Ji Hansol
1AM“INI BERAT SEKALI YA TUHAN,” teriak Lee Taeyong ketika berusaha menurunkan koper besarnya dari bagasi mobil. Tentu saja berat, tidak hanya baju, tanpa sepengetahuan orang tuanya dia juga menyelundupkan laptop dan alat-alat untuk bermain gamenya di antara tumpukan baju.
“Melihat ekspresimu yang seperti susah berak saja aku sudah tahu,” sahut anak laki-laki berambut pirang yang sedari tadi hanya berdiri memperhatikan sepupu jauhnya itu kepayahan.
“Kalau tahu kenapa kau tidak membantuku Ji Hansol?” geram Taeyong. Sepupunya ini benar-benar menyebalkan—salah satu alasan kenapa Taeyong enggan menapakkan kaki di desa terpencil ini. Dia baru saja datang dan bukannya disambut dengan hangat malah diperlakukan seperti babu. Setahu Taeyong, di mana-mana tamu itu raja. Datang berkunjung ke rumah orang harusnya langsung dipersilahkan duduk, dijamu dengan makanan enak, setidaknya dibantu mengangkat barang bawaan.
“Ini bukan hotel tahu.”
“Dengarkan kata sepupumu itu, Taeyong.” Nyonya Lee ikut-ikutan berkomentar. “Kau di sini untuk belajar bersikap, juga belajar untuk mandiri, jangan hidup seenaknya.”
Memangnya umurku berapa? Sepuluh tahun? Taeyong memutar bola matanya. Sedikit perjuangan lagi, koper beratnya akan berhasil dia turunkan. Satu tarikan lagi kopernya akan dapat mendarat dengan halus di lantai. Semoga.
BRUK.
Oops. Ternyata tidak.
“Brengsek!” Mulut Taeyong yang sudah biasa mengeluarkan kata-kata kasar refleks mengumpat. Memang koper tadi berhasil diturunkannya dengan halus, hanya saja bukan di atas tanah melainkan di atas kakinya sendiri. Rasanya jangan ditanya, sakit luar biasa. Kalau tidak karena ada Hansol dan orang tuanya, dia pasti sudah menangis.
Tuan dan Nyonya Lee yang sudah terlalu biasa mendengarkan umpatan Taeyong hanya bisa mendesah. Berapa kalipun mereka memperingatkan anak kesayangan mereka agar menjaga kata-katanya, kalau sudah jadi kebiasaan, bakal susah diubah.
“Jangan khawatir paman dan bibi, aku akan mengajarinya cara bersopan santun,” kata Hansol sambil nyengir, memperlihatkan barisan gigi yang rapi, sambil satu tangannya menepuk dada. Orang tua Taeyong membalasnya dengan senyuman. Kemudian mereka mendekati anak mereka, berpesan ini itu sebel
Comments