She is Coming

Crown Prince

Crown Prince(s)

           

            Jungkook memicingkan matanya ke arah kerumunan, ia tahu apa yang sedang terjadi disana. Sekelompok geng yang disebut-sebut ‘geng penguasa sekolah’ itu pasti sedang memalak korban baru, salah seorang murid yang pasti lemah dan tidak akan bisa melawan. Jungkook tak tahan untuk menghampiri kerumunan di sudut tak kelihatan di halaman belakang sekolah tersebut, tapi sesuatu dalam pikirannya menghalangi niatnya, tidak membiarkan kakinya untuk melangkah.

            “Kak,” Suara seseorang diiringi tepukan di bahunya menghampiri dari belakang, “Ayo pulang”

            Jungkook menoleh dan melihat adiknya sudah berdiri di belakangnya, wajahnya kelihatan takut, mungkin takut Jungkook akan nekat menerobos kerumunan itu dan berakhir babak belur, seperti yang pernah terjadi sebelumnya.

            “Chanwoo,” Ujar Jungkook dengan nada menggurui seperti orang dewasa padahal umur mereka hanya terpaut satu tahun, “Kau lihat disana? Geng sok itu tidak kapok juga memalak, apa kau akan diam saja melihatnya? Bukankah kita berdua dididik untuk membenarkan jika ada yang salah terjadi di depan mata kita? Ingat kan ayah selalu mengajarkan kita prinsip kecil itu”

            “Ya tapi ayah tidak akan suka kalau melihatmu pulang dengan luka di wajah dan bibir berdarah. Itu yang terjadi padamu saat terakhir kali kau mencoba menghentikan mereka kan?”

            “Tapi,”

            “Kak, kita harus pulang,” Chanwoo memotong sebelum kakaknya mulai mengoceh lagi mengenai penegakkan keadilan di sekolah, “Kita tidak bisa ikut campur, itu bukan urusan kita. Aku sudah panggil guru BK”

            “Apa?”

            “Aku sudah memanggil guru BK sebelum kesini, dia yang dipalak itu adalah teman sekelasku, dia sudah cerita padaku kalau geng itu mengincarnya. Makanya aku sudah melaporkan ke guru BK. Mereka akan tiba kesini dalam lima menit.”

            “Kenapa butuh waktu lama? Temanmu bisa keburu dipukuli”

            “Sudahlah kak. Aku jamin sebentar lagi akan ada guru yang datang dan menghentikannya”

            Upaya Chanwoo menghentikan tindakan heroik kakaknya berhasil karena sepertinya Jungkook menyerah. Ia melemparkan pandangan tajam ke arah kerumunan itu sebelum akhirnya berjalan pergi, di belakangnya Chanwoo mengekor dengan langkah-langkah panjang.

            Mereka berdua naik ke atas sepeda masing-masing yang diparkir dnegan hampir bersamaan.

“Aku sebenarnya sudah muak dengan geng sok penguasa itu, mereka pikir mereka siapa? Seenaknya membully dan memalaki murid lain. Terlebih lagi aku malu karena mereka seangkatan denganku. Hei, Chanwoo, kuharap tidak ada yang begitu di angkatanmu. Mereka benar-benar sampah” Jungkook menggerutu selagi mereka berdua mengayuh sepeda masing-masing, beriringan menuju rumah. “Aku pasti akan menghancurkan mereka, lihat saja nanti”

“Oh ya? Bukankah baru dua minggu yang lalu kau dibuat babak belur oleh mereka? Membuat ayah dan ibu histeris melihat wajah bonyokmu ketika pulang ke rumah”

Jungkook berdecak sambil menendang roda sepeda Chanwoo dalam kondisi masih mengayuh sepedanya sendiri, “Kenapa kau selalu mengungkit-ungkit itu sih. Setidaknya kan aku sudah berani menghentikan mereka”

“Ya ya kau memang sangat berani, aku bangga punya kakak sepertimu,” Sahut Chanwoo, tidak terdengar seperti meledek, “Kurasa setelah tindakan superhero-mu itu juga banyak murid perempuan yang menyukaimu. Ataukah... sudah ada beberapa yang mengirimimu surat?”

Jungkook memutar bola matanya, “Tidak ada,”

“Bagaimana dengan perempun yang kau sukai? Yang sekelas denganmu.. Mmmm siapa namanya ya aku lupa” Mata Chanwoo menerawang mengingat-ingat, “Ah! Jieun, bagaimana dengan Lee Jieun dia pasti tahu kan kalau kau bersikap pahlawan?”

Telinga Jungkook memerah karena malu, ia mendekatkan sepedanya ke dekat sepeda Chanwoo lalu menjulurkan tangannya, bermaksud menjitak kepala adiknya itu. Sejak kapan adiknya jadi begini menyebalkan? Chanwoo terkekeh sambil menghindari serangan kakaknya.

“Oh ya kak, kau ingat kan aku pernah cerita tentang teman sekelasku yang mirip denganmu?”

Jungkook bergumam sebentar sebelum menjawab, ia memang pernah dengar selentingan bahwa ada murid perempuan yang wajahnya mirip dengannya dan murid itu sekelas dengan adiknya tapi ia tidak pernah tahu yang mana orangnya, “Memangnya kenapa?”

“Dia tadi bertanya padaku tentang kita”

“Tentang kita?” Alis Jungkook terangkat heran.

“Iya, dia bertanya-tanya tentang bagaimana kita kalau di rumah karena menurutnya aku dan kau tidak terlihat dekat kalau di sekolah,” Chanwoo mengangkat bahu, “Aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba bertanya tentang kita berdua”

“Mungkin dia tertarik padamu,” Nada bicara Jungkook mengandung banyak ledekan membuat Chanwoo gantian merasa malu.

“Tapi yang dia tanyakan adalah kita, bukan aku” Chanwoo berkelit.

“Ya, mungkin itu maksud terselubung,” Jungkook berkata geli, “Lihat, mukamu merah. Ya ampun Chanwoo, jadi selama ini kau suka pada gadis yang wajahnya mirip denganku. Apa kau tidak bosan melihat wajahku setiap hari sampai gadis yang kau taksirpun mirip aku?”

