[Play] Victim
[Play] VictimDua Hari kemudian, Hari Kedelapan di Musim Panas 2015.
Sunggyu membuka mata, lalu menutupnya kembali karena cahaya yang dia lihat terlalu menyilaukan, beberapa detik kemudian mencoba membukanya lagi dengan perlahan. Hal pertama yang dilihat Sunggyu adalah atap putih, lalu dinding putih yang anehnya tampak tidak asing.
Apa ini surga? Apa aku sudah mati? Sunggyu menggeleng, tidak. Kalau dia sudah mati maka tempatnya bukanlah di surga. Lalu ini dimana?
“Sudah bangun?” Sunggyu menoleh ke asal suara, di sebelahnya sudah duduk seorang gadis dengan rambut panjang sebahu yang asik membaca Koran.
“Jinri.”
“Bagaimana rambutku yang baru? Aku memotongnya agar terlihat lebih menyedihkan, apa aku tetap cantik?” Jinri tersenyum, Sunggyu semakin tidak mengerti.
“Apa yang terjadi?”
“Yang terjadi?” Jinri berdiri, mengangkat beberapa Koran yang ada di tangannya. “Yang terjadi adalah kita masuk Koran, –dan televisi juga, tapi dokter bilang kamu masih belum boleh terkena radiasi televisi jadi aku akan memperlihatkannya nanti.”
“Coba lihat ini; Murid SMA dan Seorang Dokter Selamat Dari Pembunuhan berantai. Oh, aku suka judulnya dan aku terlihat cantik di foto ini.” Jinri memberikan sebuah Koran pada Sunggyu. “Nah ini, yang ini favorite-ku; Cinta dalam Neraka. Koran ini bercerita kalau kita berhasil selamat dari neraka karena kekuatan cinta, ah, indah sekali.”
“Jinri, apa yang sebenarnya kamu bicarakan?” Sunggyu benar-benar tidak mengerti.
Jinri cemberut, kembali duduk di tempat duduknya lalu menatap Sunggyu.
“Karena kamu sudah menceritakanku banyak cerita, bagaimana kalau kali ini aku yang bercerita?”
*****
Myungsoo mendekat pada Jinri, lalu mengangkat senjatanya.
“Myungsoo?” Jinri melirik Sunggyu yang masih bernafas, tapi tidak cukup kuat untuk bangun. Dan tampaknya Myungsoo tidak tau hal itu.
“Tembak dia.” Myungsoo melepaskan rantai di kaki dan tangan Jinri, lalu memberikan senjatanya. “Tembak Jongin.”
“Apa?”
“Tembak Jongin, lalu kita berdua pergi menggunakan mobil di garasi. Ada banyak polisi yang baru tiba di luar, kita akan kabur sebelum mereka masuk. Kita akan pergi ke Seoul, kemudian melarikan diri keluar negeri, aku sudah membawa semua harta yang aku bisa.” Myungsoo menunjuk ransel besar di belakangnya. “Dan kita bisa kembali lima belas tahun lagi, setelah masa berlaku kasus ini sudah habis.”
Jinri menatap Myungsoo heran, ternyata anak ini jauh lebih cerdik dari kelihatannya.
“Dan kenapa aku harus membunuh Jongin?”
“Karena aku tidak menyukainya, dan kamu perlu jadi pelaku kriminal.”
Jinri tertawa, mengangkat senjatanya lalu menembakan tepat di jantung Jongin (Jinri baru sadar ekstrakulikuler memanah yang dulu pernah di ikutinya saat kelas satu ternyata sangat berguna.)
“Sudah? Ayo kita pergi sebelum polisi datang.”
Myungsoo mengangguk, berlari keluar dari ruangan sambil menarik tangan Jinri.
“Pegangan yang erat.”
Jinri mengangguk, membuka sabuk pengamannya secara sembunyi-sembunyi dan memastikan pintu mobil tidak terkunci. Myungsoo berencana keluar dari garasi dan kabur sebelum para polisi sempat mengejar mereka.
