Chapter two ; Begining

Life and Love in Highschool

Part 2

Begining

 

Besok harinya, di pagi hari yang cerah untuk memulai hari baru yang lebih baik dari hari kemarin. Irene menemukan 2 sosok  yang selalu ingin ditemuinya pertama kali di sekolah itu. Dengan cepat Ia mengejar kedua orang itu.

“good morning …” sapanya langsung menyegat jalan kedua sosok itu

“eoh morning Irene~na ..” sapa Mino dengan senyum mengembang di wajahnya.

Jinwo hanya tersenyum membalas salam Irene, karena mata Irene hanya melihat pada Mino, jadi mungkin baginya salam itu hanya untuk Mino.

“dimana Wendy, Joy?” tanya Mino sambil melihat sekitarnya

“itu mereka …” balas Irene sambil menunjuk pada Wendy dan Joy yang berjalan ke arah mereka

“morning ..” sapa Wendy semangat, tapi belum sempat yang menghentikan kakinya di hadapan Mino Jinwoo dan Irene, tangannya langsung ditarik Joy berlalu meninggalkan mereka bertiga.

“kenapa Joy?” bingung Mino

“Sepertinya masih marah denganmu” sahut Jinwoo

“marah? Padaku? Wae??”

“kau minta maaf atas namanya” balas Irene

“itu salah?” Mino benar-benar kebingungan “ani .. aku malah harus berkelahi dengan orang sombong itu, dengan anak kelas 2, tapi aku malah jadi yang bersalah disini?” Mino tak terima disalahkan

“sudahlah lupakan, nanti juga baik sendiri” tanggap Irene mencoba menghibur Mino

@@@

Di jam istirahat, seperti biasa, Seungyoon dan Seunghoon berlatih dance bersama. Selalu hanya mereka berdua yang menghabiskan jam istirahat dengan latihan dance. Hari itu Seunghoon sedikit bersemangat berlatih, matanya membara. Tak pernah Ia istirahatkan tubuhnya yang sudah bermandikan keringat. Seungyoon yang menyadari sikap Seunghoon memilih untuk terus mengikutinya, karena Seungyoon paling tau saat Seunghoon sudah seperti itu, jangan pernah mengganggunya kalau tidak mau nyawa menjadi taruhannya. Karena itu Seungyoon terus mengikuti setiap gerakannya,  walaupun dia sudah benar-benar kelelahan.

Di sela-sela usahanya untuk berhenti sebentar saja dari gerakannya, Seunghoon lah yang tiba-tiba menghentikan gerakannya. Seungyoon melihat kesempatan emasnya untuk merebahkan tubuhnya segera, tanpa Ia tau alasan Seunghoon tiba-tiba berhenti, baginya itu adalah kesempatan istirahat yang diberikan Seunghoon untukknya.

“kau masih berani datang?” suara dingin Seunghoon diantara helaan nafasnya terdengar mengerikan di dalam ruangan itu.

Seungyoon langsung bangkit dari rebahannya. Dari cermin besar di depannya, dia menemukan pantulan sosok yang menjadi satu-satunya alasan Seunghoon marah seharian ini . “wah berani sekali dia datang” bisik Seungyoon sendiri melupakan rasa lelahnya yang sejak tadi hampir membunuhnya.

“tentu saja .. “ dingin Joy yang berjalan mendekati kami, sambil melepas jaketnya, dan melempar tasnya sembarang

Seunghoon yang sejak tadi hanya melihat sosok Joy dari cermin, kini membalikannya badannya. Matanya tajam menatap Joy. Tapi Joy justru membalas tatapan itu dengan senyuman dingin, sinis dan meremehkan.

“aku benci diremehkan, aku memang tidak sehebatmu dalam dance, tapi aku bukan orang yang bisa kau remehkan” dingin Joy

“aa.. jinjja? Jadi sekarang kau ingin memperkenalkan dirimu lebih mendalam tentang kepribadianmu?” senyum sindir Seunghoon

“aku hanya memperingatimu”

“baiklah kalau begitu, sekarang giliran aku yang memperkenalkan diriku lebih dalam” Kini Seunghoon memberikan senyuman dinginnya, matanya benar-benar sedang menantang Joy.

Seunghoon benar-benar menatap Joy seolah dia adalah pesaing terberatnya, dia lupa atau memang sengaja tak memperdulikan bahwa Joy itu adalah perempuan. Seungyoon yang melihat pemandangan itu, hanya bisa menghela nafasnya karena Ia tak bisa berbuat apa-apa.

@@@

Seungyoon meninggalkan dua orang yang sedang perang dingin itu di dalam ruangan, hanya berdua. Baginya itu kesempatannya untuk kabur dari Seunghoon yang mungkin akan terus menyuruhnya latihan sampai tulang-tulangnya patah. Ia juga tak begitu peduli apa yang akan terjadi diantara mereka. Karena dia paling benci mencampuri urusan orang lain.

Seungyoon memilih untuk melarikan diri ke kantin sekolah untuk menyenangkan tenggorokannya yang sudah kering karena latihan tanpa istirahat tadi. Dia duduk di salah satu meja. Seragamnya sengaja tak di kancingnya, sehingga kaos hitam didalamnya yang sudah basah oleh keringatnya terpamerkan dengan jelas, membuatnya terlihat seperti siswa tak terurus.

