In your arms, here tonight

Batch 1 | December 2014 (Part 1 )

Author: moonclair

Cast: Do Kyungsoo, Park Chanmi (female Chanyeol), Kim Junmyeon

Pairing: Chansoo

Genre: thriller, military AU

Warning: genderbend, female yeol, character death

Note: Rifle gun yang dipake kyungsoo: barret M107A1, full custom, black, panjang barrel 29”

Artileri secara umum merupakan sebutan untuk kesenjataan (persenjataan), pengetahuan kesenjataan, pasukan serta persenjataannya sendiri yang berupa senjata-senjata berat jarak jauh.

Infanteri merupakan pasukan tempur darat utama yaitu pasukan berjalan kaki yang dilengkapi persenjataan ringan, dilatih dan disiapkan untuk melaksanakan pertempuran jarak dekat. Infanteri berasal dari kata infant yang berarti kaki, biasanya untuk menggambarkan para tentara muda yang berjalan kaki di sekeliling para kesatria yang menunggang kuda atau kereta (wikipedia.org)

 

In your arms, here tonight

Gerimis bercampur asam makin lama makin deras, perih mengenai kulit dan mata. Tapi kyungsoo terdiam, nyaris sama kakunya dengan tiang yang ia jadikan sandaran. Hitam, hanya hitam yang ada dihadapannya, disekelilingnya, dan derap 10 pasang sol tentara ramai bergerak. Darah mengalir panas dari pinggang ke telapak tangannya, ‘aku tidak mungkin bisa selamat malam ini’ pikirnya sambil berusaha untuk menekan keinginan untuk berteriak melampiaskan rasa perih lukanya.

Diantara samar-samar pandangan dan kesadarannya yang mulai menghilang, kyungsoo masih sempat melihat dia, dengan kaki putih jenjang dan paras cantik luar biasa bergerak cepat dan halus nyaris seperti bayangan mendekati kyungsoo dan berlutut di samping pemuda itu.

Samar-samar mata kyungsoo mulai menggelap, tapi raut khawatir yang kompleks masih terbaca olehnya, duduk di wajah ayu itu. Senyum kecil muncul di bibir kyungsoo saat ia berkata,

“senang bertemu lagi denganmu.” Dan kemudian gelap, gelap dan hening.

 

--

Desing peluru mengisi angin yang berhembus kering bersama debu gurun menampar wajah Kyungsoo. Perang,perang lagi. Perang begitu mudahnya pecah seperti menjadi permainan raksasa penguasa. Dan orang-orang seperti Kyungsoo yang menjadi bidaknya.

Kyungsoo sama sekali tak keberatan mati di medan perang, toh kehormatan jauh melebihi nyawa bagi seseorang dengan status sosial sepertinya. Bangsawan, dari kota pinggiran. Nyaris tak lebih berharga dari emas sepuhan.

Derum armoured personnel carrier (APC) yang membawanya dan prajurit lain terus melaju, menuju perang lain yang harus ia menangkan.

 

Kyungsoo berbaring rata dengan tanah panas dengan mata menempel rapat pada scope riflenya. Misinya adalah untuk mengeliminasi pemimpin serangan mortar yang sedang terjadi 30km di utara. Keringat menetes tak sampai jatuh ke tanah, kering terkena sengatan matahari. 10 menit lagi mungkin kyungsoo sudah sekering kertas.

Disampingngnya seorang spotter sibuk mengkalkulasi serangan yang harus dilancarkan kyungsoo. Segalanya berlangsung begitu lambat, sekaligus begitu cepat. Sekitar 1,5 kilometer di depannya komandan dengan seragam hijau lumut sibuk memberikan perintah lewat telepon kepada bawahannya sambil terus-terusan mengintai melewati teropong yang sedari tadi tak lepas dari matanya.

“lapor, koordinasi serangan telah ditemukan.” Dengan tenang kyungsoo mengontak markas utama, meminta ijin eksekusi yang langsung diiyakan.

Kyungsoo menarik nafas sekali, dua kali. Sebagai sniper kyungsoo tahu betul ketenangan adalah kunci dari sukses misi yang diembannya. Target sudah terkunci dan tinggal satu tarikan pelatuk lalu semuanya beres. Kyungsoo berusaha memfokuskan pikirannya dan memblok segala macam kebisingan, dentum bom dan peluru menjadi suara sayup-sayup di kejauhan.

“bersiap untuk menembak.”

Dan DOR!

Spotter yang harusnya berbaring disampingnya dan melaporkan bahwa targetnya jatuh roboh dengan kepala tertembus peluru caliber 12,7 mm.

“sial.” Umpat Kyungsoo. Nyaris terburu-buru ia mengambil teropong yang dijatuhkan spotternya, dan baru sadar kalau benda itu yang membawa kematian pada rekannya. Pasti pantulan cahaya matahari dari kaca teropong itu yang membocorkan keberadaan mereka yang harusnya sempurna tertutup semak tinggi dan kering padang gurun.

“sersan kim gugur dalam tugas, meminta izin menarik diri dari misi.”

__

Perang, perang lagi.

Terakhir kali masa damai terjadi saat kyungsoo lahir. Sampai ia berumur 17 tahun segalanya berjalan nyaris normal. Ayahnya yang seorang baron yang berkedudukan di desa kecil di pinggir kota Hwa, bekerja tak ubahnya seperti petani lain di daerah. Kyungsoo kecil pun belajar dan bermain dengan penduduk jelata, mengejar kupu-kupu dan terkadang bergelut di atas petak sawah berlumpur di samping sungai desa. Mungkin yang membedakan kyungsoo dari teman-temannya hanya kewajiban belajar bela diri dan kemampuan berperang, yang lumrah dilakukan oleh anak para bangsawan.

Ibunya seorang countess yang merelakan gelarnya hilang demi menikah dengan ayah kyungsoo. Berempat dengan kakak lelakinya mereka hidup bahagia. Hingga beberapa bulan sebelum upacara kedewasaannya sebuah kabar bahwa perang di mulai di tepi barat Negara Geum dimulai, dan seperti yang lainnya, kyungsoo dan kakaknya meninggalkan rumah dan ikut berperang. Membela kehormatan dan kekayaan raja Geum, tentu saja.

Kyungsoo terus merenung sepanjang perjalanan kembali ke markas utama. Mereka-ulang bagaimana ia bisa dengan lalai membiarkan rekannya gugur dalam misi. Mengapa ia begitu lalai hingga tidak menyadari bahwa ada sniper lain yang mengincarnya?

Kyungsoo terus menjalani sisa hari nyaris seperti robot. Pergi apel, pergi makan dengan mata kosong dan pikiran yang berlarian entah kemana. Dan jujur saja, melihat sersan muda yang biasanya tegas dan enerjik tiba-tiba muram bukan satu pemandangan bagus.

“sersan kim gugur dengan gagah, tak perlu meratapi kepergiannya seperti itu.” Saat Kyungsoo mendongak Junmyeon berdiri di depannya berkacak pinggang lalu menepuk punggungnya dan duduk di samping kyungsoo. Pandangan mata Junmyeon iba, mungkin berpikir kalau Kyungsoo adalah jenis orang berhati halus yang mudah terikat pada orang.

Kyungsoo hanya mengangguk samar.

“sniper yang mengincar kalian benar-benar tak terduga, kau tidak perlu menyalahkan dirimu.”

Junmyeon pergi setelahnya, meninggalkan kyungsoo yang tetap diam terpaku, kembali tenggelam pada pikirannya sendiri.

__

Misi kali ini adalah penyerbuan dan merebut camp ketiga yang berada di desa Jeon. Pagi buta Kyungsoo sudah berjalan menyusuri jalan setapak berbatu melewati deretan rumah yang nyaris jadi puing, kursi-kursi yang masih berada di dalam ruangan yang lama ditinggalkan penghuninya. Suasana terasa lebih sendu dan hampa, dibandingkan dengan ngeri. Dan Kyungsoo tidak ingin berpikir keadaan yang sama mungkin terjadi pada desanya.

