[#6] Papakerma

Description

Prompt : Sephia - SO7
Genre : Boys Love, Romance, Hurt
Rated: M
Summary : Tak ada pertemuan tanpa makna. Baekhyun dan Chanyeol di pertemukan untuk menjalani kehidupan baru. Kehidupan yang tabu namun mampu membuat mereka bahagia. Mampukan kebahagiaan keduanya bertahan melawan realita hidup ?


#ChanBaekRoom1stAnniv #CBR_GAMEFF

Foreword

 

Baekhyun terdiam khusyuk. Kedua tangannya mengepal di bawah dagu dengan kedua mata terpejam. Dalam hatinya berucap kata-kata indah untuk kebahagiaannya—yang telah pergi. Bukan itu saja, Baekhyun juga mencurahkan perasaan bersalah yang masih menyelimutinya hingga saat ini. Meski sudah terjadi sebelas tahun silam, bagi Baekhyun peristiwa itu baru terjadi kemarin lusa. Perasaan bersalah itu tetap bersarang dan melekat erat menghantui kehidupan Baekhyun, hingga merubah tujuan hidupnya.

"Amiinn," ucap Baekhyun pelan sembari membuka mata.

Perhatian Baekhyun langsung tertuju pada foto gadis kecil yang tengah tersenyum di balik pintu kaca di hadapannya. Baekhyun tersenyum lebar seolah membalas senyuman itu. Diletakannya seikat lily putih dan membungkukan tubuhnya—berpamit untuk kembali pada rutinitasnya.

Diliriknya jam tangan yang ternyata telah menunjukan pukul lima sore. Baekhyun bergegas karena tak mau datang terlambat pada pesta penyamutannya. Buru-buru Baekhyun berlari kecil menuruni tangga dan memasuki mobil. Ponselnya yang telah menyala membuatnya semakin gugup. Nama Chanyeol yang tertera di layar ponsel membuat Baekhyun segera menarik set belt dan memarkir mobilnya. Tak mau semakin gusar, Baekhyun mengabaikan panggilan itu. Secepat kilat Baekhyun memacu mobilnya memasuki keramaian jalanan kota Seoul. Tak mau konsentrasinya terganggu, ia membalikan ponselnya yang terus menyala. Menurut Baekhyun mengangkat telefon saat tergesa-gesa hanya akan membuang waktu. Lebih baik ia fokus bergegas dan bisa tiba dengan cepat.

Setibanya di Rumah Sakit Holdam, Baekhyun menghela nafas lega. Ia melirik jam di tangannya—masih satu jam sebelum pesta berlangsung—dan melepaskan set belt. Jemari lentiknya bergegas meraih ponsel. Namun tubuhnya mematung menatap jas putih yang ia sandarkan di punggung kursi yang ia duduki. Tak terasa sudah satu tahun jas itu selalu bersamanya. Tapi perasaan bersalah itu tak juga hilang. Justru sebaliknya, semakin Baekhyun memahami peristiwa itu perasaan bersalah di dalam hatinya semakin bertambah. Terkadang Baekhyun merasa lelah dan tak tahu harus berbuat apa. Tapi Baekhyun percaya, suatu saat nanti pasti ia bisa menghilangkan rasa bersalah itu. Ia sudah melangkah jauh. Jika ia menyerah begitu saja, itu berarti Baekhyun menyia-nyiakan sebelas tahun terakhirnya.

Dering ponsel membuyarkan lamunanya. Baekhyun mengedipkan kedua matanya dan menerima panggilan dari Chanyeol. Belum sempat menyapa, Chanyeol sudah berteriak kesal karena Baekhyun mengabaikan panggilannya. Tak mau kalah, Baekhyun membalas teriakan itu dengan high note mautnya. Chanyeol terdiam, kalah.

"Aku sudah di parkiran. Kau dimana?" tanya Baekhyun lebih lembut.

"Ah, Baiklah. Maaf," sesal Chanyeol, "aku sudah menunggumu di rooftop, kemarilah," lanjut Chanyeol dengan nada yang lebih rendah.

"Baiklah. Sampai jumpa," sahut Baekhyun dan memutuskan panggilan begitu saja.

Baekhyun berjalan santai memasuki lift. Menekan lantai paling atas dan membalikan tubuhnya menghadap cermin besar yang berada di sisi belakang lift. Baekhyun sibuk merapikan pakaian, rambut dan mengenakahn lip balm. Baekhyun termenung menatap tubuhnya. Ia tak tahu harus senang atau sedih. Hari ini terasa berat untuk Baekhyun. Sejujurnya ia sangat sedih karena di tahun kesebelas kepergiannya, Baekhyun belum juga bisa memperbaiki kesalahannya. Tapi di sisi lain ia juga merasa senang karena hari ini para senior mengadakan pesta penyambutan untuknya.

"Ting!" Bunyi pintu lift terbuka membuat Baekhyun berbalik dan tersenyum. Ia berlari cepat menaik anak tangga dan membuka pintu rooftop. Hembusan angin kencang menyambutnya hangat. Ia menutup pintu dan mengedarkan tatapanya mencari keberadaan Chanyeol. Bibir tipisnya kembali tersenyum saat mendapati seorang lelaki bertubuh tinggi yang sedang berdiri di tepi pagar. Tanpa banyak bicara Baekhyun berjalan menghampiri lelaki itu dan menyadarkan tubuhnya di pagar pembatas, tepat di samping Chanyeol berdiri.

Entah sadar atau tidak, Chanyeol seolah mengabaikan keberadaan Baekhyun. Ia membuang wajah kesebuah gedung di sisi kanannya dengan tatapan kosong. Wajahnya terlihat serius, namun sorot matanya yang sendu membuatnya terlihat sedih. Baekhyun mengamati wajah Chanyeol lebih jeli. Kedua tangan Chanyeol menggenggam kaleng soju dan tak jauh darinya terdapat sekitar tujuh kaleng soju yang telah berhasil ia habiskan diluar pengawasan Baekhyun. Tidak biasanya Chanyeol minum sebanyak ini di rumah sakit, pikir Baekhyun.

"Kau kenapa?" tanya Baekhyun mulai mengkhawatirkan Chanyeol. Tapi Chanyeol tetap terdiam, seolah tak mendengar pertanyaan Baekhyun. "Hyak!" panggil Baekhyun sambil memukul lengan Chanyeol. Chanyeol terkejut dan mengalihkan perhatiannya pada Baekhyun, "kau kenapa?" ulang Baekhyun kesal. Dengan wajah datarnya Chanyeol mengikuti Baekhyun yang menyadarkan tubuhnya di pagar.