Disela istirahatnya yang tidak ingin diganggu oleh siapapun, seorang murid perempuan datang mendekatinya, tanpa basa-basi dia langsung duduk di kursi kosong di depan Seungyoon. Seungyoon menoleh menyadari kedatangan seseorang di hadapannya.

“eo .. annyeong” sapa Seungyoon santai sebelum dia menegak kembali minuman penyegar dahaganya itu.

“aku dengar kau berhasil mempertahankan beasiswamu sampai akhir tahun sekolah” murid perempuan itu mulai mengeluarkan suaranya yang terdengar sedikit tidak senang dengan pernyataanya sendiri

“benarkah? Aku baru dengar” balas Seungyoon masih santai

Murid perempuan itu diam, tak membalas, tapi matanya terus menatap Seungyoon penuh arti. Seungyoon menyadari sikap diamnya, Ia tau apa yang dipikirkan perempuan di depannya itu.

“seulgi~ya ..” Seungyoon menyebut namanya dengan menatap wajahnya serius “kenapa kau selalu mengajakku bicara dengan topik yang selalu sama, apa kau tidak bosan?”

“kau tau kenapa aku selalu menanyakan ini”

“dan kau juga tau, pernyataan apa yang akan kau dengar dariku setiap kali kau mengajakku membicarakan masalah ini” emosinya mulai keluar

“kau tidak menginginkan beasiswa itu? kau tidak tau apa-apa tentang beasiswa itu? Kau tidak berminat pada sekolah ini? Semua jawabanmu itu tidak sesuai dengan kenyataannya” Seulgi mulai mengeraskan suaranya

“jadi kau ingin aku bagaimana? Keluar dari sekolah ini?” nada Seungyoonpun tak kalah keras

“ani .. aku hanya ingin kau berhenti membuatku iri, membuatku harus siang malam belajar agar bisa mempertahankan beasiswaku sama sepertimu” gretak Seulgi bangkit dari kursinya dan memberikan tatapan tajam pada Seungyoon.

“kau selalu saja mengajakku berdebat dengan masalah yang sama!” Seungyoon benar-benar sudah kesal.

Ia bangkit dari duduknya, dan memilih pergi meninggalkan Seulgi di meja itu. Seulgi tak membalas, bahkan Ia tak berusaha menghentikan langkah Seungyoon. Dia juga berpikir memang lebih baik Seungyoon pergi daripada mereka harus bertengkar lagi dengan masalah yang sama. 

Sementara itu Seungyoon terus berjalan meninggalkan kantin tanpa menengok sedikitpun pada Seulgi. Ia berjalan dengan gerakan kaki yang cepat. Amarahnya masih belum reda. Sesekali ia menegak minumannya untuk menenangkan dirinya. Saat perjalannya kembali ke ruang dance, dia berpasasan dengan sekumpulan murid yang memadati papan pengumuman. Seungyoon dibuat penasaran. Dia memaksakan diri untuk masuk kedalam kerumunan. Terdengar bisikan-bisikan dari murid lain “itu dia, itu dia”. Seungyoon tak memperdulikan bisikan itu sampai dia melihat sendiri pengumuman yang terpampang di papan putih besar itu.

Sebuah pengumuman hasil ujian akhir yang baru selesai diadakan 2 minggu yang lalu. Di daftar siswa kelas 2, namanya tertulis di urutan pertama. Artinya dia juara umum, dan itu lah yang dibicarakan Seulgi tadi. Dengan Seungyoon memproleh juara 1 umum artinya beasiswanya bisa ia pertahankan sampai kenaikan kelas 3.

Seungyoon menghela nafasnya mengingat keluhan Seulgi tadi, kemudian dia langsung mencari nama Seulgi diantara daftar nama itu. ‘Kang Seulgi’ nama itu tertera diurutan 11, artinya dia keluar dari 10 besar, dan itu juga artinya beasiswanya dalam bahaya. Seungyoon kembali menghela nafasnya. Cepat dia keluar dari kerumanan itu.

Ia mulai berpikir untuk mewajarkan sikap keras Seulgi tadi. Kini dia malah merasa bersalah. Dia menoleh ke arah kantin, berpikir untuk menyusul Seulgi. Tapi apa yang ingin dia lakukan? Minta maaf? Untuk apa? Dia merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Semua ini diluar kendalinya, apa yang bisa dia lakukan. Cepat dia menggelengkan kepalanya, membuang pikirinnya untuk kembali kedalam kantin. Tegas Ia melangkahkan kakinya kembali menuju ruang latihan, tujuan awalnya.

@@@

“siapa dia?” tanya Mino setelah selesai menyaksikan pemandangan yang menarik perhatiannya di kantin tadi. Ada Jinwoo, Irene dan Wendy yang juga menyaksikan pertunjukan yang sama.

“mereka sedang membicarakan tentang beasiswa? Lucu sekali” sahut Irene

Jinwoo yang mendengarnya sedikit tersinggung dan langsung menundukan kepalanya.

