---3 (End)

Crown Prince

“Kenapa memilih tempat ini?” Jungkook bertanya dengan nada meremehkan sambil memandang ke sekelilingnya. Sejauh mata memandang hanya lapangan tandus yang jarang pepohonan. Angin sore berhembus mendesirkan pasir yang ada di bawah sepatu mereka, mereka yang dimaksud adalah Jungkook, Taehyung, dan anggota geng itu yang berjumlah lima orang, kelimanya berbadan besar. Dua lawan lima yang sangat timpang.

            Taehyung melirik Jungkook, apa temannya itu sama sekali tidak takut? Atau dia hanya sok berani seperti yang sebelumnya pernah dilakukannya dan berujung pada banyak luka-luka di wajah dan lengannya. Apakah mereka akan berakhir seperti itu lagi atau malah lebih parah? Taehyung tidak berani membayangkannya.

            Jungkook paham betul kalau melawan geng di hadapannya itu bukan main-main, jauh dalam hatinya juga ia sudah cemas, ketika geng itu menyeret ia dan Taehyung ke lapangan yang jauh dari sekolah ini dan bukan di celah sempit belakang gudang sekolah seperti biasanya mereka memeras korban-korbannya, Jungkook sudah sangat menyadari kalau geng itu sangat marah dan ancaman mereka serius. Dan hal yang baru disadari Jungkook selanjutnya adalah tidak akan ada adiknya yang berlari menyelamatkannya seperti waktu itu, meskipun waktu itu Chanwoo datang saat ia sudah babak belur dan geng itu sudah pergi, setidaknya ada yang menolongnya dan membawanya ke tempat paling aman: rumahnya.

            Tapi ia tidak boleh menyesal, apa yang dilakukannya sudah tepat. Geng ini harus diberi pelajaran agar mereka benar-benar kapok.

“Kalian sok pahlawan, cih” Salah satu dari mereka yang berambut cepak meludah di depan Jungkook dan Taehyung, sorot matanya penuh hinaan dan dengki. Jungkook tidak tahan untuk meninjunya meski kemungkinan ia menang dari perkelahian adalah 1:100.

            “Kalian pikir kalian siapa? Penegak keadilan? Hah, mulia sekali” Nada penuh hinaan itu kembali membuat Jungkook naik darah, “Kalian cuma sampah yang menganggap diri kalian paling benar. Kalian berkecukupan, bisa beli apa yang kalian inginkan menggunakan uang orangtua kalian. Sementara kami yang malang ini terpaksa meminta dari orang-orang seperti kalian!”

            “Konyol sekali alasanmu,” Jungkook tersenyum melecehkan.

            “Kau diam!” Ujar seseorang yang sepertinya ketua geng itu, entahlah. Ia menunjuk wajah Jungkook, “Kau hanya anak manja yang menikmati harta orangtuamu. Kau tidak lebih dari sampah”

            Kesabaran Jungkook habis, kalau Taehyung di sebelahnya masih bisa bersikap tenang setelah diejek seperti itu, tidak dengannya. Dia harus melawan.

            Maka yang terjadi berikutnya adalah suara teriakan marah Jungkook “KALIAN YANG SAMPAH” seiring dengan tinjunya yang melayang.  Selama beberapa menit, keadaan menjadi sangat tak terkendali, baik Jungkook dan Taehyung dipukuli dan ditendang dengan brutal. Dua lawan lima memang amat sangat timpang, meski keduanya sudah berusaha melawan, tetap saja mereka dipukul mundur, jurus-jurus taekwondo yang Jungkook kuasai seolah tidak ada artinya, wajahnya dan Taehyung dalam sekejap penuh luka berdarah, kepala mereka berkunang-kunang, bahkan Jungkook tidak kuat berdiri.

Saat anggota geng itu hendak melayangkan pukulan penutup terdengar sayup-sayup suara teriakan perempuan dari ujung lapangan, rasanya Jungkook mengenal suara itu tapi ia terlalu lemah untuk menoleh ke arah sumber suara, yang jelas teriakan itu berhasil membuat si anggota geng menurunkan tangannya. Setelah itu dunia serasa berputar-putar, semuanya terlihat gelap dan Jungkook tidak ingat apa yang terjadi selanjutnya. Ia jatuh pingsan.

                                                            *

            Jungkook mengerjap-ngerjapkan matanya, kenapa terasa sakit saat ia membuka mata? Ia melihat ke arah sekelilingnya, ia terbaring di atas tempat tidur di kamarnya sendiri, tampak Yein sedang menunduk di sampingnya, ia duduk di kursi di samping tempat tidur, mengaduk-aduk isi kotak obat. Mata Jungkook kemudian tertuju ke sudut ruangan, ayahnya berdiri disana, bersandar di tembok dengan ekspresi yang aneh. Pertama kalinya ia melihat ayahnya terlihat menahan emosi seperti itu.

            “Ah kau sudah sadar” Suara Yein terdengar lega begitu melihat Jungkook, “Jangan banyak bergerak, aku baru saja mengolesi banyak obat merah ke lukamu, pasti perih”

            Jungkook meraba bagian sekitar matanya, anggota geng sialan itu memang melayangkan pukulan ke daerah sekitar mata, pasti itu penyebabnya kenapa ia tadi merasa sakit saat membuka mata. “Taehyung dimana?” Tanyanya teringat sahabatnya itu, Yein tidak mungkin meninggalkan dia di lapangan itu sendirian kan?

            “Dia di kamar Chanwoo” Yein berkata sambil memakaikan plester dengan hati-hati ke luka di bagian siku Jungkook. “Kondisi lukanya hampir sama sepertimu”

            Jungkook lalu melemparkan pandangan pada ayahnya, “Ibu?” Ia mempertanyakan kehadiran ibunya, biasanya ibunya-lah yang akan lebih panik.

            “Pergi dengan bibi dari siang, tunggu sampai ia pulang. Dia pasti akan terkejut melihatmu begini” Sahut ayahnya sambil melangkah ke arah Jungkook, ia menghela napas berat, dan sorot matanya terlihat menahan kesal yang memuncak. Yein merasa ia tidak seharusnya ada disitu, maka ia langsung undur diri, meninggalkan Jungkook bersama ayahnya.

            “Ayah tidak marah padamu, kak” Ayahnya berkata tepat setelah Yein menutup pintu, “Ayah sudah tahu semuanya, Yein sudah menceritakannya pada ayah dan ayah sudah menghubungi pihak sekolah untuk mengurus anak-anak yang memukulimu, ayah juga akan ke sekolahmu nanti”

            “Maaf,” Jungkook berucap pelan, “Padahal aku sudah berjanji hal ini tidak akan terulang lagi”

            “Ayah tahu,” Ayahnya mengusap kepala Jungkook perlahan, hal yang amat jarang dilakukannya, “Kau hanya ingin membetulkan hal yang salah tapi bukan berarti kau harus menghadapi semuanya sendirian, kak. Kau kan bisa cerita pada ayah”

            “Aku tidak mau dianggap anak manja”

“Dan membiarkan dirimu jadi seperti ini?”

“Tapi Yah...”

“Ok, sudah ayah bilang ayah mengerti. Ayah juga laki-laki, ayah mengerti perasaan itu. Tapi kau harus mengerti juga, ayah dan ibu khawatir dan tidak mau melihatmu seperti ini lagi, seolah pengalaman babak belur kemarin masih belum cukup”

            Hal yang jarang terjadi lagi, ayahnya mengucapkan kalimat panjang itu dengan cepat seperti rentetan senapan. Itu artinya dia memang benar-benar khawatir. “Maaf” Jungkook berkata pelan lagi.

            “Kau harus berterima kasih pada Yein, dia yang dengan paniknya menelepon ayah saat ayah di rumah sakit, dia yang dengan panik mencari-cari dimana mereka memukuli kau dan Taehyung”

            “Jadi Yein datang bersama ayah tadi?”

            Ayah mengangguk, kau dan Taehyung dibawa pulang naik mobil ayah, kalau Yein tidak segera menemukan tempat itu mungkin kau dan Taehyung sudah di Rumah Sakit sekarang”

            Jungkook terdiam, memikirkan bagaimana gadis itu bisa tahu kalau ia dan Taehyung sedang dipukuli.

            “Dia panik sekali tadi” Ayah melanjutkan, “Dia juga yang menelepon orangtua Taehyung untuk mengabarkan Taehyung ada disini, sayangnya kedua orangtua Taehyung sedang di luar kota, tapi mereka akan pulang besok, mereka juga khawatir”

            Jungkook menatap ayahnya, “Apakah ayah melakukan sesuatu tadi pada geng yang memukuliku itu?”

“Ayah hanya menggertak mereka, mereka lalu kabur sebelum ayah sempat melakukan hal lain. Biar nanti kepala sekolah yang mengurus mereka, ayah juga akan datang,” Ayah lalu mengusap kepala Jungkook lagi, “Sekarang istirahatlah, ayah sudah menelepon ibu, sebentar lagi dia pulang. Dia pasti akan ribut melihatmu begini”

            Jungkook tersenyum, “Ya, aku tahu ibu”

            Ayahnya balas tersenyum lalu melangkah keluar kamar dengan tangan di saku celana, “Ayah,” Panggil Jungkook sebelum ayahnya menutup pintu, “Kalau Chanwoo pulang nanti, jangan beritahu dia ya aku dipukuli sampai pingsan”

“Kenapa?”
“Dia pasti akan menggunakannya sebagai bahan ledekan sampai aku punya anak cucu”

Ayah menahan tawa, “Benarkah adikmu akan seperti itu? Kurasa dia akan sama khawatirnya dengan ibu”

Jungkook menyeringai, “Aku hanya tidak mau dianggap lemah lagi oleh adikku sendiri. Hehe”

            Selanjutnya Jungkook larut dalam lamunan, ia menatap plester-plester luka yang dipakaikan Yein di lengannya lalu meraba wajahnya yang juga sudah diobati, sejenak sesuatu yang aneh seolah muncul di hati Jungkook. Ia berdecak lalu menutupi sekujur tubuhnya dengan selimut, mengenyahkan semua pikiran tentang Yein. Menunggu tiba saatnya ibunya akan membuka pintu kamarnya dengan keras dan heboh karena putra sulungnya dipukuli lagi.

                                                                        *

            Jungkook terbangun ketika jarum jam menunjuk ke angka 1. Sudah lewat tengah malam, ia menggapai gelas yang ditaruh di meja di samping tempat tidurnya bersama jam weker. “Ah sial, airnya habis” Gerutunya. Dengan langkah sempoyongan ia membawa gelas itu keluar kamar. Langkahnya mendadak berhenti di depan kamar Yein, pintunya sedikit terbuka, ‘Apa Yein belum tidur?’ Tanya Jungkook dalam hati. Sebelum Jungkook sempat berpikir lagi, pintu di hadapannya itu tahu-tahu menjeblak terbuka, Yein muncul dari balik pintu, terlihat kaget melihat Jungkook berdiri di depan kamarnya, dan Jungkook dua kali lipat lebih kaget lagi.

“Kak? Sedang apa?” Tanya Yein mengendalikan rasa terkejutnya.

“Eh? Mmmmm” Jungkook sejenak terlihat luar biasa canggung. ‘Kenapa aku jadi seperti Chanwoo sih?’ Ia menggerutu sendiri.

“Biar kuambilkan airnya” Kata Yein begitu melihat gelas kosong di tangan Jungkook.

“Eh jangan,” Jungkook langsung berkelit, “Aku bisa mengambilnya sendiri. Kau kenapa belum tidur?”

Yein menggigit bibir, “Aku... sedang menggambar”

“Menggambar? Selarut ini? Apa yang sedang kau gambar? Hantu?”

Yein tertawa kecil, “Bukan kak... Tapi sekarang gambarnya sudah selesai kok. Aku mau ke toilet dulu lalu tidur”

“Oh,” Jungkook mengangguk, “Ya sudah kalau begitu”

Yein mengangguk lalu berjalan melewati Jungkook, saat itulah Jungkook berkata dengan suara tercekat, “Yein,”

“Hm?” Yein menghentikan langkahnya.

“Terima kasih ya”

Sejenak keduanya sama-sama terdiam, Yein lalu tersenyum, “Sama-sama, kak” Lalu ia melanjutkan langkahnya lagi.

            Begitu Yein pergi ke toilet, Jungkook lalu menoleh ke arah kamar sebelah kamar Yein, kamar Chanwoo. Di lantai dua ini memang kamar Jungkook, kamar Chanwoo dan kamar tamu yang sekarang diisi Yein bersebelahan dalam satu lorong. Jungkook tersadar dia belum melihat Taehyung sejak dia jatuh pingsan. Maka Jungkook melangkahkan kakinya ke kamar Chanwoo, membuka pintunya dengan pelan, melihat sahabatnya itu tertidur di tempat tidur Chanwoo. Keadaan Taehyung tidak jauh beda dengan Jungkook, banyak luka di wajah dan lengan, luka-luka itu juga sepertinya sudah diobati dan dipakaikan plester oleh Yein. Mata Taehyung kemudian tertuju pada gelas air yang diletakkan di meja di samping tempat tidur, gelas itu penuh berisi air dan sepertinya air hangat karena uapnya terlihat sedikit mengepul di bawah temaram sinar lampu. Kening Jungkook sedikit berkerut, tapi ia tetap menutup pintu.

                                                                        *

            Hari-hari berikutnya terasa aneh bagi Chanwoo, kakaknya seolah menghindarinya. Entahlah apa itu hanya perasaannya saja atau tidak tapi Jungkook mendadak sering berangkat lebih pagi sehingga tidak berangkat bersama Chanwoo dan Yein, alasannya  ia mau berangkat dengan Taehyung, membicarakan soal band mereka karena audisi semakin dekat. Tapi Chanwoo merasa itu hanya alasan yang dibuat-buat, mereka kan bisa membicarakan di sekolah atau di rumah masing-masing. Chanwoo kenal kakaknya sendiri, ini sepertinya pertama kalinya kakaknya sering bangun dan berangkat sekolah lebih pagi dari dia.

            “Apa ada yang terjadi selagi aku pergi?” Chanwoo bertanya pada Yein yang duduk di boncengan sepedanya seperti biasa, kini mereka hanya berdua berangkat ke sekolah, tanpa Jungkook yang biasanya mengayuh sepeda di belakang atau iseng membalap sambil meledek mereka.

“Bukankah kau sudah tahu yang terjadi? Kakakmu dan Kak Taehyung dipukuli?” Balas Yein.

            Chanwoo memang sudah tahu cerita lengkapnya dari ayah dan ibu, ia juga tahu kalau bisa dibilang Yeinlah yang menyelematkan Jungkook dan Taehyung. Kini geng yang memukuli mereka itu sudah dikenakan hukuman skors, memang mereka tidak dikeluarkan dari sekolah, karena ayah sengaja tidak menuntut agar sekolah mengeluarkan geng itu, sebagai gantinya, mereka dipastikan akan mengulang satu tahun di kelas tiga.

            “Iya, kalau itu aku tahu” Chanwoo bergumam, “Maksudku apakah ada hal lain yang belum aku tahu. Kenapa kakakku mendadak bersikap aneh, aku tidak mengerti”

“Aneh bagaimana?”

“Aku merasa seperti dia menghindariku selama beberapa hari terakhir”

“Mungkin hanya perasaanmu,” Ujar Yein, “Dia kan memang sedang sibuk karena audisi band semakin dekat”

“Mungkin” Chanwoo dan Yein kemudian sama-sama terdiam, membiarkan suara derak roda sepeda beradu dengan kerikil mengisi ruang sunyi di antara mereka.

                                                            *

            Pada suatu Minggu siang, Jungkook dengan tidak biasanya sudah bangun dan sudah mandi, meski begitu ia menghabiskan waktu seharian di kamar di depan laptop. Ia bahkan tidak sadar ketika ibu masuk ke kamarnya.

            “Kak, lihat tempat tidurmu, berantakan sekali” Keluh ibu sambil mengambil selimut yang menghampar di lantai kamar, beralih fungsi menjadi karpet. Jungkook menoleh sebentar dari layar laptop, “Nanti kubereskan, bu”

            “Sedang apa sih?”Tanya ibu sembari melipat selimut itu.

            “Mixing lagu, dua minggu lagi hari audisi”

            Ibu tidak berkomentar apa-apa, sejenak hening. “Kak,” Panggil ibu.

“Hm?”

“Kenapa akhir-akhir ini kamu menjauhi adikmu?”

“Aku tidak menjauhinya”

“Ibu tahu kau menjauhinya, jangan anggap remeh naluri ibu. Kalian bahkan tidak saling bicara satu sama lain. Ada apa?”

            Jungkook menghela napas, jarinya masih menggerakkan kursor laptop ketika ia kemudian bertanya, “Bu, memangnya benar kalau lelaki dan perempuan mirip, mereka berjodoh?”
            Ibunya menghentikan kegiatan membereskan tempat tidurnya untuk menatap putra sulungnya, wajahnya kelihatan belum mengerti, “Maksudmu?”

            Jungkook lalu menoleh, ekspresinya sulit dijelaskan, “Bagaimana kalau aku menyukai perempuan yang juga disukai Chanwoo?”

            Saat itu, ibunya yang biasanya cerewet seolah kehilangan kata-kata.

                                                                        *

            Hari Minggu selanjutnya genap dua bulan sudah Yein tinggal di rumah itu. Malamnya ia sudah merapikan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam koper supaya besok pagi saat ibunya menjemput ia tidak akan ketinggalan atau kelupaan apapun.

            “Wah sudah rapi,” Celetuk Jungkook yang entah sejak kapan bersandar di ambang pintu kamar Yein, “Tidak terasa ya, sudah dua bulan kau disini”

            “Hehe.. Iya kak. Terima kasih sudah mau direpotkan”

“Kurasa aku yang lebih sering merepotkanmu, mulai dari mencari barang-barangku yang hilang sampai menolongku saat aku dipukuli”

“Tolong menolong kan sudah seharusnya dilakukan, kak”

“Kau terdengar seperti guru budi pekerti” Timpal Jungkook membuat Yein tertawa, “Oh ya, mungkin sebaiknya aku mengucapkan salam perpisahan sekarang. Besok aku tidak akan ada di rumah dari pagi, ada latihan band”

“Tidak apa-apa kak, lagipula kita kan tidak benar-benar berpisah. Kita masih bisa bertemu di sekolah”

            Jungkook mengangguk-angguk, sedetik kemudian Yein seperti melihat ekspresi canggung yang samar di wajah Jungkook sebelum mengatakan, “Aku boleh minta satu permintaan?”

“Permintaan apa?”

“Kau mau datang untuk mendukung bandku nanti kan? Di acara audisi band sekolah”

Yein terlihat berpikir, ia seperti teringat sesuatu.“Aku.. tidak bisa janji”

“Tidak apa-apa,” Ujar Jungkook santai, “Kalau kau bisa datang sempatkan datang, kalau tidak juga tidak apa-apa”

Beberapa saat kemudian mata Jungkook tertuju pada buku sketsa Yein yang terbuka di atas meja, Yein mengikuti arah pandang Jungkook dan dengan gerakan cepat, ia menutup buku sketsa itu dan menjejalkannya ke dalam ranselnya, seolah ada rahasia besar di dalamnya yang Jungkook tidak boleh tahu.

            Alis Jungkook seding terangkat tapi ia tidak berkomentar apa-apa, “Kalau begitu... sampai jumpa nanti di sekolah, setelah kau tidak tinggal disini lagi” Katanya karena bingung mau berkata apa lagi.

            Yein hanya mengangguk.

                                                                        *

            “Terima kasih banyak Om dan Tante” Yein membungkuk pada ibu dan ayah sementara Chanwoo membantu mengangkat koper Yein ke bagasi mobil.

            “Terima kasih banyak  ya sudah berbaik hati menampung dan merawat anak saya” Kali itu suara ibunya Yein terdengar berkata pada ayah. “Maaf sudah merepotkan”

            “Sama sekali tidak” Jawab ayah ramah, “Yein juga sudah dekat dengan Jungkook dan Chanwoo”

            Yein hanya bisa tersipu mendengarnya. “Kalau begitu kami pamit dulu ya” Ucap Ibu Yein. Yein membungkuk sekali lagi pada ayah dan ibu ketika Chanwoo berjalan masuk dan ikut membungkuk pada ibu Yein yang berjalan keluar.

            “Dik Chanwoo, terima kasih ya”

“Iya tante sama-sama” Chanwoo tersenyum, lalu matanya tertuju pada Yein, “Jangan lupa hari Minggu depan ya” Ia mengingatkan janji yang ia buat dengan Yein kemarin dengan susah payah karena ia berusaha melenyapkan rasa malu dan canggungnya, lupa kalau disitu masih ada ayah dan ibunya. Begitu menyadari kebodohannya pipi Chanwoo langsung memerah.

Yein tersenyum lalu menepuk pundak Chanwoo sebelum pergi.

“Memangnya hari Minggu mau kemana, dek?” Tanya ayah, Chanwoo merasa mendengar nada meledek yang asing terdengar dalam suara ayahnya itu.

“Aku cuma mengajaknya ke bioskop” Sergah Chanwoo, ia melirik ibunya, tidak seperti yang ia duga ibunya tidak menanggapi apa-apa dan hanya tersenyum padahal Chanwoo kira ibunya akan meledeknya habis-habisan.

                                                            *

            “Kau mencari siapa sih?” Taehyung menegur Jungkook yang saat itu mengintip dari balik sound system di atas panggung, matanya menelusuri kerumunan penonton di depan panggung yang sudah ramai meskipun acara audisinya belum mulai, kebanyakan adalah murid sekolahnya sendiri dan murid dari perwakilan sekolah lain.

            “Hmm” Jungkook menggumam setelah memastikan apa yang dicarinya tidak ada lalu mengikuti Taehyung berjalan ke belakang panggung ke tempat anggota bandnya yang lain menunggu.

            Sementara itu di suatu kafe di dekat bioskop, Chanwoo dan Yein duduk berhadapan, dua gelas carramel machiato dan dua piring cheese cake ada di antara mereka di atas meja.

            “Filmnya tadi sangat seru ya” Chanwoo membuka topik obrolan setelah menyesap machiatto-nya. “Salah satu film terbaik yang kutonton tahun ini, maksudku, efeknya sangat bagus, akting tokoh utamanya juga. Aku tidak sabar membahasnya di klub teater nanti”

            Yein di hadapannya mengangguk sambil tersenyum tipis, hari itu dia cantik sekali, ia membiarkan rambut panjangnya tergerai dan dihiasi jepit kecil berwarna merah muda dengan baby doll dress berwarna senada. Chanwoo juga terlihat tampan dalam balutan kasual yang tetap tidak menghilangkan kesan rapi. Mereka berdua benar-benar seperti dua ramaja yang sedang berkencan.