Chanyeol menegak habis soju dalam genggamannya dan melemparkan kalengnya kelantai, bersatu bersama kaleng soju lainnya. Belum sempat memberikan jawaban, perhatian Chanyeol teralihkan oleh panggilan di ponselnya. Eomma, nama itu tertera jelas dilayar ponsel. Sang pemilik ponsel terdiam sejenak, seolah menimang-nimang untuk menerima panggilan itu atau tidak. Ia kembali menyimpan ponselnya dan terdiam menunggu panggilan berakhir. Tapi baru tiga detik, Chanyeol langsung mengambil ponsel dan menerima panggilan itu.

"Ya, Eomma," sahut Chanyeol ramah.

Baekhyun hanya terdiam melihat tingkah Chanyeol hari ini. Satu tahun bersama Chanyeol, baru kali ini ia melihat sahabatnya hendak mengabaikan panggilan dari sang ibu. Padalah biasanya Chanyeol selalu bersemangat—bahkan ia sering menelfon ibunya hanya untuk memberikan kabar yang sebenarnya tidak terlalu penting. Setahu Baekhyun, Chanyeol sangat menyayangi ibunya. Ia sangat lembut, sopan, dan tak ragu-ragu untuk menunjukan raca cintanya pada sang ibu kapanpun dan dimanapun. Tak jarang Chanyeol terlihat seperti sedang bersama kekasihnya saat berbicara dengan nyonya Park.

"Ya, Eomma. Saranghae,"sahut Chanyeol diakhir pembicaraannya.

"Kau mabok?"

"Tidak," jawab Chanyeol dengan tatapan kosong.

"Apa yang bisa ku lakukan untukmu?" tanya Baekhyun yang prihatin melihat Chanyeol frustasi. Chanyeol tersenyum dan mengalihkan perhatiannya pada Baekhyun.

"Kenapa kau baik sekali padaku, Baek?" Tanya Chanyeol sembari memutar tubuhnya, menghadap Baekhyun, "kau ingat saat pertama kali kita bertemu? Aku kira kau hanya akan merepotkanku. Kau kecil, kekanakan, dan tak sedikipun sisi dewasa yang bisa kulihat darimu," lanjut Chanyeol.

Mendengar pembicaraan Chanyeol, Baekhyun hanya bisa terdiam sembari membaca tatapan Chanyeol. Baekhyun yakin kali ini kesadaran Chanyeol sudah dikuasai oleh delapan kaleng soju yang telah ia habiskan. Baekhyun memilih diam dan mempersilahkan Chanyeol mengeluarkan semua permasalahan yang membuat terlihat kacau. Chanyeol tersenyum mengkal. Lima detik kemudian senyuman itu membuat wajah Chanyeol berbinar. Baekhyun semakin penasaran dengan apa yang sedang Chanyeol pikirkan.

"Tapi ternyata justru sebaliknya. Kau sangat baik padaku. Kau membantuku menyelesaikan hukuman-hukuman yang diberikan Professor Ahn, kau rela tidak tidur untuk membantu orang lain, dan kau pekerja keras. Tak perduli senang atau pun sulit, kau selalu berada di sampingku. Berlarian menyusuri koridor demi selamat dari Professor Ahn, mendengarkan semua pendapatku, perintahku, bahkan kau terbahak dengan leluconku. Kau tak pernah mengeluh dengan apapun yang terjadi, dan bagaimanapun sikap orang-orang padamu. Kau selalu memberikan yang terbaik. Banyak senior yang kagum padamu. Begitupun dengan professor Ahn. Dia sangat menyukaimu. Kau satu-satunya yang tidak pernah mendapatkan hukuman. Kau sangat sempurna," lanjut Chanyeol lembut sambil menatap tajam mata Baekhyun. Chanyeol tersenyum sebelum akhirnya kembali membuang perhatiannya dari Baekhyun.

Tak hentinya Baekhyun mengamati tiap gerakan Chanyeol yang tengah mengahap ke atas sembari memejamkan kedua matanya. Menghela nafas dan perlahan mengangkat kelopak matanya. Raut wajah Chaneyol berubah drastis. Tidak ada lagi raut kesedihan yang terlihat. Chanyeol terseyum pada angin dan melirik Baekhyun yang sedang menatapnya bingung.

"Kenapa? Kau kira aku mabok, Baek?"

"Kau gila?" kesal Baekhyun dan berjalan ke tempat duduk di hadapannya. Ia duduk dan mengambil sekaleng soju yang tersisa. Tanpa basa-basi ia membuka soju itu dan menghabiskannya dalam satu tegukan.

"Hari ini kau merasa sedang dan sedih di saat bersamaan, bukan? Itu juga yang sedang aku rasakan," tutur Chanyeol sembari menghampiri Baekhyun. Ia kembali mengambil sekaleng soju dan membukanya. Dengan sigap Baekhyun merampas kaleng soju itu.

"Hentikan!" titah Baekhyun dan langsung menghabiskan soju milik Chanyeol. Chanyeol tersenyum melihat tingkah Baekhyun. Ia mengacak-acak rambut Baekhyun, layaknya mengelus kepala anjing.

"Habiskan!" titah Chanyeol sambil meletakan sekotak kaleng soju dipangkuan Baekhyun.

"Terimakasih," sahut Baekhyun dan sibuk menghabiskan satu persatu soju di pangkuannya. Chanyeol hanya terdiam menatap Baekhyun. Ia tahu bahwa Baekhyun tidak kubisa minum. Chanyeol berani bertaruh, sebentar lagi Baekhyun pasti mabuk.

"Kau juga sangat baik padaku," tutur Baekhyun usai meneguk kaleng kelimanya, "kau sangat hangat pada siapapun, kau tampan, tubuhmu bagus, dan kau sangat mencintai ibumu. Dia pasti sangat beruntung memilikimu," lanjut Baekhyun yang sudah setengah sadar.

"Beruntung? Maksudmu? Kau cemburu pada...." tanya Chanyeol. Baekhyun menatap Chanyeol kesal.

