Officially Missing You - Final Chapter

Man In Love ‘Officially Missing You’

“The folish regret which is left to me,

I couldn’t forget you, I couldn’t erase you.” The Eye- Infinite

 

“Ayah pernah mengatakan padaku bahwa seorang pria harus memegang janjinya, bukan?” Mungkin terlambat jauh lebih baik daripada tidak melakukan apapun. Entah bagaimana hasilnya nanti, Woohyun hanya bisa mengikuti kemauan hatinya. Ia berserah diri untuk hasil akhirnya. Yang terpenting ia sudah berusaha.  Woohyun menatap ayah dan ibunya yang sedang duduk di hadapannya.

 

Woohyun akan memenuhi janjinya- janji yang belum pernah ia ungkapkan pada siapun. Woohyun mengepalkan jemarinya. Mungkin  ini saat yang tepat. Rasa sesak di dadanya sungguh sangat menyiksa, penyesalan itu sungguh menjeratnya. Ia seakan dikejar oleh tanggung jawab. Ia harus memperbaiki kesalahannya- memperbaiki tindakan bodoh yang pernah ia lakukan. Ia harus melakukakannya, mengurai benang kusut masa lalunya. Tidak ada hal lain yang mampu mengobati rasa bersalahnya selain membawa kembali wanita itu. Dia Park Chorong.

 

Tentu, membawa kembali Park Chorong ke dalam pelukannya bukanlah perkara yang mudah. Banyak sekali resiko yang harus ia telan untuk membawanya kembali. Salah satunya adalah, meyakinkan kedua orang tuanya. Dari awal kedua orang tua Woohyun tidak pernah mendukung kisah asmaranya dengan Chorong. Menurut kedua orang tua Woohyun, jatuh cinta dengan seorang wanita di saat remaja bukanlah suatu hal yang tepat karena hal itu dapat menghambat perjalanan karir Woohyun. Sejak awal, orang tua Woohyun sungguh berambisi untuk menjadikan Woohyun sebagai penerus usaha keluarga. Woohyun dididik dengan displin oleh orang tuanya, mau tidak mau ia harus menuruti ritme permainan kedua orang tuanya. Woohyun harus berjalan sesuai dengan arah yang telah ditentukan kedua orang tuanya.

 

Tentu didikan seperti itu membuat Woohyun sangat jengah dengan kehidupannya, ia merasa terbelenggu dan hal itu membuatnya susah untuk bernafas. Ia merasa tidak bisa hidup seperti anak seusianya. Hari-harinya diisi dengan belajar , belajar dan belajar. Belum lagi doktrin-doktrin yang diberikan kedua orang tuanya, hal itu membuat pundak Woohyun terasa berat. Ia baru 16 tahun saat itu dan Woohyun remaja merasa bahwa ia sedang memikul beban yang sangat berat.

 

Tidak banyak yang dapat Woohyun lakukan selain menerima segalanya, ia hanya seorang remaja 16 tahun. Namun jauh dalam dirinya, ia ingin sekali memiliki warna baru dalam hidupnya. Bisakah ia menjadi seorang remaja seperti umumnya? Misalnya saja jatuh cinta? Bisakah ia merasakan hal itu?

 

Dan jawabannya adalah ‘iya’. Untuk pertama kalinya ia merasakan hal itu. Merasa jantungnya berdebar tak menentu kala melihat seorang gadis yang menunggu di depan pintu kelasnya. Baru kali ini ada seorang gadis yang mencarinya. Gadis itu sedang menunggunya sambil menundukkan kepalanya. Rambut hitam lurus menjuntai di sisi bahunya. Gadis itu sedang memegang sapu tangan milik Woohyun.

 

“Kau mencariku?” Gadis itu terhenyak. Ia pun menatap Woohyun sejenak dan kemudian membungkukkan badannya seraya menyodorkan sapu tangan milikknya.  

 

“Terimakasih. Aku sudah mencuci sapu tanganmu.” Woohyun terdiam kala itu. “Maaf terlambat mengembalikannya.” Perlahan Woohyun menerima sapu tangan itu. Gadis itu pun kembali menegakkan tubuhnya dan manik mata hitamnya menatap Woohyun kini. Untuk sejenak tidak ada yang angkat bicara. Keduanya saling memandang. Wajah dan ekspresi gadis itu terlihat sangat familiar, apakah mereka pernah bertemu sebelumnya? Woohyun seakan tenggelam dalam manik mata hitam gadis itu. Ada sesuatu yang menarik dari manik hitam gadis itu. Manik mata  hitam gadis itu membuat Woohyun masuk ke dalam demensi lain. Woohyun terbius dengan mudah oleh pesona gadis itu.  

 

Dimana aku pernah bertemu dengan gadis ini? pikir Woohyun. Dan..

 

“Ah!” Woohyun tersadar dari fantasinya, ada sepotong ingatan  terlintas di benaknya. Dia adalah gadis yang pernah menjalani hukuman lari mengitari halaman sekolah bersama dirinya.  Ada perasaan aneh, ketika bertemu dengan gadis ini. Perlahan ritme jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ada  desakan aneh dalam dirinya, ia ingin mengenal gadis ini.  ”Kau tidak perlu mengembalikannya,” sambung Woohyun sambil tersenyum samar- ia berusaha untuk menjaga ekspresi wajahnya. Sejujurnya Woohyun sangat senang bisa bertemu kembali dengan gadis ini. “Bukankah, aku bilang, kau bisa...”

 

“Sapu tangan itu bukan milikku.” Potong gadis itu. “O-oleh karena itu, a-aku harus mengembalikannya.” Gadis itu mengigit bibirnya gugup. Ada bulir keringat nampak di kening gadis itu. Entah mengapa gadis itu terlihat gugup di depannya. “A-aku harus pergi.” Tanpa menghiarukan dirinya, gadis itu pun berbalik dan berjalan menjahuinya. Gadis itu mengambil langkah cepat untuk pergi dari hadapan Woohyun.

 

“Tunggu!” Woohyun meninggikan suaranya untuk menahan gadis itu pergi. Ia tidak ingin mengabaikan kesempatan ini.  “Bisakah kita berteman? Kau bisa memanggilku Woohyun.” Gadis itu berhenti, terdiam sejenak sebelum akhirnya ia memutar badannya sedikit untuk melihat Woohyun. Lagi-lagi gadis itu mengigit bibirnya seakan sedang memikirkan sesuatu. “Siapa namamu?” Gadis itu membulatkan matanya terkejut. Ada senyum kecil yang terlihat di wajah Woohyun. Gadis itu terlihat manis saat terkejut. “Bagaimana aku harus memanggilmu? Gadis keringat? Gadis sapu tangan atau....”

 

“Chorong, Park Chorong.” Woohyun pun tersenyum lebar. Hatinya seakan terselumuti dengan kehangatan ketika mengetahui nama gadis itu. Ada seberkas cahaya yang menyelip di kehidupan Woohyun. Harapan itu perlahan muncul- ia bisa memiliki kehidupan baru bersama gadis itu.

 

Memikirkan tentang Chorong sedikit saja, membuat Woohyun masuk ke dalam perangkap labirin yang menyesatkan. Woohyun tidak pernah berhasil keluar dari perangkap labirin itu.  Semakin lama perangkap itu sangat menyesakkan. Woohyun tersiksa dengan perasaannya.  Sudah  10 tahun berlalu,  ia tidak mampu melupakan Chorong. Segalanya masih teringat jelas dalam benaknya, mulai dari pertemuannya hingga bagaimana ia dan Chorong berpisah.