“Dia Seulgi, aku sekelas dengannya” sahut Wendy

Mino langsung memberikan perhatian pada jawaban Wendy. “kalian berteman?” tanyanya cepat

“ani .. dia orang yang tertutup, aku tak pernah melihatnya bergaul dengan yang lain, dia hanya berteman dengan buku-bukunya”

“aaa begitu ..” Mino mengangguk-anggukan kepalanya “lalu laki-laki tadi, nugu?” lanjutnya

“dia Kang Seungyoon .. murid beasiswa, sang juara, dia selalu mendapatkan juara pertama setiap tahun” sahut Irene menjawab

“kau sekelas dengannya?” tanya Mino cepat

“ne .. banyak yang tidak percaya dia juara kelas, bahkan juara umum. Dia selalu tidur di kelas, sesekali bolos dari kelas. Aku dengar dia anak dance, tapi aku tidak pernah melihatnya berkompetisi, aku juga dengar dia pernah ikut audisi K-pop Star, tapi ia tidak lolos, karena itu dia berhenti bernyanyi dan pindah haluan ke dance. Semacam trauma” jelas Irene panjang sambil mengaduk-aduk minumannya

“eooo … kau tau banyak tentangnya” seru Mino setengah kagum pada kemampuan Irene

“ani .. ini karena dia selalu jadi bahan pembicaraan di kelasku, semua murid perempuan di kelasku menyukainya, padahal dia tidak setampan itu untuk dikagumi” sinis Irene

“tapi dia juga tidak seburuk itu untuk abaikan” sahut Wendy, Irene langsung mengerutkan keningnya dengan pernyataan Wendy itu.

“lalu, apa hubungan mereka berdua?” tanya Mino lebih lanjut

Irene dan Wendy menatap Mino bersamaan “molla” jawab keduanya kompak

“lagipula kenapa kau tertarik dengan mereka berdua, kau mengenal mereka?” tanya Irene menyidik

“mwo? Ani … aku hanya penasaran saja” Mino salah tingkah, dia memilih meneguk minuman di depannya.

Jinwoo melihat tingkah aneh Mino, dia yang paling tau kenapa Mino menjadi salah tingkah seperti itu.

“tapi ngomong-ngomong, kemana Joy?” tanya Jinwoo merubah arah pembicaraan

“dia latihan” jawab Wendy dengan ragu

“dance?” Irene tersentak kaget tak percaya

Wendy mengangguk cepat mengiyakan pertanyaan Irene. Jinwoo dan Mino pun tak kalah kaget. Mereka menghela nafasnya tanda kekecewaannya pada sikap Joy yang keras kepala.

@@@

Joy mengatur nafasnya yang sudah tak beraturan. Dia memegang perutnya, merasakan perih. Ini pertama kalinya Ia berkeringat seperti baru selesai mandi, bergerak cepat sampai membuat perutnya perih. Nafasnya sudah tak bisa dia atur agar kembali dalam ritmenya. Hanya dengusan nafasnya yang terdengar di dalam ruangan sebesar itu.

“jadi bagaimana tuan putri? Masih mau bertahan latihan diruangan bau dan pengap ini?” Seunghoon memulai sindirannya

Joy tak menjawab, tak bisa ia keluarkan kata-kata dari mulutnya, hanya suara dengusan nafasnya yang bisa Ia perdengarkan.

“aigo .. tuan putri kita benar-benar kelelahan. Baiklah kalau begitu latihan kita cukupkan sampai disini. Jika kau masih mempertahankan keinginanmu untuk masuk club dance ini, besok kau harus sudah hafal semua gerakan yang aku berikan tadi, jika kau tak sanggup, jangan pernah tunjukan mukamu di hadapanku lagi” Seunghoon menatap Joy dengan tatapan kemenangan “aku harap kau sudah mengenal kepribadianku sekarang” lanjutnya dengan senyuman dingin

Ia merasa sudah membuat Joy kapok. Walaupun baginya itu belum membalas tamparannya kemarin, tapi dia cukup puas membuat Joy merasa tak mampu seperti itu. Seunghoon memberikan senyuman sinisnya pada Joy sebelum dia beranjak pergi dari hadapan Joy.

Joy ingin sekali membalas kata-kata Seunghoon, tapi nafasnya saja masih belum dia atur apalagi berusaha mengeluarkan kata-kata yang bahkan belum sampai di tenggorokannya karena kalah lomba dengan dengusan nafasnya.

Seunghoon tanpa sama sekali menengok kebelakang, terus berjalan menuju pintu. Baru saja mau membuka pintu, Seungyoon lebih dulu masuk membuka pintu itu.

“eo, hyung … sudah berhenti latihannya?” tanya Seungyoon langsung

“eo .. na kanda!” balas Seunghoon sambil menepuk pundak Seungyoon dan pergi keluar dari ruangan.

Seungyoon berdiri kebingungan. Dia kemudian melihat kearah Joy yang duduk melemas di lantai. Dia memilih untuk menghampiri Joy di sana. Seungyoon ikut duduk di lantai bersama Joy. Kini dia berhadapan dengan Joy. Dia mendengar dengusan nafas Joy yang terdengar tak beraturan. Seungyoon kemudian memberikan minuman yang sengaja dia beli tadi untuk diberikan pada Seunghoon.