"Hyak!" Baekhyun melemparkan kaleng-kaleng soju di pangkuannya dan menatap Chanyeol murka, "bodoh, BODOOH!!!" teriak Baekhyun, mengheningkan hiruk pikuk kota. Begitupun dengan Chanyeol yang harus tertunduk sambil menutup telinga rapat-rapat untuk menyelamatkan gedang telinganya yang hampir pecah.

"Kau selalu memberiku soju untuk mengorek permasalahanku, seharunya aku sadar sejak tadi. Ini sudah yang kesekian kalinya, tapi kenapa aku tetap saja tertipu olehmu?" tangis Baekhyun kesal. Chanyeol justru terkekeh melihat Baekhyun.

"Sudahlah, katakan saja," sahut Chanyeol, berharap Baekhyun akan mengindahkannya.

"Sejak tahu kau sangat mencintai ibumu, aku semakin simpati padamu. Entah kenapa lelaki yang menyanyangi ibunya adalah lelaki yang sempurna. Bahkan kau rela memberikan seluruh hidupmu untuk ibumu. Kau beruntung bisa melakukan hal itu. Sedangkan aku? Aku tidak tahu dimana ibuku berada. Itu sebabnya aku bersikap baik pada siapapun, dan jika boleh aku ingin mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Tapi itu tidak mungkin," celoteh Baekhyun di bawah pengaruh alkohol.

"Kau mau mendengarkan kesahku?"

"Tentu, dengan senang hati," sahut Baekhyun cepat.

"Aku memang menyayangi ibuku. Dia orang tuaku, tidak ada alasan untuk membencinya. Tapi jujur saja aku iri padamu yang bisa menentukan jalan hidupmu sendiri. Tidak sepertiku yang harus menuruti semua kemauan ibuku. Sejujurnya aku tak keberatan memberikan apa yang aku miliki untuknya. Tapi jika memberi kehidupan, masa depan, dan jalan hidupku untuknya, itu sama saja dia tidak memperbolehkanku hidup. Mungkin kau mengagapku bodoh. Tapi sejujurnya berada di sini membuatku merasa menjadi orang lain. Aku tidak mengenal siapa diriku yang sebenarnya."

"Kau tidak suka menjadi Dokter?"

"Ya," sahut Chanyeol dan mereka terdiam sejenak.

Baekhyun menghela nafas sebelum kembali membuka mulutnya. "Aku juga tidak tahu untuk apa aku berada di sini. Sebelas tahun lalu aku berjanji pada Sarang. Dia pacar pertamaku," Baekhyun tertawa kecil saat mengucapkan kalimat terakhirnya, "saat itu kami baru pulang makan malam. Seperti pasangan lainnya, kami pergi jalan-jalan, menonton film dan mengakhiri kencang dengan makan malam. Tapi malam itu adalah malam ternaas. Usai mengantarnya ke rumah, aku mampir ke minimarket dekat rumahnya untuk membeli minum. Saat hendak pulang, aku melihat sarang hendak menyeberang jalan." Baekhyun terdiam menahan tangis. Bibirnya bergetar seolah tak sanggup melanjutkan kisahnya

Chanyeol tak tahu apa yang terjadi saat itu. Tapi melihat Baekhyun menangis seperti itu membuatnya ikut merasa sedih. Ia memijat lengan Baekhyun dan membelai kepalanya. Dia hapusnya air mata Baekhyun, dan Chanyeol meletakan sapu tangannya kedalam genggaman tangan Baekhyun.

"Dia tertabrak bus yang kunaiki," lanjut Baekhyun dalam satu hembusan nafas. Tangisnya kembali pecah, dan semakin tak terkendali. Chanyeol segera memeluk Baekhyun dan membiarkan dadanya basah oleh air mata Baekhyun.

"Kau berada di sini karena bersalah dengan kepergiannya? Kau ingin menolong semua orang dan tidak ada orang lain yang merasakan penyesalan sepertimu?"tanya Chanyeol. Anggukan kepala Baekhyun membuat Chanyeol ikut prihatin dengan masa lalu Baekhyun.

Kini Chanyeol mengerti. Setiap orang memiliki masalah masing-masing dan semua orang di dunia ini pandai meng-cover masalah yang ia miliki karena Tuhan tidak pernah salah memberikan ujian. Apapun masalah yang kita miliki, pasti kita bisa menanganinya. Seperti Baekhyun yang menyaksikan orang yang sangat ia cintai tertabrak bus yang ia naiki, sekaligus menyaksikan kepergiannya tepat di depan mata. Benar-benar mengerikan. Kehidupan Baekhyun lebih sulit dibandingkan Chanyeol. Tapi Baekhyun mampu bertahan, dan justru peristiwa itu berhasil membuatnya berada di sini.

Satu-satunya permasalahan Chanyeol hanyalah ibunya. Ia ingin menjadi anak yang baik dengan menuruti semua kemauan sang ibu. Tapi sang ibu justru mengambil kehidupannya. Seharusnya Chanyeol bersyukur karena memiliki seorang ibu, dan tidak pernah merasakan ditinggal orang yang sangat ia sayangi. Sedangkan Baekhyun, ia ditinggal ibunya sejak berusia sepuluh tahun dan hingga kini ia tinggal seorang diri karena ayahnya terlalu sibuk dengan usahanya. Mungkin hal itu yang membuat ibu Baekhyun memutuskan pergi dan menikah dengan pria lain. Tapi bagaimanapun juga, Chanyeol tak pernah menyesali semua hal yang telah ia lakukan demi ibunya.

Semua yang kita miliki, apapun yang terjadi pada kita, tak ada yang perlu disesali. Tuhan selalu memberi yang terbaik untuk kita. Bagaimanapun keadaan kita, kebahagiaan hanya bisa kita rasakan jika kita bisa menerima kehidupan kita dengan lapang dada. Begitupun dengan orang-orang di sekitar kita. Tuhan tidak pernah mempertemukan kita dengan orang lain tanpa memiliki tujuan yang berarti. Tuhan telah memberikan kehidupan yang terbaik untukku, begitupun dengan kehidupan yang Baekhyun miliki.

"Ashdsiakuwhd." Lamunan Chanyeol terhenti karena mendengar suara aneh. Ia memutar kepalanya, mencari tahu darimana sumber suara itu, "ahakaufwu," suara itu terdengar semakin keras. "jasydiqiuh!" suara itu membuatnya tertegung.