 

“Ayah, ibu, aku mohon mengertilah. Sekali saja aku memohon. Jika aku tak sanggup membawanya kembali padaku, aku...” Woohyun menghentikan kalimatnya. Ada pergolakan dalam dadanya, namun ia harus melakukannya. Ia tidak boleh mundur. Demi melepaskan dari  dari rasa sesak di dadanya, ia harus mengambil jalan ini. “Aku  bersedia menikahi wanita yang telah kalian tentukan jika aku tidak berhasil membawa Chorong kembali padaku. Pegang kata-kataku ini.”

 

-

“You were always by my side beautifully.

Is that the reason i couldn’t recognize farewell was coming?” Ribbon- B2ST

 

Katanya ada pertemuan , ada perpisahan. Woohyun sangat mengerti hal itu. Segala yang ada di dunia ini diciptakan dengan adil dan berimbang. Tapi dosakah ia, jika ia masih belum bisa menerima akhir kisah mereka yang harus berpisah seperti itu? perpisahaan itu terlalu menyakitkan baginya.

 

Sebelumnya Woohyun merasa sangat kosong. Ia hanya menghabiskan waktunya di sekolah bertemu dengan teman-teman yang sama dan juga pulang ke rumah pun juga sama. Terkadang ia hanya bertemu dengan orang tuanya seminggu dua kali saja- orang tuanya terlalu sibuk untuk mengurusi perusahaannya. Terpaksa Woohyun harus tinggal dengan beberapa pengurus rumah dan juga ada satu guru privat yang disediakan orang tuanya. Dan sekalinya bertemu, orang tuanya selalu mendikte Woohyun  ini dan itu. Ia harus bisa mengatasi hal ini itu. Ia harus mampu berdiri memimpin perusahaan keluarga ini suatu saat nanti. Tentu masih banyak lagi doktrin keras yang ditekankan oleh kedua orang tuanya.

 

Namun segalanya nampak mulai berubah sejak mengenal gadis itu- gadis bernama Chorong. Gadis itu seusia dengannya, hanya berbeda kelas saja- gadis itu berada di kelas 11 Sosial. Ya, Woohyun masih terus melakukan rutinitas yang sama, namun satu, Woohyun merasa lebih bersemangat untuk bersekolah karena ia bisa bertemu dengan Chorong. Gadis itu memberikan warna lain di hidupnya. Tidak ada lagi warna kelabu dalam hidup Woohyun. Ia bisa tersenyum dengan tulus dan dadanya terasa hangat setiap kali berada di sisi gadis itu. Mereka suka menghabiskan waktu berada di atap gedung sekolah sambil menatap bunga sakura di halaman belakang.

 

Woohyun selalu merasa senang ketika melihat Chorong tertawa karena candaan bodohnya. Ia bahkan baru menyadari ternyata ia memiliki selera humor yang bisa dikatakan boleh juga. Baru kali ini ada seseorang yang benar-benar tertawa karena canadaan konyolnya. Segalanya terasa seperti pengalaman pertamanya, menunggu Chorong di gerbang sekolah, mengantar Chorong pulang sekolah, menyanyikan lagu untuk Chorong dan bahkan menyaksikan bunga sakura yang sedang bersemi. Segalanya terasa indah. Hingga akhirnya, Woohyun memberanikan dirinya untuk mengungkapkan perasaannya pada pertengahan musim semi. Saat itu ia dibantu oleh teman-temannya dan segalanya berjalan dengan baik. Woohyun masih mengingat bagaimana ekspresi gadis itu. Ia masih mengingat ada rona merah yang nampak di pipi gadis itu saat menjawab pernyataan cintanya,  “a-aku juga memiliki perasaan yang sama, i-iya aku mau menjadi kekasihmu.” Seketika Chorong menutup kedua  wajahnya dengan kedua tangannya karena malu dan hal itu tentu membuat Woohyun gemas. Ia tak tahan untuk tidak memeluk gadis itu. Perlahan Woohyun pun menarik Chorong dalam pelukannya. Suara sorakan teman-teman membuat segalanya terasa lengkap dan ah bunga sakura yang bersemi di belakang sekolah menjadi saksi bisu awal kisah mereka.  

 

“Saranghae, my Chocho.” Bisik Woohyun lembut. “Terimakasih.”  Saat itu keduanya percaya bahwa kisah cinta mereka akan terus abadi seperti halnya mitos yang mengatakan jika ada yang menyatakan cinta saat bunga sakura bersemi cinta mereka akan abadi.

 

Karena segalanya terasa indah dan manis hingga hal itu membuat Woohyun terlena. Ia tidak sadar bahwa badai sedang memburu hubungannya. Iya, baiklah dia hanya seorang remaja, ia tidak akan mungkin berfikir panjang. Asal masih bisa bersama dengan gadis itu segalanya cukup. Apapun yang akan terjadi mereka akan tetap bertahan, bukan?

 

Awal musim dingin, Woohyun tak pernah sekalipun membayangkan jika malapetaka itu datang. Segalanya terasa terbalik. Tak ada hal yang dapat Woohyun lalukan untuk Chorong saat itu.  Ia tak mampu untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.  Sehingga berpisahlah menjadi keputusan terakhirnya. Sungguh ia adalah pria yang tak berguna!

 

Ada kegetiran dalam diri Woohyun.  Dan kini, Woohyun berusaha mengumpulkan segala kepercayaan dirinya. Akankah ia berhasil. Setelah hampir 11 tahun pergi, kini ia harus kembali ke dalam kehidupan Chorong- lagi. Masih adakah kesempatan itu? kesempatan untuk kembali bersama, masih adakah?

 

Woohyun menatap nanar pelataran Dojo Bela Diri Keluarga Park. Ada kenangan pahit.

 

Saat itu ia yang masih 17 tahun, memberanikan diri untuk bertemu dengan Tuan Park. Ia meminta maaf terhadap kesalahannya namun permintaan maafnya tidak diterima oleh Tuan Park. Beliau sangat marah padanya. Tak ada yang sanggup menahan amarah Tuan Park saat itu, beliau tidak segan-segan untuk melayangkan bogem mentah kepadanya. Woohyun masih mengingat ekpresi marah  Tuan Park, “kau menghancurkan masa depan putriku!” Tuan Park pun menarik lengan Chorong paksa, karena saat itu Chorong sedang berusaha untuk melindunginya.

 

“Ayah, aku mohon.” Pinta Chorong ditengah isak tangisnya. Tuan Park menyeret Chorong untuk menjahuinya. “Namu...”

 

Melihat hal itu, Woohyun ingin sekali menahan Tuan Park untuk tidak membawa putrinya. Ia berusaha bangkit namun gagal. Sekujur tubuhnya terasa sakit sekali. Woohyun hanya bisa mengulurkan tangannya berharap ia sanggup meraih tangan Chorong. Ia tidak ingin berpisah dengannya.  “Paman, maafkan saya.  Saya berjanji akan bertanggung jawab atas perbuatan saya. Saya mohon Paman. “

 

“Tidak akan!”            

