Victim 5

[Play] Victim

Satu Tahun Lalu, Hari Ketiga di Musim Panas 2014.

 

Malam itu hujan deras, petir saling bersahutan dan jalan raya sangat licin. Tapi sebuah mobil berisi beberapa remaja sekolah menengah justru menambah kecepatannya. Seolah tidak mau kalah dengan bunyi musik rock yang mengaum dari radio.

Semua penumpang asik membicarakan pesta yang baru saja mereka hadiri, sesekali bercanda tanpa ada satupun yang benar-benar memperhatikan jalan, tidak juga remaja pria tujuh belas tahun yang berada di depan kemudi. Sampai akhirnya mobil berguncang hebat dan di hentikan mendadak.

Ke enam remaja di dalam sana saling berpandangan, wajah-wajah gembira mereka berubah menjadi pucat dan kekhawatiran.

“Jinri, kamu baik-baik saja?“ pria di belakang bertanya pada gadis di sebelahnya, gadis itu mengangguk.

“Ya, apa yang terjadi, Sehun?”

Sehun –remaja pria yang menyupir, menggeleng, memandang temannya dengan tatapan horror.

“Aku rasa, aku rasa aku menabrak sesuatu.“

“Apa mungkin...” Soojung menatap teman-temannya takut.

“Mungkin hanya kayu, ya, kayu! Mungkin ada pohon yang rubuh karena lebatnya hujan, ya pasti kayu. Atau mungkin juga kucing, ya kucing! Kucing yang kehujanan dan tidak melihat jalan saat menyebrang, atau juga-”

“Jinri!” Jongin memegang tubuh Jinri yang bergetar, “aku dan Sehun akan turun. Kalian tunggu di sini.”

Jinri mengangguk, memandang Jongin dan Sehun yang  menembus hujan dari kaca mobil. Jinri bisa melihat wajah Jongin dan Sehun yang berubah menjadi horror begitu tiba di depan mobil. Dan Jinri tau apa yang baru saja mereka tabrak.

“Seorang wanita, mungkin masih kuliah.” Jongin berkata begitu mereka masuk dengan tubuh basah kuyup, sementara Sehun masih bergetar di tempat duduknya.

“Sudah ...mati?”

“Aku tidak yakin.” Jongin menggeleng.

“Kalau begitu kita bawa ke rumah sakit. Dia mungkin masih hidup.” Jinri baru ingin keluar saat Jongin menahan tangannya, “Dan membuat kita semua masuk penjara?”

“Tapi kalau kita membiarkannya dia akan benar-benar mati.”

“Kalau kita menyelamatkannya, maka kita yang akan mati. Ayah akan membunuhku, Sehun akan kehilangan kesempatannya masuk universitas teater, dan kalian berempat akan selamanya di ingat sebagai remaja bawah umur yang menabrak seseorang. Kamu mau itu Jinri?”

Jongin tidak pernah marah padanya, jadi Jinri hanya menggeleng sambil menggigit bibirnya menahan tangis. Dia tidak mau itu terjadi, tapi dia juga tidak mau membiarkan wanita itu meninggal disana.

“Kita pergi saja.” Suara Soojung terdengar dingin dan nyaris tanpa emosi. “Kalau beruntung seseorang akan menemukan dan menyelamatkannya, kalau tidak, dia mati dan kita semua selamat.”

“Tapi–“

“Jalan, Sehun.” Soojung menatap Sehun yang menjalankan mobilnya dengan ragu, “tidak terjadi sesuatu malam ini, Jinri. Besok kita akan terbangun di rumah masing-masing dan ini semua hanya mimpi, mimpi buruk.”

 

*****

 

“Aku tidak mengerti.” Jinri melihat Jiyoung yang asyik menikmati beer kalengannya di atas meja (Jiyoung tidak pernah minum alkohol, Jinri semakin tidak mengerti.)

“Kamu tidak perlu mengerti.” Jiyoung mengangkat bahu.

“Ada apa denganmu, Jiyoung? Bukankah kalian berteman?” Sunggyu berdiri setelah mengencangkan rantai di kaki kiri Jinri. Jinri benar-benar tidak menyangka kalau mereka bertiga bekerja sama. Jinri memandang Sunggyu yang sedang memainkan pisau kecilnya dengan kesal.

“Jangan menatapku begitu Jinri.” Sunggyu tertawa, duduk di atas meja di samping Jiyoung. “Myungsoo, kamu suka cerita, kan?” Myungsoo yang duduk di kursi mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari komik dihadapannya.

