--2

Crown Prince

“Mau kemana, kak?” Tanya Chanwoo ketika melihat kakaknya menuruni tangga dalam keadaan sudah mandi dan memakai jaket, saat itu sudah jam empat sore dan di hari Minggu biasanya kakaknya tidak pernah keluar rumah, jam segini dia akan berleha-leha di depan televisi dengan komik-komik berserakan di karpet.

“Aku ada janji dengan Taehyung” Sahut Jungkook sambil melambai sekilas, tak lama kemudian terdengar suara sepeda dikeluarkan dari garasi. Chanwoo duduk di sofa sambil menimbang-nimbang apakah dia akan keluar juga, pasalnya Yein masih belum pulang sejak jam makan siang tadi. Tapi Yein sudah membalas pesan Chanwoo dan mengatakan dia baik-baik saja, dia juga sudah makan, Yein menyuruh Chanwoo supaya jangan khawatir. Chanwoo-pun memutuskan untuk diam di rumah saja seperti yang diinstruksikan Yein, toh gadis itu sudah mengirim pesan, itu berarti dia baik-baik saja.

Sementara itu Jungkook mengayuh sepedanya menuju taman di daerah sekitar situ, taman bermain anak-anak yang sudah tidak terurus itu letaknya tidak begitu jauh dari rumahnya, ia sudah berjanji bertemu si tempat sampah alias sobatnya Kim Taehyung disitu. Ketika Jungkook memarkir sepedanya di dekat ayunan, matanya menyipit ke arah bukit landai di ujung taman, ada seseorang yang sepertinya dia kenal duduk disitu, bersandar pada sebatang pohon. Jungkook menghampirinya ragu-ragu, angin sore yang bertiup menyibakkan rambut gadis itu membuat wajahnya terlihat sedikit jelas meski sedang menunduk. “Yein, kau sedang apa disini?” Gadis itu terlihat kaget mendengar namanya disebut, dan melihat siapa yang memanggilnya ia menjadi lebih canggung.

“Eh... nnnggg aku sedang menggambar”

Mata Jungkook tertumbuk pada buku sketsa yang ada di pangkuan Yein sebelum akhirnya ia memutuskan untuk duduk di sebelah gadis itu. “Kau bisa menggambar?”

“Sedikit..” Yein menelan ludah, dia terlihat luar biasa gugup.

“Gambarmu bagus” Ujar Jungkook, terlihat kagum dengan sketsa rumpun bunga yang sedang digambar Yein. “Kau sudah seperti seorang pro”

“Benarkah? Aku masih amatir” Yein menanggapi sambil ikut memandang buku sketsanya, “Aku hanya menggambar objek yang benar-benar kusukai”

            Jungkook mengangguk-angguk, “Jadi kalau kau sedang menyukai seseorang kau pasti akan menggambarnya ya?” Tanyanya iseng.

Yein merasa heran dengan pertanyaan Jungkook tapi ia mengangguk juga. Keheningan menyelimuti keduanya, Yein lalu melanjutkan kegiatan menggambarnya sementara Jungkook memperhatikan sekelilingnya, ia terlihat ragu tapi akhirnya ia berkata juga, “Maaf soal tadi siang, ternyata yang merusaknya ayahku. Maaf karena sudah mengira kau yang melakukannya”

Goresan pensil Yein terhenti, ia menoleh ke arah Jungkook, tapi Jungkook pura-pura sibuk mencabut rumput di sekitar mereka, “Pokoknya aku minta maaf,” Cetusnya, “Aku kesal karena..yah, kau tahu itu action figure favoritku, bahkan Chanwoo tak pernah kuizinkan menyentuhnya”

Yein tersenyum, “Tidak apa-apa kak, aku mengerti” Ia menutup buku sketsanya, “Mungkin sebaiknya kakak lebih merawatnya kalau itu memang benda kesayangan kakak”

“Aku tahu, salahku juga karena membiarkannya tergeletak di lantai,” Jungkook mengakui kesalahannya, “Oh ya...” Kalimatnya menggantung di udara, “Terima kasih karena sudah membereskan kamarku”

Yein tersenyum lagi, kali ini Jungkook benar-benar jelas melihat senyumnya, menimbulkan perasaan aneh karena rasanya seperti melihat senyumnya sendiri terpantul di wajah perempuan itu. “Sama-sama, Kak”

Hening lagi, hanya suara gemerisik daun yang tertiup angin dan suara sumbang yang ditimbulkan engsel ayunan yang sudah berkarat digerakkan angin. Jungkook baru akan membuka mulutnya ketika seseorang meneriakkan namanya, pemilik suara itu tentu saja orang yang memang akan ditemuinya disini. Kim Taehyung.

