalukan.” Ucap Seunghoon sambil menggerakan jarinya di layar handphonenya.

Seungyoon terkekeh. Ia kemudian menaruh handphonenya di meja sebelah tempat tidur, dan bersiap-siap untuk menutup matanya, tidur. Tapi belum juga 5 detik menutup matanya, sebuah bantal jatuh di kepalanya.

 

“Ya, Seungyoon-ah! Jangan tidur disini.” Ucap Mino.

Seungyoon menyingkirkan bantal dari kepalanya. “Waaaeeee? Aku lelah, mau tidur.”

“Tidur di kamar lantai atas, bersama istrimu. Memangnya tidak kasian? Jauh-jauh ke Jepang, hanya untuk menemanimu.”

 

Seungyoon mendecak. Ia mengerang sambil beranjak duduk. “Entahlah. Aku masih canggung.”

“Benar juga, Hyung. Sooyoung sudah sampai Jepang tadi pagi, kan? Kenapa tidak bertemu dengannya?” ucap Taehyun, mengalihkan pandangannya dari handphone kearah Seungyoon.

“Ya, kau tidak bisa begitu. Temui dia, dasar bocah.” Seunghoon melemparkan bantal ke arah Seungyoon.

Seungyoon  merasa hatinya penuh dengan ragu. Ia bingung, antara diam saja di kamarnya bersama para member, atau pergi menemui Sooyoung? Ia masih merasa canggung dengan Sooyung, dan ia tidak tahu apa yang harus dibicarakan dengan gadis itu. Sekarang, membernya malah menyuruhnya untuk tidur satu kamar dengan Sooyoung. Bagaimana bisa ia menghadapi rasa ketidaknyamanan itu? Aish, sungguh merepotkan.

 

Tanpa mengucapkan apapun, Seungyoon berdiri dan langsung berjalan kearah pintu. Dengan percaya diri ia membuka pintu kamar hotel, berjalan menuju escalator untuk naik ke lantai diatas lantai kamarnya. Setelah sampai, ia berjalan menuju kamar yang di sebelah pintunya tertera nomor 308.

308

Bacanya dalam hati, memastikan kalau ia tidak salah berdiri di depan pintu kamar. Ia menghela napas, dan berusaha untuk menenangkan hatinya. Ia berdebar, karena ia malu dan tidak tahu harus berbuat apa. Tegang, malu, takut, ragu, semua rasa itu bercampur aduk di dalam tubuh Seungyoon. Tetapi, tak perlu lama-lama, tangannya mulai terangkat, lalu mengetuk pintu dihadapannya. Sampai saat ini Seungyoon beum tahu apa yang akan dia bicarakan dan apa yang harus ia lakukan saat bertemu Sooyoung. Pikirannya terlalu dipenuhi oleh rasa tegang, malu, rag—

 

“Oh? Annyeong haseyo, Oppa.” Sooyoung muncul dari balik pintu. Seketika Seungyoon merasa ia tiba-tiba tersambar petir.

“Ada apa?” Tanya Sooyoung, tersenyum, sambil menyelipkan sebagian rambutnya ke telinga.

Woah, cantiknya… Pikir Seungyoon. Ia menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

“Uhm… bagaimana keadaanmu? Apa baik-baik saja?”

Sooyoung mengangguk, “Eung. Aku baik-baik saja. Bagaima—“

“Apa kau sudah makan?” Seungyoon menyela.

Sooyoung mengangguk lagi, setengah terkejut karena Seungyoon langsung menyela ucapannya. “Y-ya, sudah…” ucapnya, “Oppa, bagaimana kalau kau masuk du—“

“Ah, ya sudah kalau begitu. Aku cuma ingin mengecek keadaanmu saja. K—kalau begitu, aku pergi dulu.”

Sooyoung menatap Seungyoon berjalan di lorong, menjauh dari kamarnya. Ia bahkan belum sempat berbicara banyak tapi Seungyoon sudah memotongnya. Ia bahkan belum sempat bertanya kabar Seungyoon, tapi sepertinya suaminya itu tidak memberikan kesempatan padanya untuk berbicara. Ia merasakan seperti cubitan di dalam dadanya, dan ia rasa ia tidak bisa menahan rasa berat di belakang matanya, membendung air matanya untuk keluar.

