Chapter 1

Heaven

HEAVEN

Main Cast : Jung Yunho, Kim (Jung) Jaejoong & Shim (Jung) Changmin.

Other  Cast :  Park Yoochun, Yoon (Park) EunHye, Kim (Park) Junsu, etc.

Pairing : YunJae.

Genre : Angst, Hurt, Romance, Family.

Rating : Rate-M.

Lenght : Threeshoot.

Author : Jejevan / Rivani S.

Warning :  / BoyxBoy, typo(s), OCC, tidak sesuai EYD, Genderswitch for Junsu, no bash, no flame, NO PLAGIAT!!!

Disclaimer : All cast is belong to themself and their family, this story is a work of pure fiction and this fanfiction is MINE!


a YunJae fanfiction presented by © Jejevan


 DON’T LIKE? DON’T READ!

Happy Reading ^^


 CHAPTER 1

 

Heaven by Bryan Adams.

Seoul, 5 Februari 2014. 

Namja tampan berwajah tegas itu menyambar tas kerjanya lantas berjalan keluar dari ruangan. Jung Yunho yang tak lain adalah CEO Jung Corporation—sebuah perusahaan besar yang bergerak dibidang properti—membalas sapaan para karyawannya dengan ramah ketika bergegas menuju parkiran. Pria yang masih terlihat sangat tampan diusianya yang sudah menginjak angka 35 tahun itu memasuki Bugatti Veyron miliknya untuk pulang—menuju kediamannya.

Yunho—dia fokus menyetir, namun dipersimpangan jalan mata musangnya melihat sebuah kedai kecil penjual bulgogi. Pria tampan itu memutuskan untuk singah sejenak dan membeli penganan kesukaan anaknya tersebut.

Status Yunho yang seorang billionaire tak membuatnya anti dengan makanan pinggir jalan. Begitu pula dengan sang anak, Jung Changmin. Walau sejak kecil Changmin sudah hidup mewah bergelimang materi. Tapi, dia bukanlah seorang pemilih makanan. Changmin adalah pemakan segalanya. Well, sebut saja dia omnivora.

Changmin bukan tipikal anak yang seringkali menuntut. Namun, tak terelakan jika bocah tampan itu pernah meminta dibelikan beberapa barang suatu waktu. Hanya saja permintaan Changmin masih dalam hal yang sangat wajar. Tak perlu gadget keluaran terbaru, hanya dengan seloyang pizza sudah cukup membuat bocah tampan itu tertawa girang.

Saat ini Changmin sudah duduk dibangku kelas 3 Senior High School, diusianya yang baru menginjak 15 tahun. Otak cerdas yang dianugerahi Tuhan kepada Changmin membuat anak laki-laki yang menuruni ketampanan sang Ayah itu dapat dengan mudah lompat kelas—mendahului bocah seusianya.

Yunho hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk tiba dikediaman mewahnya. Jarak antara rumah dan kantor Yunho tidak terlalu jauh.

© Jejevan

CKLEK’

“Yaa! Appa menganggu privasi ku!” Changmin terkejut ketika pintu kamarnya dibuka tanpa permisi oleh sang Ayah.

Yunho hanya terkekeh. Dia mendekati Changmin yang sedang membersihkan bola basket barunya dengan kain yang sedikit dibasahi. Satu minggu yang lalu, remaja tampan itu merengek minta dibelikan berbagai macam atribut untuk mendukungnya bermain basket. Akhir-akhir ini Changmin memang sangat menggemari olahraga tersebut.

Yunho pun menyanggupinya dengan senang hati. Olahraga adalah kegiatan yang positif. Apalagi basket adalah olahraga yang keren. Yunho adalah pemain basket yang hebat ketika muda. Dia juga menguasai beberapa olahraga bela diri seperti Hapkido dan Taekwondo. Hal itu membuat Yunho sangat mendukung Changmin untuk mendalami bidang tersebut.

Well, Yunho will always support his son’s positive activity.

“Apa kau sudah makan, Changminnie?” tanya Yunho seraya mendudukan dirinya disebelah Changmin atau lebih tepatnya dipermadani bercorak oriental yang terhampar dilantai.

Changmin mengangguk, “Aku sudah menghabiskan tiga piring nasi goreng kimchi buatan Ahjumma dikantin.” Katanya dengan mata yang terus ia pusatkan pada bola yang menyerupai jeruk raksasa itu.

