Chapter 2

Sorry and Thanks

Semenjak kejadian Sanghyuk menipu Namjoo tentang tugas itu. Namjoo tidak pernah bicara dengan Sanghyuk lagi. Padahal anak laki-laki itu sudah mencoba mengajaknya berbicara. Tetapi Namjoo tidak mengacuhkannya.

Awalnya Sanghyuk merasa biasa saja, paling sebentar lagi Namjoo akan kembali seperti biasa. Ternyata dugaannya salah. Sudah seminggu sejak hari itu, Namjoo masih tidak menggubrisnya. Lama kelamaan itu membuat Sanghyuk kesal juga.

Tapi mengapa Sanghyuk harus kesal? Bukankah itu salahnya karena membuat Namjoo marah dan mendiamkannya?

“Namjoo, kau sungguhan marah padaku?” Akhirnya Sanghyuk memutuskan untuk bertanya pada gadis itu setelah jam sekolah usai. Ia sudah kesal dengan sikap Namjoo.

Namjoo tidak mengacuhkannya. Ia tetap sibuk dengan ponsel di tangannya. Baru saja Sanghyuk ingin kembali berbicara, tiba-tiba Taehyung memanggilnya.

“Hei, Sanghyuk! Ayo bermain basket!” Taehyung berdiri di depan pintu kelasnya dengan bola basket berada di tangannya.

Sanghyuk menatap Namjoo sekali lagi menunggu jawaban dari gadis itu, tapi nampaknya Namjoo tidak ingin menjawab pertanyaannya. “Baiklah kalau begitu. Kalau kau memang tidak ingin bicara denganku lagi, ya sudah.” Tanpa berlama-lama di bangkunya, Sanghyuk langsung bangkit dan menghampiri Taehyung yang masih menunggunya di depan pintu.

Namjoo menatap kepergian Sanghyuk dengan kesal sekaligus tidak percaya. Ia pikir Sanghyuk akan minta maaf padanya. Ternyata anak laki-laki itu malah bersikap cuek. Namjoo yakin tidak akan ada gadis yang mau menjadi kekasih seorang Han Sanghyuk.

 

***

 

Matahari sudah hampir tenggelam, tetapi kelima anak laki-laki tersebut masih berada di lapangan sekolah mereka. Deru napas terdengar jelas dari kelimanya. Tidak ada yang bersuara, semuanya masih berusaha menetralkan napas mereka.

“Sudah lama aku tidak mendengar ceritamu tentang Namjoo.” Minwoo bersuara. Tanpa ditanya mereka tahu pertanyaan itu untuk siapa.

“Hah, sudah seminggu ini dia tidak mengacuhkanku.” Semuanya langsung menaruh perhatiannya pada Sanghyuk.

“Bukankah memang Namjoo tidak pernah membalas semua perlakuanmu padanya?” Kali ini Jimin yang bertanya.  Sanghyuk merebahkan tubuhnya di atas lapangan.

“Kali ini berbeda. Biasanya ia masih membalas perkataanku walaupun tidak membalas perbuatanku. Tapi yang sekarang, bicara denganku pun tidak,” ujar Sanghyuk sambil menatap langit sore.

“Jadi sekarang kau merindukannya? Sudah ku tebak, kau memang menyukainya,” ujar Jimin. Teman-temannya menganggukan kepala menandakan mereka sependapat dengan Jimin.

Perkataan Jimin barusan membuat Sanghyuk menghela napas malas.

 

***

 

Hari ini kelas mereka akan ada ujian matematika bab dua. Namjoo sengaja berangkat pagi agar dirinya bisa belajar sebentar sebelum ujian dimulai. Kelas masih sepi, belum ada yang datang kecuali ia dan Hayoung. Ia menyukai suasana seperti ini.

“Namjoo. Kapan kau akan berbaikan dengan Sanghyuk? Aku lihat dia sudah mencoba mengajakmu berbaikan,” kata Hayoung sambil memutar bangkunya menghadap Namjoo.

“Kapan dia mengajakku berbaikan? Dia saja tidak minta maaf padaku. Aku akan terus seperti ini sampai dia meminta maaf padaku.” Pandangan Namjoo kembali tertuju pada soal yang sedang dikerjakannya.

Hayoung menghela napas mendengar jawaban sahabatnya itu. Namjoo memang keras kepala. Tetapi, itu juga salah Sanghyuk karena dia terus mengerjai Namjoo. Jelas saja gadis itu marah.

“Hati-hati, kalau terlalu benci padanya, kau bisa menyukainya,” bisik Hayoung sebelum kembali mengerjakan soal di mejanya.

“Mana mungkin, memangnya aku gadis bodoh,” gumamnya pelan.

Sekitar satu jam kemudian, kelas mulai penuh. Semuanya sibuk belajar untuk ujian nanti. Hampir semua anak sudah datang. Tetapi bangku di sebelahnya masih kosong. Sanghyuk belum datang.

Beberapa anak laki-laki di kelasnya menanyakan Sanghyuk padanya, mengapa teman sebangkunya itu belum datang. Itu membuat mood Namjoo menjadi buruk. Mana ia tahu mengapa Sanghyuk belum datang. Itu kan bukan urusannya.

Tidak lama kemudian, akhirnya Sanghyuk datang. Ia langsung duduk di bangkunnya dan menelungkupkan wajahnya ke lipatan tangannya di atas meja. Anak laki-laki itu tidak menyapanya.

Awalnya hanya Namjoo yang tidak mengacuhkan Sanghyuk. Tetapi lama kelamanan Sanghyuk pun juga bersikap sama. Ia tidak heran jika Sanghyuk bertindak seperti itu.

Namjoo melirik Sanghyuk sesaat lalu kembali mengerjakan soal yang ada di mejanya. ‘Hebat sekali dia tidak belajar. Dasar sombong,’ pikirnya.

Pintu kelas terbuka dan terlihatlah Guru Park. Semua yang berada di kelas langsung kembali ke bangkunya masing-masing. Suara ketukan sepatu Guru Park terdengar sangat menakutkan bagi mereka.

“Kalian sudah siap ujian kan? Kalau begitu, keluarkan buku rumus yang kemarin saya suruh bawa. Kalian bawa semua kan?” kata Guru Park sambil menyiapkan soal-soal untuk ujian.

Semuanya sudah mengeluarkan buku rumus yang diminta. Terkecuali Namjoo yang masih sibuk membongkar isi tasnya. Ia tidak menemukan buku rumus itu. Ia lupa membawanya.

Wajahnya terlihat panik. Ia tidak bisa ikut ujian jika tidak membawa buku rumus itu. Nilainya akan kosong dan ia harus berdiri menghadap tiang bendera sampai kelas selesai. Itu tidak mau itu.

“Siapa yang tidak membawa bukunya, silahkan keluar.” Namjoo semakin panik mendengar ucapan Guru Park.

Tangannya masih sibuk mencari buku itu di tasnya, berharap buku itu terselip di antara buku-buku lain. Tetapi, ia tetap tidak menemukannya. Lalu ia dikejutkan dengan Sanghyuk yang tiba-tiba menggeser buku rumusnya ke meja Namjoo. Anak laki-laki itu berdiri lalu berjalan ke depan kelas.

“Kau tidak membawanya, Sanghyuk? Tumben sekali. Kau tahu konsekuensinya bukan?” Sanghyuk mengangguk dan kemudian berjalan keluar kelas.

Namjoo terdiam menatap buku rumus yang berada di depannya sekarang. Sanghyuk memberi buku rumus miliknya kepadanya. Apa ini tanda kalau anak laki-laki itu minta maaf padanya?

Manik Namjoo mengikuti pergerakan Sanghyuk. Sanghyuk berjalan gontai sambil menundukkan kepalanya. Namjoo tidak mengerti kenapa, tetapi dadanya terasa sesak. Ia merasa bersalah.

 

***

 

Kelas matematika akhirnya selesai. Tiga jam yang terasa sangat cepat bagi Namjoo. Kini ia tidak tahu bagaimana harus mengucapkan terima kasih pada Sanghyuk. Semenjak insiden tadi pagi, semua kekesalannya pada Sanghyuk hilang begitu saja. Sekarang ia malah merasa bersalah padanya.