Kenapa semua ini terasa sulit baginya? Apa yang ia lakukan sampai-sampai ia berhak untuk mendapatkan hal ini? Apa semua ini salahnya? Ia rasa ia tidak melakukan hal apapun. Tapi, kenapa ia menjadi pemeran utama di dalam semua masalah ini? Rasanya sakit, dan melelahkan. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi, semua yang ia lakukan tidak berarti dan dianggap salah oleh mereka. Pelan-pelan, ia menutup pintu kamar hotelnya, lalu langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Ia menyembunyikan wajahnya dibalik bantal, dan meremas selimut yang dipasang di kasur.

Tetes demi tetes air mata mulai membasahi bantalnya………

 

**

 

WINNER KANG SEUNG YOON AND RED VELVET’S JOY SPOTTED SHARING A LONG ROMANTIC HUG AT A PARKING LOT

**

RED VELVET'S JOY IS SEEN WEARING WINNER'S KANG SEUNG YOON CLOTHES

**

ARE JOY AND KANG SEUNGYOON TOGETHER? COUPLE RING SPOTTED!

 

**

 

ziggy89

apa-apaan ini? Joy tidak pantas bersama Seungyoon. Seungyoon sangat tampan, sedangkan Joy itu gemuk dan jelek. Seungyoon tidak pantas bersama gadis seperti itu….

winlove4eva

kenapa kau bersama gadis seperti dia, Seungyoon Oppa? Huhuhu… Dia itu tidak berbakat dan tidak berguna… huhuhu, kenapaaa…

minotheduck

seriously? Seungyoon berhak mendapatkan yang lebih baik

gangnam_girl

aku tidak mengerti kenapa ia mau bersama gadis itu… kkkk

stephenyg

seungyoon seharusnya malu

JKL_dream

joy kan gendut, kenapa mau dengannya?

Dinosaur590

B*%$#, menjauhlah dari kang seungyoon ku!

Pocketkang

jangan mau bersama gadis itu, kang seungyoon! ia tidak berbakat dan tidak mempunyai kesopanan sama sekali

yoon-hwang

Seungyoon terlalu baik untuk joy

yg__stan00

apa salah seungyoon oppa, sampai-sampai ia harus bersama dengan joy? :””((

w_i_n_n_e_r_f_a_n

bukankah joy itu anggota red velvet yang gemuk itu? Aish, aku tidak tahan melihat mukanya

gd_oiioi

mungkin seungyoon sedang mabuk pada saat bersama joy, jadi ia tidak sadar kalau ternyata ia sedang bersama gadis buruk rupa, kkkk

Sejeong89

Joy tidak tahu diri. Bunuh diriliah!

 

🍞🍞🍞

 

Sooyoung mengambil tas selempang kecilnya, kemudian berjalan keluar kamar hotel sambil membawa kartu akses masuk kamarnya. Ia menutup pintu didepannya, lalu berjalan menuju minimarket di dekat hotel. Sebelum itu, ia mengecek keadaan wajahnya di cermin lift—haah, untung bekas kebiruan di bawah matanya sudah tidak kelihatan. Ia kemudian mengecek wajahnya sekali lagi, tepat sebelum bel lift berbunyi, menandakan ia sampai di lantai tujuannya. Dengan langkah cepat, ia berjalan ke minimarket, kemudian membeli beberapa snack, lalu duduk di kursi dekat sana. Ia duduk, meminum kopinya sambil menikmati suasana Osaka di tengah malam.

