Chapter I

Obvious

Author: Kiriya Diciannove

Title: Obvious

Disclaimer: All the cast belong to God, themselves, their parent, their Management.

The story is mine. :)

Cast: Member EXO, F(x) and SNSD

Rate: Teen, PG-16

Pairing: Krisho, Chanho

Warning: AU, typo, BL, OOC, Don’t Like, Don’t Read! ;)

Summary: [Krisho/Chanho] Yifan itu kekasih Junmyeon. Lalu siapa Chanyeol? Chanyeol itu sudah seperti adik bagi Junmyeon. Tapi Chanyeol…/Yifan cemburu tentu saja/Yifan itu menyebalkan. Meskipun begitu, aku sayang padanya. Kenapa aku suka orang seperti itu?/”Putus saja kalau begitu.” Ucap Chanyeol sambil tersenyum/AU, BL, OOC. Mind to RnR?

XoXo-XoXo-XoXo

XoXo

Obvious © Kiriya Diciannove

XoXo

XoXo-XoXo-XoXo

“Akhirnya…” guman Junmyeon pelan.

“Ahh… mata kuliah Han-ssaem itu benar-benar membosankan…” Kyungsoo mengangkat kedua tangannya ke atas, berusaha menghilangkan rasa kaku dari tangannya karena terlalu lama dipakai menumpu dagu di kelas tadi.

“Sebenarnya, aku setuju tentang hal itu.” Sahut Junmyeon tersenyum.

“He? Aku tidak menyangka mahasiswa pintar sepertimu akan berkata seperti  itu, hyung,” Kyungsoo menyenggol bahu Junmyeon sambil balas tersenyum.

“Oh, Chanyeol menelponku.” Ucap Junmyeon sambil meraih ponsel di kantongnya.

“Benarkah?” Tanya Kyungsoo sambil melihat layar ponsel Junmyeon yang tampak gelap.

“Iya, aku duluan ya, Kyung, aku harus ke perpustakaan. Semangat dengan klub musikmu.” Junmyeon melambaikan tangannya.

Kyungsoo mengangguk sambil balas melambaikan tangannya. Dia menggaruk kepalanya perlahan sambil berjalan ke arah yang sebaliknya dengan Junmyeon. “Mungkin aku salah lihat,” gumamnya pelan.

Perpustakaan kota selalu terlihat sepi, bahkan disaat jam siang. Tapi hal itu membuat suasana perpustakaan menjadi lebih nyaman untuk mengerjakan tugas dan menghabiskan waktu disana. Junmyeon senang berada disana.

Hyung~ apa yang sedang kau lakukan?” Chanyeol duduk di kursi yang berseberangan dengan Junmyeon. Melihat namja di depannya yang tampak sibuk memeriksa lembar-lembar tugas milik mahasiswa.

“Sudah jelas bukan?” Sahut Junmyeon sambil tetap fokus pada kertas tersebut.

“Heh~ terlihat membosankan~” Chanyeol melepas topi hitam bertuliskan ‘wolf’ miliknya beberapa saat sebelum kembali memakainya, kemudian menumpu dagunya di meja. “Jadi asisten dosen sepertinya berat.”

“Hm…” Junmyeon meletakkan pulpennya di meja, melepas kacamata yang dipakainya dan meletakkannya di meja. Dia meregangkan tangannya. “Kau benar…”

“Bekerja part time, kuliah, ikut organisasi mahasiswa, ekstrakurikuler, jadi asisten dosen, apa kau tidak lelah hyung?”

“Melelahkan Chan…” Junmyeon menyandarkan pipinya ke meja, menutup matanya perlahan.

“Istirahat hyung.” Suara Chanyeol terdengar begitu pelan. “Aku akan menjagamu.”

Junmyeon tidak menyahut, dia benar-benar merasa mengantuk sekarang, membuatnya tidak menyadari ponselnya yang berada di meja bergetar. Chanyeol mengarahkan pandangannya pada ponsel dan melihat id penelpon.

Yifan-hyung calling…

Dia tidak melakukan apapun dan membiarkan ponsel itu terus bergetar hingga berhenti dengan sendirinya.

1 missed call.

Ponsel itu kembali bergetar.

XoXo-XoXo-XoXo

“—myeon, hei…”

“H—hah?” Junmyeon langsung tersentak bangun, dia mengerjapkan matanya beberapa saat untuk mengumpulkan nyawanya. Dia mengedarkan pandangan dan mendapati dirinya masih berada di perpustakaan. Dia ketiduran lagi rupanya.

“Kau tertidur disini lagi.” Yifan, namja dengan blazer hitam itu menghela napas dan menatapnya serius.

Junmyeon segera mengarahkan pandangan pada Yifan, dia mengelus tengkuknya pelan, “Kurasa aku mengantuk karena tugas mahasiswa yang harus kuperiksa ini terlalu banyak. Tapi tidak usah khawatir. Tadi Chanyeol menjagaku kok.” Jelasnya.

“Aku tidak melihat siapapun denganmu disini.” Yifan mengerutkan alisnya.

“Eh? Benarkah? Mungkin dia ada kelas sekarang dan tidak ingin membangunkanku.” Junmyeon baru menyadari kalau Chanyeol sudah tidak ada disana.

“Sepertinya aku harus berterima kasih karena dia sudah menjagamu.” Ucap Yifan datar.