 

Woohyun memejamkan matanya sejenak.  Dada Woohyun terasa sesak.  Masih terasa sakit sekali ketika mengingat hal itu. Resiko selanjutnya adalah ia harus bertemu dengan Tuan Park kembali. Woohyun mengepalkan jemarinya- membulatkan tekad. Ia ingin berbicara dengan Tuan Park untuk memperbaiki kesalahannya. Ia tahu dosa terbesarnya. Ia telah menyakiti putrinya.  Berikan aku kesempatan kedua. Woohyun pun membuka matanya. Ditatapnya bangunan megah Dojo Bela Diri Keluarga Park. Tekadnya sudah bulat- ia bukan lagi bocah 17 tahun. Kini, ia harus menghadapinya.

 

Woohyun pun melangkahkan kakinya menuju bangunan utama Dojo Bela Diri Keluarga Park.

 

-

"Flowers wither and scatter, the moon tilts and disappears
But my heart won't ever change, I love you. " Last Romeo- Infinite

 

Di sinilah Woohyun berada, ia sedang duduk berhadapan dengan Tuan Park. Suasana dingin dan kaku mendominasi ruang tamu Tuan Park.

"Aku terkesan dengan kehadiranmu kembali." Tuan Park menyandarkan punggungnya. Beliau menatap Woohyun. "Apa kau kemari untuk menemui putriku?" Woohyun pun menganggukkan kepalanya samar. Begitu pun juga dengan Tuan Park, beliau tidak menunjukkan suatu ada tanggapan yang berati. Beliau memilih untuk bungkam.

 

Untuk kesekian kalinya keduanya membisu, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Suasana ruang tamu tersebut, masih tetap kaku. Hanya suara dentum jam kuno di sudut ruangan yang sanggup didengar. Perlahan Tuan Park mengalihkan pandangannya. Woohyun mengikuti arah pandangan Tuan Park. Beliau sedang menatap sebuah figura di samping sofanya. Itu foto Chorong yang sedang tersenyum sambil memeluk Tuan Park-ayahnya. Senyum Chorong sangat manis sekali dalam foto itu.
 

" Aku rindu dengan senyum hangat putriku. Kurasa diriku lah yang merebut kebahagiaan dari dirinya. Aku kira keputusanku untuk menjauhkan dirimu dari putriku adalah hal yang tepat, namun.... "Tuan Park menghentikan kalimatnya. Beliau mengehela nafas berat. Semburat luka dari binar mata beliau terlihat semakin jelas. Beliau nampak ragu untuk mengucapkan sesuatu.

Tuan Park mengalihkan pandangannya sejanak. Beliau gelisah. Tak lama kemudian beliau membuka suaranya kembali.

"Namun, aku salah." Tuan Park menatap Woohyun. Binar mata Tuan Park nampak meredup, raut kesedihan itu makin terlihat. Ada gejolak dalam hati Woohyun yang sulit untuk ia ungkapkan.

Woohyun mengepalkan jemarinya. " Chorong adalah satu-satunya harta yang kumiliki setelah istriku meninggal. Aku berjanji akan selalu menjaga dan membahagiakannya demi almarhuma istriku. Aku begitu terpukul saat mengetahui putriku sedang hamil sebelum menikah. Aku tak sanggup menahan emosiku, aku mengira kau yang memaksa putriku untuk melakukannya, namun aku salah. Putriku mau melakukannya karena ia menyukaimu- ia bahkan mengatakan padaku bahwa ia mencintamu dan melakukan apapun asal itu bersamamu..." Tuan Park tertawa kecil- suara tawanya terdengar sumbang di telinga Woohyun.

"Kau tahu, aku merasa lalai menjaga putriku. Aku merasa gagal menjadi seorang ayah. Bagaimana bisa aku membiarkan anak gadisku jatuh cinta dengan seseorang tanpa sepengetahuanku? Tahu apa dia tentang cinta hingga ia berani melakukan hal itu tanpa memikirkan akibatnya? Aku malu dengan mendiang istriku. Tak hanya itu saja, duniaku seakan runtuh saat melihat Chorong mengalami kecelakaan itu, " suara Tuan Park melemah, matanya berkaca-kaca. "A-aku berdoa setengah mati- memohon agar Tuhan menyelamatkan nyawa putriku. Aku tak ingin kehilangan seseorang yang berharga lagi dalam hidupku- hanya Chorong yang kumiliki..... "

Woohyun berlari menembus dinginnya malam. Ini adalah keputusan terbesarnya. Meski jauh di dalam hatinya ia meragu, namun, ia tak akan mungkin membiarkan Chorong menghadapi masalah ini sendiri. Memilih meninggalkan segalanya demi Chorong adalah hal gila, tetapi ini adalah bentuk tanggung jawabnya.

Jantung Woohyun bergemuru, pikirannya merancu dan perasaan aneh menggelayutinya. Woohyun berharap Chorong masih menunggunya di sana, Woohyun juga berharap tidak ada hal buruk yang akan menimpah mereka.

Salju terus turun, dingin semakin merayapi tubuh Woohyun. Tinggal satu blok lagi Woohyun akan sampai di taman bermain itu. Woohyun mengumpat dirinya karena tak mampu menepati janji untuk datang tepat waktu. Satu-satunya yang membuat Woohyun terlambat adalah kedua orang tuanya. Orang tuanya tidak menyetujui keputusan Woohyun.
Baru pertama ini, Woohyun berani mengeluarkan argumennya untuk menentang perkataan kedua orang tuanya.

Woohyun tak akan melupakan bagaimana ayahnya berteriak padanya, 'jangan gila, kau bisa apa? Kau bahkan belum mampu untuk bekerja , tahu apa kau tentang tanggung jawab? Kau kira mudah menjadi seorang kepala keluarga? Kau pikir dengan pergi bersamanya , itu termasuk tanggung jawab? Woohyun kau seorang pria, tanggung jawabmu sangatlah besar. Pikirkan tentang dirimu dan keluarga ini..... '

 

  1. perkataan ibunya, 'jangan berani-beraninya kau pergi menemui gadis itu lagi, biarkan ayahnya saja yang mengurusi putrinya atau suruh dia gugurkan kandungannya. Kalian bahkan belum lulus sekolah. '

    'Woohyun berhenti! Jika kau masih saja memilih gadis itu, kau bukan lagi termasuk keluarga Nam!' Itu kata terkahir yang didengar Woohyun sebelum ia pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Ibunya terus berteriak memanggil namanya, Woohyun mengabaikan hal itu. Ia seakan menutup hati dengan perasaan yang mengganjal karena telah mengabaikan ucapan kedua orang tuanya. Woohyun masih tetap pada pendiriannya. Tak akan ada yang mampu mengubah keputusannya. Ia tetap memilih berada di sisi Chorong.

    Woohyun menghentikan langkahnya tepat di depan taman, segera ia masuk ke dalam taman. Matanya menyapu seluruh sudut taman, ia menghampiri ayunan- tempat favorite Chorong. Namun, Chorong tidak ada di sana. Woohyun mengeluarkan ponselnya. Tidak ada pesan yang masuk dari Chorong. Woohyun sangat hafal sekali bagaimana sikap Chorong, gadis itu akan selalu memberi kabar apapun. Namun sekarang? Kemana ia pergi pikir Woohyun. Segalanya terasa ganjil sekarang. Woohyun tetap berusaha untuk menepis prasangka buruknya, ia meyakinkan dirinya bahwa ia akan menemukan Chorong. Woohyun pun memasukkan ponselnya kembali.


