Prologue

Standing Right In Front Of You

Aku berdiri di gerbang depan kampus Birkbeck. Angin berhembus kencang meniup rambutku. Aku segera mencari sesuatu di dalam tasku, entah karet rambut atau jepit rambut yang dapat membuat rambuku lebih rapi dan tidak tertiup angin. Aku mengikat satu rambutku membentuk ponytail dengan karet rambut berwarna abu-abu yang aku temukan di dalam tasku. Aku memandang langit yang semakin gelap. Aku rasa hujan akan turun sebentar lagi. Aku berulang kali melihat handphoneku tetapi tidak ada notifikasi apapun. Orang-orang berlalu lalang melewatiku, ada yang menyapaku, ada yang tidak, beberapa aku menganalnya, beberapa aku tidak mengenal mereka. Aku salah satu make up artist terbaik di kampus ini sehingga lebih banyak mereka yang mengenalku dibanding aku mengenal mereka. Akhirnya yang aku tunggu datang juga. Louis menghentikan mobilnya tepat di depanku. Aku segera masuk ke dalam mobilnya.

Louis adalah teman masa kecilku. Kami berpisah setelah lulus sekolah dasar. Aku harus pindah ke LA untuk melanjutkan sekolahku disana. Aku kembali ke London untuk menjalani pendidikan Strata 1 ku di kampus Birckberck, Universitas London, di jurusan Make Up Artist. Selama satu tahun pertamaku berkuliah di kota ini aku berusaha mencari Louis. Aku sangat ingin bertemu kembali dengannya. Tapi aku tidak dapat menemukannya. Di tahun kedua aku mulai mendengar-dengar namanya sering di sebut di kalangan olah raga cabang sepak bola di kampusku. Katanya ia adalah kapten tim sepak bola di kampus Royal Holloway, Universitas London.

Setiap tahun Universitas London mengadakan kompetisi di cabang olah raga sepak bola dengan judul UL Trophy. Di tahun kedua Birkbeck kebetulan sekali Birkbeck bertemu dengan Royal Holloway di babak final. Akhirnya aku memaksakan diriku untuk hadir di pertandingan dimana aku belum pernah hadir di pertandingan-pertandingan yang sebelumnya. Tapi demi menemukan kembali teman kecilku aku datang ke pertandingan tersebut. Saat pertandingan selesai yang dimenangkan oleh Royal Holloway, aku memberanikan diriku untuk turun ke lapangan. Aku sudah memperhatikan Louis selama pertandingan dan kali ini aku akan secara langsung menghampirinya.

Di tengah lapangan yang sangat ramai yang didominasi oleh mahasiswa dari Royal Holloway karena kemenangan mereka aku tidak sengaja bertemu dengan salah satu teman dekatku saat kami bersekolah di LA. Kimberly Barker. Ia menjadi sahabatku sampai sekarang, bersama sahabatnya yang juga sahabatku saat ini, Cameron DeLonge. Dan lebih kebetulan lagi, Kimberly kenal dekat dengan Louis. Ia kenal Louis dan ketiga sahabatnya yang saat ini salah satu dari mereka, Liam Payne, adalah kekasih Cameron. Kimberly mengantarkanku pada Louis. Ini adalah bagian terburuk aku rasa. Louis sama sekali tidak mengingatku. Aku sangat kecewa dan meninggalkannya begitu saja.

Suatu pagi aku bertemu dengan Cameron saat aku pergi meninggalkan gedung IMG, aku berkerja sebagai model. IMG adalah manajemen yang menaungi karirku. Begitu juga dengan Cameron dan Kimberly. Cameron mengajakku untuk bergabung bersamanya pergi ke pesta kemenangan di rumah Louis. Aku tidak langsung mengiyakan karena aku masih ragu. Tapi saat aku memikirkannya kembali, aku rasa tidak ada salahnya untuk mencoba yang kedua kalinya.

Di rumah Louis, ternyata Louis masih tinggal di rumah yang sama saat kami bersekolah bersama dulu. Hanya beberapa bagian sudah di renovasi. Tapi aku masih mengingat semua tata letak ruangannya. Di tengah pesta yang sangat ramai aku membuka salah satu kabinet yang aku sangat ingat itu ada tempat keluarga Louis menyimpan album-album foto. Aku mengambil album foto dengan sampul berwarna merah berbahan kulit yang aku masih sangat mengingatnya berisi foto-foto kami berdua. Album itu sedikit berdebu. Aku membersihkannya dan mencoba menghampiri Louis yang sedang berbincang-bincang dengan anggota tim nya di sebuah ruangan bersofa.

Louis menatap ke arahku yang hanya berdiri diam di depannya dan memberikan kode kepada teman-temannya untuk meninggalkan kami sejenak. Aku duduk disamping Louis dan memberikan kepadanya album foto itu.

“Kau masih tidak mengingatku?”

Louis membuka album itu perlahan dan melihat isinya, lembar demi lembar. Sebuah senyum mulai muncul di wajahnya. Louis menutup album foto itu. Wajahnya memerah.

“Ya Tuhan. Jessie?” Jessie. Panggilan khusus yang dibuat Louis untukku. Dan ia hanya memanggilku dengan nama itu ketika kami hanya berdua. “Ya Tuhan.... “ Louis seperti tidak dapat berkata apapun. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.

“Kau tau betapa sedihnya aku ketika kau sama sekali tidak mengingatku kemarin di lapangan?” Aku tersenyum padanya. Aku sedikit terharu akhirnya ia mengingatku. Louis langsung memelukku erat.

“Jessie jessie jessie...” Louis memelukku lebih erat.

Aku melepaskan pelukannya. “Bagaimana bisa?” Aku menggelengkan kepalaku.

“Kau hanya.... Kau sangat berbeda...” Louis kembali memelukku. “Maafkan aku untuk apa yang terjadi kemarin ya.” Aku membalas pelukannya.

Louis mulai bertanya tentang aku, apa yang aku lakukan sekarang, dimana orang tuaku, dan banyak hal lainnya. Sejak pesta itu aku kembali dekat dengan Louis. Sangat dekat. Ia seperti kakakku. Aku sangat senang akhirnya kembali menemukannya. Aku rasa kami berdua sangat senang dapat bertemu kembali setelah sekian lama.

Aku rasa sudah cukup aku bercerita tentang nya. Saat ini aku duduk di mobilnya. Sebelumnya ia berjanji akan menjemputku untuk makan siang bersama. Dan disinilah kami sekarang. Di tahun ketiga kami berkuliah dan kami semakin dekat.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet