The Painful Youth

The Painful Youth

Suara rintik hujan terdengar bagaikan alunan melodi di masa lalu baginya. Perempuan itu menengadahkan tangannya, merasakan tetesan air hujan. Rasanya masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Ia tersenyum kecil ketika ingatannya kembali ke masa lalu. Ke masa remajanya.

 

***

 

Ponsel di tasnya bergetar. Namjoo segera mengambilnya dan melihat layar ponselnya. Ternyata ada pesan. Ia membuka pesan tersebut dan seketika senyum mengembang di wajahnya.

 

From: Han Sanghyuk

To: Kim Namjoo

Kau tidak lupa dengan janji kita bukan? Aku tunggu jam tujuh malam

 

From: Kim Namjoo

To: Han Sanghyuk

Tentu saja. Kau harus datang lebih dulu. Aku tidak mau menunggu. Awas kalau kau telat!

Namjoo melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah jam empat sore. Ia harus segera pulang agar tidak telat ke tempat yang sudah Sanghyuk dan dirinya janjikan.

 

***

 

Sepasang kaki itu melangkah dengan pasti. Tidak terlihat keraguan sama sekali di sana. Langkah itu berhenti tepat di depan sebuah kafe. Memang bukan kafe terkenal, tetapi kafe ini menjadi saksi bisu awal kisah dirinya dengan gadisnya dulu.

Sanghyuk menaruh payungnya di tempat yang telah disediakan. Ia membenarkan baju dan penampilannya sebelum masuk ke dalam kafe.

Tidak ada yang berubah dari kafe ini. Luarnya masih sama seperti dulu, hanya pohon di depan kafe ini sudah diganti dengan lampu jalan. Dalamnya juga masih sama seperti dulu. Letak bangku, meja, dapur, dan kasirnya masih sama seperti dulu.

Ia tersenyum ketika melihat meja di dekat jendela masih kosong. Tanpa basa-basi, ia segera menempatkan meja itu. Sanghyuk membuka ponselnya mengecek pukul berapa sekarang. Ternyata masih setengah jam lagi sebelum jam tujuh.

‘Pasti telat.’ Pikirnya.

Sanghyuk sudah menghabiskan dua cangkir kopi. Tetapi, orang yang ditunggunya belum juga datang. Baru saja ia ingin menelepon orang tersebut. Tiba-tiba pintu kafe terbuka dan memperlihatkan orang yang sedari tadi ia tunggu.

“Maaf, aku telat.” Perempuan itu tersenyum memamerkan giginya.

“Memangnya kapan Kim Namjoo tidak pernah telat?” Sanghyuk menatap Perempuan itu tajam, bersikap seolah-olah ia sedang kesal.

“Tapi kau tetap menungguku, kan?” kata Namjoo menggoda Sanghyuk.

“Berisik! Aku rasa kau harus mengurangi kebiasaan itu, Namjoo.” Kali ini Sanghyuk yang menggoda Namjoo.

Keduanya tertawa sebentar lalu terdiam. Wajah Namjoo berubah menjadi serius. Sanghyuk yang melihatnya mencoba mencairkan suasana. Laki-laki itu tersenyum kecil.

“Aku merindukanmu, Namjoo. Hampir lima tahun kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” Sanghyuk membuka percakapan.

“Aku juga merindukanmu, Sanghyuk. Aku pikir kau sudah melupakanku. Aku baik. Kau sendiri bagaimana?”

“Tidak begitu baik.” Namjoo sedikit terkejut mendengarnya. Apa Sanghyuk sedang sakit?

“Kau sedang sakit? Kenapa kau tidak bilang? Kau tidak usah memaksakan diri untuk ke sini!”

Sanghyuk tertawa pelan. Inilah salah satu dari sekian banyak hal yang disukainya dari Namjoo. Perempuan di depannya penuh perhatian.

“Tidak. Aku sehat.” “Lalu kenapa kau bilang kalau kabarmu tidak begitu baik?” “Sudah hampir lima tahun kita tidak bertemu, kau masih saja cerewet. Aku bingung.”

“Hei, aku ini tidak cerewet! Aku hanya penuh perhatian.” Namjoo mencoba membela dirinya sendiri.

“Iya iya. Kalau begitu langsung saja.”

Dada Namjoo terasa sesak ketika Sanghyuk mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam tasnya. Kotak itu adalah kotak pemberiannya sepuluh tahun lalu ketika keduanya masih berada di bangku pertama sekolah menengah atas saat mereka pertama kali mengungkapkan perasaan mereka. Beruntung kotak itu disimpan oleh Sanghyuk bukan olehnya. Mungkin kotak itu sudah hilang kalau saat itu ia yang menyimpannya.

“Kau pasti mengira kalau aku sudah membuang kotak ini bukan?” Namjoo mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Dadanya semakin sesak ketika melihat senyum Sanghyuk.

“Aku tidak mungkin membuangnya, bodoh. Sekalipun kau sudah membuang hatiku, aku tidak akan pernah membuang apapun yang berhubungan denganmu di hidupku.” Mata Sanghyuk tidak lepas dari kotak kecil di tangannya.

Namjoo ingin menangis melihat wajah Sanghyuk saat itu. Ia yang memutuskan hubungan mereka yang sudah berjalan lima tahun. Sampai saat ini hanya Namjoo yang tahu alasannya.

Sanghyuk yang menyadari itu segera mengalihkan pembicaraan. “Sekarang lebih baik kita buka,” kata Sanghyuk sambil membuka tutup kotak tersebut.

Ada dua buah kertas yang digulung di dalamnya. Terdapat nama Han Sanghyuk dan Kim Namjoo di kertas tersebut.

“Ini untukmu dan ini untukku. Ini surat sepuluh tahun yang lalu, oke? Jadi, jangan tertawa!” Namjoo mengangguk dan mengambil surat dengan nama Kim Namjoo di atasnya.

Namjoo dan Sanghyuk sibuk membaca surat masing-masing. Terkadang tawa keluar dari bibir tipis mereka. Tidak terpikirkan kalau merekalah yang menulis surat itu.

Ya, alasan kenapa mereka berdua bertemu di tempat ini adalah karena janji mereka dulu. Keduanya menulis surat untuk satu sama lain di tempat ini dan berjanji akan sama-sama membacanya sepuluh tahun yang akan datang di tempat yang sama.

“Aku tidak menyangka kalau kau orang yang pandai berkata-kata. Tapi kenapa kau tidak pernah menunjukkannya padaku? Ini sangat lucu, Sanghyuk. Kau harus membacanya!” Namjoo bertanya sambil mengusap matanya yang berair karena tertawa bagitu banyak.

“Memangnya kau pikir suratmu ini tidak lucu? Ini surat teraneh yang pernah ku baca!”

Mereka tertawa lepas sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Sama seperti ketika mereka masih menjadi sepasang kekasih.

Tawa mereka terhenti karena suara yang berasal dari ponsel milik Namjoo. Ternyata ada pesan. “Sanghyuk, aku harus segera pulang. Lain kali kita bertemu lagi, oke?” Namjoo bersiap-siap untuk segera pulang.

Kalau boleh jujur, Sanghyuk ingin lebih lama bersama Namjoo. Ia rindu masa lalu mereka. Tidak bisakah mereka seperti dulu lagi? Sanghyuk merasa bodoh kalau memikirkan hal itu. Tentu saja tidak bisa. Kim Namjoo sudah menjadi Yook Namjoo. Gadisnya telah menikah dengan temannya sendiri, Yook Sungjae

“Oh, baiklah. Mau ku antar?”

“Tidak usah. Sungjae sudah menjemputku. Kau harus bertemu dengannya kapan-kapan. Tadinya ia ingin bertemu denganmu juga, tapi ia ada rapat di kantornya dan sekarang kami berdua harus mendatangi pesta pernikahan rekan kami.”

“Oh begitu? Baiklah, Kalau begitu salam untuk Sungjae. Aku harap kita bisa bertemu lagi.” Sanghyuk berusaha tersenyum.

“Kalau begitu, aku duluan ya, Sanghyuk.”

Namjoo berjalan menuju pintu. Sebelum keluar, ia menoleh untuk terakhir kalinya ke arah Sanghyuk, laki-laki yang pernah menemaninya selama lima tahun. Ia mencoba menahan air matanya, tetapi tidak bisa.

“Jangan menangis.” Ucap Sanghyuk tanpa suara. Namjoo yang dapat membaca gerakan bibir Sanghyuk pun mengangguk dan kemudian ia tersenyum. Memberikan senyuman terbaiknya.

Sanghyuk pun ikut tersenyum ketika melihat senyum Namjoo yang masih sama seperti dulu. Senyum gadisnya sepuluh tahun yang lalu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
rina0807 #1
Chapter 1: Kenapa putuuuussssss.... Aaaahhhh kezeeeeeelll...
audira12as
#2
Chapter 1: KENAPA SAD ENDING THORRR:(
novitania_ #3
Chapter 1: berasa ngenes gitu ya jdi hyuk /.\
ShortLee
#4
Chapter 1: yaaaaaaah alasan Namjoo mutusin sanghyuk kok gak dikasih tau???? aku penasaraaaan Dx
kalau kayak gini aku malah ngerasanya NamJae jahat banget sama Sanghyuk huhu :(((