“Sayang sekali, padahal Appa sudah membelikanmu bulgogi.” Yunho menyandarkan tubuhnya pada ranjang dan meletakan kedua tangannya dibelakang kepala. Dia menunjukan sikap santai, berbanding terbalik dengan sang putra yang langsung menoleh dengan mata terbuka lebar.

“Jinjjayo?”  Yunho mengangguk heran. “Kebetulan sekali, aku sudah lapar lagi, Appa.” Tambah Changmin tanpa dosa dan langsung bangkit dari duduknya.

Ige mwoya? Lapar lagi? Terbuat dari apa perutmu, eoh?” tanya Yunho dengan ekspresi yang dibuat-buat. Terang saja Yunho sangat mengetahui penyakit ‘banyak makan susah kenyang’ anaknya, namun dia sedang ingin menggoda putranya saja.

“Aku sedang dalam masa pertumbuhan, Appa.” Sahut Changmin asal lalu beranjak.

Yunho hanya tertawa mendengar jawaban anaknya. Changmin sudah menghilang dari balik pintu, meninggalkan sang Ayah yang sedang mengedarkan pandangannya kesetiap sudut kamar sang putra.

‘Anak kita sudah tumbuh menjadi seorang remaja, Boo.’

Sepenggal kalimat itu Yunho ucapkan dalam batinnya. Senyum tulus pun terulas diparas tampan Yunho. Tangan besarnya menggengam erat sebuah kalung dengan bandul dua cincin yang nampak bersinar terkena bias cahaya lampu.

Yunho bangkit dari duduknya. Dia mendekati meja belajar Changmin. Bibir hatinya tersenyum melihat tumpukan buku dan alat tulis disana. Masih terasa kental dalam ingatan Yunho, bahwasannya 10 tahun silam meja tersebut masih dipenuhi berbagai macam mainan.

Yunho membalikan badannya, dia menghampiri kepala ranjang Changmin. Disana terdapat meja nakas. Yunho melihat ponsel putranya yang tergeletak diatas meja, dengan iseng dia mengambil dan melihat isi dari ponsel Changmin.

Yunho terkekeh ketika membaca beberapa pesan singkat Changmin dengan teman-temannya, sebagian besar dari daftar tersebut adalah nama wanita.

Setelah puas menjelajahi inbox, Yunho beralih membuka gallery. Tidak banyak foto yang tersimpan disana, bahkan tak ada satupun gambar Changmin berfoto sendiri. Persis Yunho yang tidak menyukai self camera. Berbanding terbalik dengan ibu Changmin yang sangat hobi mengabadikan wajah cantiknya dalam foto berbagai ekspresi.

Yunho sedikit terkejut melihat satu foto disana. Nampak Changmin berfoto dengan seorang gadis cantik nan imut. Jarak keduanya cukup dekat, walau pipi mereka tak sampai menempel. Changmin tersenyum lebar menampakan deretan giginya, sementara gadis imut itu tampak tersenyum malu.

Yaa! ternyata anak ini sudah memliki kekasih, Boo! Kenapa dia tak pernah memberitahuku.” Yunho bermonolog diselingi tawa kecil.

Changmin begitu banyak menuruni sifat dan fisik sang Ayah. Namun, sepertinya ada satu hal yang tak sama antara Ayah dan anak itu. Ya, Changmin menyukai wanita, sementara Yunho… dia berbeda.

Yunho meletakan kembali ponsel sang putra keposisi semula. Jika Changmin melihat dirinya sedang mengutak-atik benda tersebut, pasti bocah tampan itu akan langsung mengamuk dan berteriak soal ‘privasi’. Well, Yunho memakluminya.

Terdiam sejenak. Yunho kembali memandangi seisi kamar putranya. Tanpa sadar, mata musang Yunho menangkap dua benda yang tiba-tiba membuat hatinya mendesir. Sebuah boneka gajah dan boneka beruang yang sudah nampak usang. Hanya ada benda kenangan masa kecil berupa dua boneka tersebut didalam kamar Changmin.

Changmin masih menyimpannya.

Yunho menatap sendu dua boneka itu lalu mengambilnya.