    Tanpa membuang waktu Woohyun mengambil langkah untuk keluar dari taman. Matanya sibuk mencari sosok kekasihnya. Ada satu benda yang menarik perhatian Woohyun. Sebuah topi bean rajutan berwarna merah jambu tergeletak di atas trotoar. Woohyun mengambil topi itu. Woohyun sempat terdiam di posisinya saat mendapati inisial pada topi itu. PCR.

    Tidak... ku mohon! Woohyun segera mengambil ponselnya kembali. Ia menghubungi Chorong. Hanya terdengar nada sambung dari ponsel Chorong, kekasihnya tidak menjawab panggilannya. Woohyun mencoba menghubunginya untuk kedua kalinya. Hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban.

    Woohyun mengumpat. Pikirannya kacau. Ia khawatir. Woohyun mengengam erat topi bean itu. Firasat buruk ini sungguh menyiksa. Woohyun hampir kehilangan akalnya. Kemana ia harus mencari Chorong sekarang. Malam semakin dingin. Salju pun turun semakin rapat. Woohyun berusaha keras untuk mengendalikan dirinya.

    Ah! Woohyun ingat bahwa diujung jalan sana terdapat persimpangan. Di sana terdapat halte bus jalur 16 yang akan menghubungkan ke terminal kota. Woohyun pun menarik tungkainya. Ia berlari menuju persimpangan jalan.

    Tidak butuh waktu lama bagi Woohyun untuk sampai di persimpangan jalan itu. Woohyun melihat Chorong sedang berlari ke arah sebrang jalan. Dan segalanya seakan berjalan sangat cepat. Woohyun bahkan belum sempat untuk mengatur nafasnya saat sebuah mobil melaju dengan cepat ke arah Chorong. Woohyun membulatkan matanya. Ia melihat Chorong terdiam di ujung jalan sana. Sementara suara klakson mobil terdengar kencang.

    "TIDAK PARK CHORONG!" Woohyun berteriak berharap agar Chorong segera menghindari mobil itu.Woohyun berlari ke arah Chorong untuk menyelamatkan kekasihnya. Namun segalanya terlambat. Woohyun sanggup melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa mobil itu menabrak kekasihnya.

    Seketika dunia Woohyun runtuh. Woohyun terjatuh diatas lututnya. Air matanya jatuh membasahi pipinya. Pandangan matanya blur.

    Samar-samar ia melihat Tuan Park berlari ke arah putrinya. Beliau pun nampak sama dengan dirinya. Tuan Park terlihat sangat hancur. Beliau mendekap Chorong. Tangisan piluh Tuan Park pun mulai terdengar.

-
"Kau adalah malapetaka bagi putriku!" Tuan Park menarik kra baju Woohyun dan mendorongnya ke dinding. Woohyun saat itu tidak berani menatap wajah Tuan Park. "Kau menghancurkan hidupnya. Dan sekarang kau menyeretnya ke ambang kematian."

Woohyun tak mampu berkata. Air mata Woohyun bahkan belum kering. Ia tidak bisa mengelak dari perasaan bersalahnya. Runtutan kejadian ini terjadi karena dirinya. Dia adalah penyebab dari kejadian ini. Jika saja Woohyun tidak mengajak Chorong untuk melarikan diri mungkin gadis itu akan baik-baik saja. Mengetahui keadaan Chorong yang kritis akibat keguguran dan pendarahan hebat, membuat hati Woohyun tertusuk. Ia bahkan tidak mampu berbuat apapun disaat kekasihnya sedang bertaruh nyawa.

"Kau!" Tuan Park meremas kra baju Woohyun. Tuan Park menatap Woohyun tajam. "Tak ada ruang maaf dihatiku yang tersisa untukmu. Enyahlah dari kehidupan putriku!" Tuan Park menghempaskan Woohyun begitu saja. Setelahnya beliau membuang muka seraya menggepalkan jemarinya kuat-kuat.

Mata Woohyun terasa panas, hatinya patah.

Ada yang bilang perpisahan mungkin hanya terjadi sekali namun, rasa sakit akibat perpisahan itu tak akan mudah hilang.

Saat itu, Woohyun seakan tak memiliki pilihan lain, selain pergi dari kehidupan Chorong. Ia sadar bahwa dirinya lah penyebab dari luka gadis itu. Kejadian malam itu membuat Woohyun sadar terkadang apa yang kita harapkan belum tentu terjadi. Sungguh sedikitpun Woohyun tidak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya. Chorong tak pantas menerima hal itu. Tak seharusnya gadis itu terbaring lemah sembari mempertaruhkan hidupnya.

Malam itu dengan hati yang hancur Woohyun kembali ke rumahnya. Ia tertunduk , meminta maaf kepada orang tuanya. Dan setelahnya, Woohyun benar-benar memilih untuk berpisah dari Chorong. Woohyun beranggapan dengan ia pergi akan membuat kehidupan Chorong kembali seperti sebelum mengenal dirinya.

Nampaknya, anggapan Woohyun salah. Woohyun memang mampu untuk pergi dari kehidupan Chorong. Namun, semakin ia berusaha untuk pergi dan melupakan penyesalannnya , semakin dalamlah rasa itu memburunya. Woohyun merasa seakan ada bagian dirinya yang tertinggal- hanya gadis itu yang mampu melengkapinya.

Woohyun segera menguasai dirinya kembali. Ingatan malam itu tak akan mungkin dilupakannya. Woohyun tertunduk. "Maafkan aku paman. Saya sungguh ingin memperbaikinya... S-saya masih mencintai putrimu. Izinkan saya untuk membawanya kembali."

-

“I won’t ever let go of this tightly held hand again, you can hate me who had made you cry and left you once.” By Infinite- Destiny

[Chorong 11;55 p.m] Keluarlah, aku sedang menunggumu.

Malam semakin larut. Woohyun bersandar pada sedan tuanya sembari memandangi rembulan yang tertutup awan. Kini ia sudah berada di sebrang apartemen Chorong. Sudah hampir setengah jam berlalu sejak Woohyun mengirim pesan singkat itu pada Chorong, namun hingga saat ini belum ada tanda  bahwa wanita itu akan menemuinya.

Woohyun menundukkan kepalanya, mengeluarkan tawa ejekan pada dirinya sendiri. Entah apakah Chorong masih sudi bertemu dengannya atau tidak- sungguh Woohyun tak sanggup membayangkannya. Atau bahkan wanita itu juga tak melihat video yang ia kirim siang tadi? Entah...

Namun hanya ini yang sanggup Woohyun lakukan untuk memperbaiki hubungannya dengan Chorong. Hasil akhirnya Woohyun menyerahkan pada keputusan Chorong. Wanita itu berhak memilih, akankah kembali padanya atau...  

Lamunan Woohyun pudar saat menyadari seorang wanita berjalan ke arah gerbang keluar apartemen. Wanita itu menghentikan langkah seraya merapatkan mantelnya. Wanita itu berdiri tepat di bawah lampu jalan. Woohyun menegakkan tubuhnya demi melihat sosok itu lebih seksama. Wanita itu sedang menatapnya lekat. Untuk sejenak Woohyun terdiam di tempatnya saat mengetahui siapa wanita itu. Dia Park Chorong. Satu-satunya wanita yang memegang hatinya.

