Final

Kontrol

Kontrol

.

I’ll take care of being hurt on my own,
So in return promise me one thing.
Promise me just this one thing.

Your place will always, forever be just how you left it,
So if by any chance you start to miss me again
Don’t worry about it and come back to me.

Come back.
Every single day I’m here shedding endless tears
while waiting for you, come back to me.
Come back.
You’re the only one who can end
this endless wait inside of me.

.

.

Pukul enam sore, mata lelahnya melirik gelisah pada jam yang melingkar di tangan. Lekas ia menutup dokumen yang terus membelenggunya beberapa hari ini. Lelah, pasti. Ia ingin cepat sampai rumah dan membaringkan tubuhnya yang seolah diperas hingga menghasilkan ribuan liter keringat. Sebagai seorang manajer muda menuntutnya harus mengejar semua agar dapat membuktikan ia layak dalam posisi ini.

Myungsoo, lelaki berwajah lebih tampan dari kebanyakan orang itu beranjak dari tempat duduknya. Ia membereskan cepat apa yang berserakan di atas meja sebelum meninggalkannya untuk pulang. Tak butuh waktu lama semuanya telah selesai.

“Pulang sekarang?” Sungyeol menyapa Myungsoo saat keduanya berpapasan di lorong kantor.

Myungsoo mengangguk dengan senyum mengembang. “Aku lelah.. Teruskan pekerjaanmu.. Maaf aku tidak bisa menemanimu berlembur..” Sahutnya pelan.

“Kau ini..” Tawa lepas dari lelaki tinggi itu. “Aku hanya bawahanmu.. Kenapa kau malah merasa bersalah seperti itu?” Sungyeol merasa Myungsoo ini sangat lucu. Tingkahnya memang terkadang menggemaskan. “Pulanglah.. Ah, sampaikan salamku pada Naeun.. Ku dengar istrimu telah mengandung bukan? Selamat yaa..”

Seulas senyum muncul malu-malu di wajah tampan Myungsoo. Ia mengangguk. “Eum, terima kasih Sungyeol-ah.. Kalau begitu aku pulang dulu.. Bye-bye.. Gomawo..” Tukasnya.

Uh, hati-hati ne..”

Myungsoo melambaikan tangannya pada Sungyeol dan segera berjalan menuju tempat parkir. Memiliki seorang bawahan yang juga merangkap sebagai sahabat itu menyenangkan. Setidaknya selama Myungsoo kesusahan dalam bekerja, ia memiliki sosok yang akan mendengarkan keluhannya. Bukan hanya masalah pekerjaan. Segalanya Myungsoo biasa ungkap pada Sungyeol. Sahabat terbaiknya.

.

.

~Kontrol~

.

.

Jalanan sepertinya akan tetap seperti ini, merayap dan entah sampai kapan akan terurai. Kemacetan pada jam-jam seperti ini sering Myungsoo rasakan. Sedikit kesal dengan macet, Myungsoo memilih mendengarkan lagu. Satu lagu dari penyanyi solo di Korea terdengar merdu dari dashboard mobil Myungsoo. Sebentar lagu itu terngiang dan membuat Myungsoo terlena. Lirik yang ada seolah membuatnya....

Ia patut bersyukur, kemacetan itu bisa dilewati dalam waktu yang singkat. Membuat mobil Myungsoo melaju dengan lebih nyaman. Hingga pada sebuah gang, kejadian tak terduga menghampiri Myungsoo. Mogok, benar. Tiba-tiba mobilnya mogok. Myungsoo mengerang kesal dan marah. Kenapa mobilnya jadi berhenti mendadak seperti ini?

Segera ia turun dan memeriksa keadaan mobil. Ia membuka kap mobil dan melihat isi dalam. Jujur, Myungsoo tak begitu paham dengan mesim mobil. Ia tak tahu apa penyebab mobilnya berhenti di tengah jalan seperti ini? Sejenak terdiam dalam berpikir, Myungsoo merogoh ponsel dan menghubungi montir langganan. Dari percakapan singkat, Myungsoo diminta menunggu beberapa saat lagi.

Myungsoo menghela nafasnya lelah, ia melirik jam tangan yang telah menunjukkan pukul tujuh malam. Selama menunggu ia harus apa? Pandangannya mengedar, mempelajari tata letak wilayah ini. Kerutan tampak di dahi Myungsoo. Ada rasa keheranan yang bercampur penasaran kala sepasang lensa kelamnya menangkap salah satu gang yanng tak jauh dari sana.

Sepertinya Myungsoo ingin mengusik rasa penasaran itu..

Langkah tungkai Myungsoo terus menjejak di setiap tapak jalan sempit itu. Satu persatu menjejak manis dan terhenti di sebuah rumah usang. Apa ini pantas di sebut sebuah rumah? Entahlah, bangunan tua yang tak lebih besar dari sebuah kamar itu menarik perhatian Myungsoo.

Tempat ini..

Perlahan kenangan yang bersemayam di dalam otak Myungsoo tersingkap. Melebar dan menunjukkan apa isinya. Senyum tipis melengkung dari bibir tebal Myungsoo. Hatinya berdesir aneh kala ia masuk ke dalamnya.

Tempat ini salah satu tempat kenangan Myungsoo bersama dengan seseorang yang saat ini tak sanggup lagi Myungsoo rengkuh tubuhnya. Bahkan harum tubuhnya tak bisa ia jangkau dengan penciumannya.

Masih sama, keadaannya masih sama seperti tujuh tahun yang lalu. Dimana ia masih duduk di bangku SMA kelas tiga. Hanya saja ruangan ini begitu berdebu. Myungsoo maklum karena ini tak lagi ditempati semenjak pemiliknya pergi.

Kala itu Myungsoo tak peduli pada sosok cantik yang terus bermain dengan kertas di tangan. Wajah cantiknya melukiskan berbagai macam ekspresi seiring dengan tangan lentiknya yang tak lelah bergerak di atas kertas putih itu. Mata tajam Myungsoo masih terpaku pada deretan huruf yang lebih menarik dari pada sosok cantik di sebelahnya. Cukup lama, sekitar lima belas menit Myungsoo menutup kembali buku itu setelah apa yang ia cari didapatkan.