"Baek, kau tidur?" tanya Chanyeol. Ia menundukan kepalanya untuk menengok wajah Baekhyun yang bersembunyi di balik dada bidangnya. "Ah, Baek, padahal aku sedang berpikir seperti orang dewasa, semua rusak karena igauan anehmu," gerutu Chanyeol dan terdiam mendengarkan igauan Baekhyun. "Bangunlah Baek, kita harus menghadiri pesta kita!" titah Chanyeol sambil mengangkat tubuh Baekhyun dari tubuhnya. Tapi Baekhyun tak berkutik. Baekhyun sudah benar-benar mabuk. Chanyeol pun menidurkan Baekhyun di atas kursi, sementara ia membersihkan kaleng-kaleng soju yang berantakan di hadapannya.

Chanyeol duduk di samping Baekhyun, selagi menunggunya terbangun. Bosan menatap langit dan gedung-gedung di sekitarnya, Chanyeol beralih menatap Baekhyun. Dalam tidur Ia berteriak seolah memarahi seseorang dengan bahasa alien. Semakin lama tertidur, semakin keras Baekhyun mengigau. Meski bukan pemadangan baru, Chanyeol tak bisa berhenti tertawa melihat tingkah aneh temannya. Sesekali Chanyeol memainkan hidung Baekhyun hingga membuatnya sulit bernafas. Bukannya sadar, Baekhyun malah mengira hidungnya tergigit hewan dan menggenggam tangan Chanyeol dengan kedua tangannya seolah mencekik kepala hewan yang mengigitnya.

"Hooeekkk," Baekhyun terangun dan berlari cepat kesebuah pot bunga.

"Aihhgg, dasar anak itu,"gerutu Chanyeol sembari menghampiri Baekhyun yang sedang mengeluarkan isi perutnya. "Kau harus bersiap untuk kloter kedua, Baek," lanjutnya sambil menepuk-nepuk punggung Baekhyun.

"Hoeekkk!!" Sahut Baekhyun, dan kembali mengeluarjan isi dalam perutnya. "aku sudah baikan, terimakasih," lanjut Baekhyun usai mengosongkan perutnya.

"Baguslah, kita sudah terlambat."

"Ayo kita pergi." Seolah tak terjadi apa-apa, Baekhyun pergi meninggalkan Chanyeol dengan langkah gontainya. Chanyeol hanya menggeleng-gelengkan kepala menyaksikan Baekhyun yang berulang kali hampir terjatuh.

6104

Kedua mata Baekhyun perlahan terbuka. Cahaya lampu membuatnya mengejapkan kedua matanya beberapakali. Samar-samar ia mendengar suara Chanyeol yang tengah beradu argumen di ruangan sebelah. Baekhyun menengok ke sekelilingnya, mencari tahu dimana keberadannya saat ini. Jendela besar berdiri kokoh di hadapannya. Di kedua sisi tempat tidur dimana ia terbaring terdapat nakas kecil tempat lampu tidur. Sontak Baekhyun terbangun, terkejut tak tahu dimana ia berada.

Jarum yang menancap di pergelangan tangan Baekhyun membuatnya semakin bingung. Ia menengok ke atas, sebuah kantung infus tergantung tak jauh darinya. Baekhyun mencoba mengingat apa yang terjadi dengannya semalam. Tapi tak ada sedikitpun yang mampu ia ingat. Baekhyun pun mengibaskan selimut dan kembali terkejut dengan baju tidur yang ia kenakan. Baekhyun kembali terdiam. Seingat Baekhyun ia pergi ke rooftop untuk menemui Chanyeol dan mereka berbicara banyak hal di sana. Setelah itu, semuanya kosong. Baekhyun tidak bisa mengingat lebih jauh.

"Chanyeol?" gumam Baekhyun pelan. Hanya Chanyeol yang bisa membantunya menginat apa yang terjadi semalam. Sebenarnya dia tidak yakin ia berada di rumah Chanyeol. Tapi hanya suara Chanyeol yang mampu ia dengar. Apalagi melihat piyama kebesaran yang melekat ditubuhnya.

Baekhyun segera melepas jarum infus dan berusaha mencari keberadaan Chanyeol. Kaki Baekhyun yang tenggelam ke dalam celana panjang yang ia kenakan membuatnya langsung terjatuh dilangkah ketiga. Baekhyun bangun dan menaikan celana hingga kakinya terlihat. Perlahan Baekhyun berjalan dan membuka pintu. Kepalanya yang terasa sakit membuat Baekhyun berjalan perlahan sambil memegang semua benda yang bisa ia pergunakan untuk membantunya berjalan.

"Ya, aku menerimamu karena ibuku. Aku butuh waktu untuk menerima ini semua. Semoga kau mengerti," ucap Chanyeol pada seseorang di ujung telefon. Kedua mata Chanyeol menatap Baekhyun serius, seolah Baekhyun ikut terlibat dalam masalah yang terjadi diantara mereka. Chanyeol mengakhiri panggilan dan melepas baterai ponselnya. Perlahan Baekhyun menghampiri Chanyeol dan duduk di sampingnya.

"Kau bertengkar lagi?" tanya Baekhyun ragu, takut sahabatya akan marah mendengar pertanyaan darinya.

"Ya, seperti yang kau tahu. Aku tidak benar-benar mencintainya," ucap Chanyeol ketus. Baekhyun hanya terdiam. Begitupun dengan Chanyeol yang sibuk mengendalikan emosinya. "Maaf, tidak seharusnya kau tahu tentang ini. Kau sudah baikan?" tanya Chanyeol mengalihkan pembicaraan.

"Ya. Tapi aku tidak bisa mengingat apa yang terjadi semalam," jujur Baekhyun, berharap Chanyeol akan menceritakan semuanya tanpa ia minta.

"Kau muntah di rooftop, kemudian pergi ke pesta dan menggila di sana. Kau minum sangat banyak hingga pingsan dan mendapatkan intubasi. Aku sengaja membawamu kesini karena kau tak bisa berhenti berteriak dengan bahasa alienmu. Kau akan mengganggu pasien lain jika dirawat di rumah sakit," tutur Chanyeol sambil mengambilkan segelas air untuk Baekyun.

"Terimakasih," sahut Baekhyun dan meminumnya. "Aku benar-benar tidak ingat itu semua."

"Hmm," gumam Chanyeol dan membisu.

Baekhyun sibuk mengamati suasana apartemen Chanyeol. Mengomentari foto-foto yang terpasang serta interior yang menghiasi setiap ruangan. Chanyeol hanya mengaguk dan membiarkan Baekhyun berbicara semuanya. "Kau benar-benar tak ingat apa yang terjadi semalam?" potong Chanyeol kesal.