‘Boo, uri Minnie tak pernah melupakan kenangan atas dirimu.’

Yunho memeluk boneka-boneka tersebut. Seketika namja tampan itu merasakan kedua matanya menghangat. Seakan ada liquid yang ingin mengalir keluar. Tapi, dia menahannya sekuat tenaga, tak membiarkan cairan itu menetes. Yunho telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi menangis.

Dirinya adalah kelemahan sekaligus kekuatan bagi Yunho. Sosok yang sudah tak dapat dilihat raganya, namun kehadirannya masih sangat terasa disini. Jiwanya seolah tak pernah pergi dari jiwa Yunho, mereka selalu terhubung, membuat namja tampan itu selalu merasa dekat dengan dirinya.

Yunho sangat merindukan sosok itu. Pribadinya yang hangat dan tulus mampu meruntuhkan kekerasan hati Yunho. Keceriannya menjadikan hari-hari Yunho lebih berwarna. Kegigihannya membuat Yunho rela membiarkan sosok itu menerobos masuk kedalam kehidupannya, dan kecantikannya mampu membuat Yunho enggan untuk berpaling.

Semua problema hidup telah mereka lalui bersama. Memberikan Yunho kekuatan dalam menghadapi orang-orang yang mencibir mereka. Yunho menulikan telinganya dari ucapan orang luar, tak mempedulikan semuanya. Dia telah meraih kebahagiannya bersama sosok itu. Dan Yunho takkan membiarkan siapapun mengusik kebahagiannya.

Yunho remembering all the memories with him. Sweet and bitter memories. All seemed wonderful to him.

God! Yunho very missed his other-half.

Yunho terlalu larut dalam memorinya sehingga tak sadar jika Changmin sudah berdiri diambang pintu sambil memperhatikan dirinya. Pemuda tampan itu memutuskan untuk mengampiri sang Ayah yang tengah termangu.

“Appa merindukan Umma, ne?”

Yunho terkesiap. Dia menoleh dan mendapati sang putra sudah duduk disebelahnya. Changmin meletakan begitu banyak bungkusan bulgogi dan susu pisang dalam kemasan keatas ranjang. Kemudian bocah tampan itu kembali mengulang pertanyaannya.

“Appa merindukan Umma?”

Yunho sedikit tertegun. Sekejab ia tersenyum tipis dan mengusap rambut putranya.

“Appa selalu merindukan Umma mu, Minnie-ahh.” Changmin tahu dibalik senyum itu tersimpan kesedihan didalamnya. Changmin mengetahui perasaan Ayahnya jika sedang teringat dengan sang Umma. Karena Changmin merasakan hal yang sama dengan Ayahnya.

“Jika sedang merindukan Umma, aku juga melakukan hal yang sama dengan yangAppa lakukan saat ini.” Ujar Changmin membuat dahi Yunho mengernyit.

Changmin menghela nafas pendek melihat ekspresi bingung Ayahnya.

“Aku juga selalu memeluk boneka pemberian Umma jika sedang merindukannya.” Imbuh Changmin menunjuk dua boneka dalam dekapan Yunho dengan dagunya.

Yunho langsung menatap boneka yang dimaksud oleh Changmin. Namja berwajah tegas itu melonggarkan pelukannya dan memandangi boneka gajah dan boneka beruang tersebut. Dia sangat senang mendengar pengakuan anaknya. Itu berarti Changmin tak segan memeluk boneka walau ia seorang remaja laki-laki.

Bagi Changmin boneka itu terlalu berharga jika hanya dijadikan pajangan atau disimpan dan dibiarkan melapuk didalam gudang. Lebih baik ia memeluknya setiap malam. Karena itu salah satu cara Changmin untuk melampiaskan kerinduannya pada sang Umma.

“Apa kini kau merindukan Umma mu, Changminnie?” tanya Yunho.

Changmin melipat kedua tangannya didepan dada sambil bergumam, “Karena Appamengatakannya aku jadi merindukan Umma ku yang cantik.” Sahut Changmin.

Yunho hanya terkekeh mendapati jawaban putranya. Cara Changmin dalam menyampaikan sesuatu memang terkesan cuek, tapi sebenarnya maksud remaja tampan itu baik. Didalam lubuk hatinya, Changmin adalah pribadi yang peduli, hanya saja ia sedikit kesulitan dalam mengungkapkannya. Yunho memahami itu, karena lagi-lagi Changmin mewarisi sifat Yunho.