“igoo, minumlah” ucapnya

Joy mengangkat wajahnya menoleh pada Seungyoon di depannya. Kemudian matanya beralih pada minuman yang disodorkan Seungyoon. Cepat dia mengambil minuman itu. Dengan cepat juga dia menegak minuman itu sampai habis.

“wuah ..” kejut Seungyoon diiringi dengan senyuman lucunya.

Selesai minum, Joy menghela nafas panjangnya. Nafasnya mulai terdengar kembali pada ritmenya. Walaupun masih terdengar beradu cepat.

“kau benar-benar perempuan keras kepala, menantang seseorang yang lebih tua, ketua club, kau bahkan masih berani datang setelah menamparnya”  Seungyoon membuka pembicaraan

“kau mengenalku?” Joy akhirnya bisa mengeluarkan kata-kata dari mulutnya walaupun masih diiringi dengan deruan nafasnya

“ani .. kemarin pertama kalinya aku melihatmu, kenapa? Kau ingin bilang aku sok kenal padamu?”

“eo .. aku juga baru melihatmu, kenapa sudah sok akrab denganku?”

“wuah .. kau benar-benar seorang tuan putri” senyum Seungyoon menyindirnya

“sudah berapa lama kau jadi anak buahnya?” tanya Joy pedas

“anak buah? Siapa? Aku? Kau sebut aku anak buah Seunghoon hyung? Aaah jinjja .. YA ! dia itu ketua club dance ini, dan aku anggota club ini, karena itu aku menghormatinya, belum lagi dia kakak kelasku. Aku tau tata karma ! tidak sepertimu ! sudah diberikan minum, malah menganggapku sok akrab, ahh jjam ..” kesal Seungyoon

“kau ingin aku mengucapkan terimakasih? Gurae gumawo !” dingin Joy

“aah jinjja .. aku menyesal, benar-benar menyesal !” Seungyoon langsung berdiri berniat meninggalkan Joy sendiri

“WAIT !” teriak Joy cepat sebelum Seungyoon pergi dari hadapannya

Seungyoon terkejut dan langsung menoleh pada Joy dengan tatapan bingung.

“aku ingin tetap bertahan di club ini, aku ingin membuktikan padanya bahwa aku bisa dance !” seru Joy dengan suara nyaringnya

“guraem mwo?” Seungyoon mengerutkan keningnya

“kau harus membantuku latihan”

“neee?”

“wae? Shirreo?”

“eo shirreo !”

“mwo?? Ya! Kalau kau tidak membantuku, besok aku bisa mati di depannya, mati ~!” Joy mencekek lehernya sendiri

“itu bukan urusanku”

“kau tidak kasihan padaku?” Joy mengerutkan wajahnya hendak menangis untuk menarik simpati Seungyoon

“ah jinjja … YA ! kau pikir aku akan …”

“aaaaaaaaa …. Jebal ! aku tidak mau kalah di depannya !!” tangis manja Joy meledak segera memutuskan kalimat Seungyoon

“ah jjam .. ah jinjja .. aaarrghh !” Seungyoon gemas melihat kelakuan manja Joy yang menjengkelkan itu.

@@@

“Taehyun~na!!” sebuah suara yang langsung membuat Taehyun menengok

“eo hyung” balasnya segera setelah Seunghoon berdiri di depannya

“kau harus membantuku kali ini” seru Seunghoon langsung

“mwonde?”

“besok ada acara perkenalan club ekstra sekolah pada kelas 1, dan besok aku ada ujian, jadi aku tidak bisa ikut, kau harus menggantikanku”

“sebagai perwakilan club dance?”

“tentu saja”

“hyung, tapi aku sudah keluar dari club”

“siapa yang memutuskan kau keluar atau tidak, keputusan itu ada ditanganku, jadi kau belum keluar dan masih anggota club dance”

“hyung .. aku bahkan tidak pernah latihan”

“eei .. kau pikir aku tidak tau setiap sore kau berlatih sendiri di ruang latihan?”

“hyung …” kejut Taehyun tak menyangka Seunghoon tau soal itu

“sudahlah, besok kau harus menggantikanku, dan usahakan mendapat banyak anggota baru, oke ? na kanda !!” seru Seunghoon segera, menepuk pundak Taehyun dan berlalu begitu saja

“hyung !!” panggil Taehyun yang merasa belum sepakat dengan keputusan sepihak itu

Taehyun menghela nafas panjangnya. Lagi-lagi ia tidak bisa menolak permintaan kakak kelas yang paling di hormatinya itu. Tak ada yang bisa diperbuat Taehyun kecuali mengikuti kemauannya yang setengahnya terdengar perintah.

Taehyun melanjutkan langkah menuju kelas, tapi sesuatu menarik perhatiannya. Taehyun kembali membalikkan badannya, ada Seulgi di sana. Dia berjalan berlawanan arah dengan arah menuju kelas. Taehyun melihatnya dengan bingung. Tapi itu juga bukan urusannya. Walaupun sebenarnya dia penasaran, tapi dia memilih untuk mengacuhkannya dan kembali berjalan menuju kelas.