"Iya, memangnya apa lagi yang terjadi?" tanya Bakehyun bingung. Chanyeol mendecak kesal.

"Lihat perutmu!" titah Chanyeol.

"Perut? Kenapa dengan perutku?" gumam Baekhyun sembari membuka bajunya. "Hyak!! Kenapa seperti ini? Apa yang kau lakukan? apa aku keracunan obat?" Duga Baekhyun saat melihat perutnya penuh bercak merah. Ia beralih pada kedua tangannya, "tapi kenapa tanganku baik-baik..."

"Hyak! Kau ini..."potong Chanyeol kesal. Namun ia terhenti karena ragu dengan apa yang harus ia katakan. Ia menghela nafas dan duduk dengan tegap, "aku harap kau tidak marah dengan apa yang terjadi semalam."

"Tentu. Apa?" tanya Baekhyun penasaran.

"Semalam aku hendak mengganti pakaianmu yang kotor oleh muntahanmu sendiri. Tapi kau justru menarik tubuhku, merabaku, dan desahanmu membuatku buta," ucap Chanyeol perlahan. Baekhyun semakin tak mengerti dengan apa yang Chanyeol ucapkan. "Jadi, semalam, kita...." Chanyeol terdiam tak sanggup mengatakan yang sejujurnya.

"Aku tahu. Maafkan aku." Baekhyun memalingkan perhatiannya dari Chanyeol dan menatap tubuhnya dari balik layar televisi yang padam. Menjijikan, itu yang Baekhyun rasakan saat ini.

"Tak apa, Baek," sahut Chanyeol. "Aku tahu. Maaf. Tapi..."

"Tidak. Itu karena aku mabuk," potong Baekhyun.

"Aku tidak keberatan jika kau menyukainya, menyukaiku, akupun demikian. Maksudku, kita sama-sama merasakan kesulitan dan tidak ada salahnya jika kita melakukan apa yang bisa kita lakukan bersama-sama?" lanjut Chanyeol ragu.

"Kau gila? Mana bisa kita seperti itu. Itu, sama saja mencoreng image profesi kita, Yeol" tolak Baekhyun ketus.

"Demi kebahagiaan kita Baek. Bukankah kau ingin merasakan kasih sayang seorang ibu? Aku bisa memberikannya untukmu. Kita hanya melakukannya di sini, dan diam-diam di rumah sakit,"

"Itu tidak mung..." Kata-kata Baekhyun terhenti oleh kecupan bibir Chanyeol. Lantas mereka berdua terdiam saling tatap. Tanpa ragu Chanyeol kembali mengecup bibir Baekhyun dan melumatnya.

Sejak detik itu kehidupan mereka berubah drastis. Mereka seolah terlahir kembali, menjadi jiwa baru yang tidak mereka kenal namun membuat kehidupan mereka menjadi lebih ringan dan menyenangkan. Semua impian yang selama ini hanya mampu mereka pendam, perlahan mulai terwujud. Baekhyun tidak pernah merasa kesepian karena ia memutuskan tinggal bersama Chanyeol. Begitupun dengan Chanyeol yang perlahan bisa melepaskan ikatan sang ibu yang selama ini mengekang hidupnya.

Setiap hari kehidupan mereka selalu dipenuhi kejutan. Jauh diluar dugaan Baekhyun, ternyata Chanyeol benar-benar manis. Kasih sayangnya begitu hangat, melebihi kasih sayang ibunya dahulu. Setiap pagi Chanyeol membangunkan Baekhyun dengan kecupan lembut, dan mengajaknya mandi bersama. Mereka menikmati sarapan bersama, menghabiskan waktu sambil meminum kopi sambil berbagi banyak hal, memasak bersama, tak ketinggalan dengan malam indah yang selalu mereka lalui. Give and give, itulah yang mereka lakukan setiap hari. Tak ada satu detikpun yang terlewat untuk membagikan cinta pada satu sama lain.

Senyum kebahagiaan mereka tak kunjung redup sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Genggaan tangan mereka tak juga terlepas sebelum akhirnya mereka turun dari mobil dan berjalan menyusuri koridor. Meski tidak bisa bermesraan, mereka selalu memanfaatkan satu detik kesempatan yang mereka miliki dengan sangat baik. Awalnya memang terasa aneh, tapi lagu cinta yang indah selalu mengiringi setiap langkah mereka, tak perduli dimanapun mereka berdiri.

Sering kali Baekhyun tak mampu menutupi bibirnya yang tersipu malu oleh tingkah Chanyeol. Tak perduli di depan rekan kerja, pasien, bahkan Professor Ahn. Chanyeol selalu bisa membuat Baekhyun tersipu. Itulah yang membuat Baekhyun semakin mencintai Chanyeol dari hari ke hari. Jika dulu mereka sering beradu arguman dan serius membicarakan materi laporan yang diberikan Chanyeol—sampai saat ini kebiasaan Chanyeol mengabaikan Profesor Ahn belum juga berubah, karena itu salah satu cara Chanyeol untuk mendapatkan pengetahuan baru—kini mereka mengerjakan dengan suasana yang lebih hangat. Baekhyun duduk santai disandaran Chanyeol, sembari mengatik apa yang Chanyeol katakan. Tak jarang Chanyeol menyisipkan gombalannya di sana.

Setibanya di rumah sakit, dering ponsel mengalihkan perhatian mereka. Chanyeol merogoh kantong, mencari keberadaan ponselnya. Sementara Baekhyun sibuk melepas set belt dan merapikan rambut. Lirikan Chanyeol membuat Baekhyun curiga. Diliriknya ponsel Chanyeol dan nama Eun Bul tertera jelas di layar ponsel. Baekhyun menghela nafas kesal dan menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Baekhyun terdiam menatap keluar jendela, seolah tak mau melihat Chanyeol yang sedang menatapnya iba.

"Hmm, angkatlah!" jawab Baekhyun terpaksa. Tanpa banyak bicara Chanyeol keluar untuk menerima panggilan.

Di dalam mobil, Baekhyun mengamati setiap gesture kekasihnya. Chanyeol memang tidak memutuskan hubungannya dengan Eun Bul—wanita pilihan ibunya—begitu saja. Karena jika itu terjadi, sama saja Chanyeol menyakiti hati ibunya. Baekhyun pun tahu akan hal itu. Tapi siapa yang akan rela, dan tahan jika memiliki kekasih yang menjalin hubungan dengan orang lain? meski Chanyeol sering mengabaikan Eun Bul, meski Chanyeol lebih banyak berkorban untuk Baekhyun, meski Baekhyun selalu dinomor satukan, tetap saja hati Baekhyun hancur saat melihat Chanyeol berinteraksi dengan Eun Bul. Tapi Baekhyun berusaha mengerti posisi Chanyeol sebagaimana Chanyeol yang selalu memahami posisinya.

Empat tahun yang mereka lalui bersama terasa dua kali lipat lebih singkat. Mereka saling ketergantungan satu sama lain, dan separuh jiwa mereka seolah hilang jika tak bersama barang sedetik. Tak perduli susah maupun senang, mereka sudah seperti layakya suami istri yang masih bisa tidur di satu ranjang usai bertengkar. Masalah yang mereka hadapi sudah dianggap sebagai makanan ringan yang membuat hubungan mereka menjadi lebih berwarna. Bahkan mereka sudah mulai rabun dengan kehormatan jas putih yang selalu melekat di tubuh mereka.

Seperti saat ini, mereka tengah menikmati makan siang di kafetaria rumah sakit sembari mengeggam tangan sau sama lain layaknya pasangan baru yang sedang berkencan. Mereka juga selalu menggunakan barcelet dan ring couple yang tak pernah mereka tinggalkan. Barcelet couple adalah hadiah pemberian Baekhyun di perayaan hari jadi mereka yang kesatu tahun, Sedangkan ring couple adalah hadiah dari Chanyeol di hari ulang tahun Baekhyun empat tahun lalu.

"Hyak!" teriak Profesor Ahn sambil melemparkan kepala sendoknya ke genggaman Chanyeol dan Baekhyun. Genggaman merekapun langsung terlepas dan mereka menyembunyikan tangan masing-masing di bawah meja. "apa yang sedang kalian lakukan?" lanjutnya sambil duduk di samping Chanyeol.

"Makan siang," polos Chanyeol.

"Ya, selamat makan," sahut Professor Ahn tak kalah polos.

Mereka bertiga makan bersama dalam satu meja. Suasana canggungpun terasa begitu kental. Chanyeol dan Baekhyun menikmati makan siang dalam diam, sambil sesekali melirik Profesor Ahn yang makan dengan lahap. Tak hentinya mereka berdua memberikan isyarat untuk menunjukan rasa ketidaknyamanan mereka. Secara bergantian mereka mencoba berbasa-basi dengan Professor Ahn, namun Professor Ahn yang selalu menjawab seadanya justru membuat aura kecanggungan di sekitar mereka semakin memburuk.

"Temui saya usai makan!" titah Professor Ahn sebelum pergi meninggalkan meja. Chanyeol dan Baekhyun mengangguk kosong. Kedua mata mereka tak berhenti menatap kepergian Professor Ahn hingga tak terlihat lagi di kafetaria.

"Wah," Gerutu Baekhyun sembari menelengkan kepalanya.

"Cepat habiskan makanmu, Baek!" titah Chanyeol.

Usai menghabiskan makan mereka pergi bersama memenuhi permintaan Professor Ahn. Entah kenapa perasaan Baekhyun kali ini tidak enak. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Sepanjang perjalanan Baekhyun tak mau melepaskan genggamannya di lengan Chanyeol. Beruntung Chanyeol dengan sabar menenangkan Baekhyun dan menyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Mereka berdua terdiam sejenak di depan pintu ruangan Professor Ahn untuk menenangkan diri. Meski gugup, perlahan Baekhyun mulai melepaskan genggamannya, sementara Chanyeol membuka pintu.

Professor Ahn sedang duduk terdiam. Wajahnya ia topang di atas kedua telapak tangannya yang bersandar di atas meja. Ia menghadap ke arah Baekhyun dan Chanyeol dengan kedua mata yang tertutup. Wajahnya terlihat datar namun serius. Perasaan Baekhyun semakin tak karuan melihatnya.

"Prof," panggil Chanyeol pelan. Perlahan kedua mata Profesor Ahn terbuka.

"Kalian memiliki hubungan khusus? Saya sudah curiga sejak dua tahun lalu," sapa Professor Ahn tanpa basa-basi, "kalian pasti tahu hal ini bisa mencoreng nama baik profesi kita, dan saya tidak tahu harus berbuat apa pada kalian," lanjut Professor Ahn dan terkulai di atas punggung kursinya. Chanyeol dan Baekhyun hanya bisa terunduk diam. Ia takut salah biacara dan justru membuat Professor Ahn semakin marah.

"Saya tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang akan terjadi dengan kalian. Keluarlah! Akan sangat baik jika tidak ada orang lain yang mencurigai dan tahu tentang hal ini. Keluar!" Murka Professor Ahn.

Secara bersamaan Chanyeol dan Baekhyun membungkukkan tubuhnya dan keluar setelah mengucapkan permintaan maaf. Entah kenapa teguran dari Professor Ahn membuat Baekhyun merasa kehidupan barunya akan segera berakhir. Baekhyun sangat takut akan hal itu. Ia tak tahu lagi bagaimana hidupannya jika hal itu benar-benar terjadi. Suasana hati Baekhyun benar-benar buruk. Tak hentinya ia menundukkan wajah dan hanya tersenyum palsu pada pasien-pasiennya. Begitupun saat berada di rumah. Baekhyun langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menangis. Membayangkan kekhawatirannya membuat air mata Baekhyun mengalir deras. Baekhyun harap setiap tetes air mata yang mengalir mampu membuatnya merasa lebih ringan.

Melihat kekasihya yang sedang kacau, Chanyeol berbaring di belakang Baekhyun dan memeluk tubuh mungil kekasihnya. Tak hentinya Chanyeol menyakinkan Baekhyun bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia berjanji akan lebih hati-hati dan memperbaiki semuanya. Mereka meringkuk bersama sepanjang malam, hingga tanpa sadar mereka tertidur bersama. Lengan Chanyeol yang masih setia melingkar di dada Bakehyun—saat membuka mata di pagi hari—membuat Baekhyun sadar bahwa Chanyeol benar-benar akan selalu berada di dekatnya. Senyuman Baekhyun pun tersimpul, dan memutuskan untuk membuang jauh kekhawatirannya.