Taehyung berlari ke arah mereka dan menjitak kepala Jungkook, “Bukannya kau menyuruhku kesini karena minta ditemani makan? Kenapa kau malah berduaan disini”

“Bodoh, siapa yang berduaan,” Jungkook gantian menjitak kepala Taehyung, lalu beralih pada Yein, “Yein, ini teman sekelasku, rumahnya tidak begitu jauh dari sini, namanya...”

“Kak Taehyung kan?” Potong Yein membuat Jungkook dan Taehyung sama-sama terpana bingung selama beberapa detik, “Aku sudah tahu namanya”

Taehyung berpikir sebentar sebelum akhirnya menanggapi, “Ah ya, itu memang namaku.. dan kau Yein kan? Jungkook sering cerita padaku”

Jungkook mendesis, “Rasanya aku cuma pernah menceritakannya padamu sekali” Tapi Taehyung pura-pura tidak mendengar.

“Yein, ayo ikut. Aku dan Jungkook mau makan ramen bersama,” Taehyung berlagak seperti sales yang menawarkan barang, ia menunjuk ke arah Jungkook “Dia biasa begitu kalau sedang kesal, pasti minta ditemani makan ramen. Yah berhubung dia tidak punya pacar, jadi selalu aku yang harus menemaninya HAHAHA. Yah, sama sih, aku juga tidak punya pacar”

            Jungkook berdecak, rasanya ia ingin menyumpal mulut temannya itu dengan daun-daun kering. “Oh ya,” Taehyung menoleh pada Jungkook, “Tadi kau bilang kau sedang kesal karena ada seseorang yang merusak figurinmu ya? Siapa dia?”

            Baik Yein dan Jungkook sama-sama terdiam, membuat Taehyung jadi terheran-heran, ia mengibaskan tangannya ke depan wajah Jungkook, “Hei? Kenapa kau jadi diam begitu?”
            “Ah sudahlah, ayo kita berangkat” Jungkook berkata sambil bangkit berdiri, mulai menyesali keputusannya untuk minta ditemani Taehyung, “Kau ikut?” Tanyanya pada Yein. Yein kelihatan ragu sebelum akhirnya Taehyung dalam sekejap menarik tangannya, tidak memberinya kesempatan untuk kaget. “Naiklah” Ujar Taehyung sambil menuding ke arah kursi boncengan sepedanya. “Jungkookie tidak biasa membonceng perempuan, jadi sebaiknya aku yang memboncengmu”

            Alis Yein bertaut, “Memangnya kau sudah sering membonceng perempuan?” Tanyanya membuat Taehyung memamerkan cengiran khasnya, “Sering, adikku kan perempuan”

            Jungkook yang sudah menaiki sepedanya sendiri di depan mereka mencibir mendengarnya. Kim Taehyung memang mudah dekat dengan siapa saja, dia juga suka aneh dan bersikap spontan, makanya Jungkook tidak kaget ketika Taehyung langsung menarik Yein supaya duduk di boncengan sepedanya. Pada akhirnya Yein menurut, duduk dengan hati-hati di boncengan sepeda Taehyung, berharap ia tidak salah mengambil keputusan, duduk dibonceng oleh lelaki aneh itu. “Kau tidak keberatan kan kalau aku ngebut?” Tanya Taehyung.

            “Ehhh??????” Sebelum Yein sempat memprotes, Taehyung sudah mengayuh sepedanya kencang, membuat Yein secara mendadak memegang erat kaus Taehyung. Di belakang mereka Jungkook hanya bisa menggeleng-geleng prihatin.

                                                                        *

            Ada yang aneh. Chanwoo membatin sambil membuka lembaran buku di hadapannya sekalipun sedari tadi ia tidak konsentrasi membaca. Ada yang aneh dengan kakaknya, kakaknya terlihat sangat riang tadi pagi, jauh berbeda dengan hari sebelumnya. Bahkan kakaknya tidak berisik meledeknya lagi ketika ia membonceng Yein seperti biasa ke sekolah, oh ya, kakaknya juga sempat mengobrol dengan Yein saat sarapan. Itu yang sangat aneh. Padahal Chanwoo memperkirakan kakaknya masih akan marah dan akan menganggap Yein tidak ada seperti kuman, mengingat betapa marahnya ia kemarin karena action figure-nya rusak. Chanwoo mengetuk-ngetukan telunjuk ke pelipisnya, apa ada hal yang ia lewatkan? Apa ada yang terjadi antara kakaknya dan Yein?