Sampai di kelas, Taehyun langsung menuju mejanya. Meja paling belakang di samping jendela. Ada yang harus dia lihat di balik jendela itu.

“selamat siang anak-anak” suara guru memecahkan perhatian Taehyun. Segera Ia merapikan seragamnya yang setengah kancingnya tidak terpasang.

“hari ini guru bahasa inggris kalian tidak bisa mengajar… “

“assssaaaa ….” Serempak semua murid bersorai

“YA YA!!” guru kedisiplinan yang merambat menjadi wali kelas itu langsung memecehakan keramain yang ia ciptakan sendiri “sebagai gantinya, jam ini kalian habisnya dengan kegiatan jasmani, cepat ganti baju kalian dan berkumpul di lapangan” lanjutnya tegas

“hooooooooo …..” sorakan kecewa dari murid-murid yang merasa kebahagian sesaatnya direnggut paksa.

“YA ! Ppali !! Arraseo !!” bentaknya

“neeeee ….” Jawaban melemas 

“Ya ! ngomong-ngomong kemana Kang Seulgi? Kenapa mejanya kosong?” pertanyaan pak guru itu langsung menarik perhatian semua kelas untuk menengok kearah meja Kang Seulgi yang memang kosong “dia tidak pernah membolos, kenapa sekarang dia berani membolos. Sudahlah, kalian cepatlah ganti baju, arraseo !!” bentaknya lagi

“neeee …… “ seruan itu mengiringi guru itu keluar dari kelas.

Taehyun langsung menidurkan kepalanya di atas mejanya setelah guru itu meninggalkan kelas. Ia malas untuk ganti baju.

“ya .. kau dengar Seulgi akan dikeluarkan dari sekolah?” sebuah bisikan anak-anak perempuan membuka mata Taehyun yang baru saja menutup

“jinjja? wae?” tanya murid perempuan lain yang sudah berkumpul di satu meja tepat di depan meja Taehyun

“aku dengar beasiswanya akan dicabut karena dia keluar dari 10 besar”

“jinjja? Kasian sekali dia, padahal dia salah satu murid pintar dikelas kita”

“eii itu tidak berarti untuk murid beasiswa, yang penting juara umum”

“aah benar juga, dia kan murid beasiswa”

“jangan-jangan dia frustasi, karena itu dia tidak masuk kelas”

“benar juga ya .. sudahlah, ayo cepat kita ganti baju sebelum kena marah”

Sekumpulan anak-anak perempuan sarang gossip itu pergi keluar meninggalkan kelas. Taehyun bangun menegakkan badannya, bersandar pada kursinya. Dia memikirkan Seulgi yang tadi berjalan sendiri berlawanan arah dengan kelas. Gosip murid-murid perempuan itu seolah jadi jawabannya. Dia baru tau tentang beasiswa itu. Dia belum melihat papan pengumuman, karena dia memang tidak tertarik. Tapi sekali lagi dia tidak ingin peduli dengan urusan orang, tapi dia juga penasaran. Dengan cepat dia mengacak-acakan rambutnya sembarang. Dia benci harus tau masalah orang lain. Dia benci itu.

@@@

Mino terus menatap ke satu arah yang sama. Matanya tak berkedip, tak mau melepas pemandangan di depannya. Seseorang yang sedang membaca sebuah buku, dari wajahnya seolah dia sedang membaca sebuah buku ‘sad story’ tapi kenyataanya buku yang sedang dibacanya adalah buku sastra korea. Mino berpikir apa sesedih itu membaca sebuah buku sastra?. Setitik air mata tiba-tiba menitik cepat dari mata itu. Mata Mino terkejut melihat titikan air mata itu. Cepat kedua tangan itu mengahapus air matanya dari pipinya sendiri. Mino terdiam, hatinya merasakan perih melihat titikan air mata itu. Tapi dia tak tau harus berbuat apa. Bibir itu mulai bergetar. ‘menangislah, kenapa kau menahannya’ batin Mino.

Cepat Mino merobek kertas di depannya. Tangannya bergerak cepat menuliskan sesuatu di kertas itu. Namun Ia ragu untuk memberikan kertas itu. Apa yang harus dikatakannya. Tapi karena tak tahan lama-lama, dan tak ingin melihatnya mengeluarkan air mata lagi, Mino segera memberikan kertas itu. Di letakannya langsung kertas itu di atas buku yang sedang di bacanya.

Seulgi terkejut, dia mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang duduk di depannya yang tiba-tiba menyodorkan kertas robekan kecil itu. Mino memberikan senyumannya pada Seulgi yang melihatnya kebingungan. Senyuman itu membuat Seulgi penasaran untuk membaca kertas itu.

‘apa kau sedang membaca novel ‘sad story’?’ tulisan itu mengerutkan kening Seulgi. Kembali ia menatap Mino yang kini tersenyum canggung. Seulgi mulai mengerti. Sepertinya Mino melihatnya mengeluarkan air mata tadi, karena itu dia menulis kalimat itu. Seulgi menghela nafasnya. Ia merasa tak penting menghiraukan Mino. Ia kembali menundukan kepalanya berpura-pura kembali membaca bukunya.

Mino terkaget melihat reaksi Seulgi yang justru mengacuhkannya. Mino kini kebingungan. Tapi Ia tak menyerah, kembali dia merobek selembar kertas dari bukunya. Tangannya kembali menuliskan apa yang sudah tertulis di kepalanya. Dengan cepat kembali dia meletakan robekan kertas itu di atas buku Seulgi. Seulgi mehembuskan nafas kesalnya.

Tanpa menoleh pada Mino, Ia langsung membaca kertas itu ‘aku tau tempat dimana kau bisa menangis puas’ itu tulisnya. Seulgi langsung mengangkat kepalanya, melihat Mino dengan tatapan tegas. Seulgi mulai kesal. Ia langsung bangkit dari kursinya, beranjak pergi dari hadapan Mino. Mino terkejut. Seulgi berlalu tanpa melihatnya sedikitpun. Tanpa pikir panjang, Mino ikut berdiri dari kursinya mengejar Seulgi yang sudah keluar dari perpustakaan.

Dengan cepat Mino menarik tangan Seulgi. Seulgi langsung membalikan badannya. Matanya tegas menatap Mino. Mino terdiam, mata itu seolah membekukan bibir Mino. Matanya jelas bicara ‘JANGAN GANGGU AKU’. Tapi tak bisa, sekalipun bibirnya membisu, tapi tangannya masih kuat memegang pergelangan tangan Seulgi. Mino tak bisa melepas tangan itu. Seulgi menarik keras tangannya dari genggaman Mino, tapi tangan itu terlalu keras untuk dilawan.

“ikut aku !!” seru Mino tiba-tiba. Ia menarik paksa tangan Seulgi pergi mengikutinya. Seulgi tak bisa berbuat banyak, karena kerasnya genggaman tangan itu.

Mino membawa Seulgi ke atap sekolah. Sampai di sana, Seulgi kembali menarik tanganya lepas dari tangan Mino. Kali ini dia berhasil. Tapi tubuhnya mematung di situ. Kepalanya tertunduk. Ada suara terisak-isak yang didengar Mino. Ia paham suara apa itu.

“appo .. appo .. appo …” suara tangis Seulgi terdengar, dia terduduk lemas di hadapan Mino.

Tangis itu semakin pecah. Mino merasakan perih itu .Mino tau rasa sakit yang di ucapkannya bukan rasa sakit tangannya yang sejak tadi digenggam erat oleh Mino. Tapi sakit dari dadanya, sesak yang tak bisa Ia keluarkan sejak tadi. Dan kali ini dia berhasil mengeluarkan tangis itu dengan keras.

“menangislah” bisik Mino membiarkan Seulgi memuaskan tangisnya, mengeluarkan semua perihnya. Itu yang dibutuhkan Seulgi.

@@@

Sore hari di sekolah itu. Joy masih di ruang dance. Dia masih berusaha keras menghafalkan semua gerakan yang diberikan Seunghoon. Seungyoon yang terjebak di ruangan itu untuk membantu Joy merasa frustasi karena Joy tidak melihatkan perkembangan apapun.

“ YA ! harus berapa kali kau mengulang gerakan yang sama ! ah jinjja !!” bentak Seungyoon

“jangan membentakku !! AKU BISA !!” bentak Joy tak mau kalah

“ah terserahlah !!” seru Seungyoon kesal dan memilih pergi meninggalkan Joy disana.

“YA ! oediga !!”

“beli minum !” balas Seungyoon terus keluar dari pintu tanpa menoleh pada Joy.

Seunghoon yang kebetulan ingin ke ruang dance melihat Seungyoon keluar dari ruangan itu.

“kenapa dia masih latihan sampai jam segini” bisiknya sendiri. Ia ingin memanggil tapi Seungyoon sudah jauh, jadi dia memutuskan untuk menunggu Seungyoon di ruangan dance. Tangannya yang baru memegang ganggang pintu terhenti oleh pemandangan yang dilihatnya dari balik jendela pintu itu.

Joy masih di ruangan itu, penuh keringat, rambutnya pun sudah basah tak serapi rambut princess yang biasa dilihatnya. Joy terus menggerakan tubuhnya mengikuti alunan musik. Setiap kali ia melakukan kesalahan, ia mengulangnya kembali. Seunghoon tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Joy benar-benar berkerja keras. Tak peduli ia bermaksud balas dendam atau tidak, pemandangan itu tetap menimbulkan rasa kagum dalam diri Seunghoon. Matanya tak berhenti mellihat pemandangan dari balik pintu itu dengan tatapan kagum.

@@@

Seungyoon menegak minumannya dengan cepat. Dahaganya tak tertahankan setelah melatih Joy yang sama sekali tak menyerah. Ia terduduk lemas di bangku koridor. Sekolah sudah sepi, tak ada suara yang ricuh yang terdengar setiap paginya. Tapi sebuah suara memanjakan telinga Seungyoon. Sebuah alunan gitar. Suara itu terdengar dari ruangan club musik. Seungyoon memejamkan matanya menikmatinya alunan gitar itu. Tapi tubuhnya tak bisa berdiam saja. Tubuh itu bergerak mendekati ruangan itu. Matanya perlahan dibukanya. Tepat di depan pintu ruangan musik. Dari balik pintu, dia melihat seorang perempuan memainkan gitar itu dengan indah sekali. Kini suaranya terdengar menyanyikan sebuah lagu.