“Aku akan memberitahu beberapa cerita menarik padamu dan adik-adikku.” Sunggyu tersenyum  ke sebelah kiri Jinri, (dan Jinri hampir memekik kaget karena Jongin yang dia kira sudah mati ternyata masih hidup, dia hanya berdiam di tempatnya sambil memandang Sunggyu dengan tatapan kosong).

“Oke, hmm, cerita pertama bermulai dari enam anak bodoh yang pulang dari pesta di sebuah hujan lebat.” Jinri mendelik, dia kenal pasti isi cerita pertama. Apa hubungan Sunggyu dengan cerita yang selalu menjadi mimpi buruknya ini? “Satu anak bodoh sedang menyetir dengan kecepatan tinggi, tidak memperhatikan jalanan yang licin dan seorang wanita yang sedang menyeberang. Lalu bam! Mereka menabraknya.”

Apa wanita itu Ibu Sunggyu? Tapi bukankah Jongin bilang wanita itu tampaknya seorang mahasiswi?

“Enam anak bodoh itu bisa saja menyelamatkan si wanita, mereka bisa membawanya ke rumah sakit dan mungkin nyawanya akan tertolong. Tapi tidak, mereka dengan gampangnya meninggalkan wanita itu sendirian di sana, meregang nyawa di tengah hujan. Ah, dasar bodoh. Aku begitu kesal pada mereka sampai aku berharap bisa membunuh semua, bagaimana dengan kalian?” Sunggyu menyelesaikan ceritanya, tersenyum pada Jinri dan Jongin. (Dan Jinri pasti sudah gila, tapi dia masih memikirkan betapa menariknya senyum Sunggyu bahkan saat dalam keadaan di ujung maut.)

“Baiklah, lanjut ke cerita ke dua. Jika cerita pertama bertema tragedi, cerita kali ini adalah drama. Tokoh utama dalam cerita ini adalah dua puluh tiga tahun Kim Sunggyu. Kim Sunggyu di umurnya yang ke dua puluh tiga adalah pemuda yang paling beruntung sedunia. Baru saja lulus dari sekolah kedokteran dan langsung mendapat tawaran bekerja di salah satu rumah sakit swasta termewah di Busan. Memiliki adik yang menyayanginya.” Sunggyu berhenti sejenak untuk mengusap kepala Myungsoo (dia benar-benar mengingatkan Jinri pada anak anjing.)

“Kim Sunggyu juga memiliki pacar yang cantik, baik hati, dan begitu peduli padanya.” Oh, Jinri mulai mengerti sekarang. “Sampai suatu pagi setelah hari jadi mereka yang ke empat, Kim Sunggyu mendapat telepon kalau pacarnya yang cantik itu sudah meninggal, menjadi korban tabrak lari di daerah Haeundae, tidak jauh dari rumahnya. Kim Sunggyu langsung menjadi gila, dia hampir membunuh dirinya sendiri kalau saja adiknya tidak mencegahnya.”

“Aku hampir mati kalau bukan karena Myungsoo.” Sunggyu berkata dengan suara pelan, “apa yang kupikirkan saat itu? Bagaimana bisa aku mati sementara kalian semua masih ada di luar sana? Bersenang-senang setelah membunuh orang yang aku sayangi?”

“Lalu aku melakukan segala yang aku bisa, mencari semua bukti dan hampir tidak menemukan apapun. Sampai aku sadar buktinya ada di hadapanku sendiri. Mobil Hyundai Hitam yang Jongin pinjam memiliki sedikit goresan pada bagian depannya. Jadi suatu hari, aku mengajak Jongin ke rumah dan membuatnya minum yang banyak, hingga Jongin menceritakan semuanya.”

Jinri melirik Jongin yang hanya menundukan kepala.

“Setelah itu aku mendekati Jongin, mencoba mencari tau siapa saja yang ada disana. Agak sulit memang, apalagi aku sangat membenci anak ini karena Ibunya merebut Ayah dan membuat Ibuku pergi, tapi aku menahan semuanya dan mulai mempelajari semua hal tentang kalian, sampai akhirnya rencanaku sempurna. Seperti sekarang ini.”

Sunggyu berhenti bercerita, mengambil sebuah botol air minum dari kulkas kecil yang ada disana.

“Jadi bertemu denganku, itu juga salah satu dari rencana?”