Woohyun mengepalkan jemarinya seraya melangkahkan kakinya ke arah Chorong. Ada sesuatu yang membuncah dalam dada Woohyun hingga membuatnya ingin segera menghampiri Chorong. Woohyun merindukan Chorong. “Lama tak berjumpa, Ronggie.” Woohyun tersenyum tipis saat berada di hadapan Chorong. Belum ada jawaban yang keluar dari mulut Chorong. Wanita itu masih terdiam di tempatnya. “Bagaimana kabarmu?”

“Mengapa kau ada di sini, Woohyun Ssi?” Woohyun sempat terkesima saat Chorong mengambil beberapa langkah mundur.

 “Untuk bertemu denganmu.” Jujur saja Woohyun ingin sekali menarik Chorong dalam pelukannya. Namun hal itu hanya bisa menjadi anggan  semu Woohyun semata. Melihat Chorong yang sedang berusaha untuk menghindarinya membuat sebagian diri Woohyun  tertusuk sembiluh. Tak ada hal yang sanggup Woohyun lakukan selain menahan dirinya. 

Chorong mengalihkan pandangannya dan membiarkan angin menerbangkan beberapa helai  rambutnya. Woohyun bersiap mengambil langkah untuk  mendekati Chorong. “Masih adakah kesempatan bagiku ini untuk menjelaskan semuanya?”

 “Sebelumnya aku tak pernah mampu untuk berkata tidak atau menolakmu.” Woohyun menghentikan langkahnya saat Chorong menatap dirinya getir. Wanita itu tersenyum pahit, wajahnya pucat dan raut mukanya seakan sedang menahan desakan air mata. “ Tapi, untuk kali ini, aku tak ingin mendengarkan apapun penjelasan darimu. Aku tak mau bertemu lagi denganmu- semakin aku melihatmu, semakin aku...”

“Ronggie ak-...” Hanya tinggal beberapa langkah saja untuk mendekati Chorong, namun...

“Cukup. Berhenti disana, Woohyun!” Suara Chorong bergetar seraya menggengam jemarinya.  Setetes air  pun mata jatuh membasahi pipi Chorong.

Melihat Chorong yang menitihkan air mata membuat Woohyun hilang akal. Bertemu kembali dengan Chorong setelah sepuluh tahun berlalu ditambah dengan kenangan kelam itu membuat segalanya menjadi sulit. Woohyun seakan melihat sekat pembatas antara dirinya dan Chorong.

Chorong pun menghapus air mata cepat dan membalikkan badannya seakan berniat untuk pergi meninggalkan Woohyun.

"Tunggu!" Woohyun mengepalkan tangannya seraya berjalan pelan ke arah Chorong yang masih memunggunginya."Aku tahu kesalahanku tak termaafkan hingga membuatmu tak ingin bertemu denganku lagi. Kau boleh membenciku, namun untuk kali ini saja, aku memohon padamu. Berikan aku kesempatan untuk menjelaskan sesuatu yang mungkin kau lewatkan." Chorong masih bergeming mengepalkan jemarinya. Wanita itu belum mau membalikkan badannya.

"Aku sadar pertemuan ini tak akan pernah mudah bagi kita. Maafkan aku yang datang kembali seperti seorang pengecut. Kesalahanku yang telah meninggalkanmu adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan. Aku menyesal telah meninggalkanmu, Ronggiee.” Woohyun berjalan mendekati Chorong yang masih terdiam.  “Aku harap, kau masih ada waktu untuk mendengarkan penjelasanku sebelum kau membuat keputusan yang paling akhir. Setelahnya kau bebas untuk memilih pilihanmu. Aku akan menghargai segala keputusanmu.”

-

Hanya kesunyian yang membungkus pertemuan antara Woohyun dan Chorong. Keduanya bungkam. Keduanya nampak sedang tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kini keduanya berada pada salah satu sudut di Sungai Han. Angin berhembus menerbang anak rambut Chorong saat Woohyun mencuri pandang ke arah wanita itu. Wanita itu memandang kosong aliran air Sungai Han yang tenang.

Sejujurnya pertemuan canggung seperti ini bukan hal yang baru bagi Woohyun. Ia sudah merasakan suasana pertemuan serupa saat bersama Tuan Park dua hari yang lalu. Woohyun mengepalkan jemarinya teringat pertemuannya dengan Tuan Park. Beliau berkata semenjak kejadian malam itu, aku menyesal telah memisahkanmu dengan putriku. Dan aku tak mau mengulangi kesalahanku- Jika kau memang seseorang yang bisa mengembalikan kebahagian putriku maka aku mengizinkanmu untuk membawanya kembali. Aku rindu dengan senyum tulus putriku.

 

Perlahan Woohyun menatap penuh Chorong. Ini saatnya untuk melepaskan rasa sesal yang Woohyun simpan selama sepuluh tahun lebih. Biarkan Sungai Han menjadi saksi bisu terurainya benang kusut masa lalu kelam itu. "Sebelum aku menjelaskannya, apa kau menyesal datang kemari bersamaku?" Woohyun memperhatikan Chorong yang masih tak mau angkat suara. Woohyun menghela nafas berat. "Kau diam berarti iya." Woohyun tersenyum pahit. Perlahan ia mengalihkan pandangannya ke arah aliran sungai Han.

 

 

"Hal pertama yang kau lewatkan adalah aku datang saat itu...."

 

 

"Bisakah kau tak mengumbar kebohongan lagi, Woohyun?" Woohyun menghentikan kalimatnya dan menatap Chorong. Wanita itu sedang berusaha menahan diri. "A-aku bahkan tak melihatmu saat siuman." Suara Chorong bergetar. Chorong mengepalkan jemarinya menahan desakan air mata.

 

 

"Apa kau tak melihat pesan atau panggilan yang kulakukan malam itu. Aku...."

 

 

"Apa gunanya? Meski kau mengirim ratusan pesan atau panggilan, pada kenyatanya aku tak melihatmu saat itu. Aku tak bisa mempercayaimu." Setetes air mata jatuh membasahi pipi Chorong. Woohyun hanya terpaku. "Kau pembohong, Woohyun." Chorong pun mengalihkan pandangan dan menghapus air matanya kasar.

 

 

Woohyun gugup. Segalanya memang tak pernah berjalan dengan sederhana. "Maafkan aku." Chorong masih memalingkan wajahnya. Perlahan Woohyun memutar sedikit tubuhnya untuk menghadap ke arah Chorong. Ingin sekali ia memeluk wanita itu namun sekali lagi, hal itu hanya angannya semata.

 

 

"Maafkan aku, Ronggie. Saat itu aku merasa bahwa aku penyebab dari segalanya dan aku tak sanggup bertanggung jawab atas apa yang telah kuperbuat. Aku merasa tak berguna saat melihatmu bertaruh nyawa." Woohyun menghentikan kalimatnya. Sejenak ia mengalihkan pandangan ke arah langit gelap dan membuang nafas berat.

 

 

"Maafkan aku yang pergi begitu saja, aku berfikir dengan kepergianku akan membuatmu kembali seperti semula. Kembali seperti Chorong saat sebelum bertemu dengan....."

 

 

PLAK!

 

 

"Cukup!" Woohyun hanya terdiam setelah Chorong menampar pipinya. Ada rasa marah dan sedih terpancar dari sorot mata wanita itu. "Woohyun, kau tak akan pernah bisa mengembalikan kaca yang sudah pecah seperti semula. Kau sangat egois."