Osaka, sudah sepi dini hari. Sekarang jam 01.20 pagi, dan di sekitar hotel tidak banyak orang yang berlalu lalang. Hanya 1 atau dua orang saja yang lewat. Sangat sunyi, dan menenangkan. Ia sedikit bersyukur bisa berkunjung ke Osaka, karena apabila ia melakukan hal seperti ini di Seoul, ia jamin jam 1 pagi-pun ia tidak akan tenang karena masih banyak orang yang terjaga dan ia mudah untuk dikenali. Pasti akan banyak orang yang meminta foto dengannya atau tandatangannya. Ia tidak bisa menikmati indahnya kota Seoul dengan tenang. Tapi disini, karena ia belum terlalu terkenal, ia bisa tenang, dan beristirahat sejenak dari segala rutinitas yang melelahkan dan membuatnya stress. Dari segala masalah yang—Aish, kenapa? Kenapa hal itu terpikirkan lagi, Sooyoung-ah? Lupakan saja, dasar bodoh!

Sooyoung cepat-cepat menggelengkan kepalanya, kemudian kembali menyeruput kopinya yang sudah mulai dingin…

 

🍞🍞🍞

 

“Haaaah, lapaaar.” Seungyoon berguling-guling di kasur sambil memegang hpnya. Ia kemudian menatap layar handphonenya,

 

01.45

 

Ingin makanan ringan, tapi malas ke minimarket… Pikirnya. Ia kemudian menatap handphonenya lagi, dan tiba-tiba langsung melemparnya asal. Ia bangkit dari kasur, lalu berjalan kearah pintu, memakai sendalnya, dan membuka pintu kamarnya. Ia berjalan menuju kamar sebelah, untuk meminta makanan. Di kamarnya benar- benar tidak ada makanan.

 

“sajin gachi baraen siganmankeum byeonhaebeorin na~~~~~~”

 

“KANG SEUNG YOON! Dimana Sooyoung?”

 

Seungyoon langsung berhenti bernyanyi dan menengok kearah belakangnya. Ah, Mino Hyung. Kenapa dia menanyankan Sooyoung?

 

“Sooyoung? Tidak tahu. Aku dari tadi di kamar.” Jawab Seungyoon santai. “Tadi ada di kamarnya, kok, sekitar jam 11.”

 

Mino terlihat panik, “Ya! Aku tadi melihat dia pergi ke luar hotel. Aku kira dia sudah memberi tahu seseorang. Tapi sampai sekarang dia belum ke hotel lagi dan tidak ada yang tahu di mana dia sekarang. Aku sudah cek di minimarket, tapi tidak ada.”

 

Heh? Seungyoon tiba-tiba merasakan dirinya diliputi rasa khawatir sekaligus panik. Ini bukan Korea. Ini Jepang. Ia yakin Sooyoung belum sering berkunjung ke negara ini. Ia yakin Sooyoung belum bisa berbahasa Jepang. Bagaimana kalau ia tersesat? Apakah ia sudah jauh dari wilayah ini? Ah, tidak. Jangan sampai tersesat. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mendekatinya? Ini dini hari. Gelap. Dan Sooyoung sendirian, di negara orang lain.

Seketika semua kemungkinan-kemungkinan buruk muncul di pikiran Seungyoon.

 

“Aish!” Seungyoon menggeram. Antara kesal, panik, dan khawatir. Kesal karena kenapa Sooyoung keluar malam-malam begini sendirian tanpa ditemani siapapun, dan tanpa memberitahu siapapun? Panik, karena banyak kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat terjadi pada Sooyoung jika ia, seorang gadis berjalan-jalan sendirian di jalanan pada dini hari. Khawatir, ia khawatir tidak akan menemukan Sooyoung, dan ia tidak mau hal-hal yang buruk, yang menghantui pikirannya sekarang terjadi pada Sooyoung. Ia memang tidak terlalu dekat dengan Sooyoung—well, bukannya apa-apa. Ia hanya malu, dan selalu bingung harus bagaimana apabila dekat dengan Sooyoung. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan bersama Sooyoung. Ia berusaha bersikap tenang menghadapi rasa gugupnya itu, tetapi sepertinya tidak ia terapkan dengan baik karena sepertinya ia malah terlihat dingin dibanding tenang.

 

“Kau ini kan suaminya, bagaimana sih? Ck… Ya, cepat cari istrimu, sana. Kalau sesuatu terjadi padanya, kau juga, kan yang harus bertanggung jawab. Cepat, sana!” ucap Mino, dengan wajah kesal. Fiuhh…. Seungyoon sedikit bersyukur, karena Mino tidak memarahinya, karena barusan ia melihat wajah Mino yang biasanya ditunjukkan ketika ia sedang marah. Dan, God knows what he’ll do when he’s mad…

 

🍞🍞🍞

 

Seungyoon yakin ia sudah melewati jalan ini sebelumnya. Ia melihat bangunan dan toko-toko yang sama. Dan, kucing-kucing yang tadi berada di bawah lampu jalan sepertinya belum bergerak semeter-pun.

Dimana, sih, dia?

Seungyoon menengok ke sekelilingnya, siapa tahu menemukan gadis yang ia cari. Ia sudah berjalan-jalan, berlarian, mencari satu gadis ini di seluruh sudut di jalan sekitar hotel, tapi belum juga menemukannya. Ia melihat jam di handphonenya, dan ia sadar bahwa ia telah mencari selama setengah jam. Sekarang jam dua lebih, Sooyoung belum juga menampakkan batang hidungnya. Kalau belum ketemu juga, Sooyoung maupun Seungyoon berada dalam masalah yang sangat besar, karena pergi keluar hotel tanpa seizin staff. Seungyoon dikejar waktu kali ini.

Tapi… Sepertinya ia lebih khawatir akan menemukan Sooyoung atau tidak. Ia tidak terlalu peduli jika Sajangnim memarahinya, entah kenapa ia merasa begitu. Untuk sekarang, ia lebih memikirkan Sooyoung. Untuk setelahnya, biar ia tangani nanti.

 

“Ck, dimana, sih?” Seungyoon berdecak. Wajahnya menunjukkan raut kesal, khawatir, dan takut. Ia lagi-lagi menengok sekelilingnya, berharap menemukan gadis yang ia cari. Tapi sepertinya harapannya belum juga dikabulkan. Nihil. Seisi jalanan kosong—hanya dilalui oleh beberapa pejalan kaki.

Haaah…. Kemana, sih, anak itu? Seungyoon menduduki kursi di dekatnya. Sambil memijat keningnya, ia menutup matanya, dan menaruh sikutnya di pahanya. Ia terus memijat keningnya, sampai tiba-tiba ia terpikir hal yang belum pernah terlintas di pikirannya sedetik-pun.

Sekarang, kepalanya dipenuhi oleh wajah Sooyoung, dan ia rasa ia mulai merindukan Sooyoung. Terlintas di pikirannya, hal-hal yang telah ia lakukan dengan Sooyoung, dan segala rasa yang ia rasakan bila berada di dekat Sooyoung. Rasa yang tidak dapat dijelaskan dengan kata. Rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

 

Tiba-tiba, Seungyoon berdiri dan langsung berjalan kearah hotelnya. Ia memutuskan untuk kembali ke hotelnya, untuk mencari Sooyoung lagi disana, siapa tau Sooyoung ada di sekitar sana sekarang.

Dan, ia-pun sekali lagi berada di tempat yang sekarang mulai terasa tidak asing untuknya, karena ia telah berkeliling sekitar sini belasan kali. Meski sudah berkeliling belasan kali, tetap saja yang ia cari tidak ada juga. Tidak juga sekarang.

Huffffff………….

Seungyoon menghempaskan tubuhnya ke kursi di dekat balkon jalan yang menghadap ke sungai. Ia mengacak-acak rambutnya kesal, dan menyenderkan tubuhnya ke kursi yang ia duduki. Ia benar-benar menaruh seluruh beban tubuhnya di kursi, dan membiarkan tubuhnya dalam keadaan lemas, karena ia lelah dan stress.

Dibukanya handphone hitam berlogo apel miliknya. Ia kemudian melihat line dari Mino. 

 

Song M       

Apa kau sudah menemukannya? Tadi aku cek ke kamarnya, tapi belum ada.

Seungyoon menghela napas, lalu membuangnya.

Seungyoon        

Belum. Aku sudah keliling berkali-kali, belum juga ketemu. Aish, bagaimana ini?           