Sejenak lensa bening yang terbungkus kelopak itu memperhatikan bibir gadis itu. Myungsoo nyaris tertawa ketika bibir mungil itu mengerucut kecil yang menghiasi wajah seriusnya. Ia heran dan penasaran dengan apa yang tengah gadis itu lakukan. Kepalanya melongok demi mengintip bait huruf yang diukir tangan gadis itu.

“Yaa!! Myungsoo oppa!! Jangan mengintip!! Kau ini..”

“Kau sedang menulis apa sih Soo?” Decak Myungsoo.

Soojung –gadis itu- melipat kertas yang ia pegang dan memasukkan pada sakunya. Detik selanjutnya ia bangkit dari duduk dan menatap Myungsoo yang masih bingung padanya.

“Kaja pulang!! Aku lelah menunggumu di sini..” Keluh Soojung seraya menarik tangan Myungsoo agar ikut berdiri.

Myungsoo berdecak dengan memutar bola matanya malas. “Siapa yang menyuruh kau menungguku?” Sahutnya datar.

“Oppa!!”

“Ara... Kaja!!”

Myungsoo dan Soojung adalah teman yang begitu dekat sejak kecil. Soojung anak dari perantauan Amerika Korea  yang kebetulan tinggal di sebelah rumah Myungsoo. Gadis periang yang membuat Myungsoo begitu mudah menerimanya sebagai teman. Soojung adalah teman perempuan satu-satunya yang sangat dekat dengan Myungsoo. Keduanya selalu menghabiskan waktu bersama dan nyaris setiap detik bersama. Walaupun Myungsoo lebih tua dari Soojung tak membuat Soojung menyesal berteman dengan Myungsoo. Bahkan Soojung memilih tempat sekolah yang sama. Alasannya agar ia tak perlu lagi mencari teman dekat untuk berbagi cerita.

Di depan bangunan tua yang entah bagaimana orang menyebutnya ini, Myungsoo terpaku. Ia memainkan sorot matanya kepada Soojung dan bangunan itu secara bergantian. Bingung mengapa Soojung membawa dirinya pada tempat yang sepertinya tak layak huni ini. Namun mau bagaimanapun Myungsoo hanya menurut kala tangan halus gadis itu menyeretnya. Mungkin Soojung punya sesuatu di dalam yang menyenangkan.

Benar seperti dugaan Myungsoo. Tempat ini sama sekali bukan tempat hunian yang layak. Semuanya usang, kursi, meja, lemari bahkan ada sebuah kasur yang usang pula. Tapi ruangan ini bersih dan cukup tenang. Kerutan di kening Myungsoo semakin jelas ketika Soojung begitu semangat memasuki ruangan ini. Soojung berjalan menuju salah satu lemari dan membukanya. Myungsoo tak tahu apa yang tengah ia perbuat disana, yang ia lihat Soojung hanya mengeluarkan sebuah kotak lalu mengembalikannya lagi.

“Ini tempat apa Soo?” Myungsoo mendekat pada Soojung yang telah duduk manis di salah satu kursi.

Soojung tersenyum hingga kedua mata rusanya melengkung cantik. “Ini tempat persembunyianku...” Balasnya berbisik.

“Persembunyian?”

“Eum..” Soojung melipat kakinya. Menyamankan ia duduk di kursi yang sama sekali tak nyaman itu. “Kalau appa-ku mulai memintaku yang aneh-aneh dan eomma mulai mengomel yang tidak-tidak, aku akan lari dan bersembunyi disini..”

Myungsoo masih belum sepenuhnya paham dengan sikap Soojung. Sejak kapan gadis kecilnya itu suka memberontak kepada orangtua? Myungsoo paham betul bahwa Soojung adalah gadis penurut dan ia sangat disayangi keluarga Jung. Tapi melihat Soojung memiliki tempat persembunyian ini membuat Myungsoo ragu jika dirinya benar sahabat Soojung. Kenapa ia tak tahu?

“Kalau oppa ada masalah.. Atau sekedar ingin bermain.. Datang saja kesini..” Soojung merogoh saku seragam. “Ini aku akan memberimu kunci duplikat.” Soojung menyerahkan sebuah kunci kecil dengan gantungan yang kecil pula. Myungsoo mengerut bingung, ia masih belum bisa mencerna baik keadaan ini. Tapi secara reflek, tangannya terulur untuk mengambil alih kunci itu.

Senyum cantik Soojung merekah lebar. Ia bangkit dan berjalan menuju meja dekat jendela. “Oppa akan mendapatkan ketenangan yang luar biasa disini.. Walaupun tempat ini bukan tempat yang nyaman.. Tapi kau akan tahu sensaninya saat tinggal disini..”

“Kau sering tidur disini?”

“Eh?” Mata cantik Soojung mendelik. “Tidak... Aku akan pulang lewat tengah malam..”

“Ah.. Pantas, aku sering mendengar umma berkata kalau anak tetangganya mulai suka kelayapan dan pulang dini hari..”

“Yaa!! Aku sudah ijin sama umma... Tapi aku tidak bilang kalau disini..”

Myungsoo tersenyum melihat wajah lucu Soojung ketika marah ataupun kesal. “Aku hanya bercanda Soo..” Ia mengusak surai cokelat milik Soojung. “Lain kali ijinkan aku tinggal disini eum?”

“Tentu..”

Kaki panjang Myungsoo melangkah hati-hati di ruangan itu. Tangannya menyentuh setiap perabot yang berselimut debu. Bibirnya mengulum senyum pahit. Menyesal ia tak bisa menghabiskan waktu begitu banyak dengan Soojung di tempat ini. Harusnya dulu ia mengiyakan setiap ajakan Soojung di tempat ini.

Myungsoo ingat, ia lebih banyak menolak ajakan Soojung daripada menerimanya. Myungsoo ingat, ia lebih banyak datang kemari tanpa Soojung daripada dengan Soojung. Karena pada saat itu, Myungsoo mulai sibuk dengan kegiatan sekolah. Ia memilih aktif dalam sebuah organisasi sekolah.