Enam bulan berlalu. Baekhyun mendapatkan kembali kehidupan indahnya bersama Chanyeol meskipun kini mereka lebih berhati-hati. Semakin hari sikap Chanyeol pada Baekhyun semakin hangat. Lebih hangat dari sebelumnya. Chanyeol lebih sering mencium, memeluk, dan mengenggam erat tangan Baekhyun. Hampir setiap hari Chanyeol mengabadikan moment kebersamaan mereka melalui video maupun foto. Tentu saja hal itu membuat Baekhyun yakin bahwa tidak ada hal yang perlu ia khawatirkan lagi. Begitupun saat hari yang paling Baekhyun benci tiba, hari perayaan hubungan Chanyeol dan Eun Bul.

Pagi ini Chanyeol berdiri mematung di salah satu sudut kamar. Ia baru selesai mandi, hanya menggunakan celana pendek dengan handuk kecil yang ia sadarkan di bahu kanannya. Kedua tangan Chanyeol memegang kalender duduk, menatap sebuah angkat yang ia silang dengan tinta merah—sama seperti Baekhyun, Chanyeol juga sangat membenci hari ini. Melihat kekasihnya yang gundah, Baekhyun melingkarkan kedua tanganya ke pinggang Chanyeol dan berjingkat mencium pipi kekasihnya. Chanyeol melirik Baekhyun dan tersenyum. Diletakannya kalender di atas meja dan ia memutar tubuhnya. Kedua mata mereka terkunci rapat. Chanyeol mengecup bibir, leher, kening, dan hidung Baekhyun sembari mendorong Baekhyun ke ranjang.

Chanyeol menggila. Dijelajahinya setiap mili meter tubuh Baekhyun, hingga Baekhyun mendesah tak karuan. Sesekali Chanyeol bermain kasar, membuat kekasihnya merintih ngilu. Pagi itu mereka seperti melayang kedalam surga dunia terindah. Sekujur tubuh Baekhyun penuh dengan kissmark Chanyeol, begitupun dengan tubuh Chanyeol yang tak luput dari jangkaun Baekhyun. Lelah tak mengurungkan niat mereka untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Keduanya menggila di atas tempat tidur hingga tak ada sedikitpun tenaga yang tersisa. Mereka berdua tergeletak tak berdaya dengan nafas terengah seolah sekarat.

"Aku sangat mencintaimu, Baekhyun. Tapi aku tidak tahu siapa yang harus ku pilih. Eomma, atau kau," bisik Chanyeol tepat di depan telinga Baekhyun. Baekhyun tersenyum dengan kedua mata yang terpejam, lemas. Kembali Ia melingkarkan kedua tangannya di punggung Chanyeol yang tengah terbaring di atasnya.

"Kau bisa memiliki keduanya. Aku tidak pernah memintamu memilih," ucap Baekhyun dengan sisa tenaga yang ia miliki.

"Terimakasih," ucap Chanyeol dan memasukan wajahnya kelekukan leher Baekhyun. Ia terdiam, membiarkan Baekhyun tertidur.

Entah berapa lama Baekhyun tertidur, kedua maanya terbuka oleh rasa lapar yang tak mampu lagi ia tahan. Saat terbangun, Chanyeol sudah tidak berada di dekatnya. Tak mau berperasangka buruk pada Chanyeol, Baekhyun mengambil kaos dan jins di lemari untuk menutupi tubuhnya yang tak terbalut sehelai benangpun. Menyambar topi, dompet serta kunci mobil dan pergi mengisi perutnya. Seperti biasa, saat hari buruk ini tiba, Baekhyun melakukan semuanya sendirian. Ia makan sendirian, membereskan rumah sendirian dan bosan di dalam rumah sendirian.

Sembari menunggu Chanyeol, sore ini Baekhyun memutuskan pergi ke rumah sakit. Meskipun sebenarnya hari ini ia libur, tapi setidaknya ada banyak hal yang bisa ia lakukan di sana. Bercengkerama dengan dokter lain, memerikas pasien, atau sekedar duduk santai di rooftop. Sambutan hangatpun Baekhyun dapat setibanya di sana. Ia dipercaya Professor Ahn menjadi asisten operasi korban kecelakaan. Berada di ruang operasi membuatnya harus fokus. Sangat bagus untuk mengalihkan perhatiannya dari Chanyeol. Dengan senang hati Baekhyun melaksanakan tugas itu.

Usai menyelesaikan tugasnya, Baekhyun pergi menikmati makan malam di kafetaria. Sesekali ia mengecek ponsel, berharap Chanyeol menghubunginya untuk segera pulang. Tapi sampai pukul sembilan malam Chanyeol tak juga memberikan kabar. Baekhyun sudah bosan berada di rumah sakit. Satu per satu dokter telah pulang. Hanya tersisa residen, dokter jaga serta perawat. Baekhyun pun memutuskan pulang dan berharap Chanyeol sudah berada di rumah.

"Baekhyun!" panggil seseorang dari arah belakang. Baekhyun berhenti dan memutar tubuhnya. Suho tengah berlari menghampirinya. "Ini punyamu. Sepertinya kau meninggalkannya di meja. Itu masih di segel, jadi pasti kau belum membukanya," lanjut Suho sambil menyodorkan sebuah undangan. Suho menepuk pundak Baekhyun dan pergi meninggalkan Baekhyun.

"Terimakasih Suho Hyung," serga Baekhyun sebelum Suho semakin jauh. Suho hanya mengakat tangannya sembari berlari ke IGD.

Baekhyun membalik undangan itu. Jantungnya seolah berhenti melihat nama Chanyeol dan Eun Bul terukir dalam undangan yang ia genggam. Mulut Baekhyun terbuka lebar tak percaya dengan apa yang ia lihat. Cepat-cepat Baekhyun merobek segel undangan. Hotel Jun Pyo, pukul sembilan pagi. Tubuh Baekhyun terkulai di koridor rumah sakit. Kehidupan Baekhyun menghilang dalam hitungan detik. Ia masih belum sadar dengan apa yang terjadi.

"Baek?" panggil seseorang dari hadapan Baekhyun. Tapi suara itu terdengar seperti sebuah delusi. Baekhyun tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Semuanya kosong. Hanya secercah cahaya samar yang mampu ia lihat.