 

 

"Kau pergi begitu saja dan memutus segala kontak denganku. Mengapa? Mengapa kau melakukannya? Kau ingin membuangku setelah menggunakanku?" Chorong tak sanggup menahan tangisnya. Wanita itu menangis dihadapan Woohyun.

 

 

"Aku sangat membutuhkanmu saat itu. Sangat berat sekali melewati hari-hari tanpamu ditambah dengan kehilangan janin begitu saja. Kau tak akan pernah mengerti apa yang kurasakan saat itu... Ak...." Kalimat Chorong terputus saat Woohyun mendekap erat tubuhnya, namun Chorong berusaha untuk melepaskan diri. "Woohyun! Lepaskan!" Kata Chorong disela-sela isak tangisnya.

 

 

"Maafkanku, Ronggie."

 

 

"Lepaskan!"

 

 

"Maafkanku." Semakin keras usaha Chorong untuk melepaskan pelukan Woohyun maka semakin erat pria itu memeluk wanitanya. Woohyun memeluk erat Chorong seakan tak ingin melepaskan wanitanya untuk yang kesekian kali. Tanpa terasa setetes air mata Woohyun terjatuh. “ Ronggie, maafkan aku. Saat itu, aku pergi dengan hati yang hancur. Aku tak hanya menyakitimu. Aku juga menyakiti hati ayahmu. Aku benar-benar kalut saat itu. Mengetahui kau kehilangan janin akibat kecelakaan itu juga membuatku putus asah.”

 

“Aku memang pergi meninggalkanmu dan sempat ingin melupakanmu, tapi segala usaha yang kulakukan untuk lari darimu tak pernah....”Woohyun menggantung kalimatnya dan perlahan melepaskaskan pelukannya. Dilihatnya Chorong menundukkan kepalanya. Wanita itu masih menangis. Woohyun menghampus air mata Chorong seraya berkata, “ aku tak pernah bisa melupakanmu, Ronggie. Sejauh apapun aku pergi, aku tak pernah bisa lari darimu. Dan aku mengerti arti kehilangan. Kehilangan dirimu sungguh menyesakkan, Ronggiee. “ Woohyun menenggelamkan kepalanya pada bahu Chorong. “ Maaf aku terlambat untuk kembali Ronggiee. B-bisakah kau menerimaku?” Tanya Woohyun dengan suara parau.

 

Untuk sejenak suasana kembali lenggang. Chorong masih belum menjawab. Wanita itu masih terisak. Perlahan Woohyun melingkarkan lengan pada bahu Chorong yang masih bergetar. “ Aku memang tak bisa memperbaiki masa lalu, tetapi jika kau masih mau menerimaku, kita masih memiliki masa depan, Ronggie. Kita bisa menatanya kembali. Aku tak akan memaksa pilihanmu, aku akan menghargai keputusanmu. Apa kau bisa menerimaku kembali?” Woohyun mengulangi pertanyaannya. Woohyun sungguh berharap Chorong akan memberikan jawaban.  Namun nampaknya, ia salah Chorong tak memberikan jawaban atau tanggapan yang berarti. Perlahan Woohyun melepaskan pelukannya.

 

Ia tersenyum tipis. Mungkin ia terlalu berlebihan meminta Chorong untuk memutuskannya saat ini juga. Ia sudah pergi meninggalkan wanita itu selama sepuluh tahun lebih dan kini ia meminta wanita itu menerimanya kembali. Bodoh!  

 

Woohyun menundukkan kepalanya sejenak. Ia tak sanggup memungkiri perasaannya- ia sedih. Chorong tak akan mungkin kembali lagi padanya. Ia harus menghormati keputusan Chorong. Setidaknya, ia sudah menjelaskan kejadian malam itu dan bagaimana perasaannya pada Chorong. Woohyun menghela nafas. Ia masih melihat Chorong terisak.

 

Perlahan Woohyun mengambil sebuah sapu tangan dari saku mantelnya. “ Baiklah, Ronggie. Aku bisa mengerti. “ Woohyun memberikan sapu tangan itu pada Chorong. Sejenak keduanya saling memandang. “ Aku akan menunggumu di dalam mobil. Mari kuantar pulang.”

 

-

 

Suasana kembali kaku. Woohyun menjadi sangat canggung kepada Chorong. Waktu sudah menunjukkan pukul 3;43 a.m. Woohyun menepikan mobil sedannya pada bahu jalan depan apartement Chorong.

 

Woohyun segera turun dari sedannya untuk membukakan pintu Chorong. Mungkin untuk yang terkahir kalinya, Woohyun mentap Chorong saat wanita itu keluar dari sedannya. Woohyun tersenyum tipis pada Chorong sebelum membiarkan wanita itu berjalan ke arah gerbang apartement.

 

“Ronggie.” Chorong pun menghentikan langkahnya dan memutar sedikit tubuhnya untuk melihat Woohyun. “ Sampai jumpa lagi. Senang bertemu denganmu. Siang ini aku harus kembali ke Canada. Selamat beristirahat.” Woohyun tak mengharapkan banyak dari Chorong. Yang terpenting ia sudah menyampaikan maksudnya. Ia sudah mengikuti kata hatinya. Setidaknya ia sudah mencoba. Dan inilah hasilnya.

 

Wanita itu tak memberikan jawaban apapun selain anggukan samar sebelum masuk ke dalam apartement.

 

-

 

Jadwal penerbangan Woohyun hanya tersisa satu setengah jam lagi. Ia sudah berjalan masuk ke dalam lobi bandara untuk melakukan boarding pass. Tak banyak yang dibawa oleh Woohyun hanya satu set ransel dan satu kantong souvenir  untuk rekan kerjanya. Woohyun mentap geli souvenir yang ia bawa. Rasanya ia seperti seorang maniak K-Pop idol. Temannya harus membayar lebih untuk ini.

 

Woohyun pun menghentikan langkahnya saat ada satu panggilan masuk dari ponselnya. Woohyun pun segera menjawab panggilan itu.

 

Ah! Woohyun mendengus geli, panjangan umur juga temannya itu. “Hai, Hyung. Kita memenangkan negosiasinya. Kau memang benar, akhirnya kita sudah mendapatkan izin untuk melaksanakan proyeknya dengan strategi yang kau rencanakan dua minggu yang lalu. Dugaanmu tak pernah meleset.”  

 

“Hey, sungguh aneh sekali mendengarmu memanggilku ‘Hyung’ dengan aksen Amerika-mu. Bagiamana kau menjelaskan rincian proyek kita kepada Tuan Louis? Kau tidak kencing di celama kan?” Canda Woohyun, ia mendengar temannya mendengus kesal.

 

“Oh, come on! Aku tidak seamatir itu. Aku sudah lama menunggu proyek ini dan begitu mendapatkannya aku tak akan menyia-nyiakannya. Aku akan menjemputmu nanti! Aku akan mencertikan detailnya.”   Woohyun terkekeh senang mendengar suara ceria temannya.

 

“Okay, good job Eric.”

 

Woohyun hendak mengakhiri panggilannya, namun ia mengurungkan niatnya ketika mendengar temannya memanggilnya di telepon. “Hey, kau tak lupa dengan titipanku, kan?”