Sorot mata Myungsoo yang mengabur itu terpaku pada satu benda, alat musik yang sering digunakan oleh Soojung. Itu bukan alat musik sungguhan. Hanya piano mainan namun mampu menghasilkan suara seperti aslinya. Sontak ia mengambil piano itu dan mencobanya.

Suaranya masih sama, walau  tampak sedikit dipaksakan. Ah, ini sudah tujuh tahun lamanya. Maklum jika seperti ini.

“Kau mencuri mainan anak-anak yaa?” Tuduh Myungsoo dengan nada dibuat marah seketika mata tajamnya mengetahui sebuah piano mainan di tangan Soojung.

“Enak saja!! Buat apa aku mencurinya..” Sungut Soojung kesal. Soojung menurunkan tas sampirnya dan mengeluarkan buku catatan.

Myungsoo mengernyit bingung. “Kau mau apa? Bermain piano?”

“Menurutmu?”

Soojung membuka buku itu dan menatap sejenak. Mata cantiknya memicing kala membaca barisan partitur di buku itu. Ada raut kebingungan pada awalnya, namun bibirnya terangkat tak lama kemudian. Wajah cerahnya begitu jelas terpantul di lensa Myungsoo. Gadis itu seolah mendapatkan sesuatu yang besar.

Menit selanjutnya, jari-jari mungil Soojung bergerak lincah di atas tuts-tuts piano mainan itu. Myungsoo tak kuasa untuk menahan tawanya. Tawa terbahak terdengar setelah Soojung menghentikan gerakan jarinya. Tatapan kesal menghujam pada pemuda berkulit tan itu.

“Kenapa tertawa?”

“Kau lucu sekali!! Umurmu berapa sih? Kenapa masih seperti anak kecil saja bermain seperti ini..”

Soojung tak menggubris ejekan Myungsoo. Ia masih tetap fokus pada piano mainannya itu. Beberapa detik berlalu, suara merdu Soojung terdengar mengisi ruangan itu. Penuh penghayatan dan melenakan siapa saja yang mendengarnya. Terutama Myungsoo.

Pemuda itu bagaikan tersihir oleh merdunya suara Soojung. Barisan lirik yang begitu sempurna terucap dari bibir Soojung membuatnya tak berkedip. Tatapan dari mata tajamnya terus memaku pada wajah damai Soojung. Entah mengapa sesuatu menggelitik ulang di dada Myungsoo. Juga degup yang tak lagi seirama sebagaimana mestinya.

Hingga saat ini desir aneh itu menyayat hati Myungsoo. Bibirnya melengkung miring. Menyesal, mungkin ia menyesal dengan rasa yang sempat ada untuk gadis ini. Mengapa dulu ia tak mengatakan padanya saja?

Menyesali hal itu saat ini sama sekali tak ada arti. Myungsoo menghela nafas berat. Hatinya bergejolak perih setiap kali merentangkan kembali gulungan ingatannya bersama Soojung. Menyedihkan. Sekalipun itu kenangan manis yang Myungsoo rasakan.

Lagi, Myungsoo menemukan salah satu benda yang sangat disukai Soojung. Tempat ini benar-benar penyimpanan harta karun Soojung. Banyak sekali benda-benda milik Soojung. Bodohnya kenapa ia sama sekali tak terpikirkan datang kemari setelah kejadian itu? Setelah ini hanya ada rutukan dan penyesalan di dalam diri Myungsoo.

Benda yang tengah dibawa oleh Myungsoo adalah kotak musik. Myungsoo membuka kotak musik usang itu dan langsung mengeluarkan suara. Ah, ini masih berfungsi baik meskipun telah lama mengendap di tempat ini. Bibir Myungsoo terangkat, benda ini mengingatkan Myungsoo tentang cerita Soojung yang menyukai seseorang. Myungsoo ingat, Soojung pernah mengatakan akan memberikan kotak musik itu pada orang yang ia suka. Tapi nyatanya sampai sekarang tak ia sampaikan. Berarti Soojung berbohong tentang sosok yang ia sukai itu.

“Kotak musik?” Myungsoo mengernyit heran ketika Soojung memilih sebuah kotak musik.

Saat itu adalah malam sebelum natal. Myungsoo mengajak Soojung mencari kado untuk natal. Mereka mendatangi salah satu toko pernak-pernik yang tak jauh dari kediaman mereka. Kado spesial untuk orang spesial. Jika Myungsoo ingin memberikan pada Naeun kekasihnya, untuk Soojung, Myungsoo tak tahu akan diberikan pada siapa.

Soojung mengangguk. “Ada yang salah dengan pilihan ini?” Ia mengangkat kotak musik itu. Memperhatikan dengan benar dan mencoba membunyikannya. Senyumnya mengembang dengan pilihannya itu.

“Tidak..” Myungsoo menggeleng, ia kembali fokus mencari barang untuk kekasihnya. “Ah, Soo..”

Soojung menoleh.

“Sebenarnya kotak musik itu untuk siapa?”

Terdiam, sejenak Soojung tak menjawab. Ia malah memperhatikan lekukan wajah Myungsoo yang menurutnya sempurna. Bibir tipisnya melengkung cantik. Detik selanjutnya ia menggumam pelan.

“Seseorang yang aku suka..” Sahutnya dengan kepala menunduk kemudian.

Myungsoo mengerutkan keningnya. “Siapa?” Tanyanya penasaran.

“Ada.. Oppa tak akan tahu siapa dia..” Soojung memalingkan pandangan seketika delikan mata Myungsoo tampak jelas.

“Siapa?”

Soojung mendongak dan menatap dalam wajah Myungsoo. “Dia... Sosok yang sempurna.. Tinggi dan tampan.. Hidung dan matanya lebih dari orang normal di Korea.. Tapi itulah kelebihannya..” Terangnya lalu kembali menunduk.

Kerutan di kening Myungsoo semakin menjadi. Kenapa ciri-ciri yang disebutkan begitu aneh.

“Sudah lupakan saja... Oppa lihat nanti siapa yang membawa kotak musik ini berarti dia yang aku suka..”

Kali ini Myungsoo mengalah, ia tak lagi mengusik dan bertanya pada Soojung. Gadis ini terlalu angkuh menutup identitas sosok yang ia suka. Apa salahnya coba mengatakan? Toh kalaupun Myungsoo tahu siapa sosok ini, ia akan dengan senang hati membantunya mendapatkan sosok itu.

“Soojung.. Soojung... Bahkan sampai sekarang aku belum tahu siapa yang kau sukai..” Gumamnya lirih.

Penjelajahan masih belum selesai. Tangan Myungsoo setia mengobrak-abrik barang-barang berdebu itu. Satu pajangan menggoda mata untuk didekati. Foto. Sebuah foto dimana tiga orang berada di dalamnya. Dirinya, Soojung dan Naeun. Myungsoo masih ingat dengan jelas kapan foto itu diambil. Sekitar enam tahun yang lalu dimana Soojung kali pertama menjajaki kaki di bangku perkuliahan. Dimana saat itu Myungsoo resmi menyandang status sebagai kekasih Naeun. Soojung tampak senang mendengar kabar itu.

Sepulang dari jam pertama di kuliah, Myungsoo segera membawa Soojung menuju kantin yang tak jauh dari ruang kelas Soojung. Soojung sempat bingung dan heran dengan tarikan tangan Myungsoo yang ia rasakan lebih bersemangat dari sebelumnya. Soojung hanya duduk di tempat yang lebih dulu ditunjuk Myungsoo.

Myungsoo meletakkan dua gelas bubble tea di hadapan Soojung dan duduk dengan tergesa. Sekali lagi Soojung memandang aneh penuh keheranan pada lelaki di depannya ini.

“Kau kenapa sih Oppa? Kenapa seperti itu?” Soojung menyesap cepat bubble tea taro miliknya.

Myungsoo mengulas senyum yang entah mengapa menurut Soojung itu mengerikan. Deru nafas terdengar setelahnya. Myungsoo tampak mengatur nafas yang seolah menjeratnya saat itu juga.

“Kau tahu Soojung..”

Soojung menaikkan sebelah alisnya.

“...ada yang aku suka.. Anak seni musik yang terkenal dengan suara merdunya..” Jelas Myungsoo menggebu-gebu.

Soojung terbelalak sejenak sebelum ia mengulum senyum tipis sedikit kikuk.

“Dia cantik, matanya bulat dan wajahnya menggemaskan.. Aku menyukainya Soojung, aku jatuh cinta padanya.. Sepertinya kau mengenal dia..”

“A-ah? Benarkah? Wah, siapa yang telah mengambil hatimu Myungsoo oppa?”

Myungsoo tersenyum. “Son Naeun..”

“Son Naeun?” Ulang Soojung. Soojung tahu siapa gadis itu. Ia adalah teman sekelas Soojung di mata kuliah musik tradisional.

Myungsoo mengangguk antusias. Ia tak memperdulikan wajah Soojung yang mulai perlahan berubah. Soojung masih mengulas senyum pahit. Ini sebuah berita yang membuatnya patah hati. Hatinya sedikit demi sedikit berangsur perih. Bagaikan tersayat sebuah pisau dan tertuang garam di atasnya. Soojung tak tahu jika mendengar kabar ini akan sesakit ini.

Bagi Soojung saat itu, ia hanya mencoba ikhlas. Mungkin takdir Myungsoo memang bukan untuknya. Apalagi Soojung tahu bahwa dirinya.

..tak akan lama menemani Myungsoo.

.

Sekitar sebulan setelah Myungsoo memberi tahu tentang hal itu, kabar lain datang mengganggunya. Kali ini berita tentang Myungsoo yang telah resmi mengikat Naeun sebagai kekasihnya. Soojung sempat syok pada awalnya. Namun lama kelamaan ia merasa biasa dengan hal itu. Hatinya mungkin terbiasa dengan rasa sakit yang ditorehkan oleh Myungsoo. Dan pada akhirnya Soojung bisa tersenyum dengan tulus ketika Myungsoo datang bersama dengan Naeun diapitan tangannya.

Seperti saat ini, Soojung baru saja selesai dengan kelas musiknya. Ia bergegas ke perpustakaan untuk menyelesaikan tugas akhir yang harus ia kumpulkan minggu depan. Belum sempat tubuh Soojung berada di perpustakaan, sosok Myungsoo datang menghampiri Soojung bersama dengan Naeun di sampingnya. Soojung mengulas senyum tipis kala Myungsoo menyapanya.

“Kemana Soojung?”

“Perpustakaan. Mau ikut?” Tawar Soojung seraya melirik bergantian Myungsoo dan Naeun.

Myungsoo menatap Naeun sejenak. “Baiklah.. Aku juga harus menyelesaikan masalah metode penelitianku. Kaja..” Soojung tersentak ketika tangan Myungsoo dengan beringas menyeretnya dan Naeun. Soojung mendesah tertahan. Dalam diam ia mengulas senyum pahit. Nyatanya apa yang ada diinginkannya harus tertelan begitu saja.

Seperti dugaan Soojung. Myungsoo tak begitu serius dengan ucapannya saat akan datang ke perpustakaan. Lelaki bermarga Kim itu akan lebih fokus pada kekasihnya itu daripada memenuhi tugas yang seharusnya ia selesaikan. Berulang kali desah lemah keluar dari bibir Soojung. Ia cukup lelah melihat kemesraan yang ditawarkan Myungsoo pada Naeun. Berulang kali ia menggigit bibirnya kecil dan berusaha menahan segala komponen yang ada di dalam dirinya. Soojung cukup tahu bahwa dirinya tengah berjuang melawan rasa yang entah mengapa membuatnya lemah dan terjatuh.

“Jangan terlalu serius dengan tugasmu!! Ayo kita selca dulu.” Celetuk Naeun sesaat ia gemas melihat Soojung yang terpaku pada deretan huruf itu.

Soojung mengernyit bingung.

“Sudahlah ayo!!” Kali ini Myungsoo menyeret tangan Soojung agar mendekat. Ketiganya berpose dengan menggemaskan. Setelah hitungan ketiga, satu foto tampil apik di layar sentuh ponsel Myungsoo. Menggemaskan dan membuat siapapun yang melihat jatuh cinta.

Myungsoo melebarkan senyumnya hingga kedua lensanya tenggelam di balik kelopak.

“Kalian sungguh cantik-cantik..”

Soojung dan Naeun tersenyum bersamaan. Batin Soojung menggumam lirih. Jika Myungsoo bisa benar-benar bisa melihat, ia akan tahu bahwa senyum yang terukir disana bukan bentuk kesenangan. Melainkan sebuah kepedihan dan kepiluan dari hati Soojung yang terluka.

Oh, Naeun-ya.. Maaf aku masih membenarkan mobilku yang mogok..” Myungsoo menyentuh foto-foto milik Soojung yang terpajang dekat jendela.

Dari seberang terdengar suara khawatir Naeun yang tak melihat suaminya pulang bekerja.

“Aku mengerti.. Sebentar lagi selesai. Aku akan pulang cepat.”

Myungsoo meletakkan foto itu di dalam sakunya tanpa sadar. Ia menarik satu lagi foto Soojung yang tengah sendiri. Myungsoo ingat juga kapan foto itu diambil. Foto di saat Soojung dengan cantiknya mengunyah ice cream kesukaan.

Ara.. Saranghae.” Detik selanjutnya, ponsel itu masuk ke dalam saku juga. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan.

Pukul sembilan malam. Wajar jika Naeun menelponnya. Myungsoo tak pernah pulang selarut ini tanpa pemberitahuan. Paling telat mungkin ia pulang pukul tujuh malam. Itupun Myungsoo telah mengirim kabar untuk istrinya. Lekas Myungsoo meninggalkan tempat itu dan segera pulang. Lagipula mobil yang sempat ia serahkan kepada petugas bengkel langganannya juga telah selesai diperbaiki. Ia bisa pulang dengan tenang.

.

.

~Kontrol~

.

.

Pagi yang indah.

Seperti pagi pada umumnya, sinar mentari menerobos dengan galaknya pada kamar Myungsoo dan Naeun yang sengaja dibuka tirainya sedini mungkin. Naeun telah terbangun, ia keluar lebih dulu daripada Myungsoo yang masih meringkuk lelap di bawah selimut. Berlindung dari beringasnya panas yang semakin lama semakin menyakiti wajah lelahnya.

Sedikit lama, Myungsoo tak tahan dengan paksaan yang mentari yang seakan memintanya segera terbangun. Myungsoo mengerjab pelan setelah ia berhasil bangkit dari tidur. Sebentar mengucek kelopak mata sebelum melihat pada jam yang bertengger sombong di atas meja nakas. Kemudian ia meregangkan otot-ototnya yang kaku. Melelahkan, Myungsoo masih ingin tidur lagi. Namun ia teringat pekerjaan yang melambai padanya. Susahnya jadi seorang manajer muda seperti ini. Lekas ia beranjak dari tempat tidur dan pergi mandi

Selesai mandi, Myungsoo mengambil kemeja yang ia pakai kemarin malam. Ada secarik kartu nama dari rekan kerja yang baru saja ia terima kemarin. Sebelum itu tercuci oleh Naeun, lebih baik ia mengambilnya. Namun alis Myungsoo menaut seketika ia menemukan kertas lain dari dalam sakunya. Sebuah foto. Foto bertiga yang ia temukan di tempat Soojung. Myungsoo tersenyum menyadari bahwa foto itu terbawa olehnya. Setidaknya ini bisa sebagai kenang-kenangan dirinya dan Soojung.

Tetapi Tuhan tak membiarkan senyum itu terlukis di wajah tampannya. Kedua alisnya yang menaut seketika berdampingan dengan kerutan yang mendalam. Ada tulisan di balik foto itu,

‘Kim Myungsoo Saranghaeyo. Yeongwonhi saranghaeyo Kim Myungsoo.’

Bibir Myungsoo menggumam lirih. Apa maksud dari tulisan ini? Apa ini milik Naeun? Kemungkinan wanita muda itu yang menulisnya. Setahu Myungsoo hanya Naeun lah yang mencintainya. Tak mungkin itu Soojung. Tapi, Myungsoo mengenal baik siapa Naeun. Ia juga tahu bagaimana rupa tulisan tangan Naeun. Ini juga bukan tulisannya. Lalu? Apakah ini tulisan Soojung? Untuk apa ia menuliskan kalimat ini?

Seketika dada Myungsoo menyesak. Ada sesuatu yang menghimpitnya hingga sulit bernafas. Deru nafas dalam hati dan desir darah meremang membuatnya semakin gila. Lekas ia keluar kamar untuk menemui Naeun.

“Sayang!!” Myungsoo memaksa Naeun menoleh padanya.

Naeun meneleng bingung, ia menatap ada kilat gelisah dari dua mata Myungsoo.

“Kau mengenal tulisan ini? Apakah ini tulisanmu?” Naeun mengambil alih foto itu dan menelisik tulisan yang ada. Kerutan dan alis yang menaut meyakinkan Myungsoo bahwa itu bukan tulisannya. Jika bukan berarti itu adalah tulisan dari...

“Ini bukan tulisanku..” Naeun membolak-balikkan foto itu. “Sepertinya milik Soojung..”

“Soojung?” Ulang Myungsoo. Seketika tubuh Myungsoo melemas. Seakan ada yang menertawakannya di dalam sana. Sebuah penyesalan dan apapun itu membelenggu kekuatan Myungsoo. Naeun menatap pilu suaminya. Ia tahu bahwa Myungsoo juga memiliki perasaan untuk Soojung. Namun Naeun lebih melihat kenyataan. Ia tak akan cemburu, karena nyatanya Soojung tak akan bisa bersama dengan Myungsoo sampai kapanpun.

Myungsoo berlari menjauhi dapur tempat Naeun berada. Entah mengapa saat ini ia ingin kembali pada tempat kemarin. Ia ingin mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan Soojung yang bisa meyakinkan dirinya jika Soojung memang memiliki rasa untuknya. Di setiap jalan yang ia lalui air mata tak berhenti mengalir. Myungsoo tak kuasa menyalahkan dirinya. Tak berhenti merutuki sikap bodohnya yang tak bisa membaca kenyataan bahwa Soojung menyukainya. Ia mengumpat pada dirinya yang selalu menganggap rasa itu sekedar rasa yang ada untuk seorang sahabat. Bagaimana bisa ia buta dengan semua ini? Bagaimana bisa? Setelah sekian lama ia baru menyadari setiap perhatian yang diberikan Soojung adalah tulus karena ia mencintainya. Kenapa ia tak bisa melihat jelas sampai pada akhirnya Soojung menghembuskan nafasnya?

Tampat ini menarik tubuh Myungsoo kembali. Dengan rasa tak sabaran, ia membuka kembali tempat itu. Memindai cepat dan bergerak ke arah almari yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Myungsoo meyakini sepenuh hati di dalam almari itu ada banyak kenangan yang ditinggalkan Soojung. Ia masih ingat dulu Soojung selalu mewanti-wanti Myungsoo untuk tak mendekat pada lemari itu. Dan bodohnya Myungsoo kenapa ia tak terpikir untuk membuka lemari itu kemarin hari?

Benar, ada sebuah kotak kayu yang tergeletak disana. Kotak kayu usang itu sering dipegang oleh Soojung dan Myungsoo sama sekali tak diberi ijin untuk melihatnya. Tak mau membuang waktu, dengan cepat Myungsoo membuka paksa kotak kayu itu.

Myungsoo tertegun dengan isi kotak itu yang sebagian besar adalah kertas dilipat. Myungsoo menggeretakkan giginya dan mengambil salah satu kertas dari sana. Ia melebarkan mata tajamnya kala membaca tulisan tangan Soojung.

‘Kau tahu Myungsoo Oppa? Aku sangat mencintaimu..’

03 Maret 2008.

Myungsoo terbelalak, ia nyaris tak sanggup bernafas ketika kembali membuka satu kertas lainnya.

‘Aku mencintaimu sejak aku duduk di bangku dasar.. Apa ini sebuah cinta monyet?’

21 Januari 2008

Genangan air berhasil menguasai kelopak mata Myungsoo. Kembali ia meraih satu kertas lagi.

‘Myungsoo Oppa!! Selamat yaa, kau telah menjalin hubungan dengan Naeun.. Aku harap kau bisa bahagia meskipun aku sakit dengan kenyataan itu. Tidak masalah bagiku asal kau bahagia nantinya.. Figthing!! Jangan sakiti Naeun...’

27 Agustus 2009

Myungsoo tak kuasa menahan air yang mendesaknya. Satu tetes air hangat berhasil turun dari sudut matanya.

‘Myungsoo Oppa!! Maafkan aku yang tidak bercerita kepadamu.. Aku memiliki penyakit ini sejak lama.. Aku tidak mau bercerita kepadamu karena takut membuatmu khawatir.. Aku baik-baik saja.. Aku akan berjuang dengan melawan penyakit ini.. Aku berharap kita bisa bersama selamanya.. Saranghaeyo Kim Myungsoo..’

12 Desember 2008

Seketika tubuh Myungsoo melemas. Ia terjatuh. Ingatannya terbuka kembali saat terakhir kali ia melihat Soojung yang terbaring lemah tak berdaya di ruang pesakitan itu. Bahkan itu kali terakhir Myungsoo bisa menggenggam tangan Soojung. Myungsoo merasa bersalah dan menyesal. Kenapa semuanya harus terungkap setelah sekian lama? Kenapa Myungsoo tak mengetahui ini semenjak dulu? Kenapa?

Myungsoo meremas dadanya yang teraasa berdenyut perih. Hatinya tersayat mengingat senyum Soojung. Hangat sentuhan Soojung. Merdu suara Soojung. Ia sakit, ia perih, ia pilu, ia tersiksa mengingat semuanya. Soojung, kenapa kau harus pergi lebih dulu?

Dengan segenap kekuatan yang tersisa, Myungsoo kembali mengambil satu kertas lagi. Sebuah coretan tangan Soojung yang menggambarkan isi hatinya dulu.

‘Aku tahu, aku adalah pengecut ulung yang tak bisa mengatakan sejujurnya bagaimana perasaanku. Andaikan status kita bukan sebagai sahabat dan andai saja oppa tak jatuh cinta dengan Naeun, mungkin aku akan mengatakan padamu. Aku tidak menyalahkanmu yang jatuh cinta pada orang lain. Aku menyalahkan diriku sendiri yang terlalu malu dan penakut untuk mengungkapkan perasaanku. Tapi asal kau tahu Myungsoo Oppa, aku memang tak bisa membayangkan jika kau menolakku, aku terlalu takut semuanya akan berakhir sia-sia jika kau tahu aku menyukaimu.. Sehingga aku memilih untuk diam dan memendam semuanya. Karena aku tahu apa pilihanmu adalah yang terbaik.. Aku mencintaimu sepenuh hati Kim Myungsoo. Saranghaeyo..’

11 November 2009

Tak sanggup lagi tangisan Myungsoo pecah seketika. Ia merunduk dengan air mata yang meleleh deras dari kedua sudut matanya. Sungguh, Myungsoo menyesali kehidupan yang telah berputar untuknya. Ia menyesali kenyataan ini. Sampai kapanpun rasa ini akan menghantui Myungsoo. Karena pada dasarnya Myungsoo sangat mencintai Soojung. Karena sesungguhnya perempuan yang ada di hati Myungsoo adalah Soojung. Namun..

..semuanya terlambat..

Soojung telah meninggalkannya di dunia ini. Andai saja dulu ia tak mengabaikan perasaan yang tumbuh dalam hatinya dan tak memilih membuka hati untuk orang lain mungkin, mungkin Myungsoo akan sempat mengecap manisnya cinta bersama Soojung. Tetapi kembali lagi, semuanya hanya ada dalam sebuah penyesalan yang entah sampai kapan berakhir.

Myungsoo merutuki segalanya. Menyalahkan dirinya yang begitu bodoh tak bisa membaca segalanya. Tuhan!! Kenapa Engkau menciptakan manusia sebodoh Myungsoo yang tak sanggup mengerti keadaan Soojung dulu?

.

.

~Kontrol~

.

.

Di depan pusara ini Myungsoo hanya bisa menangis dan menangis. Kepingan kenangan sebisa mungkin ia gali satu persatu. Membuka sebanyak mungkin memori yang sempat ditanam dalam ingatannya. Bukankah hal itu malah akan membuat Myungsoo tak sanggup melihat kenyataannya?

Soojung yang terus berputar di benaknya seolah kontrol bagi Myungsoo. Ia mampu mengendalikan dan membuat Myungsoo lemah seketika. Membuat Myungsoo harus menenteskan air mata yang entah sampai kapan akhirnya. Penyesalan memang datang pada akhir. Namun bukankah ini semua tak sepenuhnya salah Myungsoo?

“Soojung..” Myungsoo menunduk dan mengecup pusara Soojung. Air mata masih jelas terlihat menetes dari sudut matanya.

“Kenapa kau tak mengatakan kalau kau menyukaiku?” Lirihan Myungsoo terdengar menyayat. Keadaan hening sekitar seolah mendukung apa yang terjadi pada Myungsoo.

Lelaki bermata elang itu menelungkupkan kepala di atas pusara Soojung. Ia tak sanggup mengutarakan apa yang mengganjal dalam hati.

“Mungkin jika aku berani menyatakan cinta padamu.. Aku tak akan semenyesal ini..”

Myungsoo mendongak dan mengusap papan nama Soojung.

“Tapi...” Satu tarikan Myungsoo ambil dengan dalam. “Apa kau tetap meninggalkanku seperti ini?”

Kepergian Soojung dari dunia ini memang bukan tanpa alasan. Soojung, gadis periang itu  baru menyadari jika penyakit ganas telah menggerogoti tubuhnya yang mulai melemah semenjak duduk di bangku SMA. Selama itu kedua orangtua Soojung begitu protektif pada Soojung. Namun gadis itu seolah terbelenggu kebebasannya. Hal itu yang menyebabkan Soojung sering bersembunyi di tempat itu.

Myungsoo tak pernah tahu jika Soojung menderita kanker yang mengambil sebagian besar paru-parunya hingga pada usia dua puluh tahun Soojung harus meninggalkan Myungsoo dan yang lainnya. Myungsoo merasa kehilangan saat itu. Myungsoo tak menyangka jika kepergian Soojung terus membuatnya sakit dan pedih. Namun seiring berjalannya waktu, Soojung seolah menguap dari pikiran Myungsoo. Ia tak lagi muncul sejak Myungsoo sibuk dengan kuliah dan kekasihnya. Soojung nyaris hilang tak berbekas dari ingatannya. Hingga satu ingatan dan rasa penasaran membawanya kembali pada tempat yang telah menumpukkan banyak kenangan dirinya dan Soojung.

Sampai pada akhirnya Myungsoo mengetahui semua rahasia yang terpendam dalam ruangan kecil itu. Rahasia yang akan memburu dalam ingatan Myungsoo dan mencetak rasa sakit kedua kalinya. Rasa penyesalan yang entah sampai kapan terurai dan rasa tak percaya yang terlalu sulit dicerna. Myungsoo merutuki sikapnya yang tak sanggup menyayangi dan membuat Soojung bahagia sampai akhir hidupnya.

Jika saja Myungsoo tahu semuanya, Myungsoo tak akan pernah menyakiti hati lemah Soojung barang sedetikpun. Iya, jika Myungsoo tahu. Sayangnya Tuhan tak mengijinkan dirinya mengetahui ini enam tahun yang lalu. Tuhan tak membiarkan semua tentang Soojung terbaca jelas olehnya.

“Soojung-ah... Kau tahu aku sangat mencintaimu? Maafkan aku yang tidak bisa mengungkapkan semua perasaan untukmu.” Myungsoo mengusap papan nama itu lalu mengecupnya. “Aku terlalu takut merusak persahabatan kita.. Tapi kau tahu? Namamu akan tetap ada di hatiku sampai kapanpun.. Maaf jika selama ini aku nyaris mengabaikanmu Soo.. Aku mencintaimu..” Ucapan terakhir itu menghentikan tangisan Myungsoo. Ia bangkit dari jongkoknya.

Myungsoo berencana ingin pulang. Ia tak mau terlalu larut dalam jeratan ingatan tentang Soojung. Meskipun pada kenyataannya Soojung masih mengendalikan perasaan Myungsoo sampai saat ini.

.

.

~Kontrol~

.

.

Malam datang seperti biasa. Keadaan Myungsoo masih sama seperti hari yang lalu. Pikiran penuh tentang Soojung yang mengucur bebas dalam benaknya. Naeun, istri Myungsoo begitu khawatir melihat keadaan Myungsoo yang cukup mengenaskan. Suaminya tak selera makan dan nyaris sering bergadang. Membuatnya sedikit uring-uringan. Apalagi tiap malam nama Soojung terkadang muncul dari bibir penuh Myungsoo. Sepertinya mimpi Myungsoo telah dijamah oleh Soojung.

“Soojung...” Lirihan itu terdengar lagi. Pasti saat ini Soojung telah masuk ke dalam mimpi Myungsoo.

Naeun menghela nafas. Ia mengusap peluh yang turun dari dahi Myungsoo.

“Soojung..” Sekali lagi ucapan nama itu menyayat hati Naeun. Ia memeras kelopak mata sebelum mengguncang tubuh Myungsoo untuk terbangun.

“Soojung..” Naeun menepuk pipi Myungsoo agar tersadar.

Naeun mengecup pipi Myungsoo dan menggoyang tubuhnya agar sadar dari mimpi buruknya. Myungsoo gelagapan kali pertama tangan Naeun menggerakkan tubuhnya dengan keras.

“Bangun sayaang..” Naeun mengulas senyum tipis seketika kelopak mata Myungsoo terbuka. “Minumlah.. Kau terus mimpi buruk beberapa hari ini.” Naeun meraih gelas air putih di meja nakas yang tak jauh darinya.

Myungsoo bangkit dan menegak minuman itu. “Maafkan aku.. Aku tidak bisa melepas bayang-bayang Soojung.” Tukasnya tersengal.

“Aku mengerti yeobo..” Naeun memeluk tubuh suaminya. Myungsoo mengatur nafasnya yang tak beraturan. Ia sungguh merasa bersalah bukan hanya dengan Soojung melainkan juga Naeun. Kenapa ia bisa lupa jika saat ini ia tak lagi sendiri?

Myungsoo mengeratkan pelukan Naeun. Nyaris membuat Naeun sulit bernafas. “Aku minta maaf Naeun... Aku minta maaf..” Tukasnya masih dengan nafas yang tak beraturan.

“Sekarang kau tidur lagi eum? Masih malam.. Kau butuh istirahat.”

Myungsoo mengangguk. Lantas ia kembali membaringkan tubuhnya di sebelah Naeun. Wanita muda yang tengah mengandung itu telah memejamkan matanya. Sementara Myungsoo masih terus berkelana dengan pikiran dan ingatannya. Myungsoo sedikit demi sedikit menutup kisahnya dengan Soojung. Mau menyesal seperti apa, kenyataan tak akan membawa Soojung kembali padanya.

Waktu berjalan sebagaimana mestinya. Myungsoo kembali menutup kelopak matanya. Masih sebentar hingga sosok cantik mengetuk mimpi Myungsoo. Senyum manis dari gadis itu terulas lebar. Tulus dan menyalurkan kasih sayang yang tiada tara. Mata puppy yang melengkung menyorotkan sinar kasih teduh yang mampu menenangkan siapapun yang melihat. Kulit mulus yang berkilau membuatnya semakin tampak bagaikan malaikat.

Myungsoo terpukau untuk sementara. Sepasang iris kelamnya menatap kagum sosok itu. Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa Soojung saat ini telah menjadi salah satu malaikat surga. Kecantikan dari gadis itu tak pernah luntur barang sedikit pun.

“Myungsoo Oppa...”

Suara itu membuyarkan lamunan kekaguman dari Myungsoo.

“Myungsoo Oppa... Hiduplah seperti dulu kau hidup..”

Kening Myungsoo mengerut.

“Jangan terlalu larut dengan penyesalanmu.”

Sungguh pesona Soojung tak sanggup ia tampik.

“Aku bahagia disini.. Dan oppa bahagia disana..”

Tak tahu bagaimana, kedua bola mata Myungsoo memanas.

“Simpan aku dalam bagian memorimu.. Jangan buka kembali.. Tutup dan kunci rapat..” Senyum manisnya merekah cantik. “Aku hanya masa lalumu.. Kau punya masa depan yang cerah..”

Myungsoo terisak. Air mata itu tak sanggup lama bertahan.

“Kita tidak ditakdirkan bersama..”

Dua tetes, tiga tetes, empat tetes. Air mata Myungsoo saling berjatuhan.

“Aku hidup tenang disini.. Begitu juga kau harus tenang disana..”

Sedikit demi sedikit bayangan sosok itu memudar, perlahan mundur dan nyaris menghilang. Myungsoo bangkit, tangannya terulur demi meraih kembali sosok itu. Namun.. Nyatanya hanya berubah menjadi asap yang menguap lambat.

“Aku mencintaimu Myungsoo Oppa...”

“Soojuuuuuuuuung!!!!” Pekik Myungsoo seketika sosok Soojung menghilang.

Sekali lagi ia bangkit dari tidurnya. Nafasnya tersengal begitu mengingat apa yang baru saja ia alami. Sebuah mimpi dari Soojung. Myungsoo menghembuskan nafas perlahan seiring dengan kembali normal nafasnya. Setelah semua seperti sedia kala, Myungsoo menunduk. Air mata memaksa untuk turun saat itu juga.

“Aku akan melakukan apa yang kau katakan Soojung..” Myungsoo mengusap jalur di kedua pipinya.

Myungsoo menghela nafas kemudian. “Aku juga mencintaimu... Sangat mencintaimu....”

“Hiduplah tenang disana Soojung...”

“Aku mencintaimu...”

.

.

.

                                                                           .

I can take care of waiting all on my own,
So in return please remember this.
Please remember just this one thing.

My shoulder will always, forever be there for you,
So whenever it may be, if you need me again
Don’t worry about it and come back to me.

Come back.
Every single day I’m here shedding endless tears
while waiting for you, come back to me.
Come back.
You’re the only one who can end
this endless wait inside of me.

I won’t ask you any questions,
Not about why you left me behind here all alone,
Nothing like that.
What’s so important about that?
I just need you by my side.
I mean it, that’s all I need.

Come back

.
Kim Sungkyu - Kontrol

END


Mind to give a comment? Drop your comment please...

Thanks a lot~

.

Best Regards

.

.

~Denovia~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ydvvfjkch #1
Chapter 1: Apink son naeun ❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Rxstzzyv #2
Chapter 1: Myungsoo ❤son naeun???????
potatoria
#3
Chapter 1: Huaang sediiih :(( meskipun gaada myungstal skinship (dan sejenisnya) tetep aja feelnya berasa... duarr, baper bangetlah. Padahal udah kepedean ff ini bakal jd happy ending -- yhaa, tapi bagus kook. Tutur katanya ngena banget :(( kapan2 nulis myungstal lagi yah thor, fightiiing :3
lee-jungjung #4
Chapter 1: baru baca ini, dan serius ini bikin nyesek banget...
meski sad ending buat myungstal... but ini keren... lain kali myungstalnya dibikin happy end yahh klo bikin lagi.. hehehehe
Tessymnd #5
Chapter 1: Ohmygod!! This is so good! I'm so in loveee with your story author-nim! Keep up the good work!
AFishandeer #6
Chapter 1: Sediiiihhhhhhh kirain Myungstalnya happy ending hiks :'( tapi ceritanya sukses bikin hati ini ikut keiris-iris kayak hatinya Soojung.

Keep writing Myungstal story!
iss2899 #7
Sequel myungeun