Perlahan tubuh Bakehyun terangkat. Meski tubuhnya terasa sangat lemas, Baekhyun memaksakan diri untuk berjalan sembari meraba tembok menuju parkiran. Masuk kedalam mobilnya dan mengendarai secepat yang ia bisa. Tak perduli dadanya yang terasa sakit, nafasnya yang sesek dan tubuhnya yang terasa seringan kapas, Baekhyun tetap berlari sempoyongan mencari keberadaan Chanyeol di setiap penjuru apartemen. Ia berteriak sekencang-kencangnya memanggil nama Chanyeol, meski yang ia cari tak juga menunjukan batang hidungnya.

Baekhyun terkulai di samping tempat tidur. Kedua matanya tak berhenti menitihkan air mata. Tak terhitung berapa kali Baekhyun mencoba menghubungi Chanyeol dan mengirim pesan suara, menghubungi satu per satu rekannya, mencari tahu keberadaan Chanyeol, Tapi tak ada satu pun yang berhasil.

"AARRRGGGHHHHH!!!!!!!" teriak Baekhyun kesal.

Baekhyun berteriak kesetanan, melampiaskan semua kemarahan yang ia rasakan. Ia membanting semua benda di sekitarnya, melemparkan selimut, memecahkan lampu tidur, cermin, menghancurkan meja rias dan melempar baju-baju Chanyeol dari dalam lemari. Baekhyun benar-benar marah. Bagaimana bisa Chanyeol melakukan ini padanya. Dia telah membawa Baekhyun ke dalam kehidupan yang ia inginkan kemudian membuangnya begitu saja.

"Chanyeol keparat," gumam Baekhyun pelan. "ARRRRGGGHHHHHH!!!!!!!!" Baekhyun berteriak sekuat-kuatnya dan tergeletak di tengah barang-barang yang berserakan.

Perlahan kedua mata Baekhyun tertutup. Ia tenggelam dalam kesunyian malam. Alunan angin serta detik jam menggema di kepalanya. Tubuh Baekhyun terasa sangat lelah. Lelah lima tahun menyembunyikan hubungannya dengan Chanyeol, lelah bersabar melihat Chanyeol bersama Eun Bul, dan kini ia lelah memikirkan Chanyeol yang tak pasti keberadaannya. Semua pengorbanan yang ia lakukan selama ini benar-benar tak berarti apa-apa untuk Chanyeol. Perlahan Baekhyun menenggelamkan semua rasa lelahnya kedalam amarah yang ia rasakan. Entah benar atau tidak, Baekhyun sudah buta akan hal itu.

Baekhyun tersenyum seringai. Ia bangun dan menyalakan lampu kamar. Satu per satu ia pungut barang yang tercecer di lantai. Melipat kembali baju-baju Chanyeol dan menyimpannya di dalam lemari dengan rapi, membersihkan pecahan kaca, menata kembali seperti semula. Tak lupa ia merapikan seluruh penjuru rumah, membersihkan dan membuatnya secantik mungkin.

Dua jam sebelum pukul sembilan, Baekhyun telah membuat apartemen Chanyeol menjadi sangat bersih dan rapi. Ia bergegas mandi dan bersolek seperti biasanya. Diambilnya tuxedo, lengkap dengan dasi, gasper, dan aksesoris lainnya. Tak lupa Baekhyun merapikan rambut, menyeprot parfum dan terakhir kaca mata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak.

Tepat pukul delapan Baekhyun telah rapi. Ia memadamkan semua lampu, melepas sambungan gas, dan pergi tanpa sedikitpun menengok kebelakang. Tak perduli dengan ponsel, jas dokter, baju-baju serta barang-barang lain miliknya yang ia tinggalkan. Tidak ada yang ia bawa selain identitas diri, kartu kredit dan mobil. Bahkan dompet pun ia tinggalkan di dalam lemari pakaian.

Secepat kilat Baekhyun meninggalkan apartemen diselimuti amarah yang menggelapkan hidupnya. Baekhyun memarkir mobilnya di sebuah toko bunga. Kedua matanya tak bisa terlepas pada sekumpulan bunga Hydrangea yang mengembung di atas pot kecil. Baekhyun tersenyum sembari meraba kelopak bunga itu. Sepertinya bunga ini sudah cukup untuk mewakili perasaannya saat ini. Baekhyun pun membeli sebuah pot hitam berisi bunga Hydrangea biru.

"Sempurna," gumam Baekyun dan kembali mengendarai mobilnya.

Pelataran Hotel Jun Pyo pagi ini terlihat begitu ramai. Tanpa memperdulikan orang-orang disekitarnya, kedua kaki Baekhyun melangkah cepat memasuki tepat pernikahan Chanyeol. Langkah Baekhyun terhenti saat mendengar suara Chnaeyol yang tengah mengucapkan janji suci. Hati Bakehyun yang telah lebur membuatnya seolah lebih tegar. Kedua kakinya kembali melangkah dan berdiri mengamati Chanyeol yang berdiri sepuluh meter dihadapannya. Chanyeol berdiri menghadap altar dengan menggandeng lengan seorang wanita bergaun putih. Kedua mata Baekhyun terpaku pada punggug Chanyeol yang tengah sibuk bersaksi akan cintanya.

Baekhyun melangkah tanpa memperdulikan para tamu dan prosesi pernikahan yang masih belum usai. Ia langsung menghampiri Chanyeol saat kedua mempelai berbalik untuk menyapa para tamu. Wajah Baekhyun yang penuh amarah ia paksakan untuk tersenyum. Melihat kehadiran Baekhyun, kedua mata Chnaeyol membulat dan wajahnya menjadi pias. Perlahan mulut Chanyeol terbuka seolah ingin berbicara, namun ia terlihat gagap dan hanya mematung di sana.

"Selamat," ucap Baekhyun dingin sambil menyodorkan bunga Hydrangea pada Chanyeol.

Chanyeol tetap mematung seolah tak percaya melihatBaekhyun tengah berdiri di hadapannya. Tak mau berlama-lama, Baekhyun meletakanbunga itu di genggaman tangan Chnayeol dan membalikan tubuhnya tanpa meliriksedikitpun pada En Bul. Ia berjalan meninggalkan acara tak perduli denganribuan pasang mata yang tengah menatapnya. Baekhyun melakukan manuver dihalaman parkir dan mengendarai mobilnya seolah berada di landasan pacu.Memasuki kesibukan kota Seoul, meninggalkan Hotel Jun Pyo, Chanyeol, dankehidupan yang telah mereka lalui bersama.    

 

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet