Chapter 1

Gloomy Winter Wish

Gaun putih panjang dengan hiasan berlian kecil di perut bagian atas itu membalut tubuh Kimberly. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu tak henti-hentinya tersenyum di depan cermin memandangi dirinya. Tudung dan mahkota kecil di kepalanya semakin membuatnya terlihat anggun.

Perasaannya campur aduk menunggu penampilan Kim Seok Jin, calon suaminya.

“Kim, sekarang.” Sandy, rekan sekantornya membuka pintu, menyuruh Kim untuk segera bersiap.

Senyum Kim mengembang. Akhirnya hari ini datang juga. Hari yang paling ditunggu-tunggu. Hari dimana ia akan menjadi seorang istri. Membayangkan dia dan suaminya akan membangun sebuah keluarga. Ia tidak perlu khawatir akan masa depan, karena Seok Jin adalah direktur bank yang sukses.

Pintu gereja terbuka. Menampilkan seorang Kimberly yang berdiri anggun dengan sebuket bunga ditangannya. Di ujung yang berbeda, Seok Jin berdiri berbalut tuxedo dengan sebuah mawar merah di saku kanannya. Matanya membulat melihat calon istrinya berjalan perlahan dengan beberapa pengiring di belakangnya.

Mereka mengucap janji suci sehidup semati. Raut wajah bahagia tak bisa disembunyikan lagi oleh keduanya, terlebih ketika Seok Jin mengecup kening Kim.

Beribu ucapan selamat menempuh hidup baru mereka dapatkan tidak hanya dari orang-orang terkasih. Emma, teman semasa SMA Kim yang pernah punya sedikit perselisihan dengannya pun ikut datang dan menyalami kedua pengantin. Sungguh tidak disangka.

Pesta pernikahan yang terlihat elegan ini berjalan sangat meriah. Orang-orang bersuka cita. Dentingan gelas terdengar di mana-mana. Aroma masakan yang harum menggugah selera siapa pun yang menciumnya.

Saranghae, Kimberly.”

Sekali lagi, Seokjin mengecup sayang pucuk kepala wanita yang telah resmi menjadi istrinya itu. Kim tidak berkata apa pun, ia hanya menyandarkan kepalanya di dada bidang Seokjin. Disela-sela kemesraan pengantin baru itu, ponsel Seokjin bordering nyaring. Ia melepaskan Kim dari pelukannya, lalu menjauh dari keramaian.

“Sebentar.” Ucap Seokjin. Kim hanya mengangguk sebagai respon.

Kim berjalan-jalan sebentar untuk menyapa para tamu undangan. Sepuluh menit kemudian, Seokjin menghampirinya. “Aku harus ke bank sebentar. Ada kekacauan mendadak.” Bisiknya pada telinga Kim.

“Sekarang?” Tanya Kim dengan nada sendu.

Seokjin mengangguk. “Sebentar saja. Aku akan kembali dengan cepat.” Setelah mengusap lebut kepala istrinya yang mengangguk, ia pergi dengan beberapa asistennya.

*

Seokjin membuka lembaran demi lembaran kertas di tangannya. Ini bukan pekerjaan mudah. Kekacauan yang ditimbulkan salah satu pegawai barunya membuat banknya itu rugi besar. Seokjin tengah memeriksa penyebab kerugian jutaan won itu. Kepalanya berdenyut. Ia tak bisa menyembunyikan amarahnya. Rasanya ingin sekali cepat menyelesaikan masalah ini dan kembali ke pesta pernikahannya.

“Direktur, kita urus ini besok saja. Kasihan nona Kim pasti sudah menunggu Anda.” Ujar Jung Hoseok, sekretarisnya.

Kalau saja Hoseok tidak berusaha meredamkan amarah Seokjin dengan iming-iming nona Kim pasti sedih Anda meninggalkannya di pesta pernikahan kalian, Seokjin benar-benar akan mengobrak-abrik meja pegawai barunya itu.

Ahkirnya Seokjin menyerah dan menuruti kata-kata sekretarisnya. Ia akan kembali ke pesta pernikahannya dan melupakan masalah perusahaan sebentar.

Di tengah perjalanan, kesabaran Seokjin diuji lagi dengan sebuah mobil hitam yang terus membunyikan klakson di belakang mobilnya. “Ada apa dengannya?!” Bentak Seokjin. Mobil hitam it uterus mengikutinya. Mobil Seokjin sudah minggir ke kanan dan kiri, melajukan kecepatan, tapi mobil hitam it uterus mengikutinya dan membunyikan klakson sraya membabi buta.

Kesabaran Seokjin habis sudah. Ia menghadap belakang dan merutuki mobil hitam itu. Saat sekretaris Kim melihat ke cermin depan dan berusaha menenangkan Seokjin, mereka tidak menyadari sebuah trus barang melaju dengan kecepatan tinggi di arah yang berlawanan.

Tabrakan tak bisa dihindari lagi. Balapan sengit antara mobil Seokjin dan mobil hitam itu berakhir. Mobil hitam itu melaju cepat meninggalkan mobil Seokin yang remuk berkeping-keping.

*

Air mata Kim tak bisa dibendung lagi. Telepon dari kantor polisi tadi membuyarkan matanya. Membuat dunia seakan berhenti berputar. Tubuhnya seakan tak mampu menopang beban tubuhnya yang tidak berat. Kim tidak pingsan, hanya shock berkepanjangan.

Operasi selama dua jam yang diusahakan dokter Kim tidak berhasil. Kalimat paling mainstream yang dikatakan dokter jika operasinya gagal adalah, “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin.”

Kim berlari menghambur pada Seokjin yang terbaring lemah di ranjang bekas operasi. Kain putih yang tadi menjadi selimutnya itu kini menutupi seluruh tubuh pria itu. Perawat telah melepaskan smeua alat bantu yang memungkinkan Seokjin untuk bertahan hidup.

Tangan Kim meraih semua alat bantu yang mulai dibereskan perawat. “Suster, pakaikan ini lagi. Ini apa? Selang? Pakaikan lagi di hidungnya. Oksigen, dia masih bernafas. Ini, alat kejut jantung. Ayo kejutkan lagi jantungnya. Suster, kau dengar aku? Dokter Kim, kumohon. Kau dokter terbaik di Korea Selatan. Aku tak peduli tentang biaya. Dokter…..”

Dokter Kim menepuk pelan pundak Kim yang kini tersungkur di lantai. Gadis itu masih mengenakan gaun pengantinnya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana ia berjalan dengan gaun panjang seperti itu. Tangisnya pecah, ia tak bisa menerima kenyataan bahwa pria yang baru saja menikah dengannya itu meninggal. Meninggal di hari pernikahan mereka. Mungkin tak ada yang lebih menyedihkan dari itu.

Sebentar saja. Aku akan kembali dengan cepat. Inikah yang dimaksud ‘kembali dengan cepat’? Kim tidak tahu makna kembali itu adalah kembali pada Tuhan.

Sialnya bagi Kim, sekretaris Jung masih hidup. Ia masih tidak sadar dan harus menjalani beberapa operasi lagi karena tulang rusuknya patah. Sempat terbesit di pikiran jahat Kim, mengapa sekretaris Jung yang hidup? Mengapa bukan Seokjin? Mengapa suaminya yang meninggal? Mengapa bukan skretaris Jung?

Terdengar jahat memang. Tapi semua istri waras di dunia pasti akan berpendapat yang sama.

*

Setelah kematian Seokjin, Kimberly tidak pernah keluar dari kamarnya. Orang tuanya serasa frustasi menghadapi anak tunggalnya itu menderita seperti orang gila. Bagaimana tidak, Kim sudah demam selama berminggu-minggu. Ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Bahkan mengancam akan bunuh diri jika mereka nekat membawanya ke rumah sakit.

Ibu Kim sering menangis diam-diam melihat putrinya yang begitu terpukul dengan kematian mantan suaminya itu. Kim menolak makan dan hanya minum susu saja. Tubuhnya kurus kering kerontang. Banyak orang yang membujuknya untuk makan, tapi semuanya tidak berhasil. Ia hanya bergumam nama Kim Seokjin saja sepanjang hari.

Sampai pada suatu hari, Shin Yui—temannya semasa SMA, menjenguknya. Ia mendengar berita tentang Kim dari kekasihnya yang mengoprasi Seokjin. Kim ingat, diantara keempat temannya yang nista, hanya Yui yang perhatiannya bisa diperhitungkan.

“Kau harus makan, Kim.” Ucap Yui dengan nada sedih.

“Aku ingin menyusul Seokjin.”

Respon Kim atas perhatian yang diberikan Yui benar-benar mengejutkan. Yui tahu Kimberly. Ia akan melakukan apa pun yang menurutnya itu benar. Gadis itu keras kepala.Tidak peduli berapa orang yang akan menghalangi jalannya, ia akan tetap maju.

“Kim, kau masih muda.” Hibur Yui.

Mata Kim menerawang kosong ke jendela dalam diam. “Aku sudah jadi janda. Tidak ada janda yang muda.”

Setetes air mata jatuh dari mata Yui. “Kimberly….”

Kim menoleh pada sahabatnya itu. “Aku benar, kan?” Kemudian keningnya berkerut. “Kenapa kau menangis? Taehyung tidak melakukan hal yang sama dengan Seokjin, kan?”

“Apa?”

“ Ada telepon saat kalian sedang makan bersama. Seseorang memberitahunya bahwa ada kekacauan di kantor. Dia berkata ‘Sebentar saja. Aku akan kembali dengan cepat.’. Dan dia benar-benar kembali. Kembali kepada-Nya.”

Air mata Yui jatuh lagi.

“Tidak. Tidak. Kau tidak boleh menjadi seperti diriku. Terlihat menyedihkan, bukan?” Lanjut Kim sambil tertawa. Tawa yang menyedihkan.

Yui tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia sudah kehabisan kata-kata untuk menghibur sahabatnya.

*

Tapi Yui tidak menyerah begitu saja. Ia yakin ia berbeda dengan teman-temannya dulu di SMA. Dan ia ingin Kim menganggapnya sahabat yang selalu ada kapan pun dibutuhkan. Yui berusaha keras membujuk Kim untuk makan dan keluar rumah. Setidaknya sekedar mencari udara segar di halaman rumahnya.

Usaha Yui tidak sia-sia. Kim sudah mau makan, tubuhnya lebih berisi dari minggu-minggu sebelumnya. Sebisa mungkin Yui tidak mengingatkan Kim tentang apa pun yang berhubungan dengan Seokjin. Biarkanlah pria itu istirahat dengan tenang. Dan gadis yang ditinggalkannya ini harus memulai hidup baru.

“Yui, ayo jalan-jalan.” Ucap Kim.

“Apa?” Kaget dengan ucapan Kim, Yui langsung melompat dari posisinya yang tiduran di sofa. “Jalan-jalan? Kau mau kemana? Sungai Han? Namsan Tower? Aquarium? Ke mana? Katakan saja, kalau mau ayo berkeliling dunia!”

Kim tertawa kecil. Ternyata Yui yang diingatnya pendiam bisa cerewet seperti ibu-ibu. “Aku ingin ke Lotte World.” Ujarnya dengan senyum.

Mata Yui terbelalak. Senang rasanya melihat Kim tersenyum sepeti itu. Seperti setengah dari jiwanya sudah kembali. “Baik. Ayo berangkat sekarang!”

“Sekarang? Kau tidak mau mengambil sesuatu di rumahmu?”

“Sesuatu? Mmm, tidak. Semua yang kubutuhkan sudah ada di sini.” Yui menunjuk tasnya.

“Tidak mengajak Taehyung?”

“Taehyung?” Yui terdiam sejenak, lalu mengangkat alis. “Mengapa aku harus mengajak dia kalau aku mau bersenang-senang dengan sahabatku?”

*

Mereka bersenangs-senang sepanjang hari. Bermain di wahana apa saja yang tersedia di taman hiburan itu. Membeli es krim dan mengambil beberapa foto di photo box. Hati Kim benar-benar gembira. Bukan setengah jiwanya saja yang kembali. Tapi jiwa dan nyawa yang dirasanya pergi lebih dari sebagian kini telah kembali.

Kedua gadis itu tidak akan pulang kalau tidak ingat taman hiburan itu harus tutup. Tiga puluh menit sebelum tutup, mereka baru pulang.

“Terimakasih sudah menemaniku jalan-jalan hari ini.” Ujar Kim sambil membagi permen kapasnya pada Yui.

“Katakan saja kau ingin ke mana, kita akan pergi ke mana pun kau ingin.” Seru Yui. Kecuali menyusul Seokjin, batinnya.

Kim hanya mengangguk senang menanggapinya. Shin Yui benar-benar berbeda dengan yang lain. Ia sudah banyak berubah dan tentunya lebih dewasa.

Sampai di rumah, Kim langsung menghempaskan diri di sofa depan televisi. Ayah dan Ibunya mendekat sambil menanyakan beberapa hal pada putrinya itu. “Kau senang hari ini?” Sebisa mungkin, mereka juga tidak akan mengingatkannya pada Seokjin.

“Ya.” Jawab Kim sambil memejamkan mata. Kemudian kelopak matanya terbuka saat mendengar suara televisi. “Itu siapa….” Tanyanya dengan suara parau karena kelelahan. Sebenarnya ia tidak benar-benar bertanya, dan mengaharapkan jawabannya.

Mata orang tua Kim ikut mengarah ke mata pandangan anaknya. “Itu?” Tunjuk Ibunya pada televisi. “Entah. Ibu baru melihatnya kali ini. Mungkin artis yang baru debut.”

“Kenapa?” Imbuh Ayahnya.

“Suaranya bagus.” Jawab Kim ogah-ogahan. “Aku lelah. Selamat malam Ayah, Ibu.” Lalu ia berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

*

“Maaf Kim, aku tidak bisa menemanimu makan siang. Ada satu muridku yang bermasalah.” Suara Yui di telepon sedikit mengecewakan Kim.

“Ah, iya tidak apa. Semoga harimu menyenangkan.” Klik. Kim menutup sambungan telepon.

Café ini tidak ramai. Entah karena ini hari Senin yang merupakan hari sibuk sejuta umat, atau karena memang biasanya café ini sepi. Kim menyesap green tea-nya. Matanya berjelalah melihat desain tempat ini yang menarik perhatiannya.

Ia berhenti di sudut ruangan. Ada sebuah lukisan pohon di musim gugur yang membuat matanya berfokus sebentar di situ. Turun ke bawah, mata Kim menyipit. Seorang pria dengan topi musim dingin duduk di kursi sudut ruangan itu. Topi musim dingin. Yah, ini memang hampir musim dingin. Mungkin seminggu lagi.

“Itu….” Kim mengingat-ingat sesuatu. Bukannya itu penyanyi yang ia lihat di televisi kemarin malam? Bantinnya.

Pria itu menunduk. Terlihat seperti sedang menulis. Raut wajahnya terlihat serius sekali. Kim terus memandanginya dalam diam. Entah sudah berapa lama. Seperti tidak mau kehilangat sedetik pun tentang apa yang pria itu lakukan.

Kim baru tersetak kaget saat pria itu beranjak dari duduknya. Ia terlihat berjalan mendekat ke meja Kim. Wajah yang dirasa serius berubah menjadi tatapan terdingin yang pernah Kim lihat.

-

To be continued! leave a comment ya ^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
keyhobbs
#1
Chapter 7: wah ini udah berarhir aja...tapi lumayan gk nyangka lho tiba-tiba aja myungsoo muncul and jdi tersangka...dan satu lg aku gk pernah tau lho klo yoongi itu first lovenya kim^^ nice job authornim,,
luvelydream #2
Chapter 6: waaahh jadi siapa ini yang ngebunuhnyaaa >< kepo sama pembunuhnya nih author-nim >< haha
keyhobbs
#3
Chapter 6: Ahh....kok taehyung bisa ikut terlibat sih?? Dia cuman d fitnah aja kan ? :(
keyhobbs
#4
Chapter 4: Aku suka cara yoon gi manggil kim dengan sebutan "gadis prancis" hihi :)
hooneymoon #5
I think I'm going to enjoy this story. It looks well written and is great!
luvelydream #6
Chapter 3: wow penuh misteri banget ini ceritanya xD kirain ceritanya bakal terus mellow, soalnya dari awal nyesek banget T_T tapi ternyata ngga haha lanjutkan author-nim! ^^