Final

One Last Time

Note : Italic selain untuk lirik, juga untuk flashback. :)

_______________________________________

I was a liar, I gave into the fire
I know I should've fought it
At least I'm being honest

 


"Aku rasa ... hubungan kita cukup sampai disini."

 

Jihoon tiba-tiba teringat pada perkataan mantan kekasihnya lima minggu yang lalu--saat hubungan mereka kandas karena kesalahan Jihoon sendiri. Selama tiga tahun seorang Jihoon mencintai laki-laki itu, ia tidak pernah jujur bahwa orangtuanya melarang hubungan mereka. Ia selalu berkata bahwa hubungan keduanya disetujui. Padahal, kedua orangtua Jihoon ingin menikahkannya dengan seorang perempuan--bukan laki-laki--pilihan ayah Jihoon. Entah bagaimana, Mr.Lee percaya bahwa dirinya dapat memilih orang yang tepat bagi putranya. Ayahnya sangat menentang hubungan keduanya. Bagi ayahnya, mantan kekasihnya membawa pengaruh buruk dan tidak sesuai dengan keluarga Jihoon yang notabene-nya kelas atas. Demi hati dan cintanya, Jihoon terpaksa berbohong.

 

Lima minggu setelah kata-kata itu terucap, Jihoon mengetahui bahwa mantan kekasihnya sudah memiliki kekasih baru. Hari ini, sahabat karibnya sejak kecil, Kwon Soonyoung menyebutkan sebuah nama yang tak asing. Yoon Jeonghan.

 

Semua orang rata-rata pernah mendengar nama itu. Yoon Jeonghan ataupun Yoon Cheonsa, merupakan laki-laki dengan rambut panjang yang menawan banyak hati perempuan dan laki-laki--termasuk Choi Seungcheol, mantan kekasih Lee Jihoon.

 


Feel like a failure, cause I know that I've failed you
I've should've done you better
Cause you don't want a liar

 


"Mengapa--mengapa baru kau katakan sekarang, Lee Jihoon? Setelah bertahun-tahun kita bersama ... mengapa baru sekarang kau menceritakan semua ini padaku? Padahal ... aku sudah sangat yakin bahwa kaulah orang terakhir yang ingin aku cintai sepenuh hatiku ... Jihoon-ah ..."

 

Jihoon tak dapat menahan airmatanya lagi. Orang yang selalu ada di kondisi apapun dalam hidup Jihoon kini tak lagi ada di sisinya. Nada bicaranya berubah ... jarak diantara mereka pun bertambah ... hanya karena kebohongan yang Jihoon berikan mengenai hubungan mereka. Seungcheol tak pernah khawatir tentang orangtua Jihoon--tentu saja karena Jihoon selalu bilang bahwa mereka baik-baik saja dengan hubungan keduanya dan sudah memikirkan rencana pernikahan. Ingin rasanya Jihoon menarik kembali kata-katanya, tapi sudah terlambat.

 

Seungcheol sudah menjauh ...

 

"Aku ... aku berharap kau ingin berjuang bersamaku, Cheol-ah. Aku ingin-"

 

"Jihoon-ah ... aku tidak bisa memaksa kedua orangtuamu. Tak akan hal yang akan berubah, walaupun kau dan aku bersama-sama. Pergi pun tak akan menyelesaikan masalah. Mungkin ... ini saatnya untuk melepaskan segalanya ..."

 

 

Satu tetes air mata mengalir di pipi Jihoon, mengulang kenangan tentang sosok yang pertama kali dilihatnya sesaat ia membuka matanya. Tentang sosok yang terakhir ia lihat sebelum ia menutup matanya. Dan sosok terakhir yang ingin Jihoon lihat saat matanya menutup dan tak sanggup untuk terbuka kembali. Jihoon tak bisa berkata apa-apa lagi. Kini Seungcheol sudah berada di pelukan orang lain, bukan dirinya. Seungcheol terasa jauh ... bak bintang-bintang yang menghiasi malam-malam indahnya dulu. Mungkin raganya dekat--Jihoon masih bisa menemuinya di kafetaria atau di Fronting, klub langganan mereka--tapi mereka sudah jauh ... dan dibatasi oleh Jeonghan.

 

Kini Jihoon merasakan bagaimana ditinggal oleh orang yang ia sayang, orang yang sedari dulu ingin dirinya miliki. Berbagi pun Jihoon tak rela. Tapi harum parfum itu kini telah tiada. Pelukan hangat dan sentuhan-sentuhan kecil namun menggetarkan hati itu pun sudah tiada. Hanya ada kenangan yang masih terukir dalam benak Jihoon. Hanya itu.

 

Dan Jihoon masih belum bisa merelakan Seungcheol ...

 

Mungkin ... satu hari nanti?

 


And I know, and I know, and I know
He gives you everything but boy I couldn't give it to you

 


Jihoon melihatnya hari ini. Kafetaria, dua orang, romantis--laporan singkat Jihoon tentang Seungcheol dan Jeonghan. Mereka berdua bercanda tawa, tentu saja tanpa menyadari bahwa waktu berputar diantara mereka. Jihoon melihat itu, semuanya, dan ia seharusnya tak cemburu. Dirinya tidak akan pernah menjadi seorang Choi Jihoon--mungkin juga tidak akan pernah di kehidupan selanjutnya. Hanya akan ada Choi Jeonghan.

 

"Jihoon-ah, gwaenchana? Aku tahu kau sedang memikirkan Seungcheol tapi ... bagaimana kalau kau ikut aku dan Seokmin pergi setelah ini?" Tanya Soonyoung ketika Jihoon baru saja berjalan melewati pintu kafetaria.

 

"Ah tidak, kalian pergi saja. Aku tak mau mengganggu kalian. Lagipula, kau dan Seokmin selalu saja bermesraan di depan umum." Ucap Jihoon tanpa mengalihkan pandangannya dari meja Seungcheol dan Jeonghan, memikirkan bahwa dahulu Jihoon-lah yang ada disana, bukan Jeonghan.

 

"Jihoonie~ Jihoonie~ kau tak mau menjawabku?" Choi Seungcheol, kekasih dari seorang Lee Jihoon memanggil-manggil namanya di tengah suara bising di kafetaria.

 

"Kita sedang berada di kafetaria, Seungcheollie-ku sayang~ jaga ucapanmu." Ucap Jihoon dengan suara pelan sembari tetap fokus pada pekerjaannya. Jihoon sedikit menurunkan kepalanya, mencoba menyembunyikan pipinya yang mulai merona.

 

"Aigoo, nae Jihoonie neomu kwiyeowo~ saranghae bbyong!"Ucap Seungcheol lalu mencium pipi Jihoon. Jihoon hanya bisa terdiam lalu tersenyum.

 

"Choi Seungcheol!" Ucap Jihoon berbisik. Ia tak ingin 'memarahi' Seungcheol ditengah kafetaria yang luas. Terlebih, banyak orang yang mungkin menatap kearah mereka.

 

"Psst!" Ucap Seungcheol sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir Jihoon. "Kau harus makan, Jihoonie. Akan ku kembalikan pekerjaanmu nanti." Ucap Seungcheol yang ternyata sudah menyembunyikan pekerjaannya dan tersenyum.

 

 

"Lee Jihoon, kau tidak apa-apa?" Tanya Seungkwan, adik kelas Jihoon yang kebetulan mengenalnya dari klub vokal grup.

 

"Itu Jihoon-hyung bagimu dan ya ... sepertinya aku baik-baik saja ..."

 

 

And I know, and I know, and I know
That you got everything but I got nothing here without you

 

 

"Hyung! Lihat Jeonghan-hyung dan Seungcheol-hyung! Mereka serasi seka-"

 

Belum sempat Hansol menyelesaikan kalimatnya, tangan Seungkwan sudah berhasil menampar pundak Hansol. Saat Hansol ingin sekali menanyakan mengapa Seungkwan kurang ajar seperti ini, jemari Seungkwan sudah menunjuk kearah Jihoon. Hansol langsung menyadari kesalahannya. Jujur, Hansol memang tidak begitu dekat dengan Jihoon. Ia mengenal Jihoon dari Seungkwan yang selalu ada bersamanya setiap saat.

 

"Maafkan aku, Jihoonie-hyung." Ucap Hansol. Tapi telinga Jihoon tertutup karena pikirannya terfokus pada satu hal--laki-laki di meja arah pukul 2 itu.

 

 

 

Aku bahagia saat kau bahagia ... sesederhana itu

 

 


So one last time, I need to be the one who takes you home
One more time, I promise after that I'll let you go
Baby I don't care if you got him in your heart
All I really care is you wake up in my arms


I don't deserve it, I know I don't deserve it
But stay with me a minute, I swear I'll make it worth it


*knock knock*

 

Jihoon sedang memikirkan tentang apa yang harus ia lakukan untuk tugas akhirnya--juga sebagai alasan agar ia tidak berlarut-larut memikirkan Seungcheol--saat terdengar bunyi ketukan pintu apartemennya. Ia membuka pintu apartemennya dan dihadapannya berdiri seorang Choi Seungcheol yang entah sudah berapa lama tak pernah muncul dihadapannya.

 

"Ada barang-barangku yang tertinggal. Bolehkah aku masuk untuk mengambilnya?" Tanya Seungcheol tanpa basa-basi. Bahkan kau masih saja menjaga perasaanku, Choi Seungcheol.

 

"Ma-masuklah."

 

Seungcheol melangkahkan kakinya masuk ke apartemen yang pernah ia tempati dulu. Jujur saja, ia merindukan semua hal ini--walaupun otaknya mengatakn bahwa Jihoon telah menyakitinya terlalu dalam. Detik ini, otak dan hati Seungcheol masih belum bisa bekerjasama.

 

"Dimana barang-barangku, Jihoon-ah?" Tanya Seungcheol.

 

"Oh ... di dalam rak diatas dapur, kedua dari kiri." Ucap Jihoon. Seungcheol segera mencari tempat yang baru saja Jihoon sebutkan. Entah apakah Seungcheol masih mengingat tentang dimana letaknya atau tidak. Bersamaan dengan itu, Jihoon sedang mengumpulkan keberanian untuk menanyakan sesuatu. What if ...

 

"Choi Seungcheol," ucap Jihoon sebelum menarik nafas yang dalam lalu menghembuskannya, mempersiapkan diri dan hatinya. "Dapatkah kau tinggal disini sebentar? Setidaknya lima menit saja? A-aku tahu aku tak pantas meminta hal ini tapi ... aku mohon ..."

 


Can't you forgive me, at least just temporarily
I know that this is my fault, I should've been more careful

 


"Untuk detik ini sampai lima menit kedepan ... dapatkah-dapatkah kau memaafkan semua kesalahanku?" Seungcheol tercekat. Ia sepertinya mengerti arah pembicaraan Jihoon padanya. Namun Seungcheol memutuskan untuk menunggu.

 

"Sementara saja ... aku akui bahwa aku salah tapi ... " Seungcheol melihat Jihoon menarik nafas, lalu mulai berucap. "Dapatkah kau berpura-pura lupa mengenai pacar barumu itu dan berpura-pura mencintaiku lagi untuk lima menit kedepan?"

 

Seungcheol merasa nafasnya tercekat. Ia tak menyangka bahwa Jihoon, laki-laki yang dulu pernah bersamanya--dan masih sangat ia cintai, walaupun otaknnya tidak mau mengakuinya--mengatakan hal seperti itu.

 

"Kau ... hanya butuh lima menit, iya kan?" Tanya Seungcheol.

 

Jihoon mengangguk.

 

Entah dimulai dari detik keberapa, Seungcheol sudah meraih tangan laki-laki yang pernah mengisi hidupnya itu, membawa sosok kecil itu kedalam pelukannya. Seungcheol menempelkan dadanya ke punggung orang yang sampai detik ini masih ia anggap keajaiban terindah yang pernah terjadi dalam hidupnya. Tanpa Seungcheol tahu, air mata Jihoon terus jatuh, membasahi pipi yang selalu saja Seungcheol puja dari dulu. Bagaimana pipi itu bisa memerah dengan cepat, bagaimana pipi itu bisa menggembung demi membawa sang pemilik keluar dari rasa bersalah, dan bagaimana pipi itu menjadi tempat yang paling Seungcheol sukai untuk menempelkan bibirnya.

 

Mereka bertahan. Seungcheol tidak melepaskan pelukannya, begitupula Jihoon. Mereka membiarkan nafas mereka bersatu, membiarkan detak jantung mereka seirama. Seungcheol tahu ini kali pertama dan terakhir. Ia tak ingin Jeonghan hanya menjadi pelampiasannya saja. Dan ia berjanji, setelah lima menit ini berakhir, ia akan melupakan Jihoon demi Jeonghan.

 

Seungcheol mengeratkan pelukannya, tak membiarkan udara dingin masuk melalui celah-celah tubuh mereka. Seungcheol pun menahan kedua lengan Jihoon dengan lengannya, persis seperti dulu. Lima detik tersisa, dan Seungcheol tahu apa yang ia inginkan saat Seungcheol menghapus sedikit demi sedikit jarak yang membatasi mereka berdua.

 


One last time, I need to be the one who takes you home

 


Semua orang berdiri sembari bertepuk tangan. Jihoon membuka matanya, menyadari bahwa ujian akhirnya telah berakhir. Semua emosi dan perasaan yang terpendam telah ia curahkan dalam lima menit penampilannya. Di barisan penonton paling depan, Jihoon melihat kedua orangtuanya dan teman-temannya bertepuk tangan dan tersenyum atas keberhasilannya. Jihoon pun tersenyum membalas sorak-sorai penonton padanya. Namun bola matanya bergerak kesana-kemari, mencari seseorang yang menjadi inspirasi utamanya menyelesaikan tugas akhirnya dengan brilian. Lagu One Last Time dari Ariana Grande diubahnya dengan aransemen piano dan biola yang menyayat hati. Siapapun dapat mengetahui bahwa sangat banyak emosi bercampur aduk dalam penampilan Jihoon. One Last Time, satu-satunya kata yang ia butuh ucapkan pada satu-satunya orang yang paling berharga selain keluarganya. Jihoon pun menunggu, sembari berharap pada satu kesempatan lagi ...

 


Kesempatan yang mungkin takkan pernah datang ...

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ichirth
#1
Chapter 1: jicheol angst... uuggghhh :" feels..... ㅠㅠ
FrainZL #2
Chapter 1: Too much feels..duh sedih :( good job author nim :)
lakeofwisdom
#3
Chapter 1: Bagus banget ceritanyaaa I cried ㅠㅠ