 

 

Woohyun tertawa, “ kau tenang saja. Album terbaru Red Valvet dengan tanda tangan masing-masing member, poster dan pernak-pernik lainnya. Apa kau puas?”

 

 

Woohyun menjauhkan ponselnya ketika mendengar tawa girang temannya dan terdengar juga kata yang sungguh tak enak untuk didengar. “Hyung sarangheyo!”  Tak ingin mendengar lebih, Woohyun pun memutuskan untuk mengakhiri panggilannya. Woohyun mendngus geli seraya memasukkan ponselnya kembali.

 

Di dunia ini, kebahagian dan kesedihan itu selalu berimbang. Ada kalanya kau kehilangan sesuatu namun hal itu akan tergantikan dengan hal yang lain. Seperti apa yang sedang Woohyun rasakan. Meski pahit, meski tak sanggup membawa Chorong kembali dalam hidupnya, perjalanan hidup Woohyun akan terus berjalan. Mungkin memang ini jalannya. Setidaknya ada satu tender besar yang telah ia menanggkan kali ini. Woohyun bisa menyembunyikan kesedihannya dengan berita menyenangkan itu.

 

Mustahil memang untuk melupakan Chorong, tapi biarlah kenangan itu ia simpan meski pahit- Woohyun tak akan melupakannya. Sesampainya nanti di Canada, ia akan membenamkan diri dengan kesibukkan proyek barunya.

 

Semenjak kejadian itu, Woohyun memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke Amerika sesuai saran kedua orang tuanya. Ia memutuskan segala kontak yang berhubungan dengan Chorong. Saat itu ia tak ingin membuat Chorong terluka. Ia ingin Chorong kembali seperti semula- sama seperti sebelum bertemu dengan dirinya.

 

Selama di Amerika- keadaan Woohyun tidak sepenuhnya baik. Ia pergi dengan hati yang hancur saat itu. Sangat sulit sekali menyatukan serpihan hati yang telah hancur. Ia masih terbawa dengan kenangan malam itu. Ia masih diburu oleh rasa bersalah. Rasa sesal itu sungguh menyesakkan. Sedikitpun ia tak sanggup lari dari banyangan Chorong.

 

Hanya satu yang dilakukan Woohyun untuk menghindari kenangan tentang gadis bernama Park Chorong- ia memilih untuk berkerja paruh waktu di beberapa kedai dan cafe. Ia memilih untuk menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas. Hingga ia lulus kuliah pada salah satu Universitas ternama di Amerika,  ia membuka satu kedai kopi dan meneruskan firma real estate yang dibangun orang tuanya di Canada.  Kedai kopi miliki Woohyun tidak begitu besar, namun kedai itu cukup nyaman dan tenang.  Selain itu, Woohyun terbilang lihai dalam bernegosisai dengan pemilik tender hingga ia mampu mendapatkan proyek bernilai tinggi. Dari sanalah usaha real estate keluarga Nam di Canada berkembang pesat.

 

Woohyun pun bergegas untuk berjalan menuju pintu masuk lobi boarding pass saat mendengar suara operator mengingatkan jadwal penerbangan ke Canada. Sebelum itu, ia sempat menengok ke belakang, konyol memang- hatinya tak pernah berbohong. Ia masih berharap Chorong akan datang menemuinya. Woohyun menghela nafas berat- ia tahu hal itu tak akan mungkin terjadi, tak akan mungkin. Ronggie, sampai berjumpa lagi, semoga kau bahagia dengan jalan yang kau pilih.

 

Woohyun berjalan ke arah pemeriksaan tiket dan identitas. Tak membutuhkan waktu yang lama security memperbolehkan Woohyun masuk. Woohyun mengalihkan perhatiannya ke arah maskapai penerbangan ke Canada. Ada beberapa orang yang antri untuk boarding pass. Tanpa pikir panjang Woohyun berjalan ke sana.

 

“Woohyun!”  Seketika Woohyun menghentikan langkahnya saat mendengar seorang wanita memanggil namanya. Suara wanita itu sangat familiar di telinga Woohyun.  Perlahan Woohyun pun memutar tubuhnya untuk melihat pemilik suara itu. Woohyun sempat terdiam melihat Chorong berdiri di pintu pembatas lobi seraya mengatur nafasnya. “Tunggu, ada yang tertinggal. ”

 

Woohyun yang masih tak percaya dengan apa yang ia lihat, perlahan ia berjalan ke arah Chorong.  Samar-samar Woohyun mendengar Chorong mencoba meminta izin untuk masuk “Aku tak akan lama. Hanya ingin memberikan sesuatu pada pria itu.”  Woohyun menghentikan langkah, saat Chorong mendapatkan izin masuk.

 

Kini wanita itu berdiri tepat di hadapan Woohyun. Hati Woohyun terasa hangat saat melihat seulas senyum Chorong. “Apa yang tertinggal, Ronggie?”

 

“Ini.” Chorong menyerahkan sapu tangan milik Woohyun. Chorong mendengus kecil. “Sapu tangan ini bukan milikku, maka dari itu aku harus mengembalikannya.”

 

Woohyun mengeluarkan tawa kecil. Woohyun tak sanggup menutupi perasaannya. Kejadian ini sama seperti saat itu. Sepuluh tahun yang lalu, Chorong juga mengembalikan sapu tangan miliknya. “ Kau bisa menyimpannya.“  Namun wanita itu menggelengkan kepalanya dan mau tak mau Woohyun pun mengambil sapu tangannya. “ Terimakasih, Ronggie.”  

 

“Iya.” Chorong tersenyum kecil dan menundukkan kepalanya sedikit.

 

Melihat hal itu, Woohyun masih hafal dengan kebiasaan Chorong. Wanita itu akan menundukkan sedikit kepalanya saat ingin mengucapkan sesuatu. “Wae? Apa ada yang ingin kau sampaikan?”

 

Perlahan Chorong menganggukkan kepalanya dan mentap Woohyun, “ waktuku tak banyak, apa jawabanku masih berlaku saat ini?”

 

Woohyun terkesima. “ Seseorang mengatakan padaku bahwa hati tak pernah berbohong. Maaf atas sikapku selamam. A-aku masih belum bisa menerima kedatanganmu saat itu. Aku masih tak bisa mengendalikan emosiku, saat aku melihatmu – yang selalu kuingat adalah saat dimana aku tersadar dari masa kritisku dan aku hanya ingin melihatmu saat itu, namun kau tak ada. Aku sangat kecewa padamu. Itu sebabnya aku berusaha untuk memutup diri darimu.”

 

“ Kau benar, kita tak akan bisa memperbaiki masa lalu. Tapi kita masih memiliki masa depan? Aku tak ingin menutup hatiku padamu lagi. Maaf semalam aku sempat mengecewakanmu. Woohyun, aku j-juga ingin memiliki masa depan bersamamu.” Chorong mengigit bibirnya gugup saat melihat Woohyun terdiam di tempatnya.  Chorong pun menundukkan kepalanya malu. “Apa pengakuanku sudah tak berlaku lagi?” Tanya Chorong dengan suara kecil.

 

Siapapun orang yang sanggup membuat hati Chorong berubah, Woohyun sangat berterimakasih padanya. Woohyun tak sanggup menahan gejolak hati yang membuncah. Ini seperti mimpi. Woohyun tersenyum dan menarik Chorong dalam pelukannya. Tak ada yang bisa melukiskan bagaimana perasaan Woohyun saat ini, “ aku senang mendengarnya, Ronggie. Terimakasih kau telah menerimaku kembali. “ Perlahan Chorong pun melingkarkan lengannya untuk membalas pelukan Woohyun.

 

“Apa kau harus pergi sekarang?” Tanya Chorong dalam dekapan Woohyun.

 

“Iya. Aku harus segera kembali karena ada proyek baru yang harus kami kerjakan.” Perlahan Chorong melepaskan pelukannya. Wanita itu menatap Woohyun sejenak dan kemudian mengangguk mengerti. Woohyun tersenyum dan menangkup wajah Chorong. “ Kau tak perlu khawatir, aku tak akan meninggalkanmu lagi. Mungkin tiga minggu lagi aku akan datang kemari.”

 

“Aku bukan lagi siswi SMU yang mudah kau beri janji-janji palsu, Namu!” Woohyun terkekeh geli. “Semoga proyek barumu berjalan dengan lancar. Aku akan menunggumu di sini. “ Chorong tersenyum pada Woohyun.

 

Entah sudah berapa lama, Woohyun tak merasakan kehangatan ini. Senyum tulus Chorong membuatnya terasa lengkap. Woohyun bersyukur Tuhan telah mengabulkan harapannya.  Badai telah berlalu. Saatnya melanjutkan kisah yang sempat terhenti dan menata masa depan. Karena pada dasarnya, kita hanya perlu memaafkan masa lalu dan memperbaikinya untuk masa depan yang lebih baik. “Iya, terimakasih, Ronggie. Aku akan kembali.” Woohyun pun mencium kening Chorong sebelum pergi.

-

 

EPILOG

 

Chorong masuk ke dalam apartemennya. Ia berjalan lemah ke arah sofa dan mendudukan dirinya di sana. Chorong memeluk kedua lututnya dan membenamkan kepalanya. Chorong masih tak bisa menghentikan tangisnya. Kedatangan Woohyun yang begitu tiba-tiba membuatnya tak siap. Kedatang Woohyun kembali membuatnya kembali mengingat masa itu. Kenangan kelam yang hanya menyisahkan luka.

 

Entah bagaimana Chorong bisa memaafkan pria itu?

 

Tidak, tidak semudah itu memaafkan Woohyun. Pria itu sudah meninggalkannya di saat ia terjatuh. Ia harus berdiri sendiri untuk melanjutkan hidup saat itu. Tidak mudah untuk menata ulang kehidupan tanpa pria itu. Disaat Chorong telah berhasil menata hidupnya, Woohyun pun datang begitu saja membawa kenangan masa lalu itu. Apakah harus menyesal dan merasakan kehilangan dulu untuk datang kembali?

 

“Kau sungguh egois, Namu.”

 

BRTTT BRTT

Ponsel Chorong berdering, ada satu panggilan masuk. Chorong mengambil ponsel yang ada di sakunya. Dilihatnya, panggilan itu dari Ayahnya.  Chorong pun berusaha untuk menghentikan tangisnya dan menghapus air mata. Chorong menghembuskan nafas berat sebelum menerima panggilan itu.

 

“A-ayah, mengapa menelponku sepagi ini?” Chorong berusaha untuk terdengar baik-baik saja. Ia berusaha keras menyembunyikan sisa isak tangisnya.

 

“Ada apa dengan suaramu? Apa kau sakit?” Chorong menggelengkan kepalanya dan berkata ‘tidak’ Chorong mencari alasan agar tidak membuat ayahnya khawatir. Terdengar hembusan nafas disebrang sana, mungkin ayahnya tahu bahwa ia sedang berbohong. “ Iya, ayah mengerti. Ronggie, ayah ingin m...”

 

“Apa salah satu murid ayah berhasil masuk ke babak final musim ini?” Chorong memotong ucapan Ayahnya.

 

 

“Iya, murid-muridku tak pernah mengecewakanku. Mereka masuk ke dalam babak final.”

 

 

Chorong tersenyum kecil. “Aku senang mendengarnya, ayah jangan terlalu capek ya. Meski kau sangat sibuk musim ini. Aku yakin dojo bela diri ayah akan menang musim ini.” Chorong mendengar ucapan terima kasih dari ayahnya.

 

 

“Ronggie, apa kau sudah bertemu dengan Woohyun?” Senyum Chorong memudar, ia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan ayahnya. “Ronggie, apa kau masih mendengar ayah? Dua hari yang lalu, Woohyun datang menemui ayah.” Jantung Chorong bergemuru. Ia tak menyangka Woohyun telah berjalan sejauh itu. Menemui ayahnya? “ Maafkan ayah yang terlalu keras padamu waktu itu. Tak seharusnya ayah memisahkan kalian berdua.”

 

 

“Bagi ayah, kau adalah harta yang paling berharga. Ayah tak rela sedikit pun bila ada yang menyakitimu. Ayah sangat terkejut dan kalut saat itu, ayah mengusir pergi Woohyun yang datang di rumah sakit untuk menunggumu sadar.Ayah bahkan menghapus seluruh pesan dan panggilan Woohyun di ponselmu saat itu- agar kau tak mengingatnya kembali. Maafkan ayah.” Chorong kembali meneteskan air mata. Ia tak pernah tahu hal ini.

 

“Ronggie, setiap orang pernah melakukan kesalahan. Tak terkecuali ayah. Ayah, tak ingin melakukan kesalahan untuk kedua kalinya, ayah akan menerima apapun keputusanmu asal kau bahagia. Ayah rindu dengan senyum tulusmu yang dulu. “

 

“Ayah, aku....” Chorong membekap bibirnya. Ia tak sanggup berkata. Air matanya sudah tak terbendung . Chorong menangis.

 

“Ronggie, kau harus mengikuti suara hatimu. Hati tak akan pernah berbohong, nak. Maafkan ayah yang salah menilai tentang Woohyun. “ Chorong mengangguk kepalanya. Ia akan mengikuti kemauan hatinya.

 

“Terimakasih, Ayah. “ Setelah Chorong kembali tenang, Tuan Park menutup panggilannya.

 

Chorong masih tak bisa menahan perasaannya. Ia telah salah. Woohyun tak membohonginya. Pria itu datang saat itu. Chorong teringat sesuatu, ia belum mengembalikan sapu tangan pria itu. Perlahan Chorong mengambil sapu tangan itu di saku mantelnya. Chorong tersenyum kecil melihat sapu tangan itu. Aku harap aku tak terlambat untuk mengembalikannya.

 

-

 

AN: Maaf update-nya kelewatan lama banget, jujur FF ini draftnya sudah sangat lama dan plotnya sudah ada namun author merasa kurang sreg dengan ploting yang sudah ada, sehingga mau tak mau saya mem-ploting ulang untuk chapter terakhir ini. Terimakasih sudah menunggu dan sebenarnya FF ini sudah di post di wattpad resmi mnj secara bertahap dan untuk kali ini, saya mem-posting seluruh bagian dari Man In Love- Officially Missing You final chapter ini. Semoga suka dan terbayar rasa menunggunya ^^

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
casperkim
#1
Chapter 1: Bagus :v
fridashaf #2
Chapter 1: Duh ini keren ff nya.. Ayo min lanjutin ff nya ya, please please -3- di tunggu yaw!