07, Thank You.

Seoulite (Sequel to 1AM)
Please Subscribe to read the full chapter

Taeyong kira kejadian sebelumnya akan membuat anak-anak di sekolah menertawakannya karena Lee Taeyong yang mereka tidak sukai sekarang hanya bisa berbaring di atas tempat tidur dan tidak bisa berjalan tanpa bantuan. Mereka pasti berpikir itu adalah karma untuknya, dan mungkin ada juga yang berpikir bahwa yang terjadi kepadanya tidaklah seberapa dibanding dengan dosa-dosa yang telah diperbuatnya.

Dia sedang duduk di atas tempat tidurnya dengan punggung Ten bersandar di dadanya, kedua mata mereka menatap layar handphone milik Ten dengan lekat. Sebuah senyum menggantung di wajah Taeyong, “Lihat, ada yang bilang aku keren,” dia terkekeh. Ten baru saja mengunggah foto mereka berdua di instagramnya dengan caption;

 

Pahlawanku <3

 

Ten geli sendiri dengan dirinya. Dia bisa dibilang popular di Instagram, dengan pengikut kurang lebih enam belas ribuan. Dia sendiri tidak yakin kenapa bisa mendapat banyak pengikut, yang dia tahu salah satu faktornya pasti karena dia pernah jadi kekasih Youngho, si ketua OSIS yang sangat populer itu.

Diluar dugaan Taeyong, komentar yang masuk kebanyakan positif, sebagian mengucapkan agar dia cepat sembuh dan komentar-komentar lainnya berisi pujian tentang lucunya mereka berdua atau tentang wajah mereka yang tampan.

“Jadi kapan kita pulang?” Yuta merusak suasana. Daritadi dia hanya duduk saja di sofa yang ada di pojok kamar Taeyong dengan wajah jengkel. Di sampingnya ada Youngho yang sibuk membaca tumpukan laporan di pangkuannya. Ten ingin bertemu Taeyong sepulang sekolah jadi mereka terpaksa ikut, lagipula Youngho juga harus menjenguk Taeyong sebagai perwakilan sekolah.

“Kalau bukan karena Ten, aku tidak akan kesini,” Yuta melipat kedua tangannya di depan dada, matanya menatap remeh Taeyong.

“Aku juga tidak mau bertemu denganmu,” kalau bukan karena Ten juga, Taeyong tidak akan pernah berbicara dengan Yuta lagi. Dia tahu orang tua Yuta melarangnya berteman dengan Taeyong dan yang lainnya lagi, dia juga merasa bersalah atas kejadian tahun lalu. Yuta tidak pernah berbicara dengan mereka lagi dan Taeyong, dipenuhi rasa bersalah, memutuskan untuk lebih baik tidak mengungkit apa yang pernah terjadi. Dia adalah teman yang buruk dan dia sangat menyadari itu. 

“Tapi kan kalian pernah bersahabat,” Ten mengalihkan pandangannya ke Yuta. “Apa hyung tidak mengkhawatirkan Taeyong?” Yuta mengibaskan tangannya, tanda tidak peduli.

Youngho berdecak, membuat semuanya melempar perhatian padanya, “Tentu saja anak ini peduli,” dia merangkul anak di sampingnya, “Padahal sudah kubilang dia bisa pulang dengan naik bis atau taxi saja, kenapa tidak melakukan itu?” Samar-samar wajah Yuta memerah. 

“Hah, kau bisa peduli padaku juga,” Taeyong mencemooh.

“Berisik!” Yuta menatap tajam Taeyong yang diikuti dengan tawa Ten dan Youngho. Mereka tahu bahwa dua orang ini masih peduli satu sama lain.

Memang benar, Yuta sendiri pernah mengatakannya sebelumnya bahwa dia tidak pernah membenci Taeyong dan yang lainnya. Dia sadar betul bahwa kecelakaan itu bukan salah Taeyong, bodoh kalau dia berpikir seperti itu. Alasannya menjauhi teman-temannya tidak lain adalah karena orang tuanya, mereka meminta Yuta berhenti bergaul dengan anak-anak itu. Mereka pikir mereka punya pengaruh buruk padanya dan Yuta tidak bisa menolak apalagi setelah melihat bagaimana kedua orang tuanya histeris ketika melihat dia berlumuran darah di atas ranjang rumah sakit, berteriak pada dokter untuk menyelamatkan nyawa anak mereka. Dan saat itu Yuta merasakan bagaimana orang tuanya peduli padanya, mereka menyayanginya. Selama ini dia hidup dengan pikiran bahwa orang tuanya tidak pernah menganggapnya ada, bahwa jika dia mati mereka tidak akan menangisinya, mereka bahkan tidak pernah menanyakan kabarnya. Tapi pada hari itu semuanya berubah, Yuta harus menjadi anak yang baik untuk orang tua yang menyayanginya, dan dia memutuskan untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan mencari teman baru.

Beruntung Yuta sekelas dengan Ten, anak laki-laki yang berwajah familiar.  Yuta mengenalnya sebagai salah satu tetangganya. Ten terlihat seperti anak baik-baik dan Yuta memutuskan untuk mendekatinya. Yuta belajar bahwa Ten adalah kekasih Youngho, ketua OSIS di SMA mereka, Yuta juga tahu bahwa Youngho juga tinggal di kompleks yang sama dengannya. Sejak saat itu mereka bertiga menjadi dekat dan itu membuat kedua orang tua Yuta senang karena anak mereka akhirnya berteman dengan anak baik-baik, mereka juga memperlakukan Ten dan Youngho seperti anak sendiri. Sekarang Taeyong sudah menjadi kekasih Ten, teman dekat anak mereka sendiri, Yuta menaruh harapan lebih agar orang tuanya mengubah pikiran mereka, apalagi setelah Yuta mendengar orang tua Ten juga sudah membuka hati mereka kepada Taeyong. Orang tua mereka kan dekat.

 

 

 

Hari festival pun tiba. Taeyong tidak pernah menduga dia akan menerima pesan dari Yuta lagi. 

 

Datang ke sekolah, aku punya sesuatu yang bagus untukmu.

 

Taeyong mengerutkan dahinya, sesuatu yang bagus? Apa? Yuta tidak sedang bercanda dengannya kan? Memang apa yang bagus sampai dia harus melihatnya? Dia melirik jam, sudah siang dan teman-temannya pasti sudah berangkat dari tadi.

 

Tidak bisa bawa mobil, tiga brengsek sudah pasti berangkat duluan.

 

Balasan dari Yuta datang dengan cepat.

 

Naik taxi atau apa kek, jangan manja. Kau akan menyesal tidak melihatnya.

 

Apa sih? Taeyong semakin mengerutkan dahinya. Yasudahlah, lagipula dia belum pernah datang ke festival. Dia mencari nomor taxi di internet kemudian menelponnya. Dia sudah mandi tadi jadi tinggal ganti baju saja dengan seragam sekolahnya. Dengan susah payah dia menggapai kruk yang tadinya dilempar secara sembarangan saat naik ke kasur. Taeyong menyesal kenapa tidak meletakkannya dengan hati-hati di samping tempat tidur.

Tidak butuh waktu lama untuk dirinya bersiap-siap dan ketika dia keluar rumah, sebuah taxi sudah menunggunya.

“SMA NCT,” kata Taeyong pada sopir taxi.

Mata Taeyong menerawang keluar jendela, masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin Yuta perlihatkan padanya. Dia merogoh benda kotak di saku kemejanya.

 

Tennieeee!

 

Ketik Taeyong. Dia menunggu beberapa menit tapi sang kekasih tidak kunjung membalas pesannya. Biasanya Taeyong tidak perlu menunggu untuk mendapat balasan, kekasihnya itu selalu membawa handphonenya kemana pun dia berada. Sibuk? Atau tidak dengar? Entahlah. Taeyong putuskan untuk menelponnya saja.

“Ck,” Taeyong berdecak ketika panggilannya juga tidak diangkat. Apa sesibuk itu? Kemudian dia mendapat ide untuk menelpon Yuta.

“Kenapa?” tidak sampai lima detik Yuta mengangkat teleponnya.

“Mana Ten? Kenapa tidak mengangkat teleponku?”

“Nih lagi ngambek,” Taeyong bisa mendengar jeritan dari seberang seperti, ‘Mati kau, Nakamoto Yuta!’ dan ‘Aku tidak akan memaafkanmu!’ lalu ‘Aku akan bilang pada Johnny hyung!’

Taeyong tidak tahu apa yang sedang terjadi di sana tapi dia bisa merasakan panas di dadanya, “Kau apakan Tenku?” dia menekan suaranya di bagian akhir.