“Ekspresi macam apa itu? Jangan bilang kau cemburu?”

“Iya. Bagaimana bisa kau malah dijaga orang lain, bukannya diriku?”

Junmyeon tertawa pelan sambil merapikan kertas-kertas yang berada dimeja dan memasukkannya kedalam ranselnya. “Dia itu sudah seperti dongsaeng kesayanganku. Jangan berpikir macam-macam.”

“Aku bahkan menelponmu berkali-kali tadi.”

“Benarkah?” junmyeon meraih ponselnya dan mendapati panggilan tidak terjawab. “Ehehe, maaf, aku benar-benar tidak tahu.” Junmyeon memperlihatkan layar ponselnya kepada Yifan. “Ah, harusnya anak itu memberitahuku kalau ada yang menelponku. Apa dia juga tidak tahu kalau ponselku bergetar? Padahal ponsel ini ada di meja.” Ucapnya pelan.

“Kenapa membiarkan ponselmu selalu dengan keadaan silent?”

“Tadi aku ada kelas, jadi kuaktifkan mode silent dan aku lupa mengembalikannya,” Junmyeon menggaruk pipinya. Oh ya, ayo makan siang.” Ucapnya kemudian dengan riang.

Yifan melirik arloji miliknya, jam 04.37 PM, “Makan siang? Jam segini?”

“Aku belum makan siang…”

“Ya ampun…” Yifan ber-facepalm. “Akan sangat menyedihkan kalau kau sampai sakit, disaat kekasihmu adalah seorang dokter.”

“Apa maksudmu itu? Kalau aku sakit, kau kan bisa mengobatiku~” Junmyeon melancarkan senyumannya, menampilkan eyesmile-nya pada Yifan.

“Maksudku adalah, kalau kau sampai sakit, berarti aku tidak menjagamu dengan benar. Mencegah itu lebih baik daripada mengobati, kau tahu?” Yifan mengacak rambut Junmyeon.

“Kalau begitu, makan siang sekarang? Ayo?” Junmyeon masih tersenyum.

“Ya, ya, ayo pergi sekarang,” Yifan merangkul pinggang namja bersweater abu-abu itu dan berjalan keluar perpustakaan.

XoXo-XoXo-XoXo

“Bagaimana pekerjaanmu? Sibuk sekali? Benar-benar sibuk?” Junmyeon menyuap nasi goreng seafood yang dipesannya dengan perlahan.

“Yeah, sibuk.” Yifan menyeruput kopi Starbucks miliknya.

Junmyeon memicingkan matanya, “Sibuk dengan para pasien yang cantik? Mereka pasti berkata, uissangnim~ dadaku sakit, bisa kau memeriksaku~” Junmyeon mencibir pelan.

Yifan menampilkan smirk-nya. “Bahkan mereka membuka baju mereka tanpa kuminta.”

Junmyeon memasang wajah cemberut, tidak jadi mengarahkan sendok ke mulutnya.

“Aku dokter, kau ingat? Pekerjaan dokter itu mengobati pasien, sebelum diobati, harus memeriksa dulu agar bisa mendiagnosa apa penyakitnya.”

Jumyeon masih cemberut setelah mendengar alasan dokter itu, dia mengunyah nasi gorengnya dengan tampang merajuk. “Jujur sekali,” gumamnya pelan.

Cute,’ pikir Yifan. Namja berprofesi dokter itu tersenyum tipis, “Aku bohong. Sebenarnya hari ini aku membantu mengoperasi 2 pasien korban kecelakaan. Pecahan kaca mobilnya menusuk perut dan hampir mengenai lambung, darahnya—”

“Hentikan, aku sedang makan,” Junmyeon mengarahkan kedua telapak tangannya pada Yifan.

Yifan tertawa lalu mengacak rambut Junmyeon lagi, “Aku suka melihat wajah cemberutmu itu. “Cute.”

“Kyungsoo lebih cute daripada diriku.” Ucap Junmyeon.

“Selera orang kan berbeda-beda. Kalau menurutku kau yang paling menarik, itu terserah padaku kan.” Yifan berujar dengan santai.

“Tapi kyungsoo benar-benar cute, kau lihat kan mata bulatnya yang besar itu~” Junmyeon meletakkan kedua ibu jari dan telunjuk di depan matanya, seakan-akan sedang meneropong.

“Bicara tentang hal itu…” Yifan menyingkirkan tangan Junmyeon dari wajahnya, “Matamu tampak lebih parah dari mata panda Zitao, kau tahu.” Yifan menyebut nama adik sepupunya.

“Apa maksudmu parah?” Junmyeon melirikkan matanya kearah lain sambil meraih gelas orange juice miliknya.

“Berhentilah bekerja, aku bisa membantumu kalau itu masalah biaya. Kau cukup fokus dengan kuliah.”

Junmyeon tampak tidak tertarik dengan pembicaraan itu. Dia hanya memutar bola matanya.

“Aku baik-baik saja. Aku bisa mengatur waktuku dengan baik.”

“Aku tahu kau bisa mengatur waktu dengan baik, tapi tubuhmu itu punya batasannya sendiri. Bekerja, kuliah, tugas, kegiatan luar, kau pikir tubuhmu itu baterai ponsel yang bisa di charge setiap kali habis? Baterai pun akan drop kalau terus-menerus seperti itu.”

“Aku bukan baterai.”

“Kau terlalu keras kepala, Myeon.” Yifan memijit dahinya perlahan, menampakkan kalau dia benar-benar serius tentang masalah ini. “Kalau begitu berhentilah dari salah satu klub atau kegiatan organisasi.”

“Aku suka berada di klub dan organisasi kampus.”

Yifan menyilangkan kakinya, “Kalau begitu berhenti bekerja.”

Junmyeon mengerutkan dahinya. “Aku tahu kau punya banyak uang, tapi aku tidak suka kau perlakukan aku seperti ini. aku bisa memenuhi kebutuhanku sendiri.” Dia melambaikan tangannya kearah pelayan, lalu mengarahkan pandangannya kembali pada Yifan, “Aku akan membayar makananku sendiri. Setelah ini aku mau ke tempat kerja.”

“Aku akan mengantarmu.”

“Tidak, aku bisa sendiri. Aku sedang marah padamu.”

Yifan masih tetap duduk di kursi café itu meskipun Junmyeon sudah pergi beberapa waktu yang lalu. Dia menghela napas lalu kembali meminum kopinya yang mulai dingin. Berpikir tentang Junmyeon yang merajuk padanya. Dia meraih ponselnya dan mengetik sebuah pesan pada Junmyeon.

 “Oh, Yifan, sendirian?” tampak Sunkyung menyapanya.

“Tadinya tidak, tapi… yeah, sekarang aku sedang sendirian.” Sahut Yifan.

“Oh, baguslah,” Sunkyung duduk diseberang Yifan sambil meletakkan tasnya. Dia melambaikan tangannya kearah pelayan, kemudian memesan.

“Jadi, bertengkar dengan Junmyeon?” Yeoja cantik berambut pirang itu menumpu dagu dengan kedua tangannya.

“Dia keras kepala sekali. Melakukan semuanya sendirian. Aku jadi merasa tidak berguna.”

Sunkyung tersenyum tipis, “Mau bagaimana lagi, anak itu memang seperti itu. Aslinya sangat keras kepala. Berbeda sekali saat pertama kali aku bertemu dengannya. Awalnya kupikir dia anak yang manis dengan sikap penurut.”

“Kalau tidak salah, pertemuan pertama kalian saat kau masih dokter magang, bukan?” Yifan mengingat pertama kali dia bertemu dengan Junmyeon karena Sunkyung.

“Hm,” Sunkyung mengangguk, “Dia trauma karena kecelakaan adiknya yang meninggal. Setelahnya ayah dan ibunya juga kecelakaan saat menuju rumah sakit dan meninggal. Sungguh tragis. Yaahh, waktu itu aku masih magang, jadi tidak bisa membantu banyak tentang keadaannya. Tapi sepertinya Junmyeon lebih baik sekarang.”

“Kupikir trauma tidak semudah itu disembuhkan.” Komentar Yifan.

“Itu tergantung kemauan pasien untuk sembuh. Aku ingat dulu Junmyeon akan memanggilku noona dengan manis saat bosan dengan terapi. Tapi dia punya semangat yang kuat untuk sembuh, tapi meskipun begitu… phobianya dengan cuaca buruk masih susah diatasi tanpa ada seseorang disisinya. Kau tahu, dia bahkan memelukku begitu erat saat mati lampu dengan hujan dan petir berbunyi nyaring di rumah sakit. Kalau tidak mengenang dia punya phobia seperti itu, kupikir dia sedang mencari-cari kesempatan padaku.” Sunkyung tersenyum pada Yifan, “Apa kau cemburu karena aku dan Junmyeon pernah berpelukan seperti itu?”

Yifan hanya tetap stay cool dengan face miliknya saat mendengar perkataan Sunkyung. Mencoba meminum kopinya, namun tersadar kopinya telah habis.

Sunkyung tertawa, “Haha… tenang saja, tipeku yang lebih tua dariku, aku tidak akan mengambil Junmyeon darimu.” Ucap Sunkyung santai. “Ngomong-ngomong, traktir aku, ya?”

XoXo-XoXo-XoXo

Junmyeon tidak langsung menuju ke tempat kerjanya setelah keluar dari café. Dia berjalan menuju taman dan duduk di kursi sambil melipat tangannya.

From: Yifan-hyung

Jangan bersikap keras kepala begini, pikirkanlah dengan baik. Aku berkata begini karena aku sayang padamu.

“Menyebalkan.” Desisnya ketika membaca pesan yang diterimanya dari Yifan. Dia meletakkan ponselnya di kursi begitu saja karena kesal.

 “Siapa yang menyebalkan? Pacarmu?” tampak Chanyeol tiba-tiba muncul sambil menampilkan cengirannya.

“Siapa lagi? Kau juga menyebalkan.” Ucap Junmyeon.

“Wahh~ kenapa kau berkata begitu… hatiku sakit nih… neomu apayo…” Chanyeol tampak mendramatisir keadaannya, memegang dadanya seakan-akan sedang merasa sakit. Sejurus kemudian dia tersenyum dan duduk di samping Junmyeon.

“Yifan itu menyebalkan. Meskipun begitu, aku sayang padanya. Tapi dia benar-benar menyebalkan. Kenapa aku suka orang seperti itu?”

“Putus saja kalau begitu.” Ucap Chanyeol sambil tersenyum, membuat Junmyeon memberikannya tatapan tajam.

Chanyeol berdehem, “Dia melakukannya karena dia sayang padamu. Kamu memang memaksakan diri hyung. Selalu.”

“Aku… aku tahu kok kalau dia sayang padaku…”

“Makanya, berhenti melakukan itu. Aku tahu dia baru saja dekat denganmu dibandingkan aku, tapi aku tahu dia sangat peduli padamu. Percayalah padanya.”

“Aku tahu jelas itu…” Junmyeon berucap pelan, tapi dia yakin Chanyeol mendengar perkataannya. Junmyeon juga sadar diri kalau dia sudah terlalu keras pada dirinya sendiri. Bekerja di café full shift setiap malam, memeriksa tugas mahasiswa, mengerjakan deadline tugasnya sendiri, rapat di organisasi, dan latihan klub. Mungkin dia harus mengurangi jam kerjanya, dan keluar dari organisasi dengan alasan setelah ini dia akan lebih sibuk dengan tugas proposal skripsinya.

“Baguslah kalau kau mengerti.” Chanyeol tampak begitu ceria.

“Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan hyung-mu, sudah lebih baik?”

Chanyeol yang tadi tampak memasang ekspresi ceria tampak berubah drastis. Dia menggeleng, “Dia mengabaikanku. Mungkin dia benar-benar membenciku?”

“Mana mungkin seorang kakak membenci adiknya tanpa alasan.” Sahut Junmyeon.

“Dia pasti merasa bersalah karena tidak bisa menjagaku waktu itu. Tapi aku sudah baik-baik saja sekarang, dan aku tidak menyalahkannya. Aku menyayanginya, tapi dia malah menjaga jarak denganku setelah semuanya…”

Junmyeon terdiam sejenak, “Kakakmu hanya butuh waktu untuk berpikir, Yeol.” Ujarnya kemudian sambil memeluk namja yang selalu tampak ceria itu. Menepuk punggungnya dengan pelan, dan mengusap rambutnya dengan lembut.

Nde hyung, setidaknya aku masih punya dirimu hyung.”

Junmyeon merasa sangat senang dengan ucapan Chanyeol.

Chanyeol selalu mengingatkan Junmyeon pada Sehun, adiknya yang meninggal karena kecelakaan. Walaupun sikap mereka berdua sangat jauh berbeda. Sehun selalu tampak dingin dan pendiam sedangkan Chanyeol, dia benar-benar ceria dan hiperaktif.

Keberadaan Chanyeol membuatnya merasa bahagia karena membuatnya merasa seperti memiliki adik lagi. Junmyeon benar-benar merasa bersalah karena tidak bisa melindungi adiknya saat itu, hingga semua hal buruk itu terjadi. Dan pertemuannya dengan namja happy virus itu benar-benar membuatnya terhibur.

“Astagaaa, jam berapa iniii! Aku hampir lupa bekerja. Aku harus pergi sekarang!” seru Junmyeon bergegas.

Chanyeol mengangguk, “Nde, hati-hati hyung! Semangat yaa! Tapi jangan memaksakan diri lho~”

“Iya, aku tahu!” Junmyeon melambaikan tangannya kearah Chanyeol, yang dibalas Chanyeol dengan bersemangat. Dia tampak masih duduk disana sampai Junmyeon berbelok di tikungan dan tidak bisa melihat kearah kursi taman itu lagi.

Drrttt…

Ponsel Junmyeon yang masih tergeletak di kursi bergetar. Ponsel itu terus bergetar, hingga terjatuh dari kursi karena berada di tepi kursi. Junmyeon melupakan ponselnya.

1 message received.

XoXo-XoXo-XoXo

“Hei~ kami duluan yaa,” ucap Soo jung kepada beberapa pegawai yang masih ada di dalam café, tampak masih merapikan beberapa meja dan kursi.

“Semuanya~ cuaca diluar tampak mendung, mungkin akan hujan malam ini, sebaiknya kalian juga cepat begegas pulang, bye~” Jinri merangkul bahu Soo Jung setelah melambaikan tangannya pada yang lain.

“Nde, hati-hati dijalan~” ucap Junmyeon.

“Hati-hati kalian.” Suara Xiumin terdengar setelah Junmyeon, membuat Xiumin menoleh dari dapur. “Oh, Junmyeon, kau masih disini? Sebentar lagi café akan tutup lho.”

Jinjayo?” mata Junmyeon langsung mengarah pada jam dinding. “Astaga, kau benar Xiumin-hyung. Baiklah, aku akan segera menyelesaikannya.”

Nde, cepatlah sebelum aku menutup pintu café dan membuatmu terkunci disini,” Ucap Xiumin setengah bercanda , dia kemudian menepuk bahu namja yang sedang mengelap meja itu.

Nde~” sahut Junmyeon sambil bergegas.

Junmyeon sudah selesai mengganti pakaiannya ketika dia baru menyadari kalau ponselnya tidak ada, membuatnya panik setengah mati. Pada akhirnya dia ingat kalau terakhir kali melihat ponselnya adalah saat berada di taman. Dia pasti meninggalkan ponselnya disana. Namja itu benar-benar berharap ponselnya masih berada disana. Aish… bukankah Chanyeol tadi ada disana, kenapa dia tidak memberitahunya kalau ponselnya tertinggal? Apa Chanyeol tidak melihat ponselnya itu?

Dia berjalan dengan tergesa-gesa menuju taman yang berlawanan arah dengan apartementnya, cemas akan cuaca yang sepertinya akan hujan dan ponselnya yang hilang.

Sesampainya di taman, dia langsung berlari menuju kursi dan mencari ponselnya.

“Ahh~ dimana? Dimana?” dia mencari disekitar kursi dan semak-semak. Dia menunduk di bawah kursi, menyibak dedaunan kering disana. “Aku menemukanmu… syukurlah tidak hilang. Ya ampun… bagaimana bisa aku melupakanmuu! Maafkan aku ponselku!” ujar Junmyeon sambil mengusap-usap ponselnya. Dia mengecek keadaan ponselnya. Ada 10 missed call dan 5 pesan masuk. Sangat jelas, dari Yifan. Dia membacanya sambil tersenyum. Namun Junmyeon langsung tersentak kaget begitu mendengar bunyi petir menggelegar begitu nyaring. Dia segera kembali bergegas untuk pulang ke apartementnya sebelum hujan turun, berharap phobia-nya tidak akan kambuh. Setidaknya jangan sekarang.

Brukk!

Jeosonghamnida,” Junmyeon menunduk meminta maaf kepada orang yang ditabraknya di jalanan, tampak banyak orang yang juga bergegas pulang karena rintik hujan mulai turun, yang mulai diiringi kilat dan petir.

Junmyeon mempercepat langkahnya sambil berdoa agar hujan tidak turun sekarang. Tangannya sedikit gemetar, tapi dia masih tetap berjalan.

Hyung!” seru Chanyeol menghampiri Junmyeon, mengikuti langkah cepat namja bersweater itu.

“O—oh, Chanyeol…” Junmyeon menoleh ke sampingnya.

“Baru pulang dari kerja hyung? Larut sekali…”

Junmyeon mengangguk. “K—kau sendiri?”

“Oh, aku tadi sedang membeli ramen karena persediaan di rumah habis. Dan aku ingin mengajak hyung-ku makan ramen bersama,” ucap Chanyeol bersemangat. Membuat Junmyeon tersenyum kecil. Dalam hati, selama beberapa saat, dengan egois dia terkadang berharap hubungan Chanyeol dan kakaknya akan tetap tidak baik, agar Chanyeol masih bergantung padanya. Agar dia bisa mengurangi rasa bersalahnya pada Sehun. Junmyeon tersenyum miris, merasa benar-benar jahat.

“Wahh… cuaca benar-benar buruk ya,” Chanyeol menatap ke langit diikuti oleh Junmyeon.

“Iya, makanya… harus cepat pulang…” ujar Junmyeon dengan suara yang sedikit bergetar.

Chanyeol mengalihkan pandangannya pada Junmyeon, “Kalau begitu aku akan mengantarmu~ menemani sampai pertigaan jalan dekat apartementmu~” ujar Chanyeol berjalan di depan Junmyeon lalu menghadap kearah Junmyeon dan berjalan mundur. Dia tersenyum kearah Junmyeon. “Jangan takut, karena kau adalah seorang hyung!” dia mengepalkan tangannya. “Kita akan saling melindungi. Fighting!”

N—ne, fighting!

Hujan mulai tampak turun semakin lebat ketika Junmyeon dan Chanyeol sampai dipertigaan jalan. Awalnya dia mengajak Chanyeol ke apartementnya, namun Chanyeol menolak dengan alasan hyung-nya pasti sudah menunggunya. Jadi mereka berpisah. Junmyeon cukup basah kuyup karena melindungi tasnya. Dia masuk ke kamarnya dengan gemetar, sesekali bergidik karena mendengar bunyi petir. Dia mengganti pakaiannya dengan cepat, kemudian meringkuk di sudut kasurnya dengan selimut untuk membuatnya merasa lebih aman. Dia memekik pelan ketika kegelapan memenuhi ruangan kamarnya. Hal yang dia takutkan, berada dalam kegelapan dalam keadaan seperti ini. Membuatnya kembali membayangkan betapa terkejutnya melihat wajah adiknya yang penuh luka tapi masih bisa tersenyum padanya saat kecelakaan saat itu, wajahnya penuh darah, tangannya penuh darah, bajunya penuh darah. Tubuhnya, tangannya, kakinya, semuanya sakit, meskipun saat itu begitu gelap dan hujan, hanya cahaya dari kilat yang membuatnya bisa melihat wajah sang adik. Petir yang terdengar begitu jelas saat suster memberitahukan kalau orang tuanya meninggal dalam kecelakaan ketika sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Rasanya dunianya begitu gelap, perutnya terasa mual dan ingin muntah, kepalanya terasa sakit dan berkunang-kunang, terlebih lagi, semuanya begitu menakutkan. Dan saat itu dia sadar, dia telah sendirian…

Suara petir, hujan lebat dengan kegelapan, kedinginan dan sendirian.

Napas Junmyeon mulai terengah.

 Dia meraih ponselnya, mencari kontak nama Yifan dengan jemari tangan yang terasa dingin dan gemetar, jantungnya berdetak dengan cepat dan dia berkeringat dingin. Mendengarkan bunyi deru hujan diiringi petir dan menunggu jawaban panggilan teleponnya.

“Hallo,” Yifan menyambungkan sambungan telepon dengan headsetnya, dia masih fokus menatap ke depan, karena saat ini dia sedang menyetir mobilnya menuju apartement Junmyeon di tengah hujan.

“Yi—Yifan, tolong temani aku…” suara Junmyeon benar-benar terdengar memelas dan takut.

“Myeon, kau dimana? Kau ada di apartementmu kan?” Tanya Yifan cemas.

“Y—ya, disini gelap dan menakutkan… Yifan, kemari ya? Kumohon…”

“Tunggulah, aku akan segera sampai kesana.” Yifan masih memokuskan pandangan ke  depan.

“Yifan…” Junmyeon diam sejenak, “Hati-hati…”

Namja yang berperawakan tinggi itu tidak membuang waktu. Sesampainya di depan pintu apartement Junmyeon, dia segera membukanya dengan kunci dan mendapati tempat itu begitu gelap. Dia terlebih dahulu menuju dapur untuk mengambi lilin dan menyalakannya, kemudian berjalan menuju kamar Junmyeon.

Namja yang meringkuk di kasurnya itu langsung menatap kearah pintu kamar dan mendapati Yifan berjalan kearahnya. Dia meletakkan lilin yang menyala itu di atas meja nakas dekat tempat tidur dan naik ke atas kasur Junmyeon. Junmyeon langsung memeluk Yifan dengan erat. Menenggelamkan kepalanya di dada bidang namja tampan itu.

“Yifan, jangan tinggalkan aku ya?” namja angelic itu terus bergumam pelan sambil memejamkan mata ditengah deru suara hujan.

Yifan balas memeluknya, menumpu dagunya di atas kepala Junmyeon, mencoba menenangkannya dan membuatnya merasa aman, “Aku tidak akan meninggalkanmu.”

“Janji?” suara Junmyeon terdengar begitu pelan.

“Tentu saja.” Yifan mencium puncak kepala kekasihnya itu.

Mereka terus berada dalam posisi itu dalam waktu yang lama hingga suara hujan dan petir mulai reda. Saling berpelukan dalam satu selimut yang sama. Junmyeon benar-benar merasa hangat sekarang saat bersama Yifan yang memeluknya.

“Takut sekali?” Tanya Yifan kepada Junmyeon.

“Hm…” Junmyeon mengangguk pelan, “Takut sekali. Benar-benar menakutkan… aku tidak ingin mengingatnya, tapi terus terbayang.” Junmyeon rasanya ingin menangis dan berteriak sekeras-kerasnya disaat bersamaan saking ketakutannya dengan segala bayangan kecelakaan waktu itu yang terus terulang-ulang di kepalanya seperti tape recorder, tetapi tidak bisa.

“Baiklah, ayo kita berbicara tentang sesuatu yang menyenangkan,” ujar Yifan sambil mengelus rambut namja yang lebih pendek darinya itu. “Kenapa kau tidak membalas pesanku dan mengangkat teleponku?”

“Aku melupakan ponselku, ponselku tertinggal di taman tadi, jadi aku kembali kesana dan menemukannya, tapi kemudian aku kehujanan di jalan.” Sahut Junmyeon kemudian terdiam.

Yifan mengangguk tanda mengerti, tidak ingin membahas tentang hujan, “Bagaimana pekerjaanmu?’

“Hari ini ramaaaii sekali. Seperti biasanya, es krim buah spesial buatan Xiumin-hyung yang paling banyak dipesan.”

“Wahh… seenak itukah? Aku sepertinya harus kesana untuk mencobanya.” Komentar Yifan.

“Kau harus mencobanya! Rasanya enak sekali!” ucap Junmyeon.

“Tentu, lain kali aku akan kesana.” Sahut Yifan.

“Yifan… aku sudah berpikir…” ucap Junmyeon pelan, “Aku akan mengurangi jam kerjaku dan keluar dari organisasi…” ucapnya.

Yifan sedikit terkejut dengan keputusan Junmyeon yang terdengar cepat itu, “Benarkah?”

“Hm,” Junmyeon mengangguk.

Yifan tersenyum, “Syukurlah kalau begitu. Aku senang kau mengerti maksudku.”

 “Oh ya, hari ini aku bertemu Chanyeol sebanyak tiga kali. Hubungannya dengan kakaknya tampak masih buruk, kadang aku berharap agar hubungan mereka tetap seperti itu…” ujar Junmyeon sambil membayangkan wajah Sehun dan Chanyeol yang tersenyum. “Aku… jahat ya?”

Yifan menghela napas, namja itu lagi…

“Chanyeol ya? Aku jadi ingin bertemu dengannya, ingin tahu orang seperti apa dia itu.”

“Dia anak yang manis dan ceria. Aku senang dia datang dalam kehidupanku.”

“Bagaimana cerita pertama kali kalian bisa bertemu?” Tanya Yifan penasaran.

“Hm… saat aku dirawat dirumah sakit. Dia tiba-tiba masuk ke kamar tempatku dirawat. Dia memintaku diam karena perawat sedang mencarinya, dia bersembunyi di kamarku. Setelah itu, dia sering datang ke kamarku karena dia bilang dia kesepian. Dia sering menemaniku, tapi dia bilang ini harus dirahasiakan dari para suster. Kau yang pertama kuberi tahu tentang rahasia ini.”

“Wahh, aku merasa tersanjung sekali kau mau membuka hatimu seperti ini padaku,” ujar Yifan. “Siapa nama lengkapnya?”

“Park Chanyeol, anak yang tinggi hampir sepertimu. Dia semester dua jurusan fisika. Dia… menyukai mata pelajaran yang sama dengan Sehun…”

‘Park Chanyeol. Aku akan mengingatnya.’ Pikir Yifan.

Sedikit banyaknya dia tentu merasa cemburu mendengar Junmyeon sering menyebut nama Park Chanyeol dalam pembicaraan mereka.

Nada suara Junmyeon kembali terdengar sedih begitu dia menyebut nama Sehun, membuat Yifan kembali berpikir apa yang harus dia lakukan.

“Oh ya,” Yifan merogoh saku blazernya, “Aku punya beberapa permen. Apa rasa yang kau sukai? Jeruk? Strawberry? Cherry? Mint? Lemon?”

Junmyeon terkekeh pelan, “Kenapa uissangnim malah memberiku makanan manis? Bukankah uissangnim biasanya melarang seseorang untuk mengkonsumsi makanan seperti ini?”

Yifan melirik beberapa bungkus permen yang ada di telapak tangannya, “Itu kalau kau memakannya sangat banyak dan berlaku untuk anak kecil, memangnya kau anak kecil?” Sahut Yifan sambil menampakkan smirknya.

“Aku bukan anak kecil, huh!” Junmyeon tampak cemberut.

 “Kalau tidak mau, ya tidak usah.” Namja bermarga Wu itu berniat memasukkannya kembali ke dalam saku blazernya.

Junmyeon segera menahan tangan Yifan, “Siapa bilang aku tidak mau. Aku mau kok!” Junmyeon mengambil permen rasa strawberry dengan cepat.

“Sayang sekali… aku juga suka rasa itu…” ucap Yifan dengan nada kecewa ketika Junmyeon membuka bungkus permen itu.

“Eh? Kalau begitu ini untuk Yifan saja, aku ambil yang cherry saja.” Junmyeon berniat menyerahkan permennya pada Yifan.

“Tidak perlu, aku punya cara yang lebih menyenangkan untuk menikmati permen. Lagipula… aku lebih menyukaimu dibanding permen.” Ujar Yifan sambil menyerahkan kembali permen itu kepada Junmyeon, membuat Junmyeon menatapnya heran. Meskipun begitu dia memakan permen strawberry itu dengan pelan ketika Yifan mengangguk sambil tersenyum ketika menyuruhnya untuk memakannya. Namun beberapa saat kemudian Yifan mengangkat dagu Junmyeon sambil menaikkan sudut bibirnya, tersenyum licik, dalam hitungan detik dia menyatukan bibir mereka, melumatnya pelan kemudian menggigit bibir bawah namja itu hingga membuatnya refleks membuka mulutnya. Junmyeon ingin protes dengan apa yang dilakukan Yifan padanya, tetapi lidah kekasihnya itu sudah terlanjur masuk dan menyentuh lidahnya, mengajak lidah mereka saling bertarung. Yifan memiringkan wajahnya, ciuman dalam itu membuat rasa permen itu menyebar di dalam mulut mereka, asam dan manis. Membuat Junmyeon tanpa sadar benar-benar terlarut. Permainan yang cukup lama dan Yifan melepas ciuman mereka ketika dia memindahkan permen kecil itu dengan lidahnya kedalam mulutnya, dia mengunyahnya hingga menimbulkan bunyi ‘crack’ kecil. Wajah Junmyeon tampak memerah karena malu dan napasnya terengah.

Sweet and sour.” Yifan mengusap bibir namja berambut brown yang memerah itu dengan ibu jarinya.

“Selanjutnya rasa apa? Cherry?” Tanya Yifan sambil menyerahkan sebungkus permen rasa cherry. Junmyeon mengangguk kecil sambil membuka bungkusnya dengan perlahan.

Kali ini, ini akan jadi ciuman hangat yang penuh rasa manis.

XoXo-XoXo-XoXo

“Bukankah kau sudah mengurangi jam kerja shift-mu?” Tanya Xiumin ketika melihat Junmyeon datang ke café bukan pada jam kerjanya.

“Apa aku hanya boleh datang pada saat akan bekerja saja, hyung?” Tanya Junmyeon sambil menarik tangan Yifan yang baru saja memasuki café.

“Hoo~ sedang kencan?” goda Xiumin sambil melirik Yifan.

Namja dengan baju putih berlengan panjang bertulis wolf 88 itu nyengir kearah Xiumin. “Hyung, pesan 2 es krim special buatanmu, dan waffle rasa coklat… hm, dan pancake rasa pisang…”

“Dan satu cappuccino.” Tambah Yifan.

“Bukannya kita kesini untuk makan es krim?” terdengar nada protes dari Junmyeon, membuat Yifan hanya tersenyum tipis sambil menepuk kepala namja itu.

“Oke, baiklah untuk kalian, aku akan membuatkannya sepenuh hati.” Xiumin mengedipkan matanya setelah mencatat pesanan.

“Bagaimana? Enak bukan?” ujar Junmyeon sambil menikmati es krim porsi besar miliknya.