“Itu tidak. Tapi itu membuat rencanaku bertambah sempurna. Karena kamu tidak curiga sedikitpun kepadaku.” Sunggyu mengangkat bahu, meminum air dari botolnya. “Apa kamu masih mau mendengar kelanjutan ceritanya, atau...”

“Lanjutkan, aku mau tau kenapa gadis ini terlibat.” Jinri menatap Jiyoung marah.

“Oh, itu. Aku menemui Jiyoung beberapa hari sebelum kalian pergi, aku menawarkan untuk menyelamatkan nyawanya, dan dia hanya perlu memberikan sebuah pil berisi kafein pada Oh Sehun. Dari informasi yang aku dapat Sehun punya trauma dengan mobil. Karena itu aku sengaja meminjamkan mobil yang sama pada Jongin.

Jadi begitu traumanya datang, dan mendapat tambahan banyak kafein, penyakitkan akan kambuh dan, yeah, dia tenggelam di laut. Tidak begitu sulit untuk membunuhnya setelah dia tidak sadarkan diri di dalam mobil ambulan.” Sunggyu mendekat, menepuk pipi Sehun yang sudah tidak bernyawa.

“Jadi semua ini hanya akting? Aku tidak percaya kamu mengkhianati kami semua.” Jinri memandang Jiyoung yang hanya mengangkat bahu,

“Aku aktris yang hebat, bukan? Lagipula aku belum mau mati, dan Sunggyu berjanji akan membiarkanku hidup jika aku melakukan itu. Iya, kan?”

Sunggyu mengangguk, mulutnya membentuk seulas senyum jahil.

“Sebenarnya, Jiyoung. Aku meletakan sesuatu di dalam beer-mu. Mungkin kau akan merasakan efeknya dalam satu...” wajah Jiyoung berubah horror, “dua...” cairan aneh keluar dari mulutnya, “tiga.” Dan Jiyoung berlari keluar ruangan di susul oleh Myungsoo yang berjalan  keluar dengan setengah hati, seolah tidak ikhlas meninggalkan komik yang dia baca.

Sunggyu tertawa, (Jinri benar-benar sudah gila, suara tawa Sunggyu masih bisa membuatnya berdebar.) Lalu berjalan ke hadapan Suzy. “Menghabisi gadis ini juga tidak sulit, saat pergi ke rumah sakit di dalam mobil aku memukul kepalanya lalu menyuntikan racun disaat dia tidak sadar. Yah, walau aku sedikit menyesal karena sudah memukul kepalanya, dia terlihat lebih cantik tanpa kepala bocor, iya kan?”

(Dan Jinri merasa dirinya mulai cemburu. Apa kalau dia mati nanti Sunggyu akan menganggapnya cantik?)

“Kalau yang ini, sedikit tidak terduga tapi aku senang bisa mendapat bantuan darimu, Jinri.” Sunggyu menunjuk tubuh Soojung yang dilumuri darah. “Dia masih sedikit bernafas saat terjatuh dari menara dan aku hanya perlu menutup hidungnya untuk membuat gadis ini pergi.”

Sunggyu berjalan kehadapan Jongin, menyeringai pada adik tirinya itu.

“Menculik Jongin juga mudah, aku bawa dia ke tempat parkir lalu membuatnya pingsan saat kamu masih tidur di dalam kamar dokter –mungkin kamu tertidur karena mencium kloroform di dalam tasku. Yang sedikit susah adalah memasukan dia ke dalam bagasi mobil.”

Sekarang Jinri sadar kenapa mobil terasa jauh lebih berguncang saat mereka pulang tadi –karena ada benda berat di bagasi.

Pintu di buka, Myungsoo masuk sambil menyeret tubuh Jiyoung yang tidak lagi bernyawa lalu merantainya di sebelah Jinri.

“Empat sudah mati, pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana cara kalian mati?”

 

Jinri mengerang, seluruh tubuhnya terasa sakit karena terlalu lama berdiri. Myungsoo yang masih asyik membaca komiknya melihat Jinri sekilas, lalu kembali membaca. Sunggyu sudah pergi sekitar satu jam  lalu, tergesa-gesa mencuci tangan dengan sabun yang berbau seperti pupur bayi, (mengingatkan Jinri pada aroma tangan Myungsoo di hari hilangnya Jiyoung,) setelah mendapat telepon dari rumah sakit bahwa ada pasien yang harus segera di operasi.