Seakan tidak merasa bersalah Yuta tertawa, “Kesini saja dan kau akan tahu, bye aku sibuk.” Kemudian terdengar bunyi tut tut tanda panggilan terputus. Taeyong mendesah, dari dulu Yuta memang suka bermain-main.

Ketika Taeyong sampai di sekolah matanya langsung mencari Yuta. Tentu saja tidak mudah menemukan satu orang di antara ratusan anak yang berhilir mudik di lapangan itu. Selagi dia mencari si Jepang, matanya juga menangkap keadaan sekeliling. Lapangan sekolah yang biasanya kosong itu sekarang dikelilingi stand-stand kecil di tiga sisinya, menyisakan satu sisi yang digunakan untuk mendirikan panggung di atasnya.

Taeyong ingin memanggil Yuta lagi tapi dia yakin Yuta tidak akan menjawab, tadi saja dia memutus panggilannya karena sibuk. Taeyong mendesah, padahal penampilan Yuta bisa dibilang mencolok—dengan rambut keriting cokelat mengembangnya—tapi kenapa susah sekali ditemukan.

Bruk!

Taeyong tidak fokus dengan jalan di depannya dan menabrak seorang anak perempuan sampai jatuh.

“Aduh!” Taeyong kenal suara itu, tapi yang Taeyong tahu pemiliknya bukan seorang anak perempuan. Taeyong memperhatikan anak perempuan itu yang sedang berusaha berdiri. Melihat rambut hitam panjang dan rok yang dipakai anak itu jelas-jelas dia perempuan. Tapi anak itu tidak memakai seragam sekolahnya, bahkan seragamnya lebih mirip seragam yang dipakai karakter anime yang pernah dilihatnya. Ah, kemudian Taeyong mengingat Yuta, mungkin saja anak ini salah satu anggotanya.

“Kau lihat Yuta?” dia bertanya ketika anak itu sudah kembali berdiri di depannya, dengan wajah masih menunduk berusaha merapikan seragamnya yang jadi sedikit berantakan setelah terjatuh.

“Yuta hyung?”

Hah?  Hyung? Taeyong memandang anak itu dengan aneh. Siapa anak perempuan yang memanggil laki-laki lebih tua darinya hyung?

“Dia—” Akhirnya anak itu memperlihatkan wajahnya. Taeyong shock. Anak itu juga shock. “T-Taeyong h-hyung,” dia terbata-bata.

“Tern?” Bodohnya Taeyong.

“Aku Ten!” Anak itu menendang kaki Taeyong yang mengakibatkannya berteriak kesakitan. Sepertinya Ten lupa kalau kaki Taeyong terluka karena setelah itu wajahnya berubah menjadi khawatir sampai ingin menangis, “H-hyung! Kau tidak apa-apa?” Semua mata menjadi menoleh kepada mereka, dan Ten menepuk jidatnya. “A-ah, maaf, abaikan saja kami!” Dia membungkukkan badannya berkali-kali.

Reaksi Ten berbeda sekali dengan Taeyong yang asal nyeplos—melupakan resolusinya untuk menjadi anak baik-baik, “Apa lihat-lihat?” Anak-anak itu otomatis langsung mengalihkan pandangan mereka, walaupun beberapa masih mencuri pandang dengan takut. “Apa-apaan ini?” Taeyong memandang kekasihnya dari ujung rambut sampai kaki. Kekasihnya itu sekarang benar-benar mirip dengan Tern, hanya saja berambut hitam dan berdada rata. Dia memakai seragam khas siswi Jepang lengkap dengan pita hitam besar yang terpasang di kerah bajunya. Ada pergulatan hebat di kepala Taeyong ketika melihat rok Ten yang terlihat terlalu pendek untuknya, memperlihatkan paha putih mulus milik kekasihnya itu. Taeyong suka dengan apa yang dilihatnya, tapi dia juga tidak rela kalau anak lain ikut menikmatinya. Kemudian dia ingat dengan jaket hitam yang dikenakannya, lalu melepasnya. “Aku tidak suka kau pamer paha seperti ini,” geramnya sambil berusaha mengikat jaket itu di pinggang Ten.

Ten menggigit bibir bawahnya, ada sedikit rona pink di pipinya dan Taeyong sudah terlalu ahli untuk tidak menyadarinya. “Salahkan Yuta hyung,” katanya.

