Perkemahan Blasteran Cabang Asia

The Heroes of Asia
Please Subscribe to read the full chapter

Letak Pondok dan Konselor di Perkemahan Blasteran Cabang Asia:

Pondok 1 (Zeus): Chen

Pondok 2 (Poseidon): Tidak ada.

Pondok 3 (Hades): Dio

Pondok 4 (Demeter): Suzy

Pondok 5 (Ares): Kim Jong Kook

Pondok 6 (Athena): Lu Han

Pondok 7 (Apollo): Lay

Pondok 8 (Artemis): Tidak ada.

Pondok 9 (Hephaestus): KyuHyun

Pondok 10 (Aphrodite): Song Joong Ki

Pondok 11 (Hermes): Hideyoshi

Pondok 12 (Dionysus): Koong

Pondok 13 (Khione): Xiumin

Pondok 14 (Hestia): Intan

Pondok 15 (Boreas): Angelu de Leon

Pondok 16 (Hecate): Luna

Pondok 17 (Aeolus): Tidak ada.

Pondok 18 (Hera): Tidak ada.

Pondok 19 (Nike): Choi Min Ho

Pondok 20 (Persephone): Tidak ada.

.

.

.

Luhan membicarakan banyak hal kepada Suho, seperti menunggang Pegasus, senjata perang, baju zirah Yunani, pertarungan melawan monster. Tapi Suho sama sekali tidak menunjukkan rasa antusiasme, dia malah bergidik ngeri mendengar semua itu.

Luhan menunjukkan paviliun terbuka yang berfungsi sebagai aula makan, menghadap pegununan Kunlun yang besar. Luhan menjelaskan bahwa tata letak Perkemahan Blasteran cabang Asia hampir menyerupai Perkemahan Blasteran yang ada di benua Amerika. Perbedaannya terletak pada tata letak pondok-pondoknya, dan Luhan juga menjelaskan bahwa para pekemah boleh menetap disini semau mereka. Luhan menjelaskan kepada Suho bahwa jumlah pekemah disini hanya ada dua ratus dua puluh orang ditambah kehadiran Suho dan teman-temannya menjadi dua ratus dua puluh tiga. Sedikit, bukan?

Saat mereka menaiki bukit yang ada ditepi perkemahan, Suho menoleh dan menyaksikan pemandangan lembah yang sangat menakjubkan. Bentangan besar hutan di barat laut, pantai indah, sungai kecil, danau, ladang hijau subur, serta kompleks yang terdiri dari bangunan-bangunan pondok yang tertata membentuk huruf Omega Yunani. Terdapat pondok-pondok yang meliuk di sekeliling halaman sentral serta dua sayap bangunan yang mencuat diujung kiri serta kanan halaman tersebut. Suho menghitungnya dan dua puluh pondok. Satu berkilauan emas, dan satunya lagi perak. Satu berumput di atas atap. Ada yang berwarna merah terang dengan parit yang dikelilingi kawat berduri. Satu pondok berwarna hitam dengan obor berapi hijau didepannya.

Semua itu berbeda sekali dengan perbukitan dan ladang bersalju diluar, seolah perkemahan tersebut terletak di dimensi yang berbeda.

"Lembah ini terlindungi dari mata manusia fana," jelas Luhan. "Seperti yang bisa kau lihat, cuacanya juga dikendalikan. Tiap pondok mewakili satu dewa Yunani. Pondok itu menjadi tempat bagi anak-anak mereka tinggal."

Suho memandang Luhan dan berucap, "Jadi salah satu orang tuaku adalah dewa Yunani?" Luhan mengangguk. "Jadi siapa orang tuaku?" Luhan memandang Suho lekat. "Sebentar lagi kita akan tahu," kata Luhan "Umurmu berapa? Enam belas? Dewa-dewi seharusnya sudahmengakui ketika kita sudah berumur tiga belas tahun. Begitulah kesepakatannya."

"Kesepakatan?" Tanya Suho bingung.

"Yah, demigod dari Amerika itu bersepakat dengan para dewa-dewi." Luhan menjawabnya dengan sikap acuh tak acuh. "Kau bilang dia bersepakat dengan dewa-dewi? Berarti dia telah bertemu dengan mereka, kan? Apa kau sudah pernah bertemu dengan orang tua dewa mu?" Raut wajah Luhan yang semula tenang berubah menjadi keras.

"Ya, ya, dan belum." Jawab Luhan singkat, "Mengapa belum?" Tanya Suho lagi, sepertinya dia tidak bisa membaca raut wajah Luhan. "KARENA KITA HANYA ANAK BUANGAN, BODOH! DAN JIKA AKU BERTEMU DENGAN IBUKU,TAK AKAN KUMAAFKAN DIA KARENA TELAH MENELANTARKAN AKU BERSAMA DENGAN AYAHKU!" Napas Luhan terengah engah, sementara Suho masih kaget karena Luhan meneriakinya tepat di depan wajahnya.

Luhan mengusap wajahnya kasar dan menggeram pelan, kemudian raut wajahnya kembali normal. "Maafkan ketidakbijaksanaanku, Ho." Luhan memelas, Suho mengangguk.

"beberapa pertanyaan lagi, boleh?" Tanya Suho memandang Luhan takut-takut. "Tentu," Luhan tersenyum, rasa takut Suho kepada Luhan kini menguap entah kemana. "Mengapa harus diklaim saat umur kita tiga belas tahun? Mengapa tidak saat lahir?" Luhan tersenyum memandang lembah, "Itu karena saat kita bayi, kita belum memiliki kekuatan apapun, dan saat kita beranjak dewasa kekuatan kita akan terlihat oleh para monster. Mereka akan berusaha untuk membunuh kita. Upaya pembunuhan tersebut biasanya berawal saat kita berumur tiga belas. Itulah sebabnya kami mengirim pelindung ke sekolah-sekolah untuk menemukan kalian, untuk memasukkan kalian ke perkemahan sebelum terlambat."

"Seperti Yifan?" Luhan mengangguk dan berkata, "Anak pintar." Suho mendengus sebal, "Aku bukan anakmu!" Suho tercengang, "Eh? ini seperti déjà vu."

Suho kembali memandang pondok-pondok yang berada di bawah. Berarti dia akan memiliki saudara, kan? Selama hidupnya dia tidak pernah melihat ibu atau ayahnya sekalipun. Dia juga sering berpindah-pindah panti asuhan selama hidupnya, dikarenakan dia terkenal suka membuat onar. Panti asuhan terakhirnya adalah Panti Ceria. Tidak sesuai namanya, panti itu bagaikan neraka untuk Suho, beruntung Ia memiliki saudara sepanti seperti Sehun dan Dio yang bernasip sama dengan dirinya.

"Semua akan baik-baik saja," Ucap Luhan saat membaca raut Suho yang khawatir, Suho menunduk. "Aku sudah sering berpindah-pindah tempat tinggal saat aku masih kecil. Tahun ini sudah ke tiga kalinya aku berganti tempat tinggal." Kata Suho masih menunduk.

"Tahun ini hanya tiga?" Luhan terkekeh pelan, tidak bermaksud menertawai. "Suho, kita semua sering di cap sebagai pembuat onar oleh manusia fana. Aku kabur waktu umurku lima."

"Benarkah?" Suho mengalihkan tatapannya kearah Luhan.

"Iya. Sebagian besar dari kita didiagnosis mengidap Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif atau disleksia, atau dua-duanya."

"Sehun menderita disleksia, dan Dio mengidap GPPH. Sedangkan aku keduanya." Kata Suho kini memandang langit. "Itu karena kita di lahirkan untuk membaca aksara Yunani dan bertarung. Tidak bisa diam, implusif, kita tidak cocok dengan anak-anak biasa." Suho menganggukkan kepalanya setuju. "Intinya demigod punya reputasi yang jelek." Suho menyimpulkan, "Tepat sekali!" Luhan mengiyakan.

"Ayo," Luhan mengajak Suho untuk melanjutkan tur keliling perkemahannya. Luhan dan Suho berjalan menuruni bukit. Kaki mereka melangkah kearah pondok-pondok.

-The Heroes of Asia-

Dihalaman tengah, sekelompok pekemah sedang bermain basket. Mereka jago sekali memantulkan bola dengan tangannya dan menembak bola kearah yang tepat, tidak ada yang meleset. Tembakan tiga poin langsung masuk.

"Pondok Apollo dan Ares," Luhan mendengus. "Sekelompok anak tukang pamer."

Mereka berjalan melewati perapian sentral. Disana dua pemuda saling menebas dengan pedang. "Itu Jonghyun dan Jongkook. Mereka seringkali berlatih disini." Luhan menjelaskan. "Senjata tajam sungguhan?" Tanya Suho memandang Jonghyun dan Jongkook. "Bukankah itu berbahaya?" lanjut Suho memberi pertanyaan.

"Kenapa? Kau takut?" Suho menggelengkan kepalanya cepat dan mengarahkan pandangannya kear

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Anonymous_SJEXOGOT7 #1
Chapter 3: please next keren banget cerita nya (^O^)
oktafia #2
Chapter 3: hua ficnya bagus dan keren kapan di lanjut ...... sungguh aku sekali baca lansung penasaran sama jalan ceritanya next ya...
alexandravictoria225 #3
Chapter 2: Kok gk dilanjutin sih?aku nunggu loh....
Lanjutin sih....please.......
Aku tunggu loh.... ^^
jeonxox #4
fighitngggg
beempty
#5
cemungudh qaqa~ hwaiting!