            “Yein?” Panggil Chanwoo membuyarkan lamunan Yein. “Kau kenapa?”

“Eh? Kenapa apanya?” Tanya Yein sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga sebelum menyuap potongan cake ke mulutnya.

            Chanwoo memperhatikannya dengan tatapan menilai, ia sadar sejak tadi Yein sering melamun, entah melamunkan apa. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri, bahkan Chanwoo ragu apakah dia tadi benar-benar konsentrasi menonton film. Chanwoo menghela napas lalu mengeluarkan ponselnya, bermaksud melihat jam, sejenak ia terdiam. Tulisan hari dan tanggal di ponselnya juga mengingatkannya pada sesuatu.

            Beberapa menit hanya tercipta keheningan di antara mereka berdua, Yein masih dengan lamunannya sendiri sambil sesekali menyuap cake dan Chanwoo yang memperhatikannya dalam diam, “Pergilah” Ujar Chanwoo memecah keheningan itu. “Aku tahu pikiranmu bukan disini, tapi di sekolah. Kau ingin menonton kakakku, ya kan?”

            Yein terkesiap, tapi Chanwoo kelihatan tenang, “Hari ini hari audisi yang dimaksud kakakku, yang sudah dipersiapkan ia dan bandnya dari jauh-jauh hari. Kalau kau mau kesana untuk menyemangatinya, kurasa belum terlambat”

“Chanwoo...”

“Aku tidak apa-apa” Chanwoo memotong, “Pergilah, sebelum acaranya keburu selesai”

Yein kelihatan bimbang tapi pada akhirnya ia bangkit dari kursinya sambil berkata, “Maaf, Chanwoo”

                                                                        *

            Band Jungkook berhasil tampil dengan baik, hingga akhirnya juri memutuskan bahwa band mereka bersama dua band lainnya maju ke babak selanjutnya yang lebih bergengsi, semakin dekat menuju mimpi rekaman di bawah naungan label.

            “Kita harus merayakannya!” Seru Taehyung sambil loncat kesana kemari di backstage, tidak tahan menahan euforia dalam dirinya lama-lama, “Kalian semua tunggu disini, aku akan ke minimarket membeli cemilan” Ujarnya bersemangat.

            “Heiii jangan bawa bir ya!” Gitaris band mereka berteriak, “Ingat kita masih di bawah umur”

            Jungkook hanya tertawa, kalaupun nanti Taehyung datang membawa berkaleng-kaleng bir ia tidak berniat menyentuhnya, ayahnya bisa marah besar kalau tahu. Meski kecil kemungkinan ayahnya tahu, tetap saja Jungkook tidak ingin melanggar aturan ayahnya. “Aku ke toilet dulu” Katanya pada teman-temannya yang lain lalu melangkah menuju toilet.

            Sekembalinya ia dari toilet, Taehyung masih belum datang.

            “Jungkook,” Panggil salah satu personil band mereka, ia melambaikan tangannya pada Jungkook, memberi isyarat supaya Jungkook mendekat. “Ini,” Dia menyerahkan kertas yang dilipat seperti surat pada Jungkook, “Tadi ada seorang gadis kesini menyerahkan ini, aku tidak tahu dia siapa, dia juga tidak mengatakan apa-apa. Kelihatannya dia malu. Baru aku mau tanya kertas ini untuk siapa eh dia sudah keburu pergi. Karena yang lain yang ada disini tadi bilang tidak kenal dengan dia, makanya aku tanya kau, siapa tahu kau kenal dengannya.”

            Jungkook mengambil kertas itu dengan heran, “Orangnya seperti apa?”

“Cantik,” Jawab temannya, “Tapi anehnya, melihat dia rasanya seperti melihatmu. Sekilas dia mirip denganmu”

            Mendengar itu mendadak sesuatu dalam hati Jungkook berdesir, jadi Yein tadi datang? Jungkook lalu membawa kertas itu ke sudut ruangan lalu membukanya perlahan.

                                                                        *

            “Dek, sudah pulang?” Ibunya bertanya dari ruang tengah ketika terdengar suara pintu depan dibuka, Chanwoo melangkah masuk sambil menunduk, melewati ibunya yang sedang menonton televisi di ruang tengah, menaiki tangga lalu masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apa-apa. Ibunya seolah paham apa yang terjadi.