Semua siswa membicarakan soal yang baru saja diujikan sambil menunggu guru untuk jam berikutnya. Biasanya Namjoo juga ikut membahas soal setelah ujian bersama yang lain, tetapi kali ini tidak. Pikirannya terus tertuju pada Sanghyuk.

Beberapa saat kemudian, Sanghyuk datang. Namjoo langsung gugup melihatnya berjalan menuju bangku disebelahnya. Namjoo pikir Sanghyuk akan mengatakan sesuatu, ternyata tidak. Ia kembali menelungkupkan wajahnya seperti tadi ketika kelas dimulai.

Melihat Sanghyuk seperti itu akhirnya Namjoo memutuskan ia yang akan mulai lebih dulu. “Sanghyuk, terima kasih,” ujarnya pelan sambil menggeser buku tersebut ke meja Sanghyuk.

“Ehm, sama-sama,” balas Sanghyuk. Sanghyuk sama sekali tidak mengangkat wajahnya untuk menatapnya.

Pada awalnya Namjoo merasa kesal saat melihat balasan dari Sanghyuk. Tetapi ketika telinganya mendengar helaan napas Sanghyuk yang terdengar berat, gadis itu malah menjadi khawatir. ‘Jangan-jangan dia sakit,’ pikirnya.

“Sanghyuk, kau sakit?” Namjoo akhirnya berhasil menekan egonya untuk bertanya. Walaupun ia kesal setengah mati dengan Sanghyuk, ia juga masih memiliki hati.

“Hanya pusing.” Sanghyuk mengangkat kepalanya dan menghadapkannya ke Namjoo. Bibirnya sedikit pucat. “Kau sudah tidak marah padaku? Akhirnya. Aku tahu kau memang tidak bisa berlama-lama marah padaku.” Perkataan Sanghyuk terdengar menyebalkan di telinga Namjoo. Tetapi melihat senyuman Sanghyuk membuatnya berhasil menekan rasa kesal itu.

“Siapa bilang aku sudah tidak marah padamu? Aku hanya mengucapkan terima kasih.” Sanghyuk ingin tertawa mendengar perkataan Namjoo yang mencoba mengelak, namun karena kepalanya pusing ia hanya bisa tersenyum.

 

***

 

 Minggu ini penuh dengan ujian. Setelah kemarin ujian matematika sekarang mereka ujian fisika. Namjoo adalah bintang kelas di kelasnya. Namun, entah kenapa hari ini ia tidak bisa fokus sama sekali. Dari tiga puluh soal, ia hanya dapat mengerjakan setengahnya. Apa yang akan dikatakan gurunya kalau nilainya remedial?

Sanghyuk menoleh dan mendapati Namjoo sedang menggigiti jarinya. Matanya kemudian beralih ke kertas ujian gadis itu.  Masih setengahnya yang kosong. Sanghyuk heran melihat Namjoo yang terlihat kesulitan mengerjakan soal. Namjoo adalah yang terpintar di kelas ini.

Sakitnya belum sembuh sejak kemarin, namun ia masih bisa mengerjakan soal itu dengan baik. Sanghyuk sudah selesai mengerjakan soalnya. Ia melirik jam ditangannya, lima menit lagi ujian akan selesai.

Tanpa berpikir dua kali, ia menggeser kertas ujiannya agar gadis itu bisa melihatnya. Awalnya Namjoo menatapnya ragu. Tapi ia meyakinkan gadis itu kalau jawabannya tidak salah.

Namjoo melihat jam dinding di depan kelasnya, waktu ujian tinggal tiga menit lagi. Akhirnya dengan malu-malu ia mencontek kertas ujian Sanghyuk. Lagi-lagi Sanghyuk tersenyum melihat tingkah Namjoo yang menurutnya lucu.

Selesai ujian, Namjoo langsung ingin mengucapkan terima kasih pada Sanghyuk. Ketika ia ingin mengucapkannya, ia melihat Sanghyuk menidurkan kepalanya di atas meja. Wajahnya menghadap Namjoo.