Yifan mengangguk kecil, dia menikmatinya dengan perlahan, sedikit canggung karena dia namja dewasa dengan title dokter sedang makan es krim porsi besar itu. Es krim yang ditata dengan begitu cantik dan manis. Ah… benar-benar tidak cocok dengan image-nya. Sepertinya dia memang lebih cocok dengan kopi dan itu lebih sesuai image-nya.

‘Ini terakhir kalinya aku makan es krim seperti ini,’ batin Yifan, walaupun sebenarnya dia mengakui es krim ini memang enak dan menyegarkan, tapi dia orang yang lebih menjaga dan mementingkan image.

“Tapi dipikir-pikir, melihat Yifan seperti ini, lucu juga, hehe…” eyesmile tampak diwajah Junmyeon, membuat Yifan hampir tersedak karenanya.

Dia mengusap bibirnya dengan tisu, “Aku tidak lucu.” Komentar Yifan dengan nada datar.

“Lucu kok,” Junmyeon meraih ponsel disakunya lalu memotret Yifan yang sedang memakan es krim itu.

“A—apa yang kau lakukan? Serahkan ponselmu, cepat hapus.” Titah Yifan sambil berniat mengambil ponsel milik Junmyeon. namja itu segera menghindarkan ponselnya sambil menggeleng, dia memeluk ponselnya dengan erat. “Tidak mau.”

Yifan menghela napas, “Jangan macam-macam.”

“Aku tidak macam-macam kok.” Junmyeon mengecek hasil jepretannya. “Wahh… ini bagus… coba lihat!” serunya sambil memperlihatkannya pada Yifan.

Yeah, hasilnya memang tidak seburuk yang Yifan bayangkan, itu foto yang cukup bagus sebenarnya.

“Tentu saja bagus, karena aku fotogenik dan tampan,” Yifan berujar dengan nada bangga.

“Maksudku foto es krimnya, benar-benar bagus! Chanyeol pasti menyukai es krim ini.” ucap Junmyeon.

Yifan pikir nama Chanyeol tidak akan muncul dalam kencan mereka hari ini. Ternyata dia salah. “Kenapa tidak menelpon dan memintanya kesini saja?”

‘Aku penasaran dengan namja itu.’

“Benar juga sih… tapi kita kan sedang kencan… tapi… baiklah akan kucoba,” ucap Junmyeon ragu-ragu, dengan segera dia mencari kontak Chanyeol dan menelponnya.

Dia sudah mencoba menelpon namja tinggi itu beberapa kali, namun tidak diangkat sama sekali.

“Tidak diangkat.” Ujar Junmyeon.

“Biar aku yang mencobanya,” ujar Yifan sambil mengambil ponselnya, dia mencatat nomor yang disebutkan Junmyeon dan mendialnya.

Tapi anehnya nomor yang dihubunginya tidak eksis, setidaknya begitulah yang diucapkan operator dari seberang telepon. Yifan mengerutkan alisnya sambil mengarahkan pandangan pada Junmyeon yang sedang menikmati pancake.

“Kau yakin tidak memberiku nomor yang salah, Myeon?”

“Heh?” Junmyeon mengecek nomor yang dicatat Yifan di ponsel, “Benar kok itu nomornya. Aku sering mengobrol dengannya lewat telepon.”

Yifan merasa aneh. Nomor telepon itu tidak ada. Itu bahkan bukan nomor telepon siapapun, Yifan tahu itu karena berulang kali operator telepon mengatakan kalau itu nomor telepon yang tidak eksis. Dia menatap Junmyeon dalam diam.

“Mungkin dia sedang sibuk.” Yifan memasukkan kembali ponselnya kesaku. “Mungkin lain kali.”

“Hm,” Junmyeon mengangguk sambil mengarahkan garpu dengan potongan pancake kearah Yifan. “Ayo dicoba, ini juga enak lho.”

XoXo-XoXo-XoXo

Yifan berjalan di koridor rumah sakit sambil mengerutkan alisnya, dia baru saja mencari informasi tentang pasien bernama Park Chanyeol dan tidak menemukannya sama sekali, dia mengusap wajahnya dengan kasar.

Park Chanyeol. Siapa kau?

TBC

XoXo-XoXo-XoXo

Do you really exist? You seem far from reality

Am I wandering in between dreams and beyond? [Black Pearl –EXO]

XoXo-XoXo-XoXo

Chapter I

XoXo-XoXo-XoXo

A/N: 

Kapuas Timur, 16/12/2014

-Kiriya-

Mind to Review?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
vee0290 #1
Chapter 2: eeh, ini udah end? kirain bakal berchapter banyak...
huft, ga tau mau komen apa yg jelas ikut sedih begitu tau kalo ternyata junmyeon kena skizofrenia. dan dugaanku salah, chanyeol tuh bukan hantu! hehehe...
keren, thor! ^^
bikin ff krisho lagi ya... ^^
vee0290 #2
Chapter 1: ceritanya menarik, author... penasaran banget sama chanyeol. sebenernya dia siapa? kok cuma muncul di depan junmyeon doang? apa dia ini hantu? aah, bingung... cepet dilanjut ya... ^^
littlestarrie #3
Aku udah baca ini di FFN
heheheheh ^^
Penasaran bgt sama kelanjutannya ^^
Chanyeolnya udah mati kah aslinya?