Sunggyu bilang dia benar-benar harus cepat pergi untuk menyelamatkan nyawa pasien itu . Jinri tertawa kecil –bagaimana bisa dia begitu khawatir mengenai menyelamatkan nyawa seseorang sementara dia baru saja menghilangkan empat nyawa di rumahnya sendiri?

(Dan Jinri tidak mau mengakui ini, tapi kepribadian Sunggyu yang seketika berubah itu membuatnya sangat tertarik.)

“Myungsoo.” Jinri memanggil Myungsoo yang hanya bergumam sebagai balasan.

“Ingat cerita yang kamu beritahu tadi siang? Ayo kita lanjutkan ceritanya.”

Myungsoo tersenyum, berdiri dari kursi dan duduk di atas meja tepat di hadapan Jinri.

“Oke, aku akan ceritakan. Cerita ini mengenai seorang pria yang menculik lalu membunuh anak-anak muda karena dendam. Pria itu mengurung anak-anak muda di ruangan bawah tanah rumahnya, dan dia membunuh mereka satu persatu dengan bantuan–“

“Anjing kecilnya.” Jinri melanjutkan, menatap Myungsoo yang hanya mendengus, tapi tidak membalas ejekan Jinri. “Anjing kecil itu sangat menyayangi tuannya, sebab dari kecil hanya tuannya lah yang menjaga dan menyayanginya, jadi sebagai balasan, dia selalu melakukan apa yang tuannya perintahkan, sampai suatu hari Anjing kecil jatuh cinta pada salah satu korban si tuan.”

Jinri tidak melewatkan ekspresi terkejut Myungsoo yang segera berubah menjadi ekspresi kosongnya yang biasa. Ya, Jinri sekarang tau makna tatapan aneh Myungsoo padanya. Anjing kecil ini menyukainya.

“Dan apa yang harus dilakukan Anjing kecil untuk menyelamatkan si korban?”

Jinri berhenti bercerita, membiarkan Myungsoo menjawab pertanyaannnya.

“Anjing kecil tidak melakukan apa-apa, karena seorang Anjing tidak berhak melawan Tuan yang sudah membesarkannya.”

Myungsoo tersenyum kecil, seolah meminta maaf pada Jinri, lalu meninggalkan ruangan itu.

“Rupanya kamu gagal menggoda si Anjing.” Jongin di sebelahnya berkata, kalau dipikir-pikir lagi, ini kali pertama Jongin bicara padanya di ruangan ini.

“Tidak ada salahnya mencoba.”

 

Sunggyu kembali ke ruangan itu sekitar dua jam kemudian, masih dengan kemeja putih dokternya (Jinri berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar, apa dia sudah pernah bilang kalau dia benar-benar menyukai pria Kim Sunggyu dalam kemeja putih?)

“Mana anjingmu?”

“Anjing?” Sunggyu terlihat bingung, lalu tersenyum. “Ah, Myungsoo? Dia sedang menangis di ruang tamu. Apa yang kamu katakan padanya?”

“Tidak ada, aku hanya memberitahunya aku tau dia menyukaiku.” Jinri menatap Sunggyu dengan senyum. “Sayang sekali aku lebih menyukai Tuannya.”

Sunggyu tertawa, wajahnya terlihat terhibur.

“Kamu benar-benar gadis yang tidak biasa Jinri.”

“Aku anggap itu sebagai pujian.” Jinri tersenyum manis pada Sunggyu yang membeku sesaat, lalu berpaling untuk mengambil sesuatu dari tasnya.

 “Kalian punya senyum yang sama.” Sunggyu memperlihatkan selembar foto kepada Jinri. Seorang gadis sedang tersenyum  ke arah kamera, sesaat Jinri merasa seperti sedang berkaca. Walau wajah mereka berbeda, cara tersenyum mereka memang hampir sama. “Dan kalian juga memiliki sifat yang sama.”

Sebenarnya siapa gadis ini? Melihat Sunggyu memandangi fotonya dengan wajah bahagia membuat Jinri ingin membakar foto itu.

“Setiap kali melihatmu, aku akan selalu teringat pada Miyoung.”

Miyoung?

“Dia gadis yang kalian tabrak. Hwang Miyoung, kamu tidak kenal?”

Jinri menggeleng, dia memang tidak pernah menonton televisi dan membaca Koran sejak kejadian itu. Dia cantik, tapi melihat wajahnya membuat Jinri kesal karena Sunggyu menyukainya.

