Chapter 3

SPY

Pembunuh bayaran…

Pernahkan kau berpikir untuk memiliki profesi seperti itu?

Lalu apa yang kau pikirkan saat mendengar kata tersebut?

Jujur saja, aku pernah berpikiran bahwa pekerjaan seperti ini pasti memliki pendapatan yang cukup besar, sangat besar malah. Bayangkan saja, kau hanya perlu menghabisi satu nyawa dan kau akan mendapat imbalan apapun yang kau minta. Mengapa seperti itu? Mudah saja, karena tidak ada satu pun manusia yang tega membunuh saudaranya sendiri, terkecuali orang-orang seperti Myungsoo. Ya, mereka adalah pengecualian.

Dengan pekerjaan seperti ini, aku menduga bahwa rumah Myungsoo pasti sangat mewah, semua benda yang diinginkannya pasti dapat ia miliki. Hidupnya pasti telah bergelimang harta.

Sayang persepsiku itu dipatahkan saat aku menjejakkan kaki dalam kediamannya.

Aku memasuki apartemennya yang tidak terduga sangatlah.... Biasa? Ya, begitulah kenyataannya. Luasnya bahkan tidak lebih besar daripada ruangan kantor Changmin, bosku di FBI. Kusapukan pandanganku menglilingi ruang tersebut. Beberapa kaleng bir berserakan di lantai maupun di meja. Pakaian bekas juga berhamburan dimana-mana, Belum lagi lantainya yang sangat kotor serta wallpaper dinding yang usang dan robek di beberapa bagian. Beginikah jadinya jika seorang pria tinggal sendirian? Sungguh sangat tidak terurus!

"Berhenti melihat-lihat. Kita tidak sedang berekreasi!"

Suara dingin Myungsoo memenuhi rongga telingaku. Dasar cerewet. Apa masalahnya jika aku hanya melihat-lihat?

“Apa kau tidak pernah mendengar istilah ‘bersih’? Rumahmu tampak mengerikan…” Tanpa sadar aku berkomentar yang lalu dibalas tatapan marah Myungsoo. Baiklah, nyaliku sedikit menciut sekarang.

Myungsoo akhirnya kembali berkata.

"Kau. Dengarkan aku. Jika kau memang berniat tinggal denganku, kau harus menaati beberapa aturanku."

Aku hanya mengangguk dan menunggu dia untuk meneruskan perkataannya.

"Pertama, jika kau ingin makan atau apapun itu, kau harus berusaha mencarinya sendiri. Aku disini hanya sekedar menampungmu."

“Permisi, mencari? Aku bukan binatang bodoh!” Aku membatin walaupun ingin sekali aku menyuarakan hal ini. Aku hanya kembali mengangguk dengan pasrah.

"Kedua, jika aku keluar jangan coba-coba mengikutiku, dan jika ada seseorang yang datang kesini tanggunglah resikonya siapapun atau apapun itu."

Baiklah aku mulai khawatir...

"Ketiga, kau bisa tidur dimana saja tetapi jika aku dirumah jangan ganggu aku. Keempat, jangan ganggu aku. Kelima, jangan ganggu aku. Jelas?"

"Baiklah, tapi panggil aku Soojung. Namaku bukan 'kau'…” Aku berusaha mengucapkannya dengan sopan.

"Ke enam. Aku akan memanggilmu apa saja, tidak ada komplain." Myungsoo menyelesaikan kata-katanya lalu berjalan menuju ruangan yang sepertinya kamar tidur.

Tanganku mengepal. Ugh! Aku sangat ingin melempar batu pada orang ini!

“Sabar sedikit Soojung. Kau tidak akan lama disini. Kau disini hanya untuk pekerjaan. Sabarlah sedikit.” Ujarku pelan agar amarah ini segera mereda.

“Orang ini sangat menyebalkan. Hei, kau mendengarku? Aku berbicara padamu!” Aku membisikan beberapa kata dalam mikrofon yang katanya terdapat pada kerah jaket ini. Namun tidak ada balasan. Entahlah, aku rasa benda itu tidak berfungsi dengan baik.

Tiba-tiba ponselku bergetar menandakan masuknya sebuah pesan. Aku segera membukanya, berharap itu bukan pesan tak berguna dari operator yang akan langsung kuhapus tanpa dibaca terlebih dahulu.

From : Jjong-Sunbae

Message : Ya, Krys. Tenang saja, aku mendegarmu. Hei, dimana kau sekarang? Sudah di rumah Myungsoo? Kau ini gila ya! Kau tidak tahu bahwa dia berbahaya? Bisa-bisanya kau berkata seperti itu, mengajaknya berbicara pula. Oh ya, ngomong-ngomong, cerita tentang kakakmu itu sungguhan? Mengapa aku tidak pernah mengetahuinya? Atau jangan bilang bahwa kau telah membohongi penjahat itu? Jika iya, maka kau benar-benar gila Krys... tapi harus kuakui kau cukup hebat. Aku bangga padamu!

Aku tersenyum kecil membaca isi pesan Jonghyun yang cukup panjang itu. Sial, ternyata semua peralatan ini berfungsi dengan baik. Mereka sungguh-sungguh telah mendengar seluruh sandiwara yang kulakukan. Aku mengingat kembali saat aku mengejar Myungsoo hingga meneriakinya walau tanpa respons. Berapa banyak orang di kantor yang telah mendengar itu lalu menertawakanku? Memalukan...

Akhirnya, setelah melihat keadaan sekitar, sekedar berjaga-jaga agar tidak ketahuan Myungsoo, aku pun membalas pesan Jonghyun.

From : Krystal

Message : Itu memang bohong. Kehidupanku tidak menyedihkan seperti itu! Entah bagaimana aku bisa mengarang kisah seperti itu, setidaknya aku memerlukan alasan agar ia memercayaiku. Ya, aku memang hebat, jadi kau baru tahu, hah?

Aku kembali menengadahkan pandanganku, lalu menyimpan ponselku didalam kantong celana setelah mengirim pesan tersebut. Kulangkahkan kakiku, bergerak meninggalkan posisiku yang terdiam sedari tadi. Kembali aku mengamati keadaan dalam rumah ini. Tanganku bergerak untuk memungut sebuah baju yang berserakan di lantai, dan tanpa kusadari, aku mulai membersihkan rumah ini.

¤¤¤

-Author's POV-

Myungsoo melangkahkan kakinya keluar kamar dengan gontai. Ia mendesah. Lagi-lagi ia harus menghadapi satu hari yang membosankan. Mengurung diri dalam rumah, tanpa makanan dan tanpa hiburan. Ia memang tidak memiliki televisi atau benda apapun yang dapat meretas kesunyian rumah ini. Ditambah lagi kehadiran Krystal yang baginya hanya akan merepotkan. Tiba-tiba, wangi makanan merasuki indra penciumannya. Myungsoo mulai merasakan perutnya lapar minta diisi. Ia mengintip kearah dapur kecil yang terdapat dibagian belakang rumah. Ternyata ia cukup mengagumi gadis itu yang juga dapat memasak, tidak seperti gadis-gadis kebanyakan.

"Jadi kau lapar, huh...”

Myungsoo membalikkan badanya saat mendengar suara gadis itu tepat dibelakangnya. Krystal hanya tersenyum.

“Jika kau mau makan, seduhlah mie-mu sendiri. Aku membeli dua bungkus, kok.”

“Memangnya siapa yang ingin makan? Aku hanya sedang mengawasi dirimu. Aku tidak suka orang lain menyentuh barang-barangku...” Ucapan Myungsoo tiba-tiba berhenti.

“Kau... membersihkan rumah ini?” Ia melihat ke sekelilingnya lalu menyadari bahwa tidak ada lagi kaleng-kaleng serta baju yang berhamburan. Semuanya sudah rapi dan bersih. Bahkan lantainya kini tidak kotor dan berdebu lagi, Krystal menyapu semuanya...

Menyapu...

Myungsoo memerhatikan benda yang tengah dipegang Krystal.

Sebuah sapu...

Sepertinya Krystal tidak menyadari adanya noda darah pada tangkai sapu tersebut. Ya, sapu itu juga telah ikut andil dalam pelaksanaan tugas Myungsoo.

Sapu yang ia gunakan saat diperintahkan untuk membunuh sahabatnya sendiri… seseorang yang sangat ia sayangi…

Bagi Myungsoo, tugas adalah tugas. Wajib dikerjakan. Oleh karena itu, tanpa belas kasih, berkali-kali gagang sapu tersebut telah dipukul dan ditusukkan pada tubuh malang korbannya. Pada hari itu, ia membutakan dan menulikan dirinya. Tidak memperdulikan tangisan dan jeritan kesakitan seseorang yang ia siksa sampai mati. Myungsoo tertegun.

“Sudahlah...” Ia menarik sapu itu dari tangan Krystal.

“Hei, kenapa? Aku belum selesai... bagian ini masih belum disapu...”

“Aku bilang sudah! Mengapa kau tidak menuruti perintahku?!”

Krystal terdiam saat lelaki itu menaikkan suaranya.

“Aish... sudahlah. Lebih baik kita makan. Aku lapar!” Myungsoo berjalan menuju dapur lalu menatap bungkusan mie instan yang tergeletak diatas meja.

“Kau harus menyeduhnya terlebih dahulu.” Krystal menuangkan air panas kedalam mangkuk mie milik Myungsoo.

Mereka akhirnya duduk terdiam. Memandangi mie masing-masing yang sudah mulai lemah.

¤¤¤

-Krystal's POV-

"Hei, makanlah."

Suara Myungsoo memecah lamunanku. Aku hanya menggumam dan mulai menyantap mie tersebut, kulirik Myungsoo yang makan dengan sangat lahap seakan mie itu adalah makanan yang sangat nikmat dan istimewa, layakanya makanan yang disajikan di restoran mewah.

"Kau lapar sekali ya?"

"Diamlah dan makan." Sahutnya ketus.

Aku mendengus dan memakan mie-ku lagi, namun rasa penasaran terhadap dirinya masih menginggalkan gejolak di hatiku. Kembali kuberanikan diriku untuk bertanya.

"Memangnya apa yang biasa kau makan sehari-hari?" Aku mencoba lagi.

"Yak! Tidak bisakah kau diam saja?" Dia mulai kesal dan membentak ku.

Aku kaget sekali. Baiklah, seharusnya aku diam saja. Mungkin baginya aku sudah terlalu lancang bertanya seperti itu. Aku menahan kekesalanku. Sebaiknya aku mengalah saja walaupun ini sangat menyebalkan. Kutatap mie ku yang baru sedikit ku cicipi, namun selera makanku sudah hilang. Aku juga sudah tidak berniat makan bersama orang seperti Myungsoo.

"Aku tidak jadi makan." Aku bangkit dari tempat dudukku. Lebih baik pergi sekarang daripada emosi ku meluap saat menghadapi sifatnya yang sangat arogan itu. Namun tanpa disangka, dia menarik tanganku sehingga aku kembali terduduk.

“Aku hanya menyuruhmu untuk diam dan makan, apakah sesulit itu?"

Aku memandangnya heran. Entah mengapa aku melihat bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis. Lalu kusadari bahwa itu hanya ilusi belaka saat melihat tatapan matanya yang begitu tajam dan dingin. Tidak ada kelembutan sedikit pun didalamnya. Tetap saja aku heran mengapa sifatnya bisa berubah secara tiba-tiba seperti ini? Akhirnya aku hanya memutuskan untuk menurutinya, menghindari permasalahan lebih lanjut andai aku terus bersikeras dengan pendirianku.

"Apakah kau selalu mudah percaya kepada orang seperti ini?" Myungsoo berujar dengan sangat pelan, seakan hanya berbicara pada dirinya sendiri. Aku bahkan tak tahu apakah ia sedang bertanya padaku atau hanya sekedar mendumel tidak jelas.

“Hei, apakah kau tidak bisa mendengar?”

"Hah?" Aku tersentak.

Myungsoo mendengus mendengar reaksiku.

“Bukankah kau mengajakku berbicara tadi? Sekarang mengapa hanya terdiam?”

“A... aku... aku kira kau tidak...”

“Sudahlah, lupakan. Aku hanya ingin tahu mengapa kau mudah sekali percaya dengan seorang yang bahkan tidak kau kenal sama sekali... seperti aku."

"Ehmm..." Aku berpikir sejenak sebelum melanjutkan kata kataku.

"Yah... kau tahu kan bahwa aku tersesat disini dan tidak punya tujuan... dan juga, karena kakakku...." Aku kembali berpura pura mengusap mata seperti akan menangis.

“Baiklah. Cukup!" Myungsoo memotong kata-kataku.

“Kau aneh.” Ujarnya kemudian.

¤¤¤

Aku memperhatikan gerak Myungsoo ketika dia mengambil mantel dan memakainya

“Kau akan pergi ke suatu tempat?” Tanyaku sekedar untuk berbasa-basi dan seketika kusadari bahwa ‘berbasa-basi’ adalah hal yang sangat bodoh untuk dilakukan pada Myungsoo.

"Kau tidak perlu tau. Ingat peraturan nomor dua!" Dipakainya sepatu sembari berkata.

“Aku akan menguncimu dari luar- karena aku tidak cukup percaya padamu jika kau tidak akan keluar dari apartemen ini"

Aku mengangguk mengerti. Setelah dia pergi aku baru mulai sadar dan menyalahkan diriku sendiri.

“Bodoh, bodoh bodoh! Mengapa aku menurutinya seharian? Seperti peliharaannya saja!"

"Krystal- hei Krys, aku tau kau mendengarku, tapi jangan menjawab oke? Aku masih curiga jika ada kamera tersembunyi atau alat semacamnya disini." Aku mendengar suara Jonghyun yang sangat familiar melalui alat komunikasi kami.

"Baiklah, sekarang kau cari tempat yang menurutmu paling aman untuk berkomunikasi"

Aku mengangguk meskipun sudah pasti Jonghyun tidak dapat melihatnya. Kulangkahkan kakiku berkeliling rumah, mencari dimana tempat aman yang dimaksud Jonghyun. Kamar tidur? Sudah pasti tidak. Gudang? Ah, tidak… Hmmm, bagaimana dengan kamar mandi? Tidak mungkin kau menaruh kamera disana bukan? Ah tapi.. Bisa saja dia memasang alat penyadap? Aku mulai berpikir.

"Hei, sunbae. Ini hanyalah apartemen yang sudah sangat tua, dan lagi tempat ini bukan miliknya, bagaimana bisa dia memasang alat sepertu itu?" Aku menjelaskannya kepada Jonghyun.

"Krys, bisa saja dia membohongimu… aku hanya ingin kau selamat." Suara Jonghyun terdengar sangat khawatir. Aku menghela nafas.

"Baiklah, aku akan menurutimu. Tapi bisakah aku tidur saja untuk hari ini? Aku lelah sekali karena perjalanan jauh yang kutempuh hari ini.”

"Aku mengerti kau kelelahan. Ya sudah, istirahatlah untuk sekarang, tetapi besok... kau harus mulai bekerja."

Aku berjalan menyusuri setiap sudut apartemen ini, berniat untuk mencari kamar yang bisa kutiduri, dan mungkin sedikit mencari barang yang bisa kujadikan bukti atau apalah itu.

Namun sialnya hanya ada satu kamar disini, dan itu kamar Myungsoo. Aku mengacak-acak rambutku frustasi. Sudah pasti dia tidak akan mengijinkanku untuk tidur disana, dan tentunya aku juga tidak mau tidur sekamar dengannya, apalagi seorang pembunuh bayaran. Itu adalah hal yang gila!

Ku hela nafas lalu membuka pintu kamar Myungsoo yang ternyata tidak beda jauh dengan ruang tengah tadi, sangat berantakan. Aku menggeleng-gelengkan kepala sebelum akhirnya memutuskan untuk membersihkan kamar ini juga.

Awalnya kukira walaupun kamar Myungsoo berantakan seperti ini, namun tetap hanyalah seperti kamar tidur pada umumnya. Persepsi itu akhirnya terpatahkan saat aku menemukan benda tak lazim seperti sekantung peluru, berbagai macam senjata api dan benda tajam. Tubuhku merinding saat melihat sebilah pisau yang masih tersisa bercak darah. Aku rasa benda-benda inilah yang ia gunakan untuk menghabisi nyawa seseorang. Hawa dingin mulai menyusuri punggungku, bisa saja aku akan menjadi orang selanjutnya yang akan ia habisi saat dia mengetahui aku telah membongkar isi kamarnya.

Namun tetap, aku merasa harus melaporkan hal ini pada FBI. Segera ku hubungi Jonghyun.

“Halo Krys? Bukankah kau bilang ingin beristirahat tadi? Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?” Jonghyun langsung menghujaniku dengan berbagai pertanyaan.

“Sunbae, tenanglah. Aku baik-baik saja, tetapi sepertinya aku menemukan sedikit barang bukti yang mungkin digunakan Myungsoo untuk membunuh…” Aku nyaris berbisik namun tetap memastikan Jonghyun dapat mendengarku.

“Benarkah? Apa yang kau temukan?” Tanya Jonghyun cepat

"Sekantung peluru, berbagai macam senjata api dan benda tajam, salah satu pisau masih tersisa bercak darah.”

“Ahh Krystal, kau harus benar benar berhati-hati dengan orang itu!” Jonghyun menghela nafasnya frustasi. Aku sadar bahwa ia benar-benar khawatir.

“Baiklah, terimakasih atas infonya dan pastikan untuk berhati-hati. Aku sungguh mengkhawatirkanmu. Serius!” Tambahnya lagi.

“Ya, aku mengerti.” Gumamku. Telepon dimaktikan.

Aku melanjutkan merapikan kamar Myungsoo, mungkin butuh setengah jam hingga benar-benar bersih. Merasa kelelahan, aku pun duduk di sudut ranjang Myungsoo, memijat-mijat tengkukku sendiri. Tubuhku pegal sehingga kuputuskan untuk merebahkan tubuhku di ranjang, hanya untuk beristirahat sejenak. Aku tidak bisa membayangkan berbaring di lantai yang keras sekarang dengan tubuh pegal seperti ini. Aku menatap kamar itu, sebenarnya rumah ini, setelah dibersihkan terlihat cukup bagus walaupun sangat kecil hingga terkesan minimalis. Rasa kantuk mulai menyerangku tetapi aku belum ingin bangkit, pikiranku kosong…

Namun perlahan mataku tertutup, mengunciku dalam kegelapan yang tak berujung.

Aku tertidur.

¤¤¤

Seketika aku tersentak kaget dari tidurku saat mendengar suara langkah kaki dari luar kamar. Apakah itu Myungsoo? Ia sudah pulang? Aku bergerak untuk bangkit dan menghampirinya, tetapi niatku itu ku urungkan… bagaimana jika itu bukan dia? Perkataan Myungsoo kembali berputar dikepalaku.

‘Jika ada seseorang yang datang tanggunglah resikonya siapapun atau apapun itu.’

Langkah kaki tersebut semakin mendekat dan aku sangat takut. Grendel pintu mulai bergerak perlahan. Jantungku berdebar-debar. Aku tahu aku tidak seharusnya berada disini. Seharusnya aku melarikan diri dan bersembunyi. Namun tubuhku menegang dan seakan lumpuh seketika. Aku tak dapat bergerak.

-To Be Continued-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
half-baked
#1
Chapter 4: I seriously can't wait for the update. hehe <3