 

Seungyoon mengalihkan pandangannya dari handphone. Kemudian, ia melihat suasana sekelilingnya, mengamati Osaka pada dini hari. Ia menutup matanya saat angin yang cukup kencang mengenai wajahnya. Woah, nyaman juga disini. Pemandangannya juga indah… pikir Seungyoon. Selama di Osaka, ia belum sempat menikmati pemandangannya, suasananya, karena selalu ada acara setiap jamnya. Ia belum menikmati banyak kuliner khas Osaka—yang pernah ia makan hanya takoyaki, dan ia tidak yakin kalau itu khas Osaka. Ia ingin mengeskplor kota ini, namun sayang kondisinya tidak memungkinkan.

Seungyoon akhirnya berdiri. Ia memutuskan untuk pergi ke minimarket, untuk membeli minuman, sekaligus mencari Sooyoung, siapa tahu ada di sekitar sana. Ia lalu tak sengaja menengok ke sebelah kanannya, dan seketika ia merasa beban yang sedari tadi berada di pundaknya menghilang, dan ia menghembuskan napasnya—lega.

 

There she is. Cardigan biru, dan terusan abu-abu yang Seungyoon kenali. Rambut hitam kecoklatan, dan bentuk tubuh yang sudah tidak asing untuk Seungyoon. Sambil menyender ke ‘balkon’, figur di seberang Seungyoon ini terlihat menyembunyikan wajahnya di lengannya yang ditaruh diatas tembok yang menjadi pagar balkon.

 

“Sooyoung-ah.”

Orang yang dipanggil namanya, langsung menoleh kebelakang. Ia terlihat terkejut mendengar namanya tiba-tiba dipanggil. Pundaknya refleks naik—terkejut, dan matanya terlihat lebih besar dari biasanya.

 

“Kenapa? Kenapa menangis?” Seungyoon terkejut melihat wajah Sooyoung yang merah, ‘membengkak’, dan matanya yang sembap, mengeluarkan air mata. Ia belum pernah mengalami momen seperti ini dalam hidupnya, melihat seorang gadis yang menangis tepat di hadapannya (Yah, pernah, sih. Tapi, berbeda situasi dan orangnya. Yang sekarang ia hadapi, adalah istrinya sendiri, dan ia belum terlalu mengenal istrinya ini). Karena itu, ia bingung harus berbuat apa. Apa yang harus ia lakukan untuk menenangkan Sooyoung?

Di sisi lain, Sooyoung merasa malu karena menangis di depan orang yang ‘tidak tepat’. Ia tidak mau dilihat seperti ini oleh orang tidak tepat ini. Cepat-cepat, ia menyembunyikan wajahnya di lengannya lagi.

“Sooyoung-ah,” Seungyoon mendekati Sooyoung. Ia masih bingung harus berbuat apa, dan sepertinya tangisan Sooyoung malah terdengar semakin besar.

Sooyoung tentunya tidak menangis seperti anak kecil. Isakannya kecil, tetapi tetap terdengar.

 

Seungyoon menggaruk kepalanya. Di wajahnya tersirat jelas kebingungan. Bingung kenapa Sooyoung menangis, dan apa yang harus ia lakukan.

“Kenapa? Kenapa menangis, Sooyoung-ah? Ada apa?”

Sooyoung tetap saja menangis.

“Ya….” Seungyoon merangkul Sooyoung, dan mendekatkan Sooyoung ke tubuhnya. Ia menundukkan kepalanya, mendekatkannya ke wajah Sooyoung yang ditutup oleh tangan Sooyoung sendiri.

“Ada apa? Beritahu aku kalau kau ada masalah, hm?” Seungyoon mempererat rangkulannya. “Jangan menangis begini, aku jadi bingung.”

Tangisan Sooyoung masih terdengar.

“Hm? Sooyoung-ah?” tanya Seungyoon, makin mendekatkan wajahnya ke wajah Sooyoung.

“Kau… jahat.” Suara yang sangat kecil keluar dari mulut Sooyoung.

Hah? Apa katanya barusan?

“Hah? Apa katamu?” tanya Seungyoon. Ia sudah sedekat ini saja, masih tidak jelas, pikirnya.

“Oppa, jahat.” Ucap Sooyoung, lebih jelas dari sebelumnya. Seungyoon mengerutkan alisnya. Heh? Kenapa aku?