Mendengar nama Yuta disebut, Taeyong jadi sadar akan sesuatu, “Jadi ini yang dia ingin aku lihat.” Ten mengerjapkan mata padanya, terang sekali tidak mengerti dengan apa yang baru saja Taeyong ucapkan, “Dia menyuruhku datang ke sekolah, katanya ada hal bagus yang harus kulihat.”

“Dasar jahat,” Ten mencengkeram kedua sisi roknya dengan kuat. “Aku memang bersedia membantunya tapi bukan seperti ini.” Ten ingat betul kemarin Yuta menyuruhnya mencoba baju laki-laki, bukan perempuan. Sepertinya dia mengubah pikirannya setelah itu.

“Kau tadi mau kemana?” Taeyong bertanya, satu tangannya yang tidak memegang kruk meraih lengan Ten dan menariknya mendekat sehingga sekarang kedua sisi tubuh mereka menempel satu sama lain.

“Aku tadi mencari Johnny hyung, aku mau dia membunuh Yuta hyung,” katanya geram.

Taeyong tertawa, “Sekarang ada aku, biarkan kekasihmu ini yang mencincang lalu merebus anak itu,” Taeyong mengusap lembut lengan Ten.

Itu membuat Ten tersenyum cerah, “Dia sedang jaga stand, akan kuantar hyung kesana!”

Ten menuntun Taeyong ke sebuah stand yang letaknya tidak jauh dari panggung. Di sana mereka melihat Yuta sedang duduk di sebuah kursi di depan stand, satu tangannya sibuk mengipasi dirinya dengan sobekan kardus bekas. Sebelum mereka sempat menjangkau stand, tiga orang tiba-tiba menghadang jalan mereka.

“Hai Ten!” sapa mereka secara bersamaan, secara total mengabaikan orang di samping Ten.

“Aku juga ada di sini,” Taeyong memutar bola matanya.

“Kami juga tahu,” anak yang berwajah seperti kelinci membalas, “Aku bosan setiap hari melihatmu.”

“Kau terlihat cantik hari ini Ten!” puji Mark dengan semangat berlebihan, dia bahkan sampai melompat-lompat dari tempatnya.

“Setiap hari seperti ini saja, Taeyong pasti suka,” Jaehyun ikut-ikutan, tidak lupa menambahkan kedipan di akhir.<

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
yeohwanwoong
poster is up! check it out guysss

Comments

You must be logged in to comment
oohxxx
#1
Chapter 8: Seru seru..... taeten so cute
eunhaecutiepie #2
Chapter 2: ini ff taeten ya? apa johnten? plissss johnten :( im their crazy shipper
intandm97 #3
Ayeye chittaphon
unicornajol #4
Chapter 8: Awawawaw manis bangeeeeet, duuuh
Perutku melilit saking manisnya
taeten2701
#5
Chapter 8: Yaaaahhhh..... Dah selesaiiiii.....pasti kangen bgt sama taeten, kangen tingkah konyol geng nya taeyong.. Huhuhuhu
Thank you loh thor udah bikin ff taeten romance dan sedikit komedi gini, lumayan lah buat menghibur ditengah ff taeten yg angst :(( tp skrg udah end... ㅜㅜㅜㅜㅜㅜ
Ditunggu ff taeten yg lainnya thor, fighting ^^
mimimini #6
Chapter 8: yah... selesai ffnya..
thnks thor.. suka banget ama endingnya, apalagi pas taeyong mark jaehyun ngerapp .. sampai langsung aku dengerin lagu mad city nya.. baca lirik sambil denger lagunya.. ini keren sumpah .. dan tambahan.. tadi malam bertebaran foto ten pakai celana pendek sampai ada meme kalo ten bisa masuk ke new member GG.. eh... pagi ini malah disuguhin ten pakai baju cewe.. sumpah.. pandanganku tentang ten cowo cantik makin kuat aja..
sekali lagi aku beneran suka sama ceritanya.. ditunggu next ff taeten nya ...
Rosmaria #7
Chapter 8: selesai jugaa.. Yuta sama siapa dong thor? Kirain jadi sama bang joni wkwk
Rosmaria #8
Chapter 6: ceritanya bisa sebagus ini.. Campur aduk hati ini thorr
Rosmaria #9
baru bacaaaa.. Author followback aku ya di twitter @rosmariaaaa_
Rosmaria #10
baru bacaaaa.. Author followback aku ya di twitter @rosmariaaaa_