“Appa,” panggil Changmin.

“Humm…”

“Kalau Appa, apa yang Appa lakukan jika sedang merindukan Umma?” giliran Changmin yang bertanya pada Ayahnya.

“Memandangi foto Umma mu.” Yunho sangat lancar saat menjawabnya. Ia memang selalu melakukan hal itu jika tengah merindukan istrinya.

“Benarkah? Foto yang mana?”

Yunho tertawa lebar mendengar pertanyaan Changmin kali ini. “Tentu saja semua fotonya, Appa memiliki banyak foto Umma mu, karena Umma mu sangat suka difoto,Umma mu yang cantik adalah seorang yang narsis.” Jelas Yunho diselingi tawanya.

Changmin mengangguk dan terdiam sejenak. Keningnya mengerut tanda ia sedang berpikir. Mengapa dirinya tidak tahu akan hal itu? Foto Ibunya memang banyak terpajang dirumah ini, tapi sebagian besar adalah foto pernikahan Ayah dan Ibunya. Dikamar sang Ayah pun hanya ada foto pernikahan mereka, beberapa dimeja nakas dan yang paling besar terpajang di dinding. Changmin tidak pernah tau jika Umma-nya suka berfoto sendiri. Pasti sangat lucu, pikir Changmin.

“Wae? Kenapa kau diam?” tanya Yunho menyenggol tubuh putranya. Keakraban mereka tak sekedar kedekatan antara seorang Ayah dan anak. Hubungan keduanya sudah seperti teman.

“Ani, hanya saja aku tidak pernah tau itu.”

Yunho mengacak rambut sang putra. “Kau tidak tahu karena tidak pernah bertanya pada Appa.”

Changmin mengangguk lalu menoleh untuk menatap mata Ayahnya. “Appa, apaUmma secantik yang difoto?” Changmin mengingat wajah Ummanya pada foto pernikahan orangtuanya. Di foto itu Ummanya sangat teramat cantik mengenakan gaun putih.

Pertanyaan Changmin lagi-lagi membuat tawa Yunho meledak. Secerdas dan sekritis apapun, Changmin hanyalah anak berusia 15 tahun yang bisa melontarkan pertanyaan polos seperti itu.

“Tentu saja, Umma mu berjuta kali lebih cantik dari yang difoto. Bahkan Umma mu lebih cantik dari wanita manapun di seluruh dunia.” Jawab Yunho terngiyang akan wajah cantik dan senyum manis istrinya.

“Walaupun Umma seorang namja?” Changmin bertanya walau sesungguhnya ia sudah tau jawabannya.

Meski Ibunya seorang namja tapi Changmin harus mengakui jika Ummanya sangatlah menawan. Bahkan Changmin berani bertaruh jika Ummanya lebih cantik dari semua wanita yang mengikuti kontes kecantikan.

Yunho menoleh dan menatap Changmin. “Ne, walaupun Umma mu seorang namja,  dia adalah namja yang sangat cantik dan indah. Kau tahu Changminnie? BahkanAppa harus mati-matian melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan Ummamu. Karena banyak sekali pria yang menyukai dan ingin menjadi kekasihnya.”

“Dan Appa adalah pria yang sangat beruntung karena berhasil memiliki Umma.”

Yunho mengangguk cepat atas perkataan putranya.

“Bahkan Umma mu jauh lebih cantik jika dibandingkan dengan kekasihmu.”

“Benarkah?” Yunho terkekeh.

Loading please

“Y-yaa! Ige mwoya? Aku tidak memiliki kekasih, Appa!”

“Hahaha…”

Tawa Yunho semakin keras mendengar pekikan putranya yang sangat terlambat. Ekspresi terkejut Changmin sangat lucu, membuat Yunho benar-benar tak bisa berhenti tertawa sampai detik ini.

Aish, Hentikan tertawamu Appa!” Protes Changmin pada sang Ayah, dengan terpaksa Yunho mengecilkan volume tawanya, kali ini ia hanya tinggal suara kikikan.

Changmin mendengus sebal. Aish… jinjja! darimana Ayahnya dapat menyimpulkan jika dirinya sudah memiliki kekasih. Changmin belum punya tambatan hati. Tapi jika seseorang yang ia sukai, tentu ada. Tapi sekali lagi, darimana Ayahnya tau? Bahkan Changmin tak pernah membahasnya. Sekejab mata onyx Changmin terbelalak.

Yaa! Appa membuka ponselku?” tanya Changmin dalam satu tarikan nafas.

Yunho memundurkan tubuhnya dengan meletakan kedua tangannya diatas ranjang untuk menopang bobot tubuhnya. “Apa seorang Ayah tidak boleh memeriksa ponsel anaknya sendiri?” Yunho malah balik bertanya.

“Mwo? privasi lagi?” Changmin kalah cepat dari sang Appa saat ingin mengeluarkan suara. Ia menekuk wajahnya.

Yunho terkekeh sembari mencibut hidung mancung Changmin dengan telunjuk dan jari tengahnya.

“Appa kau menyebalkan.” Changmin memekik dengan suara yang mirip jerapah kejepit, karena Yunho memang masih menjepit hidungnya.

Yunho melepas jepitan jarinya pada hidung sang putra, membuat Changmin lantas menggerutu.

“Minnie-ahh, kalau Appa tidak salah nama gadis itu Park Junsu, benar tidak?”

Changmin membulatkan matanya, “B–bagaimana Appa bisa tau?”

“Jadi benar ya? haha… dia adalah anak dari kolega sekaligus teman Appa dan Ummamu semasa kuliah. Ayahnya bernama Park Yoochun dan Ibunya bernama Park Eunhye.” Jelas Yunho yang didengarkan dengan seksama oleh Changmin.

Yunho ingat wajah gadis imut itu saat dirinya menghadiri acara peresmian hotel milik Yoochun di pulau Jeju beberapa bulan yang lalu.

“Aish… jinjja! kenapa dunia ini sempit sekali.” Gumam Changmin yang didengar oleh Yunho.

“Appa,”

“Humm…”

“Ceritakan padaku semua tentang Umma dan semua tentang kisah cinta kalian. Dari awal kalian bertemu sampai akhirnya kalian menikah.” Ucap Changmin menggebu-gebu.

Yunho cukup terkejut. “Mengapa tiba-tiba sekali, eoh? Apa karena orangtua kekasih mu itu adalah teman lama Umma dan Appa?”

“Sudah ku katakan dia bukan kekasihku, Appa! Aku hanya berteman dengannya. Dan perihal itu sama sekali tidak ada hubungannya. Aku hanya ingin lebih mengenal Umma, aku ingin merasa lebih dekat dengan Umma.” Changmin mengakhiri kalimatnya dengan lirih.

Yunho tersenyum hangat, lalu merangkul sang putra.

“Baiklah.” Yunho mengecup puncak kepala putranya dan menyanggupi permintaan Changmin.

© Jejevan

Yunho kembali ke kamar Changmin setelah mengambil sebuah album foto yang ia simpan dikamarnya. Yunho membuka sebuah halaman, tepat dimana terpampang sebuah foto dirinya dan sang istri tengah berada disebuah club malam.

“Appa pertama kali bertemu dengan Umma mu di sebuah club malam di kota ini.Umma mu nampak sangat canggung saat itu.”

“Apa itu pertama kalinya Umma mengunjungi tempat itu?”

“Tepat sekali.”


Oh, thinkin’ about all our younger years.

There was only you and me.

We were young and wild and free.


Gemerlap lampu disko menemani dentuman musik yang menggema diseluruh ruangan. Menyertai liuk tubuh para pengunjung yang turun ke lantai dansa. Yunho sedang tidak tertarik. Dia hanya duduk di depan meja bar sambil menikmati segelas Vodka. Bahkan ia menghiraukan para wanita berpakaian yang mencoba menggodanya.

Mata musangnya menatap cairan biru bening di dalam gelas crystal pada genggamannya. Sesekali Yunho mengalihkan pandangannya melihat bartender yang sedang meracik minuman. Dirinya menghela nafas panjang. Bosan.

Yunho meruntuki keputusannya untuk menerima ajakan Yoochun. Mereka memang biasa menghabiskan malam panjang dan bersenang-senang disini. Namun, tampak hanya Yoochun yang menikmatinya malam ini, tidak dengan Yunho. Lihat saja namja cassanova itu sudah menari seperti orang gila dengan banyak wanita disekelilingnya.

Yunho memutar duduknya. Keramaian yang pertama kali ditangkap indera pengelihatanya. Mata tajam Yunho seketika menyipit kala menangkap sosok cantik yang sedang duduk disudut ruang. Cara duduknya terlihat sangat canggung. Bahkan dia sama sekali tak menyentuh berbagai macam minuman beralkohol yang tersedia diatas meja—tepat didepannya.

Yunho mengangkat satu alisnya ketika dua orang pria yang terlihat mabuk mendatangi namja cantik itu. Yunho terus memperhatikannya. Sebelum namja cantik itu ditarik dua pria pemabuk tersebut dan berakhir dikamar hotel, Yunho memutuskan untuk menghampiri posisi sosok cantik itu.

“Seunghyun-ahh, Jiyong-ahh, singkirkan tangan kalian darinya.”

Suara bass Yunho membuat beberapa orang disana menoleh, termaksud dua pria yang sedang menjelajahi paha terbuka namja cantik yang terus menunduk itu. Yunho sangat mengenali keduanya. Seunghyun dan Jiyong adalah pengunjung VVIP—sama dengan dirinya dan Yoochun.

“Hey, Jung! Mau ikut bergabung?” tanya Seunghyun. Dia terlihat lebih sadar dari Jiyong yang sudah merancau tidak jelas.

“Singkirkan tangan kalian darinya.” Yunho mengulangi ucapannya. Dia masih berdiri dan hanya memasang wajah datarnya. Terlihat begitu angkuh.

“Dia datang bersamaku.” Imbuh Yunho pada akhirnya.

Reputasi Yunho membuat Seunghyun dan Jiyong mengalah dan memilih untuk pergi. Kini tinggal Yunho dan sosok cantik itu.

“Boleh aku duduk?” Yunho ingin membangun kesan pertama yang baik dimata namjacantik itu, makanya ia bertanya lebih dulu dan dijawab berupa anggukan oleh si cantik.

“Hey, kenapa kau terus menunduk? Apa kau sedang mencari uang koin?” Pertanyaan konyol itu Yunho lontarkan secara spontan.

Namja cantik itu perlahan mengangkat kepalanya. Yunho melihat dari jarak dekat keindahan sosok itu. Sungguh menawan. Yunho sedikit terkejut ketika detak jantungnya melaju kian cepat.

‘Cantik sekali.’ Inner Yunho berkata tatkala memperhatikan dengan seksama namjacantik itu.

Matanya bulat besar dan maniknya seanggun mutiara hitam, hidungnya begitu runcing, bibir plump-nya terlihat imut dengan warna pinkish yang menggoda. Yunho sedikit menurunkan pandangannya, dia semakin kagum saat melihat kemolekan tubuh namjacantik ini. Kulitnya begitu putih dan mulus.

Yunho merasa ada sesuatu yang bangkit dibagian bawahnya ketika menatap pahanya yang terekspos. Dia meruntuki pakaian namja yang terlihat polos ini. Sosok cantik itu hanya memakai singlet putih dan cardigan jaring berwana hitam, sehingga cardigan-nya tembus pandang, dipadukan dengan celana super pendek yang menyerupai hot pants wanita. Sebenarnya pakaian seperti itu wajar-wajar saja ditempat seperti ini, tapi masalahnya namja cantik itu terlihat sangat lugu. Yunho bisa menebak jikalau bukan dia yang memilih pakaian itu.

“Apa kau datang kesini sendiri?” tanya Yunho.

Namja cantik itu menggeleng.

“Lalu?” tambah Yunho.

Jemari lentik namja cantik itu menunjuk beberapa orang yang sedang menari di lantai dansa.

“Gadis berambut blonde itu sepupu ku, aku datang kesini bersama dia dan kekasihnya.” Jelas si cantik.

Yunho hanya mengangguk. Akhirnya namja cantik itu mengeluarkan suaranya juga. Yunho sempat mengira jika pria berwajah yeoja itu bisu. Dan satu hal yang Yunho baru sadari. Gosh! He has a very soft voice.

Gee! Yunho semakin jatuh kedalam pesonanya.

Sejenak Yunho mengalihkan pandangannya dari malaikat yang terjebak di dalam tempat kotor ini kearah lantai dansa. Dia mengangkat satu alisnya seraya memperhatikan yeoja blonde dan seorang pria—Yunho menebak pria itu adalah kekasih wanita tersebut—yang sudah menari tak karuan. Bahkan namjachingu dari sepupu malaikat cantik itu sudah menari sambil menggengam sebotol beer.

“Mau ku antar pulang?” tanya Yunho mendekatkan wajahnya pada telinga lawan bicaranya. Tempat ini sangat berisik.

Namja cantik itu masih terdiam. Yunho memperhatikan gerak-geriknya. Terlihat gugup dan gelisah. Jari-jari kurus dan putih namja cantik itu terus meremas ujung cardigan hitamnya. Yunho tahu jika ia ketakutan. Yunho masih menunggu namun tak jua namja cantik itu mengeluarkan suaranya.

“Sejujurnya, aku tidak punya niat buruk padamu. Justru sebaliknya. Aku lihat kau seperti tidak nyaman berada disini. Tapi terserah padamu. Aku tidak memaksa.” Yunho berinisiatif untuk menjelaskan maksudnya.

Dia paham jika namja cantik ini mungkin mencurigainya atau menganggapnya bukanlah orang baik. Maka Yunho menjelaskannya dan memberi kesempatan penuh untuk namja cantik itu memilih.

“By the way, nama ku Jung Yunho.” Imbuh Yunho mengulurkan tangannya.

Manik hitam Jaejoong menatap sejenak tangan besar namja asing yang menawarinya tumpangan ini. Dia ragu untuk menjabatnya atau mengabaikannya. Sesaat berkutat dengan pikirannya. Akhirnya namja cantik itu menerima tangan Yunho dengan hangat.

“Nama ku Kim Jaejoong.”

Yunho kembali terpaku ketika suara lembut itu melewati telinganya. Tangan kecil yang halus ini terasa hangat dan pas di dalam genggamannya. Yunho merasa seperti ada sesuatu di dalam dirinya yang kosong kini mulai terisi. Tapi dia tidak tahu apa itu.

Bibir hatinya melengkung membuat matanya menyipit. “Jadi bagaimana?” Yunho kembali bertanya dengan suara yang lembut. Tidak ada nada paksaan sama sekali.

“B-baiklah.” Jawab Jaejoong terdengar masih ragu.

Yunho terkekeh. Ia mengambil sebuah garpu dan memberikannya pada Jaejoong. Dahi namja cantik itu mengernyit dan melemparkan tatapan heran pada Yunho.

“Untuk jaga-jaga jika aku berbuat macam-macam padamu.” Kata Yunho terdengar konyol.

Jaejoong tersenyum. Dan Yunho bersumpah kalau itu adalah senyum terindah yang pernah dilihatnya selama hidupnya. Jaejoong sungguh menawan dengan semua keindahan yang melekat pada dirinya.

“Tidak perlu, aku percaya padamu, Yunho-shi.”


Lampu xenon mobil mewah itu meredup bersamaan dengan berhentinya suara laju gemuru mesin. Yunho menatap rumah megah beralamat sama persis dengan yang Jaejoong beritahukan padanya. Ternyata namja cantik ini anak orang kaya.

“Rumah mu indah.” Puji Yunho.

Jaejoong mengangguk kecil, “Terimaksih. Uhmm… Appa dan Umma ku memiliki selera yang bagus.”

“Apa orangtua mu ada di dalam?” Yunho menatap mata besar yang mampu mengambil seluruh perhatiannya itu.

Jaejoong tidak berani membalas tatapan namja tampan dan gagah disebelahnya. Ia lebih memilih untuk melihat hamparan aspal didepannya. “Tidak, mereka sedang berada di Jepang.”

Yunho justru tersenyum menyadari Jaejoong yang tidak mau melihat kearahnya. Dia seorang pemalu sepertinya.

“Urusan bisnis?” Jaejoong mengangguk.

“Sama seperti orangtua ku, sudah satu bulan mereka berada di London.” Yunho mencoba membuka dirinya. Jujur saja, jantungnya berdetak abnormal saat berbicara dengan namja cantik yang persis boneka hidup ini. Tapi Yunho sungguh ingin mengenal Jaejoong lebih jauh lagi.