‘Officially Missing You’. Lagi-lagi lagu itu, suara itu, dan dari perempuan yang sama. Seungyoon tak berkedip menatap Wendy yang memetik senar gitar dengan indahnya, dan suara itu benar-benar menghanyutkan Seungyoon. Tapi sayang, Wendy tiba-tiba menghentikan permainan gitarnya. Seungyoon melihat Wendy yang langsung berdiri dari duduknya, mengambil tasnya dan kemudian berlari menuju pintu tempatnya berdiri. Dengan cepat Seungyoon menyembunyikan dirinya. Pintu itu terbuka, Wendy berlari seperti mengejar sesuatu. Seungyoon tersembunyi di balik pintu. Pintu itupun perlahan tertutup kembali dengan sendirinya, terlihat Wendy yang terus berlari, mata Seungyoon tak lepas menatapnya. Senyum itu kemudian mengembang. Ia ingin tau siapa gadis yang sudah kedua kalianya membuatnya terhanyut dalam alunan gitar dan indah suaranya itu.

Seungyoon kemudian tertarik untuk melihat isi dalam ruangan musik itu. Sebuah gitar yang di mainkan Wendy tadi berdiri di kursi itu. Kaki Seungyoon perlahan melangkah masuk kedalam mendekati gitar klasik itu. Kini Ia berdiri di hapadan gitar itu. Sudah lama, lama sekali ia tak pernah menyentuh sebuah gitar. Ia tak ingin, tapi tangannya, tak bisa ia kendalikan untuk menyentuh senar-senar gitar itu. Seungyoon menghela nafasnya. Ia ingin  sekali memainkannya, tapi ada sesuatu yang menyuruhnya untuk tidak melakukannya. Seungyoon menelan ludahnya, dan cepat membalikan badannya dari gitar itu. Tapi tidak semudah itu. Ia menggaruk-garuk kepalanya kesal karena tidak bisa mengabaikan gitar itu. Ia tidak bisa.

@@@

Wendy menemukan mobilnya yang terpakir didepan gerbang sekolah. Dengan cepat dia mendekati mobilnya. Hari itu dia tidak membawa mobilnya sendiri karena sedang masuk bengkel. Karena itu dia menunggu jemputan supir ayahnya.

Wendy langsung masuk kedalam mobilnya. Dia minta maaf padas supirnya karena sudah lama membiarkannya menunggu lama. Supirnya pun mulai menjalankan mobilnya. Wendy mengacak-acak isi tasnya untuk menemukan HP nya. Tapi tidak ditemukannya, sampai dia teringat kalau HP nya tertinggal di ruang musik.

“Ahjussi !” seru Wendy cepat membuat supirnya langsung menginjak remnya cepat “maaf, sepertinya HPku tertinggal di dalam”

“mau saya ambil aggasi?” sopan sang supir

“aniyo .. biar aku ambil sendiri, tunggu saja disini” Wendy langsung bergegas keluar dari mobilnya.

Wendypun segera berlari masuk kembali kedalam sekolahnya untuk menuju ruang musik. Jarak beberapa ruangan dari ruang musik, langkah Wendy terhenti oleh sebuah suara. Sebuah permainan gitar yang belum pernah didengarnya sebelumnya. Wendy tertarik dengan suara itu, dan dia yakin suara itu terdengar dari ruang musik. Perlahan Ia melangkahkan kakinya mendekati ruangan itu.

Di balik pintu itu, Wendy melihat sosok pemain gitar yang terdengar sangat merdu itu. Alunannya terdengar lembut, berhasil membuat Wendy tersenyum tanpa alasan. Ia ingin tau lagu apa yang sedang di mainkannya, tapi Ia memilih untuk tidak menganggunya, karena alunan senar gitarnya terlalu indah untuk diputus begitu saja.

Wendy menyandarkan tubuhnya di pintu yang setengahnya terbuka itu. Ia terus tersenyum memandangi permainan gitarnya. Baru sebentar Wendy menikmatinya, permainan gitar itu tiba-tiba saja berhenti. Sang pemain gitar terlihat menundukan kepalanya. Tangannya yang tadi bermain indah kini melemas melepas senar gitar. Wendy melihat tatapan sang gitaris yang terlihat sedih, bertolak belakang sekali dengan matanya saat memainkan gitar yang masih terpangku di pangkuannya itu.

Pemain gitar kini berdiri dari duduknya, melepas sang gitar kembali pada posisi sebelumnya. Dengan cepat dia berbalik dari hadapan gitar itu. Tapi belum belum satu langkah, Ia langsung terkejut melihat sosok Wendy sudah berdiri di depan pintu itu. Wendypun jadi ikut terkejut setelah bertatapan wajah dengan gitaris yang menarik perhatiannya itu.

“hi !” sapa Wendy ragu sambil mengangkat tangannya memberi salam.