Jinri memegangi pintu saat mobil mulai berjalan dan pintu garasi otomatis terbuka. Dari kejauhan Jinri bisa mengenali Bora dan Doojun di antara para polisi di depan pintu rumah. Mobil semakin mendekati gerombolan polisi. Oke, ini kesempatan sekali seumur hidup.
Jinri membuka pintu begitu Myungsoo tiba di dekat gerombolan polisi, melompat keluar dan segera berlari terseok-seok sambil berteriak. “Tolong!”
Semua perhatian para polisi itu langsung tertuju pada mereka, Bora dan Doojun berlari mendekati Jinri dan polisi lainnya langsung masuk ke dalam mobil untuk mengejar Myungsoo.
“Jinri.” Jinri langsung menangis sambil memeluk Bora, (satu lagi ekstrakulikuler yang membuat Jinri bersyukur pernah mengikutinya di kelas satu, ekskul teater). “Dia, -hiks dia mencoba membunuh kami semua. -hiks Dia memaksa kami menekan senjatanya, dia bilang jika -hiks jika berani mengadu maka kami akan jadi tersangka. –hiks.”
“Kami?” Doojun bertanya khawatir.
“Ah, -hiks ada satu orang di dalam sana, dia tertembak di bagian perut tapi aku yakin dia masih -hiks hidup. Selamatkan dia, Doojun.”
Doojun mengangguk, berlari menuruni garasi bertepatan dengan datangnya mobil polisi yang berhasil menangkap Myungsoo, Jinri menyeringai, dia bahkan tidak bisa bertahan selama lima menit, bagaimana mau melarikan diri selama lima belas tahun?
Jinri melepaskan pelukannya dari Bora, air mata masih (sengaja) mengalir di wajahnya. Jinri berjalan mendekati mobil polisi berisi Myungsoo dengan kaki yang terseok, memberi anggukan kecil pada Bora yang mencoba menahannya.
“Kenapa kamu -hiks melakukan ini? Kenapa?” Jinri berteriak sambil menangis pada Myungsoo, lalu menunduk seolah berpura-pura sedang mengambil nafas. Tapi Jinri hanya ingin mendekat dan berbisik pada Myungsoo.
“Sekali seekor anjing, selamanya seekor anjing.”
*****
“Dan anjing kecilmu terpaksa harus menebus semua perbuatannya di penjara sekarang.” Jinri menyelesaikan ceritanya.
“Tapi Myungsoo bahkan tidak membunuh siapapun. Aku belum mati dan kamu lah yang membunuh Jongin.”
Jinri mendengus, bahkan setelah di khianatipun Kim Sunggyu masih tetap sayang pada Anjingnya.
“Itu yang sebenarnya, tapi polisi tidak tau itu. Yang mereka tau adalah, Myungsoo membunuh semuanya, lalu memaksa kita menekan pistol agar bisa menjadikan kita kambing hitam. Tidak sulit meyakinkan para polisi asal kamu bisa menangis.” Jinri mengangkat bahu, kemudian melanjutkan;
“Oke, sekarang mari kita bicarakan perjanjiannya.”
“Perjanjian?”
“Ya, sekarang kamu adalah pacarku. Dan kalau kamu mencoba menjauhiku atau kabur, aku bisa dengan mudah memberikan semua bukti mengenai tindak kejahatanmu –yang disimpan di tempat yang hanya aku yang tau. Lagipula yang publik tau kita adalah pasangan malang yang berhasil keluar dari maut dengan kekuatan cinta. Apa yang akan mereka lakukan jika tau kamu sebenarnya berniat membunuhku? Mereka mungkin akan membuat petisi agar Kim Sunggyu di hukum gantung.”
Sunggyu menggeleng, menatap Jinri dengan takjub. “Aku pikir rencanaku sudah sempurna, tapi ternyata kamu membuat sebuah rencana yang jauh lebih sempurna.”
“Aku akan anggap itu sebagai pujian, lagi.”