Jaejoong hanya mengangguk dan mencuri pandang kearah Yunho. Namja yang sudah mau berbaik hati mengantarnya itu sangatlah tampan. Tampak samping rahang tegas itu semakin terlihat nyata, hidungnya mancung dan sorot matanya begitu tajam. Sungguh pria yang rupawan.

Humm… Yunho-shi sepertinya aku harus masuk sekarang. Terimakasih sudah berbaik hati mau mengantarku.” Jaejoong sedikit kesulitan diawal ia ingin membuka suara.

Yunho menoleh dan mendapati Jaejoong membungkukan badannya berkali-kali.

“Santai saja, aku senang mendapat teman baru.” Ucap Yunho.

Demi Zeus! Yoochun pasti akan tertawa terbahak-bahak jika mendengar dirinya mengatakan hal aneh seperti barusan.

“Aku juga senang memiliki teman baru seperti dirimu Yunho-shi. Kau sangat baik, bagaimana cara ku untuk membalasnya?” tanya Jaejoong menatap iris kecoklatan Yunho.

Jaejoong sungguh ingin membalas budi kepada Yunho. Namun, dia bingung. Sempat berpikir untuk memberikan sejumlah uang. Tapi, Jaejoong ingat Yunho bukanlah seorang supir taxi dan tidak terlihat seperti orang yang membutuhkan uang. Hell no! Bahkan mobilnya sebuah Lamborghini Aventador.

“Bagaimana jika dengan mentraktir ku?” tawar Yunho.

Kedua sudut cherry lips Jaejoong terangkat. “Good idea!”

Yunho spontan ikut tersenyum. Senyum Jaejoong seperti magis untuk siapa saja yang menjadi lawan bicaranya. Terlihat sangat manis dan tulus.

Dengan gentle Yunho membukakan pintu mobilnya untuk Jaejoong. Sekali lagi Jaejoong membungkuk seraya mengatakan; Terimakasih. Yunho menjawabnya dengan senyum yang tak pernah memudar.

SRAK’

Jaejoong mengedip-ngedipkan doe eyesnya dengan cepat ketika Yunho membuka jaket kulitnya yang terlihat mahal. Tubuh tegap itu hanya berbalut kaos hitam dan Jaejoong dapat melihat otot-otot kekar Yunho yang tercetak jelas.

“Pakailah, udara sangat dingin.” Kata Yunho sembari menyodorkan jaket kulit berwarna dark brown itu.

“Tapi, rumah ku tepat berada dibelakangku, Yunho-shi.” Tolak Jaejoong. Ia merasa tidak enak. “Kau lebih membutuhkannya.”

“Ku lihat halaman rumah mu luas, kau pasti akan kedinginan saat melewatinya. Mobil ku hanya berjarak sejengkal dari ku. Kau yang lebih membutuhkannya, Jaejoong-ahh.”

“Tapi—”

Sebelum cherry lips itu melontarkan penolakannya lagi, Yunho buru-buru memakaikan jaketnya pada tubuh mungil Jaejoong. Dia terlihat menggemaskan dengan jaket besar itu.

“Nah, lebih hangat ‘kan?” Jaejoong mengangguk.

“Lain kali jangan memakai pakaian yang terlalu terbuka. Itu sangat bahaya.”

Yunho terkekeh saat cherry lips Jaejoong mengerucut bersamaan dengan komentarnya. Astaga! Yunho sungguh tergoda untuk melumatnya tapi untunglah ia masih sangat sadar.

“Kau bisa mengembalikannya saat kita bertemu lagi.”

“Terimakasih, Yunho-shi.”

Yunho mengangguk dan tersenyum, “Jangan terlalu formal, cukup Yunho saja.”

“Baiklah, Yunho-ahh.”


Now nothin’ can take you away from me.

We’ve been down that road before.


“Dan sejak itu Appa bersumpah ingin selalu berada disisi Umma mu.” Yunho tersenyum dan mengusap surai tebal putranya.

“Appa, kau sangat modus!”

To Be Continue

Thank you for reading :D:D

Mind to comment?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
chomaahyun #1
Chapter 1: ini ff bgus bgt...
looplyjj #2
Chapter 1: Bener urie minnie tuh...klo yunppa emang modus bingitz ^_^