Gadis itu bisa melihat wajah Sanghyuk yang lebih pucat dari kemarin. Napasnya terdengar berat dan erangan pelan keluar dari bibir tipisnya. Namjoo kasihan melihatnya.

“Sanghyuk, kalau kau sakit lebih baik kau ke ruang kesehatan.” Ada rasa khawatir di nada bicaranya. Walaupun Namjoo tidak menunjukkannya secara langsung.

Sanghyuk menggeleng pelan. Matanya terpejam, sesekali ia mengerutkan dahinya ketika sakit di kepalanya datang.

 Teman-teman di kelasnya tidak ada yang memperhatikan mereka. Semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Awalnya Namjoo ingin meminta bantuan kepada teman yang lain, tetapi tidak jadi karena ia ingin dirinyalah yang membantu Sanghyuk. Ya untuk membalas Sanghyuk yang telah menolongnya.

“Mau ku bantu? Aku bisa membantumu ke ruang kesehatan.” Pipi Namjoo terasa panas saat mengatakannya.

Namjoo merasa wajah Sanghyuk terlihat begitu damai ketika memejamkan mata seperti itu. Tidak hanya damai tetapi juga... manis? Oh ada apa dengannya? Mengapa tiba-tiba ia berpikir seperti itu? Tidak mungkin ia suka pada Sanghyuk kan?

“Tidak usah,” kata Sanghyuk pelan. Kepalanya terasa sangat berat dan entah mengapa udara di sekelilingnya terasa sangat dingin.

“Ya sudah kalau kau tidak mau.” Namjoo bersikap seolah-olah tidak peduli. Padahal hampir setiap menit ia melirik Sanghyuk hanya untuk sekedar memastikan keadaan anak laki-laki itu.

Sebenarnya Sanghyuk tahu kalau sejak habis ujian tadi, Namjoo selalu meliriknya. Tidak tahu kenapa, Sanghyuk merasa senang Namjoo melakukan itu. Dadanya terasa hangat setiap kali Namjoo memerhatikannya.

 

Sepertinya Sanghyuk mulai menyukai gadis itu.

 

***

 

Hujan turun deras sore itu. Oh yeah bagus sekali, Namjoo lupa membawa payungnya. Hasilnya ia tidak punya pilihan lain selain menunggu hujan berhenti agar bisa pulang.

Hayoung sudah pulang lebih dulu, ia dijemput oleh kakak laki-lakinya. Sebenarnya Hayoung sudah mengajak Namjoo untuk pulang bersamanya. Tetapi, ia menolak. Hayoung ingin pergi bersama keluarganya sepulang sekolah. Mana mungkin ia merepotkan Hayoung dengan mengantarnya pulang.

Ia berdiri bersandar pada pintu utama. Maniknya memerhatikan tetesan air hujan. Tiba-tiba saja sebuah payung sudah berada di atas kepalanya. Ia menoleh, melihat siapa orang yang melakukannya. Ternyata orang itu adalah Sanghyuk.

“Mana payungmu? Kau tidak membawanya?” Sanghyuk bertanya dengan suaranya yang serak.  Namjoo meringis mendengarnya.

Namjoo hanya menggeleng. Matanya meneliti wajah Sanghyuk. Wajah itu masih pucat sama seperti tadi pagi. Sepertinya tidur di kelas sama sekali tidak membuat Sanghyuk merasa lebih baik.

“Ayo pulang bersama. Rumah kita searah, kan?” Bukannya menjawab pertanyaan Sanghyuk, Namjoo malah diam. Ia tidak percaya kalau Sanghyuk mengajaknya pulang bersama.

“Kau hanya ingin mengerjaiku, kan?” Sanghyuk tersenyum mendengar pertanyaan Namjoo yang terkesan curiga.

“Tentu saja tidak. Sekarang sudah hampir malam. Sepertinya hujannya akan lama.” Namjoo terlihat berpikir sebentar sebelum akhirnya menyetujui ajakan Sanghyuk.

Mereka pulang dengan menggunakan bus. Sesampainya di halte, mereka berjalan kaki menuju rumah. Rumah mereka hanya terpisah satu blok. Selama di bus, Sanghyuk tertidur setelah sempat mengeluh kalau kepalanya sakit. Namjoo bersyukur karena ia tidak perlu merasa canggung berdekatan dengan Sanghyuk seperti ini.

Hujan masih belum berhenti, sama seperti kaki mereka yang terus melangkah menuju rumah. Pundak mereka saling bersentuhan. Itu membuat pipi keduanya memanas.

 “Kalau besok masih sakit sebaiknya tidak usah masuk sekolah dulu.” Namjoo membuang wajahnya setelah mengatakan itu. Sanghyuk bisa melihat warna merah samar di pipi Namjoo.

“Ehm.” Keheningan kembali muncul di antara mereka. Sampai suara Sanghyuk memecahnya.

“Namjoo, aku.. ingin minta maaf.” Sanghyuk berkata sambil menatap Namjoo. Gadis itu terkejut. Ia menatap Sanghyuk tidak percaya.

“Aku bersungguh-sungguh. Maafkan aku. Maafkan sikapku selama ini.” Sanghyuk mengalihkan tatapannya ke sepatunya.

Namjoo tidak dapat menyembunyikan senyumnya ketika mendengar perkataan Sanghyuk. Kali ini ia dapat melihat kalau anak laki-laki itu bersungguh-sungguh.

“Ehm. Aku.... memaafkanmu.” Wajah Namjoo tertunduk. Ia merasa sangat malu sekarang. Sanghyuk hanya meminta maaf padanya, mengapa Namjoo rasanya senang sekali?

Sebelum Sanghyuk sempat mengatakan sesuatu. Namjoo sudah berbicara lagi. “Aku juga.... Ehmm... Terima kasih, Sanghyuk. Terima kasih karena telah membantuku.”

Padahal Sanghyuk hanya membantunya belakangan ini. Namun, Namjoo rasanya sudah senang sekali.

Sanghyuk tertawa kecil mendengar ucapan terima kasih Namjoo. ‘Namjoo kalau diperhatikan ternyata manis juga,’ pikirnya.

“Namjoo, kalau ternyata aku menyukaimu, menurutmu bagaimana?” Maniknya menatap manik Namjoo. Mata keduanya seolah terkunci.

“Menurutku bagus. Karena aku mungkin juga menyukaimu.” Seperti tidak dipikir lagi, kalimat tersebut begitu saja meluncur dari bibir Namjoo.

“Jadi kita sama-sama menyukai?”

“Mungkin,” jawab Namjoo sambil menundukkan kepalanya.

“Kalau kita berpacaran bagaimana? Kau mau tidak?”

“Kalau kau mau, aku juga mau.”

“Baiklah, mulai saat ini kita adalah sepasang kekasih.” Namjoo mengangguk.

Keduanya kemudian tertawa menyadari kebodohan mereka. Perasaan mereka terganti begitu saja. Benci tidak selamanya akan menjadi benci. Terkadang perasaan itu akan menguap dan tergantikan oleh cinta.

“Maaf ya, kalau tidak romantis.”

“Tidak masalah, yang penting kita sekarang kan sudah berdamai. Terima kasih ya atas pernyataan cintanya. Jangan lupa minum obat ya dan setelah sampai rumah kau harus segera tidur.”

“Iya iya. ”

                                                                      

Kisah cinta mereka baru saja dimulai

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
chocopologie #1
Chapter 2: YaAmpun seru banget ceritanya, request dong yg 96line, authornim 짱!
dsytw09 #2
Chapter 2: greget -_- hyuk harus nya mau aja gtu dianter ke ruang kesehatan. kan lumayan modus dikit boleh lah haha :D
keren thor kkk. tp kata "tidak mengacuhkan" agak aneh, mungkin aku doang yg gtu haha.
“Mana mungkin, memangnya aku
gadis bodoh,” nah thats you namjoo-sii ㅋㅋ
okayy ditunggu ff yg laenn ㅋㅋㅋ :)
ShortLee
#3
Chapter 2: aduh so sweetnyaaaaaa 😚😚 suka deh bacanya hahaha
dsytw09 #4
Chapter 1: yeay! another namhyuk's fic /?. hayoloh sanghyuk namju nya ngambek haha :D kesel juga sih kalo jd namjoo :3