Chanwoo gelagapan, “Aku tidak....”

“Hahahahaha” Jungkook tertawa lepas sambil mengayuh sepedanya lebih kencang meninggalkan adiknya yang mengomel sambil berusaha mengejarnya.

Jungkook dan Chanwoo adalah dua bersaudara yang tak terpisahkan, mereka selalu satu sekolah sejak Taman Kanak-kanak sampai kini SMA, Jungkook kini duduk di kelas 3 sedangkan Chanwoo di kelas 2. Meski di sekolah mereka tidak sering terlihat berdua, mereka selalu berangkat dan pulang bersama dengan sepeda masing-masing.

Lahir dan dibesarkan di keluarga baik-baik dimana ayahnya adalah seorang dokter bedah di salah satu Rumah Sakit di Incheon dan ibunya seorang guru sekolah menengah. Mereka sering dijuluki dua pangeran mahkota kerajaan karena keduanya sama-sama tampan dan pintar. Meski mereka tidak pernah lepas dari bayang-bayang satu sama lain, tetapi mereka punya sifat dan daya tarik yang amat berbeda.

Berbeda dengan Chanwoo yang mewarisi sifat ayahnya yang pendiam, serius dan tidak pernah macam-macam, Jungkook lebih memiliki jiwa pemberontak, terlihat juga dari cara mereka memakai seragam. Saat jam pulang sekolah, dasi Jungkook sudah terpasang longgar atau bahkan sudah ia lepas dan ia masukkan ke dalam tas, kemeja putih di balik jas sekolahnya yang berwarna biru dongker itupun sudah tidak rapi dan keluar-keluar, berbeda dengan Chanwoo yang tetap rapi dan sesuai peraturan bahkan sejak bel masuk berbunyi hingga pulang ke rumah.

Jungkook juga lebih ekspresif dan kadang nekat, terlihat dari peristiwa dua minggu lalu dimana dia dengan berani menghentikan geng siswa bandel di sekolahnya yang berujung pada ia dikeroyok habis-habisan dan membuat ayah ibu panik, bahkan ayahnya sudah mau datang ke sekolah untuk melapor ke kepala sekolah kalau saja Jungkook tidak menghentikannya dengan dalih bahwa lukanya tidak seberapa dan ia berjanji itu tak akan terulang lagi.

Chanwoo seperti pantulan cermin cekung dari kepribadian Jungkook, dia anak yang benar-benar penurut, tidak pernah terpikir untuk melakukan hal-hal di luar batas, kadang Jungkook menyebut hidup adiknya membosankan tapi siapa peduli selagi ia masih bisa mendapatkan ketenangan dari situ, dimana ia bisa bersembunyi di sudut perpustakaan, membaca buku-buku sastra dan naskah drama karena ia punya minat disitu dan olahraga memanah sementara Jungkook mencurahkan minat dan ketertarikannya pada basket dan musik.

Jungkook punya gengsi yang terlalu tinggi sedangkan Chanwoo terlalu diam sehingga keduanya tidak pernah berkata kepada satu sama lain bahwa mereka saling menyayangi. Menurut mereka, substansi kasih sayang antara kakak dan adik itu tidak perlu terucap karena sudah terwujud dari tindakan mereka masing-masing. Jungkook yang selalu membelikan jajanan untuk Chanwoo jika ia pulang latihan bersama band-nya dan Chanwoo yang selalu menunggu kakaknya untuk berangkat dan pulang sekolah bersama, jika Jungkook telat bangun, Chanwoo juga ikut telat, padahal di keluarga mereka, Chanwoo-lah yang paling tepat waktu. Semua karena dia menunggu kakaknya. Contoh lain dari seberapa besar Chanwoo menyayangi kakaknya misalnya tadi, Chanwoo berhasil menggagalkan risiko Jungkook dipukuli untuk kedua kalinya. Ia tidak mau melihat kakaknya babak belur lagi.

Bagi orangtua mereka, keduanya adalah pangeran dari kerajaan yang sama, pangeran dengan tahta yang sama dan mahkota yang sama. Jungkook yang seumpama langit aurora dengan spektrum cahaya warna yang tidak hanya satu dan Chanwoo dengan dunianya yang bagaikan monokrom. Keduanya adalah pangeran.

                                                            *

“Ada kejadian apa di sekolah hari ini?” Ayah Jungkook dan Chanwoo bertanya tepat ketika mereka sekeluarga lengkap mengitari meja makan untuk makan malam. Ayah mereka selalu begitu, meminta kedua putranya untuk bercerita apa saja seputar sekolah dan hal lain, ia hanya akan mendengarkan seksama, tanpa memotong maupun memberi komentar karena dengan itu dia bisa mengetahui isi benak anak-anaknya dan bagaimana perasaan mereka. Biasanya selesai kedua anaknya bercerita, ayahnya hanya akan mengangguk-angguk mengerti dan ibu mereka yang akan menanggapi setiap cerita mereka.

Kali ini Jungkook menenyenggol lengan Chanwoo pelan, memberikan isyarat supaya adiknya itu tidak bercerita mengenai ia yang hampir saja menyerahkan diri untuk dikeroyok lagi. Tanpa perlu melihat wajah kakaknya, Chanwoo sudah mengerti, jadi dia berkata: “Tidak ada yang menarik yang terjadi kecuali perekrutan baru anggota teater”

“Teater? Kenapa kau tidak ikut?” Tanya ibu pada Chanwoo, “Bukannya kau tertarik dengan dunia akting?”

“Aku akan memikirkannya.” Jawab Chanwoo, ia sendiri masih belum yakin kalau dia bisa menyingkirkan sifat pemalunya, bukankah berani malu adalah syarat tak tertulis untuk menjadi anggota teater?

“Ah, aku juga jadi ingat kalau audisi band dan kejuaraan basket makin dekat!” seru Jungkook sambil menyendok lauk banyak-banyak ke piringnya.

“Kau seharusnya kan sudah mengurangi kegiatan-kegiatan seperti itu. Kau sudah kelas 3, Kak” Ayahnya menimpali dengan nada luar biasa tenang, tapi kedua putranya tahu kalau ia serius.

“Hehe, tentu saja belajar masih prioritasku” Jungkook meyakinkan ayahnya. “Aku pasti bisa masuk Universitas Seoul, aku kan sudah janji pada ayah”

Ayahnya tersenyum tipis sambil memperhatikan kedua putranya yang duduk di depannya, satu makan dengan lahap seolah tidak akan makan lagi esok hari sementara yang satu lagi makan dengan pelan sambil melamunkan sesuatu, entah apa. Keduanya sudah besar, sebentar lagi si sulung akan masuk kuliah dan si bungsu akan memasuki tahun terakhir di SMA. Ah, rasanya baru kemarin mereka berdua main kejar-kejaran di dalam rumah, berebut mainan atau makanan. Tapi meski mereka sudah sebesar ini, mereka belum pernah bercerita kalau mereka jatuh cinta pada seorang gadis, atau punya pacar, apakah mereka memang tidak punya atau tidak pernah cerita, ayahnya tidak pernah tahu. Sejenak keheningan meliputi mereka berempat, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring dan suara akuarium di ruang tengah.

“Kalian besok libur kan?” Tanya ibu sembari menuangkan air dingin dari teko beling ke gelas kedua anaknya. Baik Jungkook dan Chanwoo mengangguk, besok memang hari Minggu. “Kalian jangan kemana-mana”

Sendok Chanwoo terhenti di udara, “Memangnya kenapa, Bu?”

“Besok rumah kita akan kedatangan tamu spesial”

Kening Chanwoo berkerut sementara di sebelahnya kakaknya di sebelahnya terlihat acuh dan sibuk menghabiskan supnya. “Siapa?” Tanya Chanwoo.

“Jadi, salah satu teman ibu seorang single parent, dia punya anak perempuan. Nah, mulai besok dia ada tugas dinas kantor selama dua bulan ke luar negeri. Karena tidak ada siapa-siapa di rumahnya, jadi selama dua bulan ini, anak perempuannya akan....” Ibu memberikan jeda di antara kalimatnya, sengaja membuatnya terdengar seperti kejutan, “Tinggal disini.” Ibu tersenyum lebar begitu mengatakannya.

Kali ini Jungkook mengalihkan perhatiannya dari mangkuk sup, rumah mereka akan ditinggali oleh seorang anak perempuan, bagaimana mungkin ia tetap tidak peduli. “Anak perempuan itu... seperti apa?”

Chanwoo melirik kakaknya sambil menghela napas, radar International Playboy kakaknya sepertinya berfungsi kembali. Ya, International Playboy, begitu dia menjuluki dirinya sendiri dan menurut Chanwoo itu menggelikan.

Ibunya beriul riang, “Kalian akan lihat besok seperti apa. Dia satu sekolah dengan kalian kok”

“Hah?” Jungkook dan Chanwoo bereaksi hampir bersamaan lalu mereka serempak saling berpandangan. Sangat lucu melihat keduanya, bahkan ayahnyapun tersenyum samar. Firasat ayahnya mengatakan sesuatu yang menarik di antara kedua pangerannya akan terjadi.

                                                *

Jungkook menyeret langkahnya dengan mata setengah terpejam menuju kamar mandi ketika adiknya menghentikannya, “Ada ayah di kamar mandi” Ujar Chanwoo yang saat itu sudah mandi pagi dan wangi, duduk manis di sofa ruang tengah, menonton tv sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Jungkook berjalan terhuyung ke arah sofa lalu meringkuk di bagian sofa yang kosong.

“Kenapa kau bisa sih bangun pagi di hari Minggu?” Tanyanya pada adiknya dengan nada tak percaya, seolah bangun pagi dan mandi di hari Minggu adalah ketidakwajaran.

“Kau juga bisa kalau kau punya niat”

“Kau terdengar seperti ayah”

Chanwoo baru akan menimpali ketika tiba-tiba ibu menerobos ruang tengah dengan antusias, “Tamu kita sudah dataaang” Ujarnya dengan nada lebih mirip dendangan.

“Apa?” Jungkook berkata malas masih dalam posisi meringkuk menghadap sandaran sofa, “Dia datang sepagi ini?”

“Ini sudah jam sepuluh, kak. Kau saja yang bangun kesiangan. Mana dia?” Tanya Chanwoo.

“Masih kerepotan dengan kopernya di pintu depan”

“Biar aku bantu dia,” Chanwoo baru saja berdiri, namun suara roda koper yang beradu dengan lantai terdengar semakin dekat, gadis itu masuk ke ruang tengah dengan malu-malu dan demi melihatnya, Chanwoo hampir saja menjatuhkan remote tv yang digenggamnya. “Yein?” Kekagetan dalam suara Chanwoo membuat Jungkook penasaran dan menoleh untuk melihat gadis yang dipanggil Yein tersebut. Matanya yang masih lengket akibat baru bangun tidur mengerjap-ngerjap, memperhatikan gadis itu dari ujung kaki sampai ke..... tunggu, Jungkook mengucek matanya, apakah ia tidak salah lihat? Ia seperti melihat dirinya sendiri berdiri disana. Tapi ternyata ia tidak salah lihat, gadis itu memang punya wajah yang mirip dengannya, tidak terlalu mirip tapi... entahlah, ia merasa seperti bercermin dan melihat bayangannya sendiri dalam bentuk lain, seolah melihat dirinya memakai wig panjang. Mungkin ini efek baru bangun tidur juga.

“Ah, tamu kita sudah datang,” Ujar Ayah yang baru keluar dari kamar mandi.

Yein langsung membungkuk pada ayah dan pada dua lelaki yang masih menatapnya dengan heran seolah dia makhluk aneh atau semacamnya, “Salam, aku Jung Yein. Mohon bantuan dan perhatiannya selama aku disini. Maaf karena sudah dan akan merepotkan” Ujarnya.

“Sama sekali tidak merepotkan” Ucap ayah, terlihat senang melihat kesantunan Yein. Diikuti oleh ibu yang langsung berkata, “Nah, Yein.. Duduklah, mengobrol dengan mereka selagi tante menyiapkan sarapan. Kalian satu sekolah kan?” Ibu memandang Yein dan kedua putranya berganti-ganti.

“Eh, nnng ya” Jawab Chanwoo sementara Yein mengangguk.

Ibu tersenyum lalu ia dan ayah meninggalkan mereka bertiga ke dapur.

“Mmmm... silakan duduk” Chanwoo mempersilakan Yein duduk, sementara Jungkook masih kelihatan lost. “Ini kakakku, Jungkook. Meski kurasa kau sudah tahu siapa dia, kalian kan sering disebut-sebut mirip”Chanwoo memperkenalkan kakaknya.

Yein dan Jungkook sama-sama menganggukkan kepala.

“Eh, kalian sekelas ya?” Jungkook bertanya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia hanya sedikit bingung karena ini pertama kalinya ia bertemu dengan murid perempuan yang disebut-sebut agak mirip dengannya itu. Chanwoo dan Yein mengangguk sementara Jungkook serta merta teringat obrolannya dengan Chanwoo saat pulang sekolah kemarin, Jungkook langsung berdiri, bermaksud memberikan waktu untuk Chanwoo dan Yein mengobrol berdua. “Aku belum mandi, aku pamit dulu ya. Hmm yah, santai saja disini” Ujarnya dengan canggung, baik Jungkook dan Chanwoo memang tidak terlalu bisa berbasa-basi. Jungkook lalu meninggalkan mereka berdua dalam kesunyian, Chanwoo berdeham sebelum akhirnya memberanikan diri membuka obrolan.

“Kenapa kau tidak bilang di kelas kalau kau akan tinggal di rumahku?”

“Mmmm... kejutan?” Yein tertawa kecil.

“Yah, kejutanmu berhasil, aku memang kaget” Chanwoo ikut tertawa, pelan-pelan kecanggungan itu menguap. “Jadi itu sebabnya kau bertanya-tanya soal kakakku dan aku kemarin?”

Yein mengangguk, “Aku bermaksud mengobservasi seperti apa teman satu atapku selama dua bulan kedepan”

“Haha.. ya begitulah, tidak ada yang perlu kau takutkan. Dalam sekejap ibuku akan memperlakukanmu seperti anaknya sendiri, kau tahu ibuku sangat ingin punya anak perempuan, kurasa karena ia satu-satunya perempuan di rumah ini”

Mereka lalu mengobrol soal sekolah ketika tahu-tahu....

“CHANWOOOOO AMBILKAN HANDUK! AKU LUPA MEMBAWANYA KE KAMAR MANDI”

Chanwoo melempar pandangan meminta maaf pada Yein sekaligus mengatakan: ‘Begitulah kakakku’ sebelum bangkit dari sofa untuk mengambilkan handuk.

                                                            *

“Jadi Chanwoo dan Yein sekelas?” Ibu tak mampu menyembunyikan nada senang dalam suaranya sementara Chanwoo dengan salah tingkah menyendokkan nasi ke mulutnya, di sebelahnya Jungkook menyamarkan tawanya dengan deham batuk yang aneh.

            Yein mengangguk sambil tersenyum, “Iya aku dan Chanwoo sekelas, meja kami juga berdekatan”

            Deham batuk Jungkook menjadi semakin aneh.

            “Bagaimana Chanwoo kalau di sekolah?” Ibu mengabaikan sikap aneh Jungkook yang kini menggapai-gapai gelas berisi air minum, sepertinya ia tersedak betulan.

            Yein tampak berpikir beberapa detik sebelum menjawab, “Dia murid yang sangat baik, disiplin, pintar, tapi pendiam.. ya, dia sangat pendiam” Yein melirik Chanwoo yang hanya menunduk menghabiskan makanan di piringnya. “Chanwoo sering membantuku kalau ada pelajaran yang tak kumengerti, kami sering belajar bersama” Tambah Yein membuat Jungkook hampir menyemburkan air yang sedang diminumnya, ia langsung terbatuk hebat membuat semua mata tertuju padanya.

            “Kak, kenapa? Makannya pelan-pelan” Ibu berkata khawatir.

            Sementara Chanwoo dengan wajah yang hampir semerah tomat berdesis hampir tak kedengaran, “Kak, tunggu sampai ayah tidak melihat kita, kupukul kau”

                                                                        *

Senin pagi di rumah keluarga itu sedikit berbeda dari biasanya, di dapur kini ibu sudah ditemani Yein yang sudah mengenakan seragam lengkap, rambut panjangnya yang kecoklatan dikuncir dan poni miringnya tergerai menutupi dahi, wangi parfum dan bedak yang sudah melapisi kulit wajahnya tidak menghalanginya untuk membantu Ibu menyiapkan sarapan.

“Pagi” Chanwoo menyapa ibu dan Yein sambil menarik kursi meja makan, ia juga sudah rapi dan siap berangkat ke sekolah, sedikit heran melihat kursi ayahnya masih kosong dan koran pagi kelihatan belum dibuka “Ayah kemana?”

“Berangkat lebih pagi, sepertinya ada panggilan darurat dari Rumah Sakit” Jawab Ibu sambil meletakkan teko beling berisi teh hangat di atas meja makan. Chanwoo langsung menuangkan teh itu ke cangkir. “Oh ya, Chanwoo,” Ibu berbalik tiba-tiba “Mulai sekarang kau bonceng Yein pulang pergi ke sekolah ya”

Tuangan teh dari teko seketika berhenti, Chanwoo menatap ibunya, bermaksud mengatakan kalau ia tidak terbiasa membawa perempuan di boncengan sepedanya tapi tahu-tahu seseorang melempar gulungan kertas ke kepalanya, siapa lagi kalau bukan kakaknya.

“Bagus kan?” Jungkook memamerkan cengiran lebar di wajahnya sambil duduk di kursi di sebelah Chanwoo. “Ngomong-ngomong, kau lihat dasiku tidak? Aku menghabiskan waktu hampir setengah jam hanya untuk mencari dasi sialan itu”

Chanwoo menghela napas berat, tapi tetap menuangkan teh ke cangkir kakaknya, “Makanya kau harus bereskan kamarmu yang lebih mirip kandang sapi itu. Kalau rapi kan tidak akan kesulitan mencari barang”

Jungkook setengah menguap mencemplungkan bongkah-bongkah gula ke dalam cangkir tehnya membuat Chanwoo mengernyit, apa kakaknya lupa kalau ayah mereka sering menguliahi mereka tentang pentingnya mengontrol kadar gula dalam makanan supaya tidak terkena risiko diabetes?

“Aku tidak punya waktu untuk membereskannya,” Gumam Jungkook sambil mengaduk tehnya lalu ia melirik jahil ke arah Chanwoo sementara Ibu dan Yein bergabung dengan mereka di meja makan. “Jadi hari ini sepertinya untuk pertama kalinya kau membonceng seseorang selain aku?” Jungkook masih ingat bagaimana Chanwoo dengan panik memapahnya saat ia dipukuli dan memboncengnya sampai ke rumah.

Chanwoo melirik tajam, “Kak,”

            Yein yang kini duduk di samping Chanwoo ikut melirik ke arah Jungkook, penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan kedua kakak beradik itu, sekaligus curiga apakah mereka sedang membicarakannya.

            Jungkook tertawa lalu berkata pada Yein, “Hati-hati kalau dibonceng Chanwoo, matanya minus tapi tidak pakai kacamata, jadi dia sering salah melewati jalan yang berlubang-lubang. Sebaiknya kau memegang pinggang Chanwoo kuat-kuat nanti”

            Chanwoo menghembuskan napas berat, merasa kehilangan kekuatan untuk melawan kakaknya, jadi dia memutuskan untuk menyeruput tehnya, berharap teh itu punya kandungan yang bisa membuatnya tenang dan semoga saja wajahnya tidak berubah jadi sewarna dengan kepiting rebus. Di sebelahnya Yein menahan senyum, begitu juga ibu yang memperhatikan ketiga remaja tersebut.

           

            Butuh waktu lama bagi ketiganya untuk berangkat karena Jungkook masih belum juga menemukan dasinya, ketika dia akhirnya berhasil menemukan dasinya di sela-sela sofa ruang tengah, Chanwoo sudah melirik jam tangannya dengan gelisah.

            “Kalian jalan di depan” Jungkook menginstruksikan selagi melepaskan pengunci roda di sepedanya sendiri. Kening Chanwoo berkerut, tidak biasanya kakaknya menyuruhnya jalan lebih dulu, pasti kakaknya punya maksud terselubung, dan kenyataannya memang begitu, Jungkook terlihat menikmati pemandangan di depannya, Chanwoo terlihat canggung membonceng Yein, mata Jungkook berkali-kali menangkap kaki Chanwoo terpeleset dari pedal, seolah-olah pedal sepedanya dilumuri mentega atau apa, sementara di belakangnya Yein mencengkram ujung bagian boncengan. Jungkook di belakangnya hanya tertawa, sepertinya ini pertama kalinya ia melihat Chanwoo secanggung itu selama 16 tahun.

            Ketika mereka bertiga sampai di sekolah dan berjalan menyusuri koridor ke kelas, siswa-siswa di sekitar mereka menatap mereka bertiga seolah mereka adalah fenomena aneh abad ini, beberapa malah sudah berbisik-bisik membicarakan mereka bertiga. Yein yang berjalan diapit Chanwoo dan Jungkook jadi merasa tidak enak dan melambatkan langkahnya dengan sengaja.

            “Mereka kenapa sih?” Celetuk Jungkook.

            “Entahlah,” Chanwoo mengangkat bahu, “Mungkin bagi mereka aneh ada siswa perempuan berjalan bersama kita...” Chanwoo memberikan jeda dalam kalimatnya, “Dan mungkin mereka menyadari betapa miripnya kalian berdua”

            Jungkook menghentikan langkahnya, ia menoleh ke arah Yein  yang masih melambatkan langkahnya di belakang mereka, “Memangnya aku dan dia sangat mirip ya?”

            Chanwoo mengangkat bahu, “Aku kan sudah bilang”

            Jungkook memberi isyarat pada Yein untuk mendekat lalu secara tiba-tiba, ia menaruh genggamannya di bahu Yein membuat Yein dan Chanwoo terbelalak, Jungkook mendorong Yein ke arah pintu kaca ruang guru, memperhatikan pantulan bayangan mereka sendiri dari situ, dia memiringkan kepalanya, menilai “Ya, sepertinya memang wajah kita sedikit mirip, apa jangan-jangan kita kembar?” Yein terlihat bingung, tidak tahu harus bereaksi seperti apa, ditambah kedua tangan Jungkook masih ada disitu, di bahunya.

            “Kalian sedang apa?” Sebuah suara tahu-tahu menyeruak di antara mereka dan bayangan si pemilik suara berat itu muncul di kaca.

            Jungkook menoleh, “Ya, Kim Taehyung, tumben kau tidak terlambat”, tangan Jungkook perlahan turun dari bahu Yein, Yein mengerjap-ngerjap melihat murid lelaki yang dipanggil Kim Taehyung itu, cengirannya terlihat lucu.

            “Sudah cukup aku dihukum seminggu berturut-turut karena terlambat” Jawabnya lalu menunjukkan cengiran lagi.

            Selanjutnya Jungkook dan Taehyung seolah melupakan Yein dan Chanwoo mereka berjalan sambil melakukan gesture toss-toss tidak penting menuju kelas.

            “Dia Kim Taehyung, teman sekelas kakakku sekaligus teman satu band-nya” Ujar Chanwoo seolah menjawab pertanyaan dalam kepala Yein. “Yein? Ayo kita ke kelas?”

            Yein masih dengan wajah bingung mengikuti Chanwoo menuju kelas mereka.

                                                                        *

            “Selama tiga tahun mengenalmu aku tidak tahu kalau kau punya adik selain Chanwoo” Taehyung berkata ketika ia dan Jungkook memasuki kelas mereka.

            Jungkook mendelik sambil meletakkan ranselnya di atas meja, “Dia bukan adikku. Memangnya semirip itu?”

            Dengan gerakan cepat Taehyung duduk di atas mejanya sendiri dan bukannya di kursi seperti seharusnya. “Man, dia mirip sekali denganmu”

“Yeah, sayangnya dia bukan adikku, dia anak teman ibu. Sekarang dia tinggal di rumahku”

            Demi mendengar perkataan Jungkook, Taehyung ternganga secara berlebihan, “Kau serumah dengan murid perempuan???”

            “Bukan seperti yang kau pikirkan, bodoh. Aku tidak tinggal berdua dengannya, ada keluargaku”

            “Wow,” Taehyung bertepuk tangan, entah untuk apa, “Kau tahu tidak, ibuku pernah bilang kalau ada lelaki dan perempuan yang wajahnya mirip, berarti mereka berjodoh”

            Jungkook memicingkan matanya sanksi, “Aku tidak pernah mendengar teori itu, ayah dan ibuku juga tidak berwajah mirip”

            “Tapi itu teori yang berlaku di masyarakat lama!” Taehyung mendadak ngotot, “Siapa tahu kau sebenarnya berjodoh dengan gadis tadi, kalian mirip sekali”

“Mungkin di kehidupan sebelumnya kami kembar, itu lebih logis dari teorimu barusan”

“Tapi...”

“Kalau begitu kau berjodoh dengan Baekhyun-hyung?” Jungkook menyebutkan nama senior mereka di klub band yang sekarang sudah jadi alumni, demi mendengarnya Taehyung menatap Jungkook dengan tatapan horor.

“Jungkook, dia laki-laki”

“Tapi kalian kan mirip sekali”

            Taehyung bergidik sementara Jungkook tertawa sampai terpingkal-pingkal.

                                                                        *

            Dua minggu dengan Yein sebagai anggota keluarga baru beralu dengan cepat, Yein dengan mudah beradaptasi, dia dengan cepat menjadi dekat dengan ibu, membantu memasak sarapan dan makan malam sudah menjadi rutinitasnya selama seminggu terakhir. Yein juga gadis yang rajin, dia sering membantu membereskan rumah dan biasanya menjadi sumber informasi Jungkook yang selalu kehilangan barangnya.

“Yein kau lihat snapback hitamku? Aku yakin menaruhnya di ruang tv kemarin”

“Yein kau lihat kaus kakiku yang hilang sebelah?”

Dan segala macam benda lainnya, anehnya Yein selalu menemukannya, dia hanya butuh waktu beberapa menit untuk mencari dalam diam dan voila! Benda yang dicari ketemu, tidak seperti Jungkook yang mencari dengan berisik dan bersungut-sungut tetap saja tidak ketemu. Yein cleaned up the mess that Jungkook created, she is really like Chanwoo girl version. Jungkook-lah pihak yang diuntungkan disini, dia seperti punya dua adik yang sama-sama bisa diandalkan.

            Saat malam hari biasanya Chanwoo dan Yein belajar bersama di balkon, mengerjakan tugas, berdiskusi tentang pelajaran dan Jungkook akan datang menawarkan banyak cemilan dengan mulut yang sudah penuh dengan kripik kentang lalu mereka pada akhirnya akan mengobrolkan hal lain, tertawa-tawa sampai tiba saatnya ibu atau ayah mengingatkan bahwa malam sudah larut dan sebaiknya mereka bergegas tidur.

             Di suatu Minggu pagi, awan-awan putih dengan semburat sinar mentari memberikan kesan langit cerah. Ibu sedang menonton televisi sementara Yein menyapu halaman, Chanwoo menghabiskan Minggu pagi itu di kamarnya, membaca buku, sesekali matanya mengarah ke jendela. Posisi meja belajarnya ada di dekat jendela yang menghadap keluar sehingga dari situ ia bisa melihat sosok Yein yang sedang menyapu  dedaunan kering yang gugur dan juga menyirami bunga. Gadis itu rajin sekali, bahkan Jungkook masih tidur ketika gadis itu menyiapkan sarapan di meja makan, hasilnya seperti biasa... tadi mereka sarapan tanpa Jungkook, bahkan ayah sudah berangkat ke Rumah Sakit meskipun hari itu hari Minggu sementara Jungkook masih belum melangkahkan kaki keluar kamar.

            Menit demi menit berlalu, Chanwoo tenggelam dalam buku yang dibacanya sehingga tidak sadar Yein sudah tidak ada di halaman dan sebagai gantinya terdengar suara ketukan di pintu.“Chanwoo? Boleh aku masuk?” Suara Yein terdengar dari luar kamar, mata Chanwoo terhenti di antara huruf-huruf dalam buku di hadapannya, ia membuka pintu kamar dan mendapati Yein dengan alat pembersih debu di tangan.

            “Hai” Ujar gadis itu sambil tersenyum, “Apakah aku mengganggu?”

Chanwoo menggaruk kepalanya yang tak gatal sebelum menjawab, “Nnng tidak, ada apa?” Mendengar jawaban Chanwoo, Yein mengintip ke bagian dalam kamar Chanwoo melalui bahu lelaki itu, “Boleh kan aku membereskan kamarmu?”

“Eh? Tidak perlu, aku bisa membereskannya sendiri”

“Tidak apa-apa, izinkan aku membereskan kamarmu ya. Aku sudah dua minggu tinggal disini dan belum pernah bantu-bantu”

“Kau ini bicara apa, kau kan sudah sering membantu memasak”

“Ayolah, izinkan aku bantu bereskan” Yein sengaja menerobos masuk melewati Chanwoo yang hanya menghela napas, ini kali pertama ada perempuan selain ibu yang masuk ke kamarnya.

“Wow, kamarmu lebih rapi dari yang kuduga” Gumam Yein sambil melihat sekeliling, semuanya tertata rapi, buku-buku di rak, alat-alat tulis di atas meja belajar, bahkan seprai di tempat tidurnya kelihatan rapi tanpa ada kerutan. “Kau membereskannya sendiri?”

Chanwoo mengangkat bahu, “Aku memang tidak suka kalau kamarku berantakan”

“Ya sepertinya tidak banyak yang bisa kulakukan disini selain menghisap debu” Yein lalu menyalakan vacuum cleaner yang dibawanya sementara Chanwoo mengambil posisi duduk di atas tempat tidur, memperhatikan Yein, kunciran gadis itu ikut bergerak ke kanan dan ke kiri seiring gerakannya menjalankan vacuum cleaner.

“Sudah selesaai” Ujarnya ceria setelah melewatkan waktu sekitar tujuh menit menghisap debu di lantai kamar Chanwoo, sementara si pemilik kamar itu tersenyum canggung berterima kasih. “Sekarang tinggal membereskan kamar Kak Jungkook”Kata Yein sambil mematikan vacuum cleaner.

“Kau serius mau membereskan kamar kakakku juga?”

“Memangnya kenapa?”

“Dia masih tidur”

“Ah..” Yein mengangguk-angguk, “Aku akan berusaha supaya tidak berisik selagi membereskan”

“Tapi kamar kakakku berantakan sekali, kupikir tidak ada bedanya dengan kandang sapi yang tak terurus,” Chanwoo sedikit aneh pada dirinya sendiri kenapa dia harus menghalangi Yein masuk ke kamar kakaknya, tapi mulutnya kembali melanjutkan, “Kau tahu, bahkan dia suka membiarkan banyak benda di atas tempat tidurnya sampai dia sendiri tidak bisa tidur disitu”

            Yein tertawa, “Benarkah? Kalau begitu aku datang di saat yang tepat. Aku akan merapikannya?”

            Sebelum Chanwoo sempat mencegahnya lagi, Yein sudah menghilang di balik pintu, setengah dari alam pikiran Chanwoo memerintahnya untuk mengikuti Yein tapi setengah lainnya berkata: ‘Untuk apa? Dia kan cuma membereskan kamar Kakak? Apa yang harus ditakutkan?’ Chanwoo memutuskan untuk mengikuti perintah alam pikirannya yang kedua, ia mengambil bukunya lalu melanjutkan membaca.

            Sementara itu Yein masuk ke kamar Jungkook dengan super hati-hati, seminimal mungkin tidak menimbulkan suara keras ketika dia menghidupkan vacuum cleaner. Benar kata Chanwoo, kakaknya masih tidur lelap meskipun sinar matahari sudah menelusup masuk melalui gorden. Yein memperhatikan sekelilingnya, sangat berbeda dengan kamar adiknya, kamar Jungkook sangat berantakan, tidak heran ia sering kerepotan mencari barang. Semuanya tidak tertata bagaimana seharusnya. Poster-poster band luar tertempel di dinding dengan beberapa bagian yang sudah lepas perekatnya, selimut yag seharusnya ada di tempat tidur sepertinya tertendang oleh Jungkook ke lantai, buku-buku, majalah dan CD musik berserakan, action figure anime juga diletakkan sembarangan di sudut-sudut ruangan. Yein membereskan benda-benda yang berserakan di lantai itu dan menyusun action figure koleksi Jungkook di atas meja supaya tidak menghalangi kerja vacuum cleaner nanti. Dalam beberapa menit, kamar Jungkook yang sebelumnya memang seperti kandang sapi tak terurus menjadi sedikit lebih rapi.

                                                                        *

            Jarum jam menunjuk ke angka 11, ibu dan Yein sudah sibuk di dapur menyiapkan makan siang ketika Chanwoo menuruni tangga. Ia membuka kulkas, mengeluarkan sebotol air dingin. “Chanwoo,” Kata ibunya sembari mondar-mandir kesana kemari sementara Yein memotong wortel dengan serius. “Bangunkan kakakmu, sudah mau jam makan siang dan dia masih tidur juga. Nanti ayah pulang untuk makan siang, bisa-bisa dia marah kalau tahu kakakmu masih tidur”

            Chanwoo meneguk air dingin sebelum berkata “Ya bu” lalu berbalik menaiki tangga untuk membangunkan kakaknya, sebenarnya jika bisa, Chanwoo akan lebih memilih tugas mencabuti rumput halaman dibandingkan membangunkan kakaknya di hari Minggu pagi. Kakaknya sangat menghargai waktu tidur panjang di hari libur bahkan sangat kecil kemungkinan dia akan bangun sekalipun Chanwoo meniup terompet tepat di telinganya. Langkah Chanwoo terhenti di undakan tangga karena ternyata kakaknya sudah bangun, ia menuruni tangga dengan rambut acak-acakan dan mata menyipit, tapi ekspresinya terlihat aneh? Marah? Panik? Kesal? Atau campuran ketiganya?

            “Siapa yang merusak action figure-ku?!” Serunya membuat kening Chanwoo berkerut.

            “Action figure?”

            “Ini!” Jungkook mengacungkan action figure Luffy, karakter anime One Piece favoritnya yang Chanwoo tahu itu juga adalah action figure kesayangannya di antara semua koleksinya yang lain. “Tangannya patah!”

            Kerutan di kening Chanwoo semakin dalam, ia memperhatikan action figure itu dan ternyata memang benar kata kakaknya, tangan kanan Luffy patah seolah baru digilas buldoser. Sekarang Chanwoo paham arti dari ekspresi aneh kakaknya itu. Sebelum Chanwoo sempat berbicara Jungkook sudah berseru lagi. “Lagipula kenapa kamarku mendadak jadi rapi?! Aku tidak ingat pernah meminta orang lain untuk membereskannya!”

“Kak,”

“Kau yang membereskan kamarku ya? Kau juga yang merusak action figure-ku?”

“Aku tidak...” Chanwoo dengan gelisah menoleh ke belakang, berharap Yein masih di dapur dan tidak mendengar Jungkook mengomel tapi ternyata Yein sudah ada di ruang makan sejak tadi untuk memnatapiring dan kini sedang menatap Jungkook dan Chanwoo dengan penuh rasa bersalah. Melihat ekspresi Yein dan Chanwoo, Jungkook mendadak mengerti.

“Sial” Ia mengumpat hampir tak kedengaran lalu berbalik pergi menaiki tangga. Lamat-lamat terdengar suara pintu dibanting. Chanwoo menghela napas lalu berjalan menuju kamar kakaknya, ia tahu betul, sebenarnya kalau kakaknya sedang marah ia hanya butuh waktu sendiri untuk berpikir tapi Chanwoo tidak ingin membiarkan kesalahpahaman menjadi besar.

            “Kak” Chanwoo mengetuk pintu kamar kakaknya, tidak ada jawaban. Chanwoo-pun memutuskan untuk masuk. Jungkook tampak sedang duduk memunggungi pintu, sibuk dengan handphone-nya sementara action figure Luffy yang jadi inti permasalahan diletakkan di sampingnya di atas tempat tidur, “Sudahlah kak, kan bisa beli baru lagi” Chanwoo berkata hati-hati.

            Jungkook mendelik, “Ini limited edition! Harganya saja mahal,” Ia lalu mendesah kesal sebelum meletakkan ponselnya dan berbalik menatap adiknya, “Seharusnya kau peringatkan Yein supaya tidak membereskan kamarku, sekarang siapa yang bisa aku salahkan selain dia?”

            “Dia hanya ingin membantu, mungkin dia tidak sengaja merusaknya”

“Hah, tidak sengaja” Jungkook mencibir.

“Kak, aku tahu siapa Yein, untuk apa dia sengaja merusak action figure-mu?”

Jungkook melirik kesal, “Karena kau suka padanya, makanya kau membelanya”

Chanwoo tergeragap, “Bukan begitu, dia teman sekelasku, ingat? Dan selama aku sekelas dengannya aku cukup yakin dia bukan orang seperti itu”

Jungkook mendesah kesal lagi, “Sana makan siang,” Usirnya.

“Kakak tidak turun?”

“Kau pikir aku masih mood makan saat seperti ini?”

            Chanwoo mengangkat bahu menyerah lalu pergi, setelah Chanwoo menutup pintu, Jungkook langsung meraih kembali ponselnya dan menelepon Taehyung, saat ia kesal kuadrat seperti sekarang, ia butuh seseorang untuk jadi tempat sampah unek-uneknya dan Taehyung-lah orang yang tepat.

            Sementara itu di meja makan sudah duduk ibu dan ayah yang baru kembali dari rumah sakit. “Dimana Yein?”Tanya Chanwoo pada ibu, ibu menggeleng, kelihatan sama herannya dengan Chanwoo.

“Tadi dia bilang ada urusan mendadak, ibu juga tidak tahu urusan apa, dia keburu menghilang sebelum ditanya lebih jauh”

Chanwoo tahu apa alasannya, tapi dia memutuskan untuk duduk diam, ayahnya ada disitu dan dia tidak mau menimbulkan keheranan ayahnya kalau dia sekarang pergi keluar untuk mencari Yein.

“Kakakmu tidak turun?” Tanya ayah.

Chanwoo menatap ayah dan ibu berganti-ganti, tidak yakin apakah ia harus menceritakan apa yang terjadi, tapi sepertinya ayahnya mengerti, dengan lugas ayahnya berkata, “Biar ayah yang bicara padanya nanti” Dan Chanwoo merasa lega karena itu.

            Seusai makan siang ayahnya masuk ke kamar Jungkook, melihat putranya itu sedang bermain game dari ponselnya, entah game apa, kelihatannya sangat serius karena dia tidak menyadari kedatangan ayahnya.

            “Kak,” Tegur ayah membuat Jungkook menoleh, “Kenapa tidak makan siang?”

Jungkook menghentikan kegiatannya bermain game, ia sudah tahu ayahnya pasti akan datang dan bertanya, meski ayahnya tidak banyak bicara, setiap kali ada yang aneh dengan kedua putranya, ia pasti akan bertanya apa yang salah, “Aku sedang tidak ingin makan” Jawab Jungkook, berharap jawaban itu cukup. Ayahnya mengangkat sebelah alis heran, tapi tidak bertanya lebih jauh, air muka Jungkook sudah cukup menjelaskan kalau suasana hatinya sedang buruk.

“Setidaknya isilah perutmu,” Ujar ayah sambil lalu. Nah kan, ayahnya memang selalu menunjukkan perhatian dengan caranya sendiri. Jungkook hanya mengangguk, ayahnyapun memutuskan untuk pergi, sebelum menutup pintu matanya tertuju ke satu titik, ke arah benda di samping Jungkook di tempat tidur. “Ah, Kak.. Ayah lupa,”

Jungkook mengangkat kepalanya, menunggu ayah menyelesaikan kalimatnya, “Tadi pagi sebelum berangkat, ayah masuk kesini, ayah mau ambil pena ayah yang kau pinjam kemarin, lalu ayah tidak sengaja.....” Ayahnya menunjuk ke arah action figure Luffy, “Benda itu tadi ada di dekat pintu jadi tidak sengaja terjepit waktu ayah menutup pintu. Ayah dengar suara ‘krak’, sepertinya rusak ya? Nanti ayah belikan yang baru”

Jungkook tidak bisa mencegah mulutnya terbuka demi mendengarnya, “Salahmu sendiri menaruhnya sembarangan” Tandas ayah lalu menutup pintu. Meninggalkan Jungkook yang masih ternganga.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sellyafida #1
Chapter 3: Yg aq suka dibagian Jungkook sm Chanwoo. Kakak adiknya loh aww bikin senyum2.
wonwoosgurl #2
Chapter 3: Waaa baru aja nemu ff ini.
Suka banget plot-nya.
Bener bener nggak ketebak Yein suka Taehyung. Ha- aku maunya sih Yein sama Chanwoo he he
Good joob autbor-nim!! Brotherhood-nya kerasa banget.
Full bahasa lagi.
mechyni #3
Chapter 3: lucu bangetttt ><
suka deh penggunaan bahasanya, bukan hyung oppa eomma appa, tapi pake bahasa semua