FINAL

SCHATTEN

Title: SCHATTEN.

Author: Aul_Ondubu

Cast: Vhope, NamJin & Other.

Length: Two shot.

Rating: T

Genre: Romance, , Hurt/Comfort.

 

Disclaimer: BTS adalah sepenuhnya milik diri mereka sendiri, orang tua, dan tentunya Tuhan mereka. Tetapi untuk ff ini adalah sepenuhnya milik saya, dan dimohon untuk tidak menjiplak maupun mengakuinya sebagai milik Anda.

.

.

.

.

Aul_Ondubu present :
 

.

.

.

.

.

++_SCHATTEN_++

.

.

.

.

Desau angin malam yang berhembus lirih kembali menerpa tatanan rambut almond milik seorang lelaki berparas manis yang kini berada di beranda apartemennya. Ia menumpu kedua sikunya di atas sebuah besi yang mengelilingi berandanya dengan mata yang memandang hampa ke arah langit bertabur bintang. Sesekali ia nampak menghela nafas panjang dan berujung dengan menggigit salah satu ibu jarinya. Sebuah kebiasaan yang seringkali muncul di saat ia merasakan sebuah kegelisahan.

 

Kim Seokjin, nama lelaki itu, kembali menghela nafas panjang seraya menggigit bibir bagian bawahnya. Pikirannya menerawang jauh dan kembali teringat dengan seuntai kalimat sederhana yang sempat diucapkan oleh Hoseok beberapa hari yang lalu.

.

.

“Karena Taehyung pasti sudah menungguku di rumah.”

.

.

Taehyung... Kenapa nama itu harus kembali disebut setelah sekian lama ia tak mendengarnya? Ditambah lagi dengan sebuah kejadian tak terduga yang menimpa Hoseok dan Taehyung satu tahun yang lalu, bukankah seharusnya Taehyung... Ergh~ Cukup!! Bahkan sekedar mengingatnya saja Seokjin tak sanggup, apalagi ketika harus mendengar nama itu kembali disebut oleh Hoseok sendiri...

 

“Hoseok... Apa yang sebenarnya terjadi denganmu?” gumam Seokjin lirih sembari memejamkan kedua matanya.

 

Hoseok adalah sahabat Seokjin yang telah dikenalnya sejak mereka masih duduk di bangku SMU. Hoseok adalah satu-satunya orang yang mengajaknya berbicara dengan bahasa mandarin ketika ia baru saja pindah dari Beijing. Hoseok adalah satu-satunya orang yang tak mengejeknya karena pandai memasak, bahkan ia sendiri yang meminta Seokjin untuk mengajarinya memasak secara private. Dan satu hal yang tak mungkin Seokjin lupakan adalah karena Hoseok satu-satunya orang yang mengenalkannya pada Kim Namjoon, sepupu Hoseok yang pada saat itu juga baru saja pindah dari California. Jadi, mustahil rasanya jika ia tak mengkhawatirkan Hoseok untuk saat ini.

 

Ingin rasanya Seokjin membicarakan hal ini pada Namjoon, kekasihnya. Tapi ia terlalu takut untuk melakukannya. Ia takut jika hal ini justru akan membebani Namjoon nantinya. Seokjin tahu, Namjoon mungkin cukup berhak untuk mengetahui hal ini karena dia adalah saudara sepupu dari Hoseok. Tetapi... Entahlah...

 

“Baby~ Apa yang kau lakukan disini, hm?” bisik salah seorang lelaki lain yang mendekap Seokjin dari arah belakang.

 

“Na, Namjoon...” ucap Seokjin yang sedikit terbata karena terkejut. “Kau belum tidur?” lanjutnya yang balas bertanya pada Namjoon alih-alih menjawab pertanyaan sebelumnya.

 

Namjoon mempererat dekapannya pada pinggang ramping Seokjin dan mengistirahatkan kepalanya di antara perpotongan leher lelaki itu. “Aku sudah tidur beberapa saat lalu. Tapi aku terbangun karena kau tak ada di sampingku.” Namjoon mengecup ringan leher putih Seokjin dan kembali mengistirahatkan kepalanya. “Apa yang terjadi denganmu, hm? Kau terlihat gelisah.”

 

Seokjin mendesah lirih dan memilih untuk menyandarkan punggungnya di dada Namjoon yang masih setia mendekapnya dari belakang. Ia kembali memejamkan kedua matanya seraya menggeleng lemah, mencoba mengelak dari Namjoon yang seolah selalu dapat membaca pikirannya. Dan hal tersebut sepertinya memang benar adanya. Dengan perlahan Namjoon melepaskan dekapannya dan kemudian membalikkan tubuh Seokjin untuk dapat menghadap ke arahnya. Namjoon meraih dagu Seokjin dan mempertemukan mata mereka dalam sebuah tatapan intens.

 

“Katakan padaku apa yang mengganggu pikiranmu, hm?” tanya Namjoon lembut seraya mengecup sekilas bibir Seokjin yang selalu merona kemerahan meski tanpa polesan apapun.

 

“Namjoon, apa kau masih ingat tentang Taehyung?” tanya Seokjin ragu.

 

Namjoon mengernyitkan keningnya dan menatap Seokjin penuh tanya. “Taehyung? Maksudmu Kim Taehyung, kekasih Hoseok?” Seokjin menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Ya, tentu saja aku mengingatnya. Memangnya ada apa dengan Taehyung?”

 

Seokjin menggigit bibirnya dan menatap Namjoon dengan ragu. “Hoseok kembali menyebutkan namanya. Dan apakah kau tahu apa yang dia ucapkan?” Namjoon menggelengkan kepalanya dan menatap Seokjin dengan tatapannya yang semakin intens. “Dia mengatakan jika Taehyung menunggunya di rumah. Karena itulah ia menolak untuk ikut makan malam bersama kita.” jelas Seokjin dengan raut kecemasan yang tercetak dengan begitu jelas di atas wajah manisnya.

 

“Apa?! Taehyung menunggunya di rumah?! Tapi itu mustahil! Kau tahu sendiri 'kan jika Taehyung―”

 

“Aku tahu, Namjoon! Aku tahu...” ucap Seokjin yang memotong ucapan kekasihnya. “Dan Jimin juga bercerita padaku jika kemarin lusa Hoseok menolak untuk bergabung makan siang bersama kita karena dia sudah memiliki janji untuk makan siang bersama Taehyung.”

 

Namjoon menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Seokjin dengan sedikit tak percaya. “Babe, tolong katakan padaku jika kau sedang bergurau saat ini. Kau tahu? Sepupuku tidak mungkin seperti apa yang kau pikirkan saat ini!!” pekik Namjoon tanpa sadar.

 

“Aku sama sekali tidak bergurau, Namjoon!” balas Seokjin yang juga ikut memekik. “Kumohon, lakukanlah sesuatu. Untuk sahabatku, dan untuk sepupumu. Kumohon, Namjoon...” bisik Seokjin lirih dengan pandangannya yang mulai berkaca-kaca.

 

Namjoon menghela nafasnya yang terasa begitu berat dan meraih tubuh Seokjin ke dalam dekapannya. Ia mengusap lembut punggung Seokjin seraya mengecup pucuk kepalanya dengan sayang.

 

“Aku tahu, babe. Aku akan mencoba untuk bicara dengannya besok. Jangan menangis, okay? Semua akan baik-baik saja. Aku yakin itu.” bisik Namjoon yang berusaha untuk menenangkan sang kekasih. Seokjin pun hanya menganggukkan kepalanya perlahan dan membalas dekapan Namjoon.

.

.

.

.

++_SCHATTEN_++

.

.

.

.

――――――――

From: Namjoon.

.

Hei, dude. Bagaimana kabarmu di hari libur, eoh? Apa kau sedang sibuk? Datanglah ke apartemenku sore ini. Ada satu hal yang ingin kubicarakan secara empat mata denganmu.

――――――――

.

.

.

Hoseok menghela napas seraya memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.

 

“Pesan dari siapa?” tanya Taehyung yang baru saja datang dari arah dapur dan kemudian ikut terduduk di sofa bersama kekasihnya.

 

Hoseok tersenyum simpul dan mengulurkan sebelah lengannya untuk merangkul pundak Taehyung yang ada di sampingnya. Mengecup sekilas pelipis kiri Taehyung sebelum kemudian mengistirahatkan kepalanya di sana.

 

“Sepupuku, Namjoon.” gumam Hoseok sembari memejamkan matanya dan menghirup aroma strawberry yang selalu menguar dari tubuh Taehyung. “Dia memintaku untuk datang ke apartemennya sore ini.” lanjut Hoseok yang kini telah beralih mengecup rahang dan leher jenjang Taehyung, sementara sang kekasih hanya menanggapinya dengan mengangguk affirmatif. Hoseok menjauhkan wajahnya dari leher Taehyung dan menatapnya intens.

 

“Hei, bagaimana jika kau ikut denganku nanti sore? Sudah cukup lama kalian tak saling berjumpa. Kau mau?” usul Hoseok yang ia akhiri dengan mencuri sebuah kecupan di bibir Taehyung.

 

Taehyung menggigit bibirnya dan menatap Hoseok dengan sedikit ragu. “Entahlah. Aku tidak yakin dengan itu.” ucapnya seraya menundukkan wajah.

 

Hoseok menahan dagu Taehyung dan kembali menatapnya dengan intens. “Hei... Ada apa, hm?” tanyanya lembut seraya mendaratkan sebuah kecupan ringan di hidung Taehyung.

 

Taehyung tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Aku akan menunggumu di rumah.” ucap Taehyung lirih.

 

“Kau yakin tak ingin ikut denganku? Mungkin aku akan pulang terlambat malam ini.”

 

It's okay... Aku akan menunggumu sampai kau pulang.” Taehyung tersenyum lembut seraya membenahi tatanan rambut sehitam arang milik Hoseok yang tak disisir dengan rapi. “Aku sudah 23 tahun, ingat? Berhentilah mengkhawatirkanku seperti anak-anak.”

 

Hoseok tertawa lirih dan memilih untuk memindahkan tubuh Taehyung ke atas pangkuannya. Mengusap lembut pipi Taehyung, sebelum kemudian kembali mengecup bibir sang kekasih dengan sayang.

 

“Aku mengkhawatirkanmu karena aku mencintaimu.” bisik Hoseok di sela kecupannya pada bibir Taehyung yang telah membuatnya kecanduan akan manisnya.

 

Taehyung tersenyum di tengah hujan kecupan yang diberikan oleh Hoseok dan memilih untuk memejamkan kedua matanya ketika kecupan demi kecupan yang diterimanya telah beralih menjadi lumatan lembut yang memabukkan. Taehyun mengalungkan kedua tangannya pada leher jenjang Hoseok dan membalas lumatannya.

 

“Aku juga mencintaimu, Jung Hoseok. Sangat mencintaimu...”

.

.

.

.

++_SCHATTEN_++

.

.

.

.

Hoseok meletakkan cangkir tehnya ke atas meja dan beralih menatap seorang lelaki berambut pirang yang ada di hadapannya. “Jadi... Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan denganku, Namjoon?”

 

Namjoon menghela napasnya dan menatap sang sepupu dengan intens. “Ini mengenai kekasihmu, Taehyung.”

 

Hoseok memicingkan kedua matanya dan menatap Namjoon dengan pandangan skeptis. “Ada apa dengan Taehyung?”

 

“Kau harus melupakannya.”

 

“Melupakannya, katamu?”

 

Namjoon menganggukkan kepalanya dan menyilangkan kedua tangannya di atas dada. “Ya. Kau harus melupakannya, Hoseok. Kumohon...” ucap Namjoon dengan pandangannya yang mulai melembut.

 

Sementara itu, Hoseok justru mendengus dengan cukup keras seraya memijit pangkal hidungnya perlahan. “Dengar, Namjoon. Aku sama sekali tak tahu apa maksud dari ucapanmu itu. Tapi―”

 

“Kau tahu betul maksud dari ucapanku, Hoseok. Aku yakin itu.”

 

“Aku belum selesai bicara!” bentak Hoseok dengan suaranya yang mulai meninggi. Rahangnya mulai mengeras, namun ia berusaha untuk tetap menahan emosinya. “Aku sama sekali tidak mengerti dengan ucapanmu. Tapi ada dua hal yang harus kau ingat, Namjoon. Taehyung adalah kekasihku. Dan aku tidak akan pernah melupakan kekasihku.” lanjut Hoseok dengan tegas.

 

“Tapi kau benar-benar harus melupakannya!! Apa kau lupa? Taehyung itu sudah―”

 

“APAPUN ITU AKU TIDAK PERDULI!!!” Hoseok bangun dari posisi duduknya dan beranjak mendekati Namjoon dengan kabut emosi yang telah menyelimuti dirinya. Kedua tangannya mencengkeram kerah polo shirt hitam yang dikenakan oleh Namjoon dan memaksanya untuk berdiri menghadap Hoseok yang sedikit lebih pendek darinya.

 

“Dengar, Kim Namjoon. Kau memang saudara sepupuku, tapi kau sama sekali tidak berhak untuk mencampuri kehidupanku!” Hoseok menggeram lirih, masih dengan menatap nyalang ke arah Namjoon tanpa sekalipun melonggarkan cengkeramannya. “Aku mencintai Taehyung, dan Taehyung mencintaiku. Apapun yang kau katakan tentangnya, aku tak perduli! Aku sama sekali tak perduli, karena Taehyung akan tetap berada disampingku.”

.

.

.

BUGH~

.

.

.

Namjoon melayangkan sebuah pukulan yang cukup keras pada rahang Hoseok yang kini sedikit terhuyung karena kehilangan keseimbangannya. Namjoon meraih kerah kemeja Hoseok dan kembali memukulnya tanpa ampun. Ia bahkan tak memperdulikan sudut bibir Hoseok yang kini telah mengeluarkan darah dari luka robek yang dihasilkan oleh pukulannya. Namjoon bisa saja memukul Hoseok hingga seluruh tubuhnya babak belur tanpa bisa digerakkan sedikit pun. Namun ia mengurungkannya ketika Seokjin―yang sebelumnya mengamati pembicaraan mereka dari dalam kamar―berlari menghampiri dan menahan tubuhnya untuk tak melukai Hoseok lebih jauh lagi.

 

Namjoon mengatur napasnya yang memburu dan menatap kasar ke arah Hoseok yang jatuh meringkuk di atas lantai dengan beberapa luka yang menghiasi wajah tampannya. “Sadarlah, Jung Hoseok! Buka kedua matamu lebar-lebar!! Taehyung sudah meninggal satu tahun yang lalu!!!” pekik Namjoon frustasi.

 

Hoseok terdiam. Ia mengabaikan seluruh wajahnya yang terasa perih dan mengalihkan pandangannya pada Namjoon. Kedua matanya mulai berkaca-kaca, dan ia menggelengkan kepala seraya memposisikan dirinya untuk terduduk. “Tidak, Namjoon. Taehyung masih hidup... TAEHYUNG BELUM MATI!!!” raung Hoseok frustasi dengan masih menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menatap nyalang ke arah Namjoon dan tertawa sarkastis. “Haha... Aku tahu, sekarang. Kau ingin mengerjaiku, kan?” Hoseok bangkit perlahan-lahan dengan masih tertawa sesekali. “Leluconmu sungguh lucu, Namjoon. Benar-benar lucu...” Hoseok mengambil jaketnya yang ia sampirkan di atas sofa, sebelum kemudian membalikkan tubuh tegapnya dan melangkah meninggalkan apartemen Namjoon dengan masih menggumam tak jelas.

 

Namjoon menghela napas panjang dan menatap sendu ke arah pintu apartemennya yang terbuka setelah Hoseok pergi. “Tidakkah ia terlihat begitu menyedihan saat ini?” ujar Namjoon lirih seraya mengusap lembut pundak Seokjin yang ada di sampingnya. Alih-alih membuka mulutnya dan membalas kata-kata Namjoon, Seokjin hanya terdiam seiring dengan jatuhnya setitik air bening melalui sudut matanya.

 

Ia mengalihkan pandangannya pada Namjoon dan mendekapnya posesif. “Berjanjilah padaku, Namjoon. Berjanjilah padaku jika kau tak akan meninggalkanku. Kumohon...” bisiknya lirih seraya menenggelamkan wajahnya diatas dada Namjoon.

 

Namjoon membalas dekapan Seokjin, mengecup pucuk kepalanya dengan lembut dan berbisik, “I promise, sweetheart. I promise.

.

.

.

.

++_SCHATTEN_++

.

.

.

.

How long does your memory last?

It's time I ought to be moving on and getting over you,

I bet it looks like I'm not even trying to,

Here all alone, my past on the walls...

.

.

.

.

Hoseok membanting pintu rumahnya dengan cukup keras hingga menghasilkan bunyi debam yang cukup memekakkan telinga. Tubuh tegapnya merosot ke bawah dengan wajah yang telah dibasahi oleh air mata. Hoseok kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dan kemudian menenggelamkan kepalanya di antara kedua lututnya yang tertekuk. Bahunya bergetar menahan emosi dengan bibirnya yang terkatup menahan isak. Sebuah memori pahit yang mengacu pada sebuah kejadian yang menimpanya setahun lalu kembali berputar-putar di dalam otak kecilnya bagaikan sebuah kaset usang yang tak ingin lagi ia ingat.

 

Seolah berbanding terbalik dengan figure lelaki berambut kecoklatan yang mengamati Hoseok dari kejauhan. Setitik air mata yang menggenangi pelupuk matanya kini mulai luruh secara perlahan hingga membentuk sebuah jejak aliran sungai kecil di kedua pipinya yang memucat. Ingin rasanya ia berlari menghampiri kekasih tercintanya yang kini terlihat begitu rapuh dan kemudian mendekapnya dengan begitu erat. Namun ia tahu, ia tak akan sanggup melakukannya. Pada akhirnya, Hoseok telah menyadarinya. Dan mungkin ini adalah saat yang tepat baginya untuk benar-benar pergi.

 

“Maafkan aku, Hoseok... Maafkan aku...”

.

.

.

.

++_SCHATTEN_++

.

.

.

.

Jari-jemari itu kembali meraih sebuah spatula yang sempat ia abaikan. Menyelipkannya di antara genggaman tangannya dan beralih menggunakannya untuk membalik potongan kentang yang tersebar di atas minyak panas. Sebelah tangannya yang menganggur ia gunakan untuk meraih sebuah penyaringan yang hendak ia gunakan untuk meniriskan kentang goreng buatannya yang telah matang.

 

Sesaat setelah ia selesai meniriskan kentang, ia kemudian meraih sebotol bumbu barbeque bubuk yang ia simpan di dalam lemari dan menaburkannya diatas kentang goreng yang baru matang. Tak lama setelahnya, ia kembali menyibukkan dirinya dengan menyiapkan dua potong sandwich berukuran medium yang ia tambahkan dengan irisan ikan tuna panggang di dalamnya. Menatanya dengan cantik dan kemudian ia tambahkan dengan beberapa potong kentang goreng buatannya yang telah ia pindahkan ke dalam sebuah wadah kecil.

 

Taehyung menepukkan kedua tangannya dan tersenyum puas melihat masakan buatannya. Setidaknya ia senang karena ia dapat menyelesaikannya sebelum waktu istirahat makan siang di kantor Hoseok dimulai. Taehyung menutup kotak bekal berisikan sandwich buatannya dan memasukkannya ke dalam sebuah paper bag yang telah ia siapkan sebelumnya. Tak lupa ia juga memasukkan kotak kecil berisikan kentang goreng, beberapa saus tomat kemasan, serta sebotol jus melon segar yang diminta khusus oleh Hoseok tadi pagi.

 

Lelaki bermarga Kim tersebut kembali tersenyum puas melihat hasil kerjanya, sebelum kemudian melirik sekilas jam digital berwarna biru muda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Taehyung menghela nafasnya sejenak dan kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar. Sebelah tangannya terulur dan meraih sebuah jaket hitam milik Hoseok yang tergeletak di atas ranjang setelah sebelumnya ia terlihat merapikan sejenak tatanan rambutnya yang sedikit berantakan. Taehyung kembali melangkahkan kakinya menuju dapur seraya menyampirkan jaket tersebut di bahunya. Meraih paper bag berisikan makan siang untuk sang kekasih, dan kemudian kembali melangkahkan kakinya menuju carport yang terletak di samping rumah.

 

Taehyung menyempatkan dirinya untuk mengetik sebuah pesan singkat yang ia tujukan untuk Hoseok sebelum akhirnya memutuskan untuk memasang sabuk pengaman dan menyalakan mesin mobilnya. Dan dalam hitungan detik, sebuah mobil sport berwarna biru metalik yang dibelinya enam bulan lalu pun segera meluncur diatas jalanan padat kota Seoul dengan kecepatan sedang.


Hoseok menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih meraih ponselnya yang ia letakkan di samping komputer ketika sebuah getaran yang berasal dari benda tersebut menginterupsinya. Ibu jarinya bergerak lincah membuka pemberitahuan yang masuk ke dalam ponsel. Tanpa ia sadari, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas dan membentuk seulas senyum ketika mengetahui adanya sebuah pesan singkat yang telah dikirimkan oleh Taehyung, kekasihnya. Punggung kokohnya ia rebahkan pada sandaran kursi dengan jari-jemarinya yang kini nampak sibuk menari di atas jajaran keypad yang tersusun rapi dan membalas pesan sang kekasih.

 

“Oi!! Kau sudah mulai gila ya?” celetuk salah seorang lelaki bertubuh tinggi yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja Hoseok. Ia mengabaikan Hoseok yang sedikit terkejut akan kedatangannya dan memilih untuk menghempaskan tulang duduknya ke sebuah kursi empuk yang terletak di depan meja kerja Hoseok.

 

Hoseok mendengus dengan cukup keras dan memandang malas ke arah sang kepala bagian personalia yang tak lain merupakan saudara sepupunya sendiri. “Tidak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu, Tuan Kim? Benar-benar tidak sopan.” cibirnya kesal seraya menenggelamkan ponselnya ke dalam saku celana.

 

Alih-alih menyahuti ucapan Hoseok, Namjoon hanya tertawa lirih dan tak membalas cibiran yang sudah sering ia terima setiap kali ia masuk ke dalam ruang kerja sepupunya tanpa permisi. Namjoon meraih sebungkus permen kopi yang ada diatas meja sembari mengamati Hoseok yang kini tengah membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas meja.

 

“Ada apa? Tidak biasanya kau datang ke ruanganku pada jam ini.” tanya Hoseok sesaat setelah membereskan berkas-berkas yang baru ia selesaikan.

 

“Tidak ada. Hanya ingin mengajakmu makan siang bersama. Kau mau?” jawab Namjoon santai.

 

“Memangnya kemana Seokjin?” tanya Hoseok yang seolah mengabaikan ucapan Namjoon sebelumnya.

 

Namjoon menghela nafasnya dan memandang ke luar jendela. “Hari ini dia sedang ke Busan untuk menghadiri rapat dengan beberapa beberapa klien yang ada di sana. Padahal aku ingin sekali mengajaknya untuk makan siang di sebuah café bernuansa Italia yang berjarak tiga blok dari kantor ini.” keluh Namjoon dengan ekspresi wajahnya yang ia buat sesendu mungkin. Ia bahkan tak menyadari jika kini Namjoon berusaha keras untuk menahan tawanya ketika melihat ekspresi Namjoon yang terlihat begitu menggelikan.

 

Hoseok berdeham lirih untuk mengontrol dirinya dan beranjak berdiri. “Uhm, maaf, Namjoon. Bukannya aku ingin menolak ajakanmu, tetapi aku sudah memiliki janji untuk makan siang bersama kekasihku.” jelas Hoseok dengan kedua matanya yang berkilat jahil. Sesekali mengerjai Namjoon tidak ada salahnya kan?

 

Namjoon mengerutkan alisnya dan menatap Hoseok dengan tajam. “Jadi kau mau membiarkanku makan siang seorang diri, sementara kau justru makan siang dan bermesraan dengan kekasihmu? Ya! Sepupu macam apa kau?!”

 

“Yah... Mau bagaimana lagi? Taehyung sudah susah payah membuatkan makan siang untukku. Dan sebagai kekasih yang baik, aku tidak mungkin menolaknya, kan?”

 

Namjoon mendengus kesal dan menatap Hoseok masih dengan sepasang alisnya yang saling bertautan. “Brengsek! Benar-benar sepupu yang tidak peka!” umpat Namjoon dengan cukup lantang, sebelum akhirnya memilih untuk beranjak meninggalkan Hoseok yang hanya tertawa melihat penderitaannya.


Taehyung mengulurkan sebelah tangannya dan menyalakan mp3 player yang ia pasang di mobilnya untuk menepikan kejenuhan. Sesekali ia ikut bersenandung mengikuti irama musik yang ia dengar sembari tetap memfokuskan pandangannya ke arah depan. Ia masih harus melewati tiga blok lagi untuk mencapai taman kota seperti yang telah ia sampaikan pada Hoseok untuk menemuinya disana melalui pesan singkat. Sebenarnya ia bisa saja membawa makan siang buatannya tersebut ke kantor Hoseok, namun ia mengurungkannya ketika tadi ia melihat sebuah foto yang ia pajang di ruang tengah. Sebuah foto dirinya bersama Hoseok yang diambil tiga bulan lalu ketika mereka menghabiskan akhir pekan di taman itu.

 

Taehyung baru saja memutar kemudinya untuk berbelok di sebuah persimpangan ketika ponselnya yang ia letakkan di bangku penumpang di sampingnya bergetar. Taehyung mengulurkan tangan kanannya dan meraih ponselnya yang berkedip-kedip menandakan adanya sebuah pesan yang masuk. Tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya, Taehyung menggerakkan ibu jarinya untuk menjelajah di atas layar ponselnya dan membuka pesan yang ia terima.

 

Dan Taehyung tak dapat menahan kedua sudut bibirnya untuk tak mengulas seutas senyum tipis ketika ia mengetahui jika pesan tersebut adalah sebuah pesan balasan yang dikirimkan oleh Hoseok. Hanya sebuah pesan yang berisikan sebuah kalimat-kalimat sederhana, namun mampu membuat kedua pipi Taehyung bersemu kemerahan karenanya. Hoseok sialan. Tak bisakah lelaki itu berhenti menggodanya?

 

Taehyung membagi fokusnya antara roda kemudi dan juga ponsel yang kini tengah ia gunakan untuk membalas pesan Hoseok. Dan Taehyung sedikit terkesiap ketika hampir saja mobilnya menyerempet seorang pengendara sepeda. Merasa tak aman, Taehyung akhirnya memilih untuk meletakkan ponselnya di atas dashboard. Ia mengurungkan niat untuk membalas pesan Hoseok dan kemudian kembali memfokuskan dirinya pada kemudi di hadapannya. Hanya tinggal tiga belokan lagi, dan ia akan segera sampai di taman yang ia tuju. Namun ponselnya kembali bergetar ketika Taehyung baru saja mengganti persneling dan memutar kemudi untuk melewati belokan pertamanya. Getaran yang dihasilkan oleh ponselnya tak kunjung berhenti, sementara Taehyung tak mungkin mengangkat panggilan yang masuk ketika jalanan yang ia lewati mulai padat karena waktu makan siang telah tiba. Ponsel Taehyung bergerak semakin ke pinggir dan kemudian terjatuh ke bagian bawah jok mobil akibat getaran dari panggilan masuk yang diabaikan oleh Taehyung.

 

Taehyung mengerang kesal dan mengulurkan sebelah tangannya ke bawah jok, meraba-raba dan mencari letak keberadaan ponselnya yang masih setia bergetar tanpa henti.

 

“Sial. Ada di mana sebenarnya ponselku? Ck...” Taehyung berdecak kesal dan memilih untuk menundukkan tubuhnya ketika dirasa jalanan yang ia lewati mulai lenggang.

 

Taehyung mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, sebelum akhirnya tersenyum senang karena dapat kembali menemukan keberadaan ponselnya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Taehyung kembali mengulurkan sebelah tangannya sambil tetap meraba-raba hingga pada akhirnya…

 

“Ah, dapat!” pekik Taehyung tanpa sadar ketika dirasakannya ia telah kembali mendapatkan ponselnya.

 

Taehyung kembali menegakkan tubuhnya dan mencoba untuk kembali memfokuskan dirinya pada kemudi yang sempat terabaikan demi mendapatkan kembali ponselnya. Namun sial... Mobil yang dikendarai oleh Taehyung rupanya telah keluar dari jalur yang telah ditentukan. Taehyung tidak ingat bagaimana awalnya, tetapi yang ia ingat hanyalah bagaimana rasa perih dan sakit yang begitu luar biasa itu perlahan menyelimuti tubuhnya ketika sebuah truk berukuran besar melesat dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, dan berakhir dengan menerjang bagian depan mobilnya. Taehyung terkulai lemah ketika cairan berwarna merah pekat mengalir dengan begitu deras melalui seluruh wajahnya yang terkena pecahan kaca. Tubuhnya seolah mati rasa. Ia bahkan tak mampu untuk sekedar menggerakkan satu jari tangannya.

 

Tuhan... Seperti inikah akhir dari kehidupan seorang Kim Taehyung? Tewas mengenaskan dengan sekujur tubuhnya yang dipenuhi oleh luka dan bermandikan darah? Ia bahkan belum sempat mengantarkan makan siang yang telah susah-payah ia buat untuk Hoseok. Namun, tidak... Samar-samar dapat ia dengar derap langkah dari puluhan orang yang berusaha mengeluarkannya dari dalam mobil kesayangannya yang telah hancur tak berbentuk.

 

Di tengah deraan rasa perih yang begitu luar biasa di sekujur tubuhnya, Taehyung hanya mampu berbisik; “Maafkan aku, Hoseok.”


Hoseok melangkah meninggalkan ruangannya dan melintasi koridor di lantai satu dengan irama yang santai. Sebelah tangannya ia tenggelamkan ke dalam saku celana, sementara sebelah tangannya yang lain nampak sibuk dengan ponselnya. Dengan cekatan jari-jemari kokoh miliknya bergerak menekan beberapa digit nomor yang telah dihapalnya di luar kepala sebelum kemudian beralih meletakkan ponselnya di telinga kirinya. Hoseok menghentikan langkahnya ketika ia telah sampai di lobby, masih dengan menunggu jawaban dari Taehyung yang tengah ia hubungi melalui telepon.

 

Hoseok menghela napas beratnya ketika Taehyung tak menjawab panggilannya. Namun bukan Hoseok namanya jika ia menyerah begitu saja. Dengan cepat, ia kembali menekan tombol hijau yang secara otomatis akan kembali menghubungkannya dengan nomor sang kekasih.

 

Lagi, Hoseok kembali menghela napasnya yang entah mengapa terasa begitu menyesakkan dada. Pikirannya menerawang jauh dan terpusat pada sosok lelaki berwajah manis dengan matanya yang selalu membentuk layaknya bulan sabit ketika ia tersenyum. Sebelumnya, Taehyung tak pernah sekali pun mengabaikan panggilan darinya. Namun mengapa kali ini ia sama sekali tak mengangkatnya?

 

Hoseok mengusap lembut display ponsel yang menampilkan foto dirinya saat berciuman dengan Taehyung. Meski ia sedikit kesal karena Taehyung telah mengabaikannya, namun ia kembali mengulas seutas senyum tipis di atas wajahnya. Bagaimanapun juga, ia tak akan pernah sanggup untuk marah pada Taehyung. Itu karena Hoseok terlalu mencintainya. Ya. Hoseok terlalu mencintainya, bahkan melebihi rasa cintanya terhadap dirinya sendiri.

 

Hoseok baru saja hendak menenggelamkan ponselnya ke dalam saku celana ketika dilihatnya Namjoon berlari menghampirinya. Hoseok tak tahu apakah ini hanya halusinasi atau bukan, tetapi... Mengapa ekspresi Namjoon terlihat begitu panik?

 

“Hoseok, gawat!” pekik Namjoon yang kini telah berdiri tepat di hadapan Hoseok.

 

Hoseok mengerutkan keningnya dan menatap Namjoon penuh tanya. “Ada apa? Kenapa kau terlihat begitu panik?”

 

Namjoon memejamkan matanya dan mengatur nafasnya yang tersengal-sengal akibat berlari. Sesaat setelah ia dapat menenangkan dirinya, ia kembali membuka kedua matanya dan menatap Hoseok dengan intens.

 

“Aku baru saja akan pergi untuk makan siang di kedai ramyeon yang berjarak satu blok dari kantor. Dan saat dalam perjalanan menuju kedai itu, aku melihat ada sebuah truk yang menghantam sebuah mobil sport. Dan—” Namjoon menghentikan sejenak ucapannya dan kembali menghela napas sebelum melanjutkan, “—mobil sport yang ditabrak oleh truk itu adalah mobil yang dikendarai oleh kekasihmu, Taehyung. Saat ini dia sudah dibawa ke rumah sakit. Karena itulah aku memutuskan untuk kembali ke kantor dan memberitahumu.”

 

Hoseok terdiam. Sebuah ponsel yang masih bersembunyi di balik genggaman tangan kokohnya jatuh meluncur keatas dinginnya lantai seiring dengan tubuh tegapnya yang mulai melemah dan kemudian membuatnya jatuh bersimpuh. Kedua matanya kini telah diselimuti oleh genangan kristal bening yang siap luruh kapan pun ia mau. Telinganya seolah tuli dan tak mampu lagi menangkap apa pun yang diucapkan Namjoon selain nama Taehyung. Ya. Taehyungnya, kekasihnya.

 

Baru saja beberapa menit yang lalu ia menerima sebuah pesan yang mengatakan bahwa Taehyung telah membuatkan menu makan siang yang spesial untuknya. Baru saja beberapa menit yang lalu ia menerima sebuah pesan yang mengatakan bahwa Taehyung akan menemaninya makan siang di taman kota seperti saat kencan mereka tiga bulan yang lalu. Dan baru saja rasanya beberapa menit yang lalu ia menerima sebuah pesan yang mengatakan jika Taehyung mencintainya, dan ia ingin segera bertemu dengannya.

 

Namun kini...?

 

Ia justru mendapatkan sebuah kabar tak terduga dari saudara sepupunya sendiri yang mengatakan bahwa kekasihnya telah mengalami sebuah kecelakaan. Tsk, lelucon apalagi ini?! Siapapun, tolong bangunkan Hoseok dari mimpi buruk ini.

 

Namjoon menatap ke arah sang sepupu dengan prihatin. Hoseok yang tegar, Hoseok yang kuat, dan Hoseok yang selalu tersenyum dalam kondisi apa pun kini seolah lenyap dan tergantikan oleh Hoseok yang rapuh dan memilukan. Seumur hidupnya, Hoseok tak pernah terlihat serapuh ini. Kedua matanya yang senantiasa berpendar jenaka kini telah meredup dan tergantikan oleh sorot penuh kesedihan. Bahkan kedua pipinya kini telah dihiasi oleh jejak aliran sungai kecil yang luruh melalui sudut matanya. Bahunya yang kokoh kini bergetar hebat, seolah menahan gejolak emosi yang mulai merayap.

 

Namjoon merendahkan tubuhnya untuk dapat sejajar dengan tubuh Hoseok dan mengusap pundaknya perlahan. Mati-matian ia berusaha untuk menenangkan Hoseok dengan mengatakan bahwa “Semua akan baik-baik saja.” yang jauh lebih terdengar seperti sebuah kalimat penghibur diri. Ia sendiri bahkan tak yakin apakah semuanya akan benar-benar baik-baik saja, atau justru sebaliknya.

 

Tetapi... Sedikit berharap tidak ada salahnya, kan?


Sebuah pintu kayu yang membingkai ruang operasi kembali membuka secara perlahan. Suara derit yang dihasilkan oleh pergerakan engsel pintu tersebut bagaikan sebuah alarm yang menyadarkan Hoseok dari lamunannya. Dengan sigap ia segera menegakkan tubuhnya dan melangkah mendekati pintu ruang operasi yang kemudian diikuti oleh Namjoon.

 

“Dokter, bagaimana keadaan Taehyung? Apa yang terjadi dengannya? Apakah dia baik-baik saja?” cecar Hoseok yang menyerbu sang dokter dengan beberapa pertanyaan sekaligus.

 

Namun sang dokter yang memiliki wajah dan pembawaan yang tenang tersebut hanya tersenyum lemah menanggapinya. Ia mendongakkan wajahnya dan menatap ke arah Hoseok dan Namjoon secara bergantian.

 

“Maaf, apakah diantara kalian ada yang bernama Hoseok?” tanya sang dokter yang diketahui bernama Do Kyungsoo tersebut.

 

“A, aku Hoseok. Dan aku kekasihnya. Apa yang terjadi, dokter? Kumohon, katakan padaku!”

 

Kyungsoo menghela napasnya dan memandang sendu ke arah Hoseok. “Pasien Kim Taehyung mendapatkan banyak luka di sekujur tubuhnya. Kaki dan tangan kanannya mengalami patah tulang, sementara perutnya mengalami pendarahan. Di wajahnya juga terdapat beberapa luka yang didapat dari goresan pecahan kaca mobil.”

 

Hoseok menelan ludahnya dengan susah payah tanpa sekalipun melewatkan penjelasan yang diberikan oleh sang dokter. “Lalu... Bagaimana keadaannya saat ini? Dokter, tolong katakan padaku jika ia baik-baik saja. Kumohon...”

 

Kyungsoo kembali tersenyum lemah. Ia mengangkat sebelah tangannya dan mendaratkannya di atas pundak Hoseok yang sedikit lebih tinggi darinya. “Kekasihmu terus-menerus menggumamkan namamu di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Masuklah ke dalam dan temui dia. Semoga saja dengan adanya dirimu, keadaannya bisa semakin membaik.”

 

Hoseok menatap Kyungsoo dengan sedikit ragu. Namun meski begitu, ia tetap menggerakkan sepasang tungkai jenjangnya untuk melangkah mendekati ruang operasi. Dengan perlahan ia mendorong pintu di hadapannya dan membukanya tanpa menimbulkan suara. Dan sesaat setelah pintu itu terbuka, Hoseok hanya mampu mematung di tempatnya. Dapat ia rasakan jika pandangannya kembali mengabur akibat air bercita-rasa asin yang kembali menggenangi pelupuk matanya. Hatinya seolah hancur ketika dilihatnya Taehyung terkulai lemah di atas meja operasi dengan kedua matanya yang terpejam dengan erat.

 

Tangan dan kaki bagian kanannya telah dibalut oleh sebuah gips. Sementara tubuh bagian atasnya hanya dibalut oleh lilitan perban yang menutupi sebuah luka berukuran cukup besar yang melintang di bagian perutnya. Wajahnya yang manis kini dihiasi oleh beberapa luka gores yang mulai mengering. Dengan sedikit tertatih, Hoseok kembali mengayunkan tungkainya secara perlahan dan kemudian berdiri tepat di samping meja operasi.

 

Hoseok benar-benar tak sanggup jika ia harus menahan air matanya lebih lama lagi. Karena itulah ia membiarkan begitu saja ketika bulir-bulir kristal bening tersebut kembali meluncur dan membasahi kedua pipinya. Ia mengulurkan sebelah tangannya yang bergetar dan mendaratkannya tepat di atas pipi Taehyung yang terlihat pucat. Hoseok merendahkan tubuhnya dan mengecup perlahan pipi Taehyung dengan penuh kasih.

 

“Ho...seok...” gumam Taehyung lirih yang tentunya masih dapat didengar dengan begitu jelas oleh Hoseok.

 

I'm here, baby. I'm here...” bisik Hoseok lirih seraya menggenggam lembut tangan kiri Taehyung yang tak dibalut oleh gips.

 

Mendengarnya, Taehyung hanya meresponnya dengan tersenyum lemah. Ia membalas genggaman Hoseok pada tangan kirinya seolah mengisyaratkan betapa ia sangat membutuhkan kehadiran Hoseok untuk saat ini. Perlahan-lahan Taehyung mencoba untuk membuka kedua matanya dan kemudian menatap lurus ke arah Hoseok.

 

“Kenapa kau menangis?” tanya Taehyung lirih.                           

 

Hoseok menggelengkan kepalanya dan menghapuskan jejak air mata yang masih membekas di antara kedua pipinya. Dengan sedikit susah-payah ia memaksakan dirinya untuk tersenyum pada Taehyung yang kini beralih menatapnya dengan khawatir.

 

“Tidak, Tae. Aku tidak menangis.” kilah Hoseok dengan masih mempertahankan senyumannya, yang mau tak mau membuat Taehyung ikut tersenyum melihatnya.

 

Taehyung melepaskan tautan tangannya dengan tangan Hoseok dan beralih mengulurkannya pada wajah tampan Hoseok yang selalu ia kagumi di setiap detik hidupnya. Dimulai dengan mengusap kening Hoseok yang selalu ia kecup setiap malam, sepasang alis yang menawan, sepasang mata bulat yang selalu menatapnya dengan sorot penuh cinta, hidung bangirnya yang terpahat dengan sempurna, sepasang bibir yang tak pernah absen untuk memberikannya sebuah kecupan di setiap harinya, dan berakhir dengan mengusap lembut pipi sang kekasih yang terasa lembab akibat lelehan air mata yang kembali membasahi wajahnnya.

 

Sementara itu, Hoseok hanya mampu memejamkan kedua matanya dan merasakan kelembutan tangan Taehyung yang tengah menjelajahi seluruh lekuk wajahnya. Ia bahkan tak menyadari jika kedua matanya telah berkhianat dengan kembali meneteskan air mata yang menyesaki pelupuk mata. Dan Hoseok memilih untuk menyandarkan wajahnya pada tangan Taehyung ketika usapannya telah berakhir di atas pipinya yang basah.

 

Tuhan... Tolong jangan biarkan ini berakhir...

 

“Hoseok...” panggil Taehyung lirih tanpa menjauhkan tangannya dari wajah Hoseok.

 

Hoseok membuka kedua matanya dan tersenyum tipis pada Taehyung yang tengah menatapnya dengan intens. “Yes, sweetheart?”

 

Taehyung menghela napas sejenak tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari Hoseok. “Maafkan aku. Aku belum sempat mengantarkan makan siangmu.” ucap Taehyung penuh rasa bersalah dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca.

 

Dan tangisnya pun pecah seketika itu juga saat lengan kokoh Hoseok meraihnya ke dalam sebuah pelukan hangat yang selalu ia rindukan. Taehyung menyembunyikan wajahnya di dada Hosoek dan menumpahkan tangisnya di sana seolah melupakan rasa sakit yang kini mengekang tubuhnya.

 

“Berhentilah meminta maaf, Tae. Kau sama sekali tak melakukan kesalahan apa pun padaku.” bisik Hoseok lembut seraya mengecup sekilas pelipis kiri Taehyung.

 

Sementara itu, Taehyung hanya terdiam. Tak berniat menjawab ataupun membantah ucapan Hoseok. Yang mampu ia lakukan hanyalah mempererat pelukan Hoseok pada tubuhnya yang ringkih seraya berbisik, “Aku mencintaimu, Hoseok. Kumohon, jangan lepaskan pelukanmu sampai semua ini berakhir.”

 

‘Sampai semuanya berakhir? Apa maksudnya?’ batin Hoseok menerka-nerka.

 

Namun meski begitu, ia tetap menuruti keinginan Taehyung dengan tetap memeluknya. Tak sekali pun ia menjauhkan lengan kokohnya dari tubuh ringkih Taehyung yang nampak begitu rapuh. Kembali ia pejamkan kedua matanya dan merasakan kehangatan tubuh Taehyung yang tersembunyi dengan sempurna di balik tubuhnya yang tegap. Menghirup dalam-dalam aroma strawberry dari tubuh Taehyung yang mulai tercampur dengan bau khas dari cairan antiseptik yang ada di dalam ruangan tersebut.

 

“Hoseok...” panggil Taehyung memecah keheningan.

 

“Ya...”

 

“Apakah kau mencintaiku?”

 

Hoseok mengernyitkan dahinya ketika Taehyung memberikan sebuah pertanyaan sederhana untuknya. Ia menghentikan pergerakan tangannya yang semula tengah mengusap lembut pucuk kepala Taehyung dan beralih menjauhkan sedikit tubuhnya. Hanya sedikit, untuk sekedar mempertemukan kembali mata bulatnya dengan mata sipit milik Taehyung.

 

Baby, kenapa kau menanyakan hal yang bahkan sudah kau ketahui jawabannya tanpa harus kujawab, hm?” mengusap lembut pipi Taehyung yang tak dihiasi oleh luka dan mengakhirinya dengan mencuri sebuah kecupan singkat diatas bibir Taehyung yang terlihat pucat.

 

Namun lagi-lagi Taehyung hanya tersenyum lemah ketika Hoseok kembali mencuri sebuah kecupan di bibirnya. Ia mengulurkan tangan kirinya dan mendaratkannya di atas bibir Hoseok. Mengusapnya lembut dengan menggunakan ibu jari, tanpa sekalipun memutuskan kontak mata di antara mereka.

 

“Kau mencintaiku.” bisik Taehyung yang lebih terdengar seperti sebuah pernyataan.

 

“Ya. Aku mencintaimu, Tae. Sangat mencintaimu.” ucap Hoseok yang balas berbisik. Ia meraih jemari Taehyung yang masih menyentuh bibirnya dan mengecupnya lembut, seolah ingin menyalurkan kasih sayang yang begitu mendalam untuk sang kekasih.

 

“Aku juga mencintaimu, Hoseok. Sangat mencintaimu.” Taehyung menghentikan ucapannya sejenak sebelum kembali melanjutkan, “Maukah kau berjanji satu hal untukku?”

 

Yes, baby. Just tell me anything what you want...”

 

“Berjanjilah, Hoseok.. Berjanjilah padaku bahwa kau akan baik-baik saja setelah ini semua berakhir.”

 

Hoseok mengernyitkan keningnya dan menatap Taehyung penuh tanya. “Tae, kenapa kau berbicara seperti―”

 

“Kumohon... Berjanjilah padaku.”

 

Hoseok menghela napasnya yang terasa berat dan menatap Taehyung dengan ekspresi wajahnya yang tidak diungkapkan dengan kata-kata. Di satu sisi, ia merasa sedikit bingung dengan permintaan Taehyung yang begitu clueless untuknya. Namun di sisi lain, ia bisa merasakan dadanya seolah dihimpit oleh sebuah batu berukuran besar yang membuatnya tak lagi mampu untuk sekedar menghirup udara di sekitarnya dengan leluasa seperti biasanya. Begitu menyesakkan rasanya.

 

Namun meski begitu, Hoseok tetap menganggukkan kepalanya dan tersenyum lemah ke arah Taehyung yang kini menatapnya penuh harap.

 

“Aku berjanji, Tae. Aku berjanji.” ucap Hoseok pada akhirnya.

 

Taehyung kembali tersenyum lemah dan menggumamkan “Terima kasih.” meski tak ada sedikit pun suara yang lolos dari bibirnya. Perlahan-lahan Taehyung mencoba untuk menghela napasnya yang terasa begitu menyesakkan dada. Sepasang matanya yang sipit mulai menutup secara perlahan seiring dengan tangan kirinya yang menggelincir jatuh dari genggaman tangan Hoseok. Pekikan nyaring yang berasal dari elektrokardiograf bagaikan sebuah melodi sendu yang mengiringi teriakan pilu seorang Jung Hoseok.

 

Lelehan air mata nampak semakin deras membasahi wajahnya tatkala menatap wajah sang kekasih yang semakin memucat. Sepasang lengannya yang kokoh senantiasa mendekap erat tubuh sang pujaan hati yang kini telah memejamkan kedua matanya dengan erat. Seolah ingin menyalurkan sebuah kehangatan yang dimiliki oleh tubuhnya untuk tubuh ringkih sang kekasih yang perlahan namun pasti mulai mendingin akibat terhentinya aliran jutaan liter darah di sekujur tubuhnya.

 

Hoseok memberontak. Tak membiarkan seorang dokter yang sebelumnya sempat ia temui untuk dapat menyentuh kekasihnya, pujaan hatinya. Namun pada akhirnya iapun menyerah. Ia tak lagi memberikan perlawanan ketika Namjoon menariknya keluar dari ruang operasi. Yang mampu ia lakukan hanyalah duduk bersimpuh di depan pintu ruang operasi dengan isakan pilu yang mengiringi kepergian sang kekasih untuk selama-lamanya.


Hoseok hanya mampu terdiam. Kedua matanya memandang hampa ke arah langit senja yang mulai tergantikan oleh kelamnya langit malam dengan lelehan kristal bening yang kembali luruh melalui sudut matanya. Ia menangis dalam diam.

 

Dua minggu sudah ia tak lagi dapat mendengar tawa Taehyung yang selalu bergema di dalam rumahnya. Dua minggu sudah ia tak lagi dapat melihat senyuman Taehyung yang menenangkan. Dan dua minggu sudah Taehyung pergi untuk selama-lamanya. Ke sebuah tempat asing yang tak akan pernah sanggup ia temukan selamanya.

 

Mengapa? Mengapa harus secepat ini Tuhan memisahkannya dengan Taehyung? Ia bahkan belum sempat mewujudkan keinginan Taehyung yang ingin pergi berlibur ke negeri sakura bersamanya.

.

.

.

I'm trying hard to forget you,

But my empty walls won't let me let you go...

.

.

.

Dua minggu lamanya ia mencoba untuk menghapus Taehyung dari ingatannya. Dua minggu lamanya ia berpura-pura untuk terlihat tegar dan kuat di hadapan yang lainnya. Dan dua minggu lamanya ia membohongi dirinya sendiri.

.

.

.

You say you wish me well without you,

But something 'bout you tells me that you know...

.

.

.

Sebuah kebohongan besar jika ia mengatakan bahwa ia baik-baik saja bahkan setelah Taehyung pergi meninggalkannya. Sebuah kebohongan besar jika ia mengatakan bahwa ia tak lagi menangis karena teringat akan sosok Taehyung yang begitu ia cintai sepanjang hidupnya. Dan sebuah kebohongan besar jika ia mengatakan bahwa ia sama sekali tak merindukan kehadiran Taehyung di sisinya.

 

Karena pada faktanya, ia terlihat begitu hancur setelah Taehyung pergi meninggalkannya. Seharian penuh ia tumpahkan air matanya sebagai bentuk rasa rindunya yang begitu mendalam untuk sang kekasih tercinta.

 

Seumur hidupnya, Hoseok tak pernah meminta atau pun memohon pada Tuhan untuk mengabulkan keinginannya. Namun nampaknya kini Hoseok telah mengubah persepsinya. Dengan perlahan, Hoseok memejamkan kedua matanya seraya menautkan kedua tangannya diatas dada, dan berdoa...

 

‘Tuhan... Untuk kali ini saja, izinkanlah aku memohon padamu... Berikanlah mukjizat-Mu untukku, dan kembalikanlah Taehyung di sisiku...’

.

.

.

When you took it all you forgot your shadow, your shadow~

.

.

.

Hangat. Hanya hal tersebut yang pertama kali Hoseok rasakan bertepatan dengan berakhirnya untaian kalimat doa yang mengalun lembut melalui bibirnya. Pada awalnya, ia hanya merasakan terpaan hawa hangat yang melingkupi bagian punggungnya. Namun secara perlahan rasa hangat yang ia rasakan seolah memutari tubuhnya dan berakhir dengan sentuhan hangat nan melembutkan di bagian bibirnya yang terkatup rapat.

 

Dengan sedikit ragu, Hoseok meyakinkan dirinya untuk kembali membuka kedua matanya yang terpejam. Perlahan ia mengerjap, mencoba untuk mengumpulkan fokus pada indera penglihatannya. Dan detik berikutnya, kedua matanya yang bulat nampak semakin membulat sempurna tatkala menyadari adanya kehadiran seorang lelaki berambut kecoklatan yang tengah tersenyum lembut padanya.

 

“Tae, Taehyung?” panggilnya ragu. “Kau… Kembali?”

 

Lelaki di hadapannya kembali menyunggingkan seutas senyum simpul yang telah terekam dengan sempurna dalam otak kecil Hoseok. Kepalanya mengangguk perlahan seraya menangkupkan sebelah tangannya diatas pipi Hoseok yang kini terlihat tirus.

 

“Ya. Aku kembali, Seokkie. Aku kembali...” bisiknya lirih tanpa sekalipun menghapuskan senyum yang terlukis di bibirnya.

 

Tubuh Hoseok bergetar menahan euforia yang membuncah di dalam hatinya. Tanpa menunggu aba-aba, ia pun segera menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Taehyung yang begitu ia rindukan. Air mata kembali mengalir di kedua sudut matanya. Bukan lagi air mata kepedihan, melainkan air mata kebahagiaan karena Tuhan telah menjawab keinginannya.

 

Tak perduli apakah Taehyung yang saat ini berada dalam rengkuhannya adalah nyata, ataukah hanya ilusi. Hoseok benar-benar tak perduli. Karena yang terpenting baginya saat ini hanyalah; bagaimana ia harus mempertahankan Taehyung untuk tetap berada di sisinya.

 

Hanya itu...

.

.

.

.

++_SCHATTEN_++

.

.

.

Sepasang tungkai kurus miliknya kembali mengayun secara perlahan. Melangkah menyusuri ruang demi ruang yang ia lewati dalam diam, seolah tak ingin menimbulkan suara gemerisik yang akan dihasilkan dari pergesekan telapak kakinya dengan lantai yang dingin. Yang menjadi titik fokusnya untuk saat ini hanyalah figure seorang lelaki bertubuh tegap yang masih setia menumpahkan tangisnya dalam diam.

 

Ingin rasanya Taehyung berlari ke arah Hoseok dan kemudian menenggelamkan wajahnya yang telah dibasahi oleh air mata ke dalam dekapan hangatnya. Namun lagi dan lagi, Taehyung harus menahan keinginannya. Karena yang mampu ia lakukan saat ini hanyalah berdiri tegap di hadapan Hoseok yang kini meringkuk memeluk lututnya.

 

Taehyung menatap Hoseok yang nampak memilukan dengan sendu seraya memanggil namanya lirih, “Hoseok...”

.

.

.

It's always there, too close, too much...

The shape of something I can't touch...

I turn, and find the shadow's grown~

.

.

.

Mendengar namanya disebut, Hoseok pun segera menghentikan tangisnya. Ia mengangkat kepalanya secara perlahan, sebelum akhirnya kembali menatap sepasang mata milik Taehyung yang menatapnya sendu.

 

“Taehyung...” ujar Hoseok tak kalah lirih.

 

Perlahan ia beranjak bangun dari posisi duduknya sebelum berlari dan bersiap membawa tubuh mungil Taehyung ke dalam dekapannya. Namun, tidak... Alih-alih berhasil memeluk Taehyung, yang terjadi justru pergerakan lengan Hoseok yang menembus tubuh transparan Taehyung.

 

Hoseok tak dapat lagi memeluk Taehyung. Oh, Tuhan... Apa yang sebenarnya terjadi?!

 

Hoseok menatap kedua tangannya dengan nanar. Kemudian ia beralih menatap Taehyung dengan kedua matanya yang kembali digenangi oleh air mata. “Taehyung... Apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa aku tak bisa menyentuhmu?!!” raung Hoseok frustasi seiring dengan derai air mata yang kembali membasahi wajahnya.

 

Alih-alih membuka mulutnya dan menjawab pertanyaan Hoseok, Taehyung hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari sosok Hoseok yang semakin terlihat memilukan.

 

“Aku hanyalah ilusi yang tak dapat dilihat dengan mudah. Karena aku adalah wujud semu yang diciptakan oleh otak kecilmu.”

 

“Jadi... Kau tak nyata?” cicit Hoseok yang masih tak percaya dengan apa yang telah diucapkan oleh Taehyung.

 

Taehyung menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Ya. Aku sama sekali tidak nyata. Tak ada seorang pun yang dapat melihatku selain dirimu.” Taehyung mengangkat sebelah tangannya ke udara dan mencoba untuk menangkupkannya di atas pipi Hoseok yang tak dapat lagi ia sentuh. “Maafkan aku, Hoseok. Aku harus segera pergi dari sini.”

 

“Ti, tidak. Taehyung... Taehyung, kumohon jangan tinggalkan aku lagi... Kumohon...”

.

.

.                                                                                                                                                          

Those empty eyes I begged to stay,

Are watching me from yesterday,

You can leave me, can you leave me alone?

.

.

.

Taehyung menggelengkan kepalanya seraya mengukir seutas senyum tipis diatas bibirnya. “Maaf, Hoseok. Tapi aku benar-benar harus pergi.” sekumpulan kabut tipis mulai mengelilingi tubuh Taehyung yang seolah nampak semakin memudar. “Jaga dirimu baik-baik. Aku mencintaimu.”

 

Kabut tipis yang semula hanya menutupi tubuh bagian bawah  Taehyung pun perlahan mulai menutupi seluruh tubuhnya seiring dengan mengalunnya kalimat terakhir dari bibir Taehyung. Hoseok menatap ke arah tempat Taehyung berdiri dengan nanar. Kabut tipis yang mengelilingi tubuh kekasihnya kini telah menguap dan menyisakan asap putih yang mulai memudar.

 

Hosoek jatuh bertumpu di antara kedua lututnya dengan bulir-bulir air bening yang semakin deras membasahi wajahnya. Dan pada akhirnya, Hoseok harus kembali kehilangan sang kekasih untuk yang kedua kalinya. Menyisakan seorang Jung Hoseok hanya dapat menangis pilu dan meratapi kesendiriannya.

.

.

.

.

++_SCHATTEN : FIN_++

.

.

.


Fiiuuuhh~~

Akhirnya selesai juga nih ff ... XD

Gimana? Terlalu random ya? Maaf ya, aul ngetik ini dalam kondisi yg kurang fit. Jadinya ya Cuma ini yang bisa aul kasih untuk kalian ... semoga nggak mengecewakan ya .. :D

Oh ya, kalimat Taehyung yang bilang; “Aku hanyalah ilusi yang tak dapat dilihat dengan mudah. Karena aku adalah wujud semu yang diciptakan oleh otak kecilmu.”

Itu aul adaptasi dari surat yang diterima oleh Heiji Hattori di komik Detective Conan vol. 74.

 

Kritik dan saran sangat diperlukan guys~

So, jangan lupa tinggalin jejak ya .. ^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
shintaft #1
Chapter 2: baper gillaaaaa, sial sial sial
chiJhope #2
Chapter 2: huaaaaa.. eomma :'( Sumpah yah, gue nangis sampe dada gue rasanya mau pecah gegara baca ni FF. ohh, ini sangat menyedihkan. bisa mati karena sedih krn baca FF ini. author mah keren banget ihh..
vitch_ #3
Chapter 2: Huaaaa aul jahat. Tau nggak, aku ga bisa berhentu nangis T.T
Nggak tau mau ngomong apa lagi. So touching T.T
yonyoongi #4
Chapter 2: Sedih o(iДi)o
blackmelody
#5
Chapter 2: KAN BENER KAANNN!!!!

Aku awalnya ada niat mau bikin sejenis ini tp taehyungnya ga meninggal, cuma jadi idol aja...

Terus karena hoseok udh bikin taehyung sendiri di otak kecilnya, dia malah gak ngenalin taehyung asli... sayangnya aku gagal nulis itu jadinya malah nulis yg 'You' :"(

Ini bagus banget penyampaiannya aku nangis tau gak:"(
vitch_ #6
Chapter 1: Please update soon!! Agak susah aku cari ff bts atau emang kebanyakan ff di aff pake bahasa asing? Idk
blackmelody
#7
Chapter 1: Taehyungnya hantu ya? Pas baca konsepnya agak deja vu sm fic ku yg "You" tapi beda cerita sih emang wkwk SEMANGAAT