“Kamu gadis yang menyenangkan, Jinri. Seperti Miyoung. Dan aku akan sangat bersyukur andai kita bertemu dalam situasi berbeda.” Sunggyu menyimpan foto Miyoung ke dalam tasnya dengan hati-hati, (Jinri semakin membenci gadis ini), “sayangnya kita bertemu dalam situasi ini. Dan kamu tetap harus membayar semuanya.”

Sunggyu mengeluarkan sebuah pisau kecil dari bawah meja. . Jinri mulai takut tapi dia tidak boleh kelihatan cemas. Jadi Jinri mulai mencari pikiran positif, oh ya! paling tidak kematiannya tidak akan semenyakitkan kematian Soojung. (Itu jujur tidak membuatnya berhenti merasa cemas)

“Padahal aku benar-benar menyukaimu.” Jinri berkata pada Sunggyu yang mulai mengasah pisaunya.

“Aku menyukai Kim Sunggyu yang baik dan sempurna. Aku menyukai Kim Sunggyu yang selalu mendahulukan orang lain. Aku menyukai Dokter Kim Sunggyu yang pintar, dan aku bahkan menyukai Kim Sunggyu yang hanya bisa membuat pancake dan bacon.

Jinri tidak bercanda, dan Sunggyu juga tidak tertawa, tapi pria itu masih mengasah pisaunya tanpa melihat ke arah Jinri.

“Dan anehnya, aku juga menyukai Kim Sunggyu yang gila dan pembunuh berdarah dingin.”

“Aku sudah bilang jangan menyukaiku.” Sunggyu berhenti mengasah pisau, menghembuskan nafas panjang dan baru akan berjalan mendekati Jinri saat pintu tiba-tiba di buka, dan sebuah peluru di tembakkan menuju perut Sunggyu yang langsung ambruk.

Myungsoo berlari ke dalam, tangannya yang bergetar membawa sebuah shot gun kedap suara.

“Bahkan seekor anjing pun kadang harus menggigit Tuannya.”

Myungsoo mendekat pada Jinri, lalu mengangkat senjatanya.

 

 

Note: ini belum ending, saya bakal update satu chapter pendek lagi nanti. Tapi saya rasa, ada sebagian yang mungkin bakal prefer chapter ini sebagai endingnya hehe.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
choramyun99 #1
Chapter 6: Woaaaaw such a dramatic and... Unpredictable storyyyyyyyyy


Meskipun in the end sulli gak berakhir dengan myungsoo but cerita ini mind blowing banget
hanieychoi #2
Chapter 6: Aku suka, dengan endingnya. tak sangka jinri bertukar menjadi peran antagonis. tapi aku suka dengan ending cerita ni. you did a great job author. Keep writing.

Aku pikir endingnya sulli sama jongin atau myungsoo.
doraemon27 #3
Chapter 6: endingnyaaaaah
gak nyangka banget, ternyata sulli nya psikopat,
good job author :)
vanilla133 #4
Chapter 6: Aku pikir jinri akhirnya sama jongin/myungsoo malah sebaliknya. Ya udhla yg penting jinriku tetap selamat,bahagia dan waras akhirnya.
tikook #5
Chapter 6: lumayan bikin jantung deg2an.. good job authornim..
aliceeuu #6
Chapter 6: The plot tho oh god. Ga nyangka ternyata bakal berakhir kayak gini. Aku pikir ya kalau ga myungsoo ya jongin yang bakal sama sulli, but nah. Anyway ceritanya seru banget, jarang banget aku baca cerita yang bertema kayak gini nih.
seiranti
#7
Chapter 6: The plots really twists^^ ga nyangka endingny jd ky ginih! I thought tht sulli yg plg waras d cerita ini, tiba2 berubah jd psikopat in the end of the story.. But still i prefer sull wth myungsoo^^hehee
babbychoi
#8
Chapter 6: Apasih kak? Jinrinya gila banget
Aduh myungsooku wkwkw
no-w-here
#9
Chapter 6: Endingnya ga terlalu buruk.. meskipun aku lebih suka jinri sama myungsoo/jongin. Hahahaha...
Well, kita semua pasti shok sm berita tgl 6 kmrn.. tapi ini lebih baik kan? Terutama buat Jinri..
Bikin cerita lagi ya thor.. jgn lupa the truthnya dilanjutin. :))
doraemon27 #10
Chapter 5: nooooo, please jangan jadiin ini endingnya. aku masih penasaran gimana endingnya. ayolah author dilanjut ceritanya please, :(