Pria itu hanya membalasnya dengan menganggukan kepalanya. Wendy sekarang ingat siapa pria yang yang kini terlihat salah tingkah di depannya itu. Tapi ia lupa siapa namanya.

“permainan yang bagus .. aku boleh tau apa judul yang kau mainkan tadi?”

“itu bukan lagu yang terkenal” jawabnya akhirnya membuka mulutnya

“tapi aku suka, bisa kau beri tau aku”

“kau tidak akan menemukannya di internet”

“jinjja? Jadi .. mungkinkah itu lagu ciptannmu sendiri?”

Pria itu langsung menoleh kembali pada Wendy setelah mendengar pertanyaan itu darinya. Pria itu memilih untuk melangkahkan kakinya berlalu dari Wendy, sebelum dia menanyakan pertanyaan lanjutan tentang lagu itu.

“siapa namamu?” tanya Wendy segera saat mereka tepat berpapasan di depan pintu itu.

Pria itu memberanikan diri menatap wajah Wendy yang kini sangat dekat di depannya. Mata mereka bertemu, wajah keduanya sangat dekat. Tak ada satupun dari kedua mata itu yang berkedip.

“Kang Seungyoon” suara itu memecahkan keheningan di antara keduanya, tapi mata mereka masih bertemu

‘Kang Seungyoon’ nama itu terngiang di telinga Wendy. Ia merasakan sesuatu dalam dadanya. Sesuatu yang bergetar hebat. Cepat Wendy melepas pandangan itu. Kini Ia menjadi salah tingkah di depan Seungyoon yang juga merasakan hal yang sama dengan Wendy. Keduanya kini menjadi salah tingkah, melihat kiri kanan tak tentu arah.

@@@

Seulgi masih terduduk lemas bersandar pada tembok putih itu. Dipeluk kedua kakinya erat. Tatapannya kosong. Tapi suara tangisnya sudah tak terdengar lagi. Air matanyapun sudah kering. Hanya tersisa matanya yang lebam. Mino berdiri di sampingnya. Melihat pemandangan sekolah dari atasnya. Sejak tadi Ia hanya diam mendengarkan tangisan Seulgi, tanpa berusaha menghentikannya. Karena baginya hanya Seulgi lah yang bisa menenangkan dirinnya sendiri.

“gomawo” suara lemas itu terdengar. Mino menelan ludahnya tak percaya suaranya kini mulai terdengar menyapa.

Mino membalikan badannya dan melihat Seulgi yang masih memeluk kedua kakinya.

“kau sudah tenang?” tanya Mino ragu

“sedikit” lemas Seulgi

“syukurlah”

“terima kasih untuk tidak menanyakan apapun”

Mino menoleh pada Seulgi. Ia kemudian perhalan duduk, menyamaratakan posisinya dengan Seulgi. Ia memberanikan diri melihat wajah Seulgi dengan memiringkan sedikit kepalanya. Seulgi mengangkat sedikit wajahnya. Mata mereka bertemu. Mino berusaha untuk tersenyum.

“kau sunbae?” tanya Seulgi yang kini menegakan kepalanya

“ne .. “

“kau mengenalku?”

“ne? ani ..” ragu Mino ‘iya aku mengenalmu Seulgi’ batin Mino

“aku benci menangis di depan orang lain, apa lagi dengan orang yang tidak ku kenal, tapi entah kenapa tadi aku tidak bisa menahannya, jadi maaf”

“kenapa minta maaf, aku sengaja membiarkan tangis itu keluar”

“waeyo?”

“tangis yang tertahan itu lebih menyakitkan”

“kalau begitu, bisakah aku minta tolong sekali lagi?”

Mino menoleh lagi pada Seulgi “tentu” jawabnya pasti

“bisakah ini terakhir kali kita bertemu, sunbae?”

Mino terdiam, Ia tak menyangka Seulgi mengeluarkan permintaan seperti itu. Mulutnya terkunci tak tau harus menjawab apa.

“aku harap, ini terakhir kali aku melihatmu sunbaenim. Dan hari ini anggaplah tak pernah terjadi. Hapuslah dari memori harianmu. Bisakan?”

Mino masih terdiam. Ia ingin sekali mengatakan ‘tidak’ tapi matanya itu benar-benar berharap kalau ia tak pernah ada lagi dalam hidupnya.

“wae?” pilihan kata Mino untuk menggantikan kata ‘tidak’

“karena aku tak suka menjalani hubungan apapun dengan orang lain”

Setelah mengatakan kata-kata yang menyakitkan ditelinga Mino itu, Seulgi berdiri. Tubuhnya yang masih lemas itu, dipaksanya untuk bergerak. Melangkahkan kakinya perlahan menjauh dari Mino yang masih terduduk lemas dengan kepala tertunduk. Mino tak berusaha menghentikan Seulgi atau mengejarnya. Ia masih terpukul dengan kata-kata Seulgi. Walau ingin sekali ia mengejar Seulgi, menarik tangannya dan langsung mengatakan“tidak bisa”. Tapi Ia tak bisa. Sesuatu menyuruhnya untuk melakukan itu. Mereka akhirnya berpisah, di atap sekolah itu.

to be countinue ……

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet