merry-go-round of life

in the hollows of our youth

***

 

Krystal sering menemukan ide itu terlintas di benaknya, kadang berputar-putar dan kemudian hilang dimakan waktu dan kemudian menyembul lagi. Ide itu hanyalah dua kata. Dua kata, mungkin terdengar sederhana dan gampang, tapi sesungguhnya hal itu akan menuntun Krystal pada banyak kejutan dan petualangan.

 

Mencari ayahnya. Itulah yang sejak dulu kata hatinya bisikkan. Tapi mencari ayahnya tidak segampang pergi ke Wal-Mart dan mencari semua barang yang dituliskan ibunya di daftar belanjaan. Karena, untuk mencari ayahnya, dia bahkan tidak tahu mulai dari mana. New York City? Atau mungkin California? Atau sebenarnya ayahnya sedang berada di Annapolis juga?

 

Kadang, Krystal akan mengetikkan ‘keluarga Richardson di Manhattan’ di Google. Dia tidak menemukan banyak hal. Ada beberapa situs tentang kaum sosialita yang tinggal di Upper East, tapi tidak pernah di-update lagi sejak musim semi tahun lalu. Mungkin penulis-penulis blog itu akhirnya sadar bahwa pekerjaan mereka tidak berguna. Untuk apa menguntit kehidupan orang-orang dan mengetahui tas merek apa saja yang mereka beli?

 

Hal terpenting yang ditemukannya dengan bantuan internet hanyalah sebuah akun Instagram seorang gadis bernama keluarga Richardson. Namanya Laura dan sosoknya yang ada di dalam display picture memiliki banyak kesamaan fisik dengan Daniel Richardson. Sebenarnya Krystal sendiri tidak pernah melihat foto ayahnya. Dia hanya mendengar kisah ibu dan ayahnya dan perawakan ayahnya lewat penuturan Bibi Jessica, adik bungsu ibunya yang hanya lebih tua lima tahun daripada Krystal.

 

Laura Richardson memiliki rambut pirang lurus sepunggung dengan ujung-ujung rambut yang dicat warna magenta, badannya tinggi dan kurus (mungkin gadis itu terlalu terobsesi menjadi supermodel yang muncul di TV), dan dia mengenakan bulu mata palsu di setiap fotonya. Dia berumur tujuh belas pada tanggal dua belas Mei, dan dia meng-upload banyak sekali foto pesta ulang tahunnya di Instagram. Ada sembilan belas, Krystal menghitung.

 

Pesta ulang tahun Laura Richardson sangat meriah, tipikal pesta yang muncul di serial TV atau film yang Krystal tonton setiap Sabtu malam. Kue ulang tahunnya merupakan susunan ratusan macaron cantik berwarna-warni yang bertingkat-tingkat, acaranya diisi oleh band-band indie dengan personil keren dan tampan, dan dihadiri oleh puluhan temannya yang mengenakan tuksedo dan gaun mewah.

 

Laura seolah-olah seorang putri yang hidup di negeri dongeng, meski di negeri dongeng seorang putri tidak akan dihadiahi sebuah mobil sedan mewah berwarna merah untuk ulang tahunnya—mungkin seorang putri akan mendapatkan kuda poni, atau pangeran tampan dari negeri seberang. Tapi seorang putri raja dan Laura punya kesamaan, mereka hidup dan dibesarkan dalam kemewahan. Mereka bisa mendapatkan apa yang mereka mau tanpa harus menunggu lama.

 

Kadang Krystal membayangkan jika pernikahan orang tuanya tidak ditentang. Krystal pasti takkan terjebak di Annapolis sekarang. Dia mungkin akan memiliki apartemen sendiri di Upper East, atau tinggal di kondominium di Beverly Hills, atau bahkan sekolah fashion di Paris. Rambutnya akan dicat merah, kulitnya akan kelewat mulus karena perawatan sekali seminggu, dan dia akan punya limosin sendiri. Dia bisa saja menjadi Laura Richardson 2.0. Atau bahkan Laura  yang menjadi Krystal Richardson 2.0.

 

Tapi, dibesarkan dengan didikan bijaksana kakeknya—anggota keluarga yang paling dekat dengannya—Krystal tahu hidupnya sekarang adalah kehidupan terbaik yang bisa dia jalani. Tak ada yang bisa disesali dari masa lalu, jadi yang bisa Krystal lakukan hanyalah berjalan terus dan memandang masa depannya. Lagipula, kalau dipikir-pikir, hidupnya di Annapolis mungkin jauh dari kesan mewah, tapi bukan berarti hidupnya tidak layak dinikmati.

 

Dia tinggal di atas restoran khas Korea yang paling terkenal di Annapolis sekarang, di dekat pelabuhan, bersama ibunya, kakek-neneknya, dan Bibi Jessica. Dia punya seekor anjing, Kuro, yang didapatkannya saat ulang tahunnya kelima belas. Dia punya teman-teman yang membuat harinya tidak membosankan. Dia bersekolah di sekolah publik, dan dia sangat bersyukur tidak terlibat dalam drama yang diciptakan gadis-gadis cheerleaders di sekolahnya. Dia tahu apa yang dia lakukan setelah lulus sekolah: masuk ke sekolah bisnis di Berkeley dengan beasiswa.  

 

Dan dalam beberapa bulan ke depan, Krystal Jung akhirnya akan memiliki ayah.

 

***

 

Vanessa melahirkan Krystal satu hari di awal musim semi yang dingin. Sore itu dia sedang belajar di perpustakaan kampusnya. Hari itu hari Sabtu, memberi alasan mutlak kenapa perpustakaan sepi sekali. Hanya ada delapan orang pengunjung dan dua pustakawan di lantai dasar, termasuk Vanessa.

 

Vanessa sedang mencari-cari buku di daerah rak yang sepi ketika perutnya mulai terasa sakit. Lalu dia sadar ketubannya sudah pecah dan cairan itu mengalir dari selangkangannya. Dia segera berteriak, membuat sembilan orang yang berada di lantai itu—dan dua orang dari lantai dua—mendatanginya.

 

Saat itu Vanessa datang bersama empat teman kuliahnya, dua perempuan dan dua laki-laki. Teman laki-lakinya yang bernama Jeremy Bailey segera menggendongnya ke luar perpustakaan dan membawanya masuk ke salah satu taksi yang terparkir rapi di depan gedung. Mereka segera meluncur ke rumah sakit terdekat.

 

Krystal lahir beberapa menit setelah mereka tiba di rumah sakit. “Tiga minggu lebih cepat daripada perkiraan,” seorang perawat bergumam pada Vanessa dan Jeremy. Tiga temannya yang lain tiba di rumah sakit setengah jam kemudian, membawa bunga dan kartu ucapan dan teman-teman mereka yang lain.

 

Mereka bertanya pada Vanessa siapa nama bayi ini, tapi Vanessa tidak tahu. Wanita muda itu menoleh pada Jeremy Bailey, memutuskan agar pemuda itu saja yang memberikan nama untuk bayi kecilnya. Sebagai tanda terima kasih karena membantu anak ini lahir, Vanessa berkata padanya.

 

Awalnya Jeremy menolak, dia tak bisa membuat keputusan besar untuk hidup seseorang hanya dalam waktu singkat. Lagipula, yang dilakukannya tadi memang sudah seharusnya dilakukan—membawa Vanessa ke rumah sakit. Dia bukanlah pahlawan. Tapi, beberapa menit kemudian, dia tersenyum dan berkata kalau dia sudah punya satu nama untuk bayi perempuan yang terus membalas tatapan matanya sejak tadi.

 

“Krystal,” Jeremy berbisik, “karena matanya berkilau seperti kristal saat memandang dunia.”

 

“Krystal.” Vanessa turut menyebutkan nama itu di antara hela napasnya. Dia tersenyum jenaka ke arah Jeremy, seperti biasa, seperti seorang sahabat. “Seleramu tidak buruk juga.”

 

Saat itu, tak ada yang tahu bahwa orang yang memberi nama Krystal adalah orang yang akan menjadi ayah Krystal sendiri—delapan belas tahun kemudian.

 

***

 

Vanessa dan Jeremy bertemu di tahun pertama sekolah kedokteran. Di universitas, kebanyakan mahasiswa memilih untuk membentuk komunitas kecilnya sendiri untuk diajak belajar atau menonton film atau pergi berlibur di akhir pekan. Vanessa dan Jeremy bergabung di kelompok yang sama, bersama lima-enam orang lainnya.

 

Orang-orang menduga mereka akan berpacaran, segera. Tapi ‘segera’ itu tak pernah datang. Mereka hanya bertahan sebagai sahabat dekat, sangat dekat hingga Vanessa bisa menitipkan Krystal pada Jeremy nyaris setiap malam ketika dia bekerja paruh waktu. Banyak yang berkata bahwa Jeremy jatuh cinta pada Vanessa sejak dulu, namun tak ada seorang pun yang bisa mengisi kekosongan hati wanita muda itu setelah Daniel Richardson pergi. Sebagai sahabat yang sangat menghormati setiap keputusan Vanessa, Jeremy menahan perasaannya untuk wanita itu.

 

Karena Jeremy tahu, Daniel memiliki segala hal yang tidak dimilikinya. Jeremy berambut hitam, bermata cokelat, sangat pemalu, dan seringkali berbicara terlalu cepat di depan banyak orang. Dia tidak akan bisa merebut hati gadis-gadis hanya dengan tersenyum atau melontarkan kalimat lucu. Yang bisa melakukan itu adalah Daniel, bukan Jeremy.

 

Lalu, setelah lulus, Vanessa kembali ke kampung halamannya untuk bekerja di sana dan kembali tinggal dengan orang tuanya, dia tak akan melanjutkan studinya lagi. Sementara itu, Jeremy melanjutkan pendidikannya di Philadelphia, mengambil spesialis bedah. Meskipun berpisah, Jeremy akan selalu datang ke Annapolis hanya untuk mengunjungi Vanessa dan Krystal sebelum hari Thanksgiving.

 

Tapi kebiasaan itu tidak terjadi cukup lama. Ketika umur Krystal menginjak sembilan tahun, Jeremy berhenti datang. Vanessa berkata kalau pemuda itu akhirnya sudah menikah, musim gugur tahun itu. Mempelai wanitanya adalah seorang desainer interior yang mendesain rumah orang tua Jeremy. Bisa dikatakan bahwa ini adalah perjodohan yang direncanakan orang tua Jeremy. Dan karena alasan perjodohan itulah pernikahan Jeremy tidak bertahan lama. Setelah dua setengah tahun, Jeremy dan istrinya memutuskan berpisah. Istrinya menikah lagi dengan seorang lelaki yang jauh lebih muda daripada Jeremy, dua bulan setelah perceraian mereka.

 

Jeremy, untuk melupakan masa lalu, memikirkan untuk pindah dari Philadelphia. Vanessa mengusulkan agar dia tinggal di Annapolis, Jeremy merespon bahwa itu adalah ide yang bagus. Jeremy tinggal di apartemen kecil yang sederhana tapi nyaman, dipilih oleh nenek Krystal untuknya. Sejak itu hubungan Jeremy dan keluarga Jung semakin erat.

 

Krystal menyukai dan menghormati Jeremy. Dia tidak hanya menganggap pemuda itu sebagai teman ibunya, tapi juga temannya sendiri. Jeremy menggantikan sosok ayah yang tak pernah Krystal miliki sebelumnya. Pemuda itulah yang mengenalkan berbagai genre musik pada Krystal, memberitahunya tentang pendapat cowok akan sesuatu, mengarahkannya pada minatnya dan apa yang ingin dilakukan Krystal jika sudah besar nanti. Dia akan datang ke acara sekolah, dia yang akan Krystal deskripsikan ketika ada tugas mengarang tentang ‘ayah’, dia yang akan membawa Krystal berkemah di liburan musim panas. Yang melakukan itu semua adalah Jeremy Bailey, bukan Daniel Richardson.

 

Karena itu, di musim panas sebelum Krystal masuk kuliah, ketika Vanessa mengumumkan bahwa dia dan Jeremy akan menikah sebelum Thanksgiving, Krystal tidak terkejut. Malah, dia sudah sangat menanti-nantikan itu, sama seperti semua orang. Ibunya akhirnya membuka diri untuk seseorang, setelah nyaris sembilan belas tahun berlalu. Dan orang yang Vanessa pilih benar-benar orang yang tepat. Jeremy selalu ada mendampingi Vanessa—sebagai sahabat ataupun belahan jiwa—seperti Vanessa juga selalu ada mendampingi Jeremy.

 

Tapi, satu hal yang mengganggu pikiran Krystal saat itu adalah: apakah Daniel Richardson juga memilih orang yang tepat?

 

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
onehellofa #1
Chapter 3: bahasa ny udah kyk yg di novel2 romance aja. wkwk. ditunggu lanjutannya yaaa u w u
dhedho
#2
Chapter 3: Jongin disini bantu krystal bgt..seneng lah.. kirain bkal dingin sm krystal.. hehe (^-^)
dhedho
#3
Chapter 2: Ceritanya bagus!!! \(^O^)/
Gaya bahasa yg dipake jg enak dibacanya.. apalagi maincastnya.. kaistal (^-^)
Ditunggu lanjutannya ya author hehe..
Lalarian #4
Chapter 2: Suka sama karakternya jongin :)
Lalarian #5
Chapter 1: Benar-benar beda dari yang lain. Update soon,
affexions
#6
this is interesting!! update soon please:))
affexions
#7
this is interesting!! update soon please:))
edelweisses #8
Ini cerita yang cukup menarik, kata2 yang author bawa juga pas sekali. Aku tunggu kelanjutannya authornim, fighting!