“Kamu gila, Jinri.”
“Oh bagus! Kalau begitu kita akan menjadi pasangan yang cocok, kan? Bagaimana? Kamu setuju?”
Sunggyu mengerang sebelum akhirnya mengangguk,
“Toh aku tidak punya pilihan lain.”
FIN
.
.
.
.
.
Saat itu hari kelima Sunggyu keluar dari rumah sakit, mereka sedang berusaha berlari dari kejaran wartawan majalah remaja (dan majalah roman, dan majalah politik, juga majalah kesehatan) yang mencoba mendapat lebih banyak cerita mengenai kisah dramatik Jinri dan Sunggyu.
Mereka berlari melewati café-café tempat berkumpul anak muda, memasuki jalan diantara rumah-rumah penduduk dan menelusuri pasar ikan bertanah becek dengan bau amis yang membuat Jinri hampir muntah. Sunggyu baru berhenti berlari dan melepaskan tangannya begitu mereka tiba di sebuah bukit yang menghadap ke laut dan jauh dari kejaran pers.
“Jinri?” Sunggyu memanggil namanya.
“Hm.” Jinri bergumam, masih berusaha mengatur nafasnya yang terus memburu.
“Aku sudah tau kalau kamu tidak menyimpan bukti apapun.”
Jinri mengangguk, “aku tau itu.”
“Dan sebenarnya, aku tidak begitu terpaksa saat menyetujui perjanjian itu.”
Jinri mengangguk lagi, “aku tau itu.”
“Dan mungkin... aku juga benar-benar menyukaimu.”
Aku tidak tau itu, Jinri merasakan jantungnya berdegub kencang, lalu melihat ke arah Sunggyu yang sedang memandangi laut Haeundae. Dia terlihat kelelahan, tapi untuk pertama kalinya setelah kejadian itu Jinri bisa melihat Sunggyu tersenyum tulus.
Mungkin mereka benar; kau harus menjadi gila untuk membuat orang gila menyukaimu. Dan Jinri tidak menyesal sudah melakukan semua hal gila itu, karena akhirnya, orang gila bernama Kim Sunggyu ini juga menyukainya.
Jinri memeluk Sunggyu, cerita mereka mungkin tidak berakhir seperti kebanyakan novel romantis di kamar Jinri; happy ending untuk dua tokoh protagonis yang melewati banyak rintangan.
Tapi kadang, tokoh antagonis pun berhak mendapat akhir bahagia.
*****
WHAT.IS.THIS.
[babbling]
Tolong maafkan saya, saya tau saya sudah membuang-buang waktu berharga kalian Cuma untuk cerita dengan ending ...secrappy ini. Ini bukan ending yang asli, sebenernya saya mau bikin Kim Sunggyu bunuh semua orang dan Jinri selamat dengan bantuan Myungsoo dan Doojun juga Bora. Tapi itu terlalu plain untuk otak saya yang sedang dalam masa depresi (Thanks tokejadian di tanggal 6 Agustus –yang saya yakin kita semua sudah tau bakal terjadi, tapi saya tetep merasa sedikit kacau. Walau saya juga merasa lega sekaligus, karena akhirnya masalah ini bener-bener di tuntaskan dan para fans ga dibiarkan mengapung. I will always support her no matter what, anyway.) dan setelah banyak perubahan, akhirnya Jinri saya bikin sebagai psikopat. hmm. Tolong maafkan saya sekali lagi.
Btw ini pertama kalinya saya nulis dan ngepost cerita secepet ini (cerita aslinya selesai dalam waktu satu hari dua malam). Tapi saya harus pergi ke luar kota pulau minggu depan untuk menyiapkan kuliah saya dan saya mungkin ga bisa update fict begitu sering (itu pun kalau masih ada yang mau baca fict saya setelah cerita yang berakhir dengan kacau ini).
Daaan, sekali lagi terimakasih untuk semua reader yang sudah baca dan tinggalkan komen. /huuuugggg/
Comments