“Eh? Kenapa? Memangnya aku berbuat apa?”

“J-Jahat...”

Seungyoon mengerutkan alisnya lagi.

“Lepas.” Ucap Sooyoung, menjauhkan tubuhnya dari Seungyoon.

“Aku, datang ke Jepang, tujuannya agar lebih dekat denganmu. Tapi dari tadi Oppa sepertinya tidak peduli. Oppa bahkan hanya mengunjungiku sekali. Aku berbicara saja, dipotong terus. Aku merasa seperti orang asing, Oppa. Aku merasa diabaikan, dan kesepian.” Sooyoung sesenggukan.

“Aku kira kita sudah dekat sejak waktu itu. Aku kira aku tidak usah merasa canggung lagi di dekatmu, dan bersikap seperti diriku sendiri. Tapi, ternyata Oppa belum merasakan itu.” Isak Sooyoung. “Aku tidak tahu lagi harus bagaimana… bahkan fansmu membenciku.”

Tangisan Sooyoung semakin besar. Seungyoon, mendengar semua perkataan Sooyoung tadi, merasa sangat bersalah, karena ia kira ia dan Sooyoung baik-baik saja. Ia merasakan seperti rasa cubitan dalam dadanya ketika mendengar itu. Andai saja ia tahu kalau Sooyoung merasa seperti ini, pasti ia…

“Maaf.” Ucap Seungyoon, memeluk Sooyoung erat. Ia mengusap kepala Sooyoung untuk menenangkannya.

“Maaf, maaf, maaf.” Ucapnya lagi. Sooyoung belum berhenti menangis.

Seungyoon tidak tahu kalau Sooyoung merasa seperti ini. Seungyoon tidak pernah melihat Sooyoung menangis sebelumnya. Gadis ini selalu ceria, dan terlihat dewasa dihadapannya. Sooyoung juga tidak pernah mengeluh atas kelakuannya yang cuek, karena ia masih canggung, dan tidak tahu harus berbuat apa. Karena itulah, ia kira Sooyoung oke oke saja dengan sikapnya. Tapi, bukan berarti Seungyoon tidak berusaha untuk beradaptasi dengan adanya Sooyoung. Ia selalu berusaha untuk bersikap natural di dekat Sooyoung, dan ia selalu memikirkan apa yang harus ia lakukan di dekatnya. Hanya saja belakangan ini, ia sangat sibuk dan stress karena tour dan berbagai masalah lainnya. Ia lebih memfokuskan dirinya ke pekerjaan, daripada Sooyoung, dan ia sadar bahwa selama ini ia terlihat acuh apabila Sooyoung berbicara padanya. Ia terlihat tidak peduli, dan selalu menjauh dari Sooyoung. Ia seharusnya memerhatikan, ekspresi Sooyoung ketika ia hanya menjawab pertanyaan Sooyoung dengan singkat. Karena ia tidak memerhatikan, jadi ia hanya melihat Sooyoung yang tetap ceria, dan tidak melihat raut matanya yang berubah. Argh, ia seharusnya sadar.

“Maaf, sungguh, maaf…” Seungyoon benar-benar tidak suka melihat Sooyoung menangis, “Jangan menangis lagi.”

Seungyoon juga baru sadar, saat ia mendengar Sooyoung berkata, bahwa fansya membenci Sooyoung. Ia yakin Sooyoung membuka halaman di internet tentang mereka, dan membaca bagian komentarnya. Ia merasa bersalah, karena memang di sana banyak orang yang menghujat Sooyoung—entah kenapa. Mereka membelanya, dan membenci Sooyoung. Ia merasa bersalah, karena yang mengucapkan hal seperti itu adalah fansnya. Dan, tidak aneh apabila Sooyoung merasa sakit hati membacanya, karena memang ucapannya setajam pedang.

Seungyoon perhatikan, Sooyoung juga sedang stress belakangan ini. Sooyoung sangat sibuk dengan Comebacknya, dan ia bisa berada di berbagai tempat yang berbeda seharinya. Tidak ada waktu untuk beristirahat, karena banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan setiap jamnya. Setiap kali ia pulang ke apartemen pada malam hari, Sooyoung belum ada di sana, dan saat ia terbangun pada dini hari, ia baru melihat Sooyoung yang tertidur di sebelahnya. Atau terkadang saat ia pulang, Sooyoung sudah tidur di kamar. Dan, pada pagi harinya, Sooyoung harus berangkat kerja karena ada beberapa acara yang dimulai pagi-pagi. Seungyoon bahkan belum bangun, tetapi Sooyoung sudah menghilang dari apartemen. Walaupun begitu, Seungyoon selalu melihat makanan tersaji di meja makan saat ia bangun, dan ia tidak perlu bertanya siapa yang menyiapkannya.

Sooyoung sudah bersikap sangat baik padanya, dan yang ia lakukan adalah membuat Sooyoung menangis. Pria macam apa(?)

 

“Aku benar-benar minta maaf, Sooyoung-ah. Maaf. Berhentilah menangis.” Seungyoon masih mengusap-usap rambut Sooyoung. Tangannya yang satu lagi berada di batang tubuh Sooyoung. Tangisan Sooyoung di dadanya mulai mengecil, dan ia bisa merasakan tangan Sooyoung menjulur(?) di sekitar batang tubuhnya, memeluknya sangat erat. Jujur, Seungyoon merasa sangat nyaman berada di posisi seperti ini.

 

 

“Jangan menangis lagi, ya?” Seungyoon melepaskan pelukannya, dan mengusap sisa air mata di pipi Sooyoung.

Sooyoung diam, dan masih menundukkan kepalanya. Yah, setidaknya ia sudah berhenti menangis, pikir Seungyoon.

 

Seungyoon masih memegang pipi Sooyoung—walaupun Sooyoung tetap menunduk, dan ia memberanikan dirinya untuk menunduk, mendekati wajah Sooyoung—sangat dekat, menutup matanya, dan diam diam………………………………. ia mengecup bibir Sooyoung dengan lembut.

Seungyoon bisa merasakan Sooyoung terperanjat, dan saat ia melihat wajah Sooyoung yang masih tertunduk, ia melihat wajah yang memerah, dan tiba-tiba Sooyoung memegang bajunya erat, dan langsung menyembunyikan wajahnya di dada Seungyoon. Sooyoung membuat Seungyoon mundur beberapa langkah, karena Sooyoung menyandarkan tubuhnya ke Seungyoon. Seungyoon yang menyadari situasinya, tertawa kecil dan memeluk Sooyoung lagi.

“Kkkk, kau malu, ya?” tanya Seungyoon, sambal memeluk Sooyoung erat.

“Ngg… Oppa benar-benar…” Sooyoung bergumam, masih menyembunyikan wajahnya.

 

“Wae, wae, wae?” tanya Seungyoon sambil terkekeh. “Sudah, ayo, kita ke hotel! Kalau kita ketahuan, pasti akan dimarahi. Ayo!”

Sooyoung mengangkat wajahnya, sambil menatap Seungyoon dan memicingkan matanya.

“Wae?” tanya Seungyoon, berpura-pura bodoh.

“Hmph…” Sooyoung mendorong tubuh Seungyoon menjauh darinya, dan langsung berjalan ke arah hotel. Ia mulai tertawa, merasa kikuk atas kejadian tadi.

Melihatnya, Seungyoon hanya tertawa kecil dan langsung berjalan menyusul Sooyoung. Ia kemudian mengambil tangan Sooyoung dan menggenggamnya erat. Lagi-lagi, Sooyoung dibuat salah tingkah atas perbuatannya.

 

 

“Ehm, Sooyoung-ah.” panggil Seungyoon. “Kau… makan bawang putih, ya, sebelumnya? Tadi, aku mencium baunya dan merasakannya………………….…”

 

Seungyoon tidak tahu, menggenggam tangan perempuan terasa sesakit ini, sampai ia merasa tulang tangannya akan bergeser.

 

 

The……end?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Mhay24 #1
Chapter 1: I really want to red your work but even i used tralator for this it's doesn't work.. What do i need to do?