            Perlahan ibu mengetuk pintu kamar Chanwoo, “Ibu boleh masuk?” Tidak terdengar jawaban, ibu membuka pintu dan melihat Chanwoo duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap lantai sementara raut wajahnya mendung. Ibu perlahan mengacak rambut Chanwoo lalu duduk di hadapan anaknya, tangan ibu mengusap pipinya sambil tersneyum menenangkan, “Apa yang membuat pangeran kecil ibu sedih?”

            Chanwoo diam saja.

            “Dek,” Ibunya berkata lembut, “Seseorang pernah berkata, patah hati adalah bagian dari proses menuju kedewasaan” Mata Chanwoo kini menatap langsung ke mata ibunya dengan heran, bagaimana ibunya bisa tahu?

            “Percayalah, sudah ada perempuan yang tepat yang disiapkan untukmu, mungkin sekarang belum waktunya bagi sang putri untuk datang ke kehidupanmu”

            “Ibu.. dari mana ibu tahu?”

            “Jangan remehkan ibu,” Ibu mengedipkan sebelah matanya lalu mengacak rambut Chanwoo lagi, “Ibu buatkan susu coklat ya, kau kan selalu minum itu kalau suasana hatimu jelek”

            Chanwoo tersenyum lalu mengangguk, merasa bersyukur ia punya ibu yang selalu bisa membuatnya merasa istimewa. Meski sepertinya ibunya juga tahu kalau ia patah hati karena kakaknya sendiri, tapi ibu tidak mengungkitnya.

            Seharian itu Chanwoo tidak keluar kamar sama sekali. Setelah menghabiskan segelas susu coklatnya yang kedua di malam hari, ia memutuskan untuk tidur lebih cepat, pukul sembilan malam Chanwoo sudah mematikan lampu, menarik selimutnya dan memejamkan mata, melupakan semuanya yang terjadi hari ini dan yang ia rasakan hari ini.

            Sekitar jam dua belas mendadak mata Chanwoo terbuka, merasa mendengar pintu kamarnya dibuka seseorang. Chanwoo bangun, matanya mengerjap-ngerjap sambil menyalakan lampu, “Kakak?” Ia kelihatan kaget melihat sosok kakaknya dengan wajah lelah ada di kamarnya, “Apa yang sedang kau lakukan”

            “Izinkan aku tidur disini” Ujar Jungkook sambil menggeser Chanwoo dengan paksa lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur Chanwoo, “Ah, sudah berapa lama kita tidak pernah tidur bersama?”

            “Kak, kalimatmu terdengar salah” Chanwoo menggerutu sambil menggeserkan badannya. Di dalam hatinya sebenarnya dia heran, ada angin apa kakaknya ingin tidur disini? Apalagi beberapa hari terakhir kan hubungannya dengan kakaknya sedang renggang.

            Jungkook hanya tertawa lalu memeluk guling Chanwoo, “Aku kan cuma ingin tidur dengan adikku, apa itu salah?”

            “Kepalamu terbentur sesuatu ya?”

            Jungkook tertawa lagi, Chanwoo menggeleng-geleng prihatin lalu mengambil posisi tidur memunggungi kakaknya yang ia rasa sudah gila itu.

            “Hei Chanwoo” Panggil Jungkook.

“Hmm” Jawab Chanwoo malas.

“Maaf ya”

Chanwoo terdiam sebentar, kata ‘maaf’ yang keluar dari mulut kakaknya yang punya gengsi setinggi gedung pencakar langit itu seperti keajaiban, Chanwoo sempat megira ia salah dengar “Maaf untuk apa?”

“Karena sudah bersikap aneh padamu akhir-akhir ini. Itu karena aku tidak tahu apa yang harus kulakukan setelah aku sadar kalau aku....”

Chanwoo diam, menunggu.

“Kalau aku menyukai perempuan yang juga kau sukai lebih dulu”

Ini dia. Chanwoo menduga pasti suatu waktu hal ini akan dibahas tapi dia tidak menyangka hal ini akan muncul di permukaan secepat ini, bahkan sebelum luka di hatinya kering.

“Tidak apa-apa” Sahut Chanwoo pahit, “Aku ikut senang selama kalian berdua juga senang”

            Jungkook menjitak kepala Chanwoo. “ADAWWW” Chanwoo langsung berbalik menatap kakaknya sebal, “Kenapa kau malah memukulku?!”

“Lagipula kau ini bicara apa?”

“Apa yang salah dari itu? Aku tulus berharap kalian berdua bahagia”

Jungkook tertawa, “HAHAHAH! Chanwoo, sejak kau ikut teater kenapa bahasamu jadi seperti drama begitu?” Jungkook lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar kertas yang terlipat, menyerahkannya pada Chanwoo. Chanwoo menerimanya dengan kening berkerut. “Bukalah, tadi Yein datang dan memberikan itu”

            Chanwoo lalu bangun dari tidurnya, sambil bersandar di dinding pojok tempat tidur ia  membuka kertas itu, melihat isinya ia semakin tidak mengerti. Isi kertas ituadalah sebuah sketsa wajah seseorang, digambar dengan sangat rapi dan mirip dengan aslinya, di sudut kertas tergores tanda tangan Yein yang sudah dikenal Chanwoo. “Ini... bukannya ini wajah Taehyung?”
            Jungkook mengangguk, “Itu gambar Kim Taehyung”

“Tapi.. kenapa Yein...?” Mendadak Chanwoo mengerti, ia lalu melemparkan pandangannya pada kakaknya dan kakaknya mengangguk lagi.

“Sekarang kau mengerti kan? Orang yang disukai Yein bukan kau dan bukan juga aku,” Jungkook ikut bangun dari tidurnya lalu mengambil kertas yang masih digenggam Chanwoo itu, “Sepertinya Yein sudah lama memperhatikan Taehyung”

            Bayangan Yein yang terpana saat Taehyung datang menyapa mereka di koridor ketika mereka pertama kalinya berangkat sekolah bertiga melintas di benak Chanwoo, waktu itu raut wajah Yein memang aneh.

“Waktu aku dan Taehyung dipukuli itu, sepertinya ia merawat Taehyung sampai larut malam” Jungkook mengangkat bahu, “Sketsa ini sangat bagus dan mirip aslinya, pasti dia sudah menggambarnya sejak lama. Hah, aku sendiri aneh kenapa Yein suka si tengik itu, gambar ini juga terlalu bagus untuk Taehyung!” Melihat ekspresi Chanwoo, Jungkook lalu menambahkan, “Aku hanya bercanda”

            Jungkok melipat kertas itu lalu memasukannya lagi ke saku, “Besok aku akan memberikan ini pada Taehyung, bagaimanapun ini adalah wujud perasaan Yein untuknya. Iya kan?”

            Chanwoo mengangguk, “Memang sudah seharusnya kau melakukan itu. Selanjutnya terserah mereka”

            Jungkook lalu kembali berbaring, ia menarik napas lega, “Nah sekarang ayo kita tidur, matikan lampunya Chanwoo” Ia memerintah membuat Chanwoo melempar bantal tepat ke mukanya, “Kak, sebaiknya kau tidur di kamarmu sendiri, disini sempit!”

            “Tidak ah, sudah lama aku tidak tidur di samping boneka teddy bear besar bernama Chanwoo”

            Satu bantal kembali mendarat di muka Jungkook, Jungkook hanya tertawa, merasa senang menggoda adiknya. Ketika lampu sudah dimatikan dan Chanwoo sudah memejamkan mata berusaha tidur, tahu-tahu Jungkook bersuara lagi, “Hei Chanwoo”

“Apa lagi kak”

“Apa sebaiknya aku mulai mengejar Jieun lagi? Anggap saja pacarnya yang tinggi besar itu tidak ada”

Chanwoo memutar bola matanya, “Terserah kau saja, aku mau tidur”

“Kau sendiri bagaimana? Apa kau sudah terpikir mau mengincar gadis lain di sekolah? Bagaimana kalau teman seklubmu di teater? Atau...”

“Kak, diamlah”

“Chanwoo! Ini tidak bisa dibiarkan! Masa kita nanti kalah dari Kim Taehyung! Si bocah aneh itu!!!”

Tapi Chanwoo hanya pura-pura mendengkur, sementara Jungkook mulai mengguncang-guncang bahu adiknya sambil tertawa jahil.

            Sementara itu di balik pintu kamar Chanwoo yang sedikit terbuka, ayah berdiri dengan senyum tersungging, bersyukur kedua pangerannya telah kembali akur seperti biasa. Ayah menutup pintu perlahan, sambil berharap sang putri untuk masing-masing pangerannya itu akan datang dalam waktu dekat ini.

                                                              END

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sellyafida #1
Chapter 3: Yg aq suka dibagian Jungkook sm Chanwoo. Kakak adiknya loh aww bikin senyum2.
wonwoosgurl #2
Chapter 3: Waaa baru aja nemu ff ini.
Suka banget plot-nya.
Bener bener nggak ketebak Yein suka Taehyung. Ha- aku maunya sih Yein sama Chanwoo he he
Good joob autbor-nim!! Brotherhood-nya kerasa banget.
Full bahasa lagi.
mechyni #3
Chapter 3: lucu bangetttt ><
suka deh penggunaan bahasanya, bukan hyung oppa eomma appa, tapi pake bahasa semua