            “Sudah kuduga, kau pasti disini” Objek yang sedari tadi dipikirkan Chanwoo tahu-tahu muncul dan duduk di sebelahnya di kursi perpustakaan, “Sedang baca apa?” Tanya Yein sambil mengintip ke arah buku yang terbuka di atas meja. “Aaah,” Yein mengangguk-angguk sebelum Chanwoo menjawab, “Shakespeare? Chanwoo, kau benar-benar ahli sastra”

            Chanwoo tersenyum tipis, “Aku hanya suka membacanya”

            “Tidak diragukan lagi, kau bahkan sering menghabiskan waktu istirahatmu membaca buku-buku sastra itu. Kenapa kau tidak mendirikan klub sastra saja disini?”

“Kurasa peminatnya tidak banyak”

“Oh ya?” Alis Yein membentuk kurva yang lucu, “Aku bersedia jadi anggota satu-satunya”

            Mau tak mau Chanwoo tertawa, Yein lalu menggeser kursinya menjadi lebih dekat dengan kursi Chanwoo, membuat tawa Chanwoo sekejap hilang karena menjadi gugup. “Aku mau memberitahu ini,” Ujar Yein, tidak sadar kalau pipi Chanwoo sudah memerah karena Yein bicara dengannya dalam jarak sedekat itu. Yein menyodorkan selebaran yang berisi informasi perekrutan klub teater, “Kurasa kau pasti akan tertarik”

            Chanwoo meraih selebaran itu dan membacanya dengan seksama, “Perekrutannya makan waktu tiga hari dari Jumat sampai Minggu?”

            Yein mengangguk, “Kurasa karena hari Jumat ada jadwal pementasan Teater di salah satu Universitas, klub teater bermaksud mengajak anggota-anggota baru untuk menontonnya baru diadakan pelatihan di salah satu penginapan untuk dua hari selanjutnya”

“Kau tahu banyak. Kenapa? Apa kau akan ikut juga?”

Yein menggeleng, menimbulkan sedikit kekecewaan di hati Chanwoo, “Temanku anggota klub itu, makanya aku tahu banyak, dia sering cerita padaku lalu aku teringat kau yang berminat dengan dunia teater”

            Chanwoo meletakkan selebaran itu di atas meja, “Aku tidak tahu apakah aku akan ikut. Kau tahu, aku masih punya krisis kepercayaan diri, aku tidak yakin bisa berakting dengan baik”

“Bukankah semua butuh proses?” Yein menyikut Chanwoo, “Ayolah, aku tahu kau berbakat, ikut saja. Aku ingin sekali melihatmu kelak pentas di depan banyak orang”

“Tapi Jumat kita masuk sekolah” Chanwoo berkelit.

“Kudengar guru-guru sudah memberi izin bagi murid yang mau ikut pelatihan itu”

            Chanwoo menghembuskan napas berat, “Aku masih belum yakin”

“Chanwoo,” Yein berkata dengan nada seperti seorang guru TK pada muridnya yang masih  berusia lima tahun, “Jangan menyia-nyiakan kesempatan. Sebagai temanmu, aku tahu kau pasti ingin membebaskan dirimu yang berani tampil di depan banyak orang dan melakonkan suatu peran. Kau pasti bisa menyingkirkan rasa malumu yang besar itu nanti kalau sudah bergabung di klub teater”

            Butuh waktu beberapa menit hingga akhirnya Chanwoo berkata “Ok, aku akan ikut” Chanwoo menyerah, kalau yang berada di sampingnya dan memberinya saran supaya ikut itu bukan Jung Yein, sepertinya ia tidak akan mengiyakan secepat itu. “Kenapa kau sangat ingin aku ikut klub teater?” Tanyanya sementara Yein mulai menbuka buku sketsanya di atas meja.

            “Mungkin karena aku ingin melihat temanku bersinar nanti, sebagai aktor” Yein lalu tertawa, tawa yang menyenangkan, membuat Chanwoo tersenyum. Yein selalu lucu ketika sedang tertawa dan menampilkan giginya yang seperti gigi kelinci. Meski kadang tawa itu mengingatkan Chanwoo pada tawa kakaknya sendiri. Bagaimana bisa kedua manusia yang tidak ada hubungan darah itu bisa begitu mirip? Chanwoo tidak habis pikir.  

            “Oh ya, Chanwoo.. lihatlah” Yein menunjukkan sketsa rumpun bunga yang digambarnya kemarin, “Bagus tidak?”

            Tidak butuh waktu lama bagi Chanwoo untuk berkomentar “Bagus sekali,” Ia lalu menatap Yein, “Aku juga rasanya ingin melihatmu bersinar nanti sebagai pelukis, ilustrator atau desainer grafis yang hebat. Gambarmu sangat bagus”

            Yein tersenyum mendengarnya, senyum yang manis. Membuat Chanwoo mendadak lupa kalau mereka sedang di perpustakaan dan bukannya di padang bunga dengan semilir angin menyejukkan. Chanwoo mendadak tersadar, efek yang ditimbulkan senyum Yein cukup membuatnya ingin menepuk dahinya sendiri. Karena senyum Yein seperti sebuah tiket yang mengantarnya ke tempat tadi, ke padang bunga yang terhampar indah dengan suara cicit burung dan kupu-kupu berterbangan.

                                                                        *

            “Chanwoo mana? Apakah ini pertama kalinya dia bangun terlambat?” Tanya Jungkook setengah menguap ketika menarik kursinya di meja makan untuk sarapan.

“Kau lupa kalau hari ini hari Jumat?” Ibu balas bertanya.

“Aku tahu hari ini hari Jumat, lalu kenapa?” Jungkook mengenakan dasinya yang belum terpasang.

“Chanwoo sudah berangkat untuk pelatihan sekaligus perekrutan klub teater selama tiga hari” Yein menjelaskan sambil menuangkan teh ke cangkir Jungkook, menggantikan kebiasaan Chanwoo.

“Oh iya! Aku lupa.. hehe” Jungkook seperti biasa mencemplungkan bongkah-bongkah gula ke dalam tehnya, setelah sebelumnya memastikan bahwa ayahnya tidak akan melihat perbuatannya itu.

“Karena Chanwoo tidak ada, nanti Yein kau yang bonceng ya kak” Ujar ibu santai sementara Jungkook hampir tersedak mendengarnya.

“Kenapa aku?” Jungkook menoleh pada Yein, “Memangnya kau tidak bisa naik sepeda sendiri? Kau kan bisa pakai sepeda Chanwoo”

“Maaf aku memang tidak bisa mengendarai sepeda” Jawab Yein, ada sedikit sesal dalam suaranya membuat Jungkook jadi merasa bersalah.

“Ya baiklah, aku akan memboncengmu” Ujar Jungkook akhirnya.

“Begitu dong,” Ibu berkata puas sementara ayah hanya memandang putranya dari balik kacamata dengan penuh arti.

 

            Jungkook duduk di atas jok sepedanya dengan tatapan lurus ke depan, sepertinya dia kena karma karena sebelumnya sering mengejek Chanwoo yang canggung membonceng Yein.

“Kak?” Yein yang sudah duduk di boncengan merasa heran karena Jungkook belum juga menjalankan sepedanya.

“Eh iya maaf, tadi aku melamun” Jungkook tersadar lalu mulai mengayuh, sepedanya di belakangnya Yein memegang besi boncengan erat, ia masih malu sendiri kalau ingat kemarin ia memegang kaus Taehyung karena refleks. Lagipula siapa suruh dia mengayuh sepeda dengan ngebut kemarin.

Seolah keajaiban benar-benar bekerja, orang yang baru saja Yein pikirkan terlihat sosoknya di samping taman yang memang selalu dilalui mereka saat pulang pergi sekolah. Sama seperti Yein, Jungkook juga heran melihat Taehyung disitu, berdiri di samping sepedanya seolah memang menunggu mereka.

            “Ada apa?” Tanya Jungkook sambil mengerem sepedanya sehingga berhenti tepat di depan Taehyung, “Tidak biasanya kau sudah siap berangkat sepagi ini”

            Taehyung menghela napas, ia kelihatan lain sekali hari itu, tidak ada cengiran yang terlukis dari mulutnya yang membentuk persegi, ada kilat kecemasan entah karena apa di matanya. Sesuatu yang baru dilihat Yein dari Taehyung, dan Jungkook juga menyadarinya. “Mereka serius” Ujar Taehyung sambil mengusap wajahnya lelah, “Ancaman mereka kemarin serius. Sudah kuduga seharusnya kita tidak mencari gara-gara”

Ancaman? Kening Yein berkerut.

            “Sejak kapan kau jadi pengecut?” Jungkook berkata, ekspresinya kini berubah menjadi ekspresi yang sama seperti Taehyung, “Kita harus menghadapinya. Aku tidak takut”

            “Tapi...” Taehyung sejenak melirik pada Yein dengan kerutan di keningnya yang semakin dalam. Taehyung menelan ludah, tidak jadi melanjutkan kalimatnya seolah menyadari kalau mereka tidak bisa membicarakan ini di depan Yein, “Lupakan saja, nanti kita bicarakan di kelas” Ia menutup pembicaraan dengan mengayuh sepedanya menjauh. Jungkook menyusulnya dalam diam, sibuk dengan pikirannya sendiri, di belakangnya Yein dengan kebingungannya juga sibuk menerka apa maksud pembicaraan tadi.

            Yein terus memikirkannya dengan gelisah, bahkan ketika ia sudah duduk di dalam kelas, karena entah kenapa perasaannya tidak enak. Ia melemparkan pandangan ke arah meja Chanwoo di sampingnya. Ah, seandainya ada Chanwoo, dia pasti bisa dengan mudah bertanya pada kakaknya apa yang terjadi.

            “Hei, kau sudah dengar?” Suara Sikyung, si murid penggosip kelas kakap di kelas itu sekaligus si sumber informasi berjalan tahu-tahu menggebrak meja dengan antusias, kalau sudah begitu berarti dia baru mendapatkan informasi yang menurutnya lebih penting dari informasi agen rahasia sekalipun. “Geng kelas tiga berulah lagi”

            “Siapa kali ini korbannya?” Tanya salah satu murid dengan malas, seolah berita pemerasan dan bully yang dilakukan geng kelas tiga itu sudah menjadi hal yang amat sangat lumrah.

            “Aku tadi dengar ketika ke toilet katanya hari ini mereka akan membereskan dua murid dari kelas tiga juga”

            Telinga Yein mendadak tegak, perasaan tidak enak itu muncul lagi. Jangan-jangan....

            “Tunggu Sikyung, bagaimana kau bisa mendengar percakapan mereka di toilet? Kau masuk toilet laki-laki?” Celetuk salah satu murid, tapi Sikyung mengabaikannya.

            “Kudengar beberapa hari yang lalu ada dua murid dari kelas tiga yang melaporkan perbuatan mereka ke dewan guru”

“Bukannya dewan guru sudah tahu dan sudah sering memergoki mereka?”

“Iya, tapi terakhir kali mereka dilaporkan mereka sudah diancam akan dikeluarkan dari sekolah jika memeras lagi.. lalu kemarin...”

“Mereka memeras lagi?” Salah satu murid menyelesaikan kalimat Sikyung, Sikyung mengangguk-anggukkan kepala.

“Dan dua murid laki-laki itu langsung melaporkannya lengkap disertai bukti foto”

“Eh? Sudah seperti detektif saja”

“Nah, sayangnya geng itu tahu kalau mereka dilaporkan, makanya mereka mengancam dua murid itu!” Sikyung mengambil napas untuk melanjutkan ceritanya yang fantastis, “DUA MURID ITU DALAM BAHAYA”

“Apa sebaiknya kita melapor ke guru supaya dua murid itu tidak dipukuli?”

Sikyung menggoyang-goyangkan telunjuknya sebagai jawaban, “Jangan, bisa-bisa kita yang jadi korban selanjutnya”

“Siapa dua murid itu?”

Yein menahan napas, sepersekian detik kemudian jantungnya mencelos.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sellyafida #1
Chapter 3: Yg aq suka dibagian Jungkook sm Chanwoo. Kakak adiknya loh aww bikin senyum2.
wonwoosgurl #2
Chapter 3: Waaa baru aja nemu ff ini.
Suka banget plot-nya.
Bener bener nggak ketebak Yein suka Taehyung. Ha- aku maunya sih Yein sama Chanwoo he he
Good joob autbor-nim!! Brotherhood-nya kerasa banget.
Full bahasa lagi.
mechyni #3
Chapter 3: lucu bangetttt ><
suka deh penggunaan bahasanya, bukan hyung oppa eomma appa, tapi pake bahasa semua