Sekitar 5 kilometer berjalan Junmyeon memberikan instruksi untuk berpencar pada kyungsoo dan dengan cepat kyungsoo berbalik menyisir lorong-lorong mencari menara gereja tertinggi yang bisa ia jadikan post dan menjaga seluruh pasukannya dari sana. 4 persimpangan dari jalan yang ia ambil kyungsoo menemukan sebuah gereja tua yang bolong di bagian depannya, mungkin terkena mortar, dengan menara cukup tinggi dan kyungsoo memutuskan untuk menggunakan menara itu sebagai pos-nya.

Dengan gerakan yang nyaris tak menimbulkan suara kyungsoo menyelinap dalam gelap setengah berlari mencari tangga. Suara pekikan tertahan seorang anak kecil adalah hal terakhir yang pernah kyungsoo harapkan dari gereja tua di desa yang hancur karena perang, tapi hal itulah yang menghentikan langkahnya dan berbalik pada mimbar yang tak jauh darinya.

Seorang gadis dan seorang anak kecil perempuan meringkuk dibalik gelap, ketakutan jelas tergambar di wajah anak kecil itu sementara senyum percaya diri jelas terulas dibibir si gadis. Bulu kuduk Kyungsoo meremang, dan reflek ia menodongkan pistolnya pada gadis itu. Senyum gadis itu makin melebar dan beranjak keluar dari bawah mimbar dengan anak perempuan masih dalam dekapannya.

“dia tersesat saat berusaha mencari bonekanya. Orang tuanya mati di serangan terakhir, dan anak ini luput dari pasukan evakuasi.” Gadis itu menjulang setidaknya 2 atau 3 sentimeter lebih tinggi daripada kyungsoo, rambutnya merah tua tergerai sampai punggung. Gadis itu cantik, sangat cantik, tercantik dari semua gadis yang pernah kyungsoo kenal dengan mata lebar dan bibir merah tebalnya.

Untuk sesaat kyungsoo hanya tertegun, mungkin terlalu kaget mendengar suara berat yang keluar dari bibir gadis itu. Tangannya tergantung di udara sampai gadis itu membuka mulutnya lagi.

“mungkin kau harus membawanya ke markas? Atau kemana? Entahlah, aku punya urusan lain lebih penting daripada memikirkan keselamatan anak ini.” Gadis itu membuang nafas dari mulutnya lalu memajukan bibirnya seperti sedang merajuk.

“siapa kau?”

Gadis itu hanya menyeringai kecil menyerahkan anak kecil itu dalam gendongan Kyungsoo dan membalikkan badannya dan berjalan pergi.

“hey!”

“senang bertemu denganmu, sersan Do Kyungsoo.”

__

Gelap berangsur menjadi terang dan wajahnya adalah hal pertama yang masuk dalam pandangan kyungsoo. Pucat dan tampak khawatir. Kyungsoo ingin berkata semuanya akan baik-baik saja, tapi kyungsoo terlalu lelah, ia hanya ingin tidur.

“Kyungsoo…. Kyungsoo….”nada suaranya terdengar sangat putus asa, memanggil-manggil kyungsoo lirih bercampur dengan isakan halus dan kyungsoo merasa tangannya digenggam erat dan sedikit basah.

Kyungsoo lelah, sangat lelah, hingga ia menutup matanya lagi dan berbisik,

“selamat tidur, sampai berjumpa lagi denganmu.”

Semoga kita bermimpi indah.

__

“Park Chanmi, sersan mayor yang akan membawahi satuan kalian mulai hari ini.”

Hanya satu kata yang muncul di otak kyungsoo, dan kata itu adalah umpatan saat ia melihat sosok sersan mayor Park Chanmi.

Dengan rambut merah yang digelung rapi dan bibir merah tebal yang menyeringai, menampilkan deretan gigi putih. Badannya yang langsing tinggi berbalut seragam biru tua tentara Kerajaan Geum, kakinya yang putih jenjang dipamerkan tanpa bekas luka, seperti gadis model yang tidak pernah mengenal kekerasan.

“mulai hari ini satuan penembak jitu berada dibawah komando saya, dan tentu saja, saya berharap anda dapat bekerja sama dengan baik dibawah kepemimpinan saya.” Sikap tegas itu sangat berbeda dengan gadis yang bersembunyi di bawah mimbar pagi itu.

Park Chanmi terus mendaftar disiplin yang akan ia terapkan pada satuan barunya sambil berjalan hilir mudik berusaha menghafal setiap wajah yang berbaris sampai ia berhenti di depan Kyungsoo. Kyungsoo berani bersumpah untuk sekilas Sersan Mayor Park Chanmi menghilang untuk sejenak dan gadis cengengesan yang bersembunyi di bawah mimbar itu datang lagi, dengan sorot mata jahil dan seringai, namun dengan cepat menghilang. Dengan satu tepukan kaku di pundak dan sikap tegas pura-pura, Sersan Mayor Park Chanmi menyambutnya dalam pasukan.

“senang bertemu lagi denganmu, Sersan.” Senyumnya pecah tak lama setelahnya.

__

“Aku mungkin satu-satunya Sersan tanpa gelar kebangsawanan.” Pernah sekali waktu, Park Chanmi tiba-tiba berbicara soal hal pribadinya pada kyungsoo. Saat itu mereka berdua sedang dalam misi, mengeliminasi sebanyak mungkin musuh yang melewati batas wilayah Geum. Kyungsoo dan chanmi berbaring beriringan dengan mata yang terus waspada pada scope dan teropong.

Angin dingin yang tetap kering menggigit melalui mantel tebal mereka. Langit sedari pagi tak berubah warna dari kelabu, dan suasana makin terlihat merana. Jembatan yang berayun-ayun membelah sungai Han seperti menari-nari di depan mata Kyungsoo bosan.

Sudah nyaris setengah hari ia berjaga dengan Chanmi dan tak satupun target ia jatuhkan, entah kyungsoo harus merasa senang atau tidak karena hal itu. Berkali-kali kyungsoo mengalihkan matanya pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sementara Park Chanmi terus melihat melewati teropong seakan-akan matanya sudah ditempel dengan lem super pada benda itu. Bibir gadis itu juga tidak pernah berhenti bergerak, satu-satu cerita ia sampaikan dengan suara nyaris berbisik pada Kyungsoo. Mulai dari ingatan masa kecil dengan keluarganya, hingga misi-misi yang pernah dia lakukan.

Park Chanmi, ternyata hanya beberapa bulan lebih tua dari Kyungsoo, tapi memiliki setidaknya 20 misi lebih banyak dari Kyungsoo, dan kebanyakan adalah serbuan langsung ke markas lawan. Tak heran kariernya dengan cepat melejit.

Chanmi sedang mengulang kisah penyerbuan di pesisir timur Eun saat dia tiba-tiba teringat sesuatu dan untuk pertama kalinya dihari itu mengalihkan pandangannya dari teropong dan menatap Kyungsoo.

“kau putra kedua baron dari Hwa, bukan?” tanyanya tanpa basa-basi, kyungsoo mengangguk mengiyakan. Ia sempat membagi sedikit ceritanya dengan Chanmi beberapa hari yang lalu, salah satunya tentang keluarganya.

“adik Do seungsoo?” kyungsoo mengangkat alisnya, tidak pernah merasa pernah bercerita tentang kakaknya pada Chanmi.

“pernah di tempatkan satu tim dengannya di penyerbuan Hong.” Chanmi menambahkan seperti bisa membaca pertanyaan di otak kyungsoo. Matanya yang lebar berkilat jenaka saat dia menambahkan bahwa,

“dia sering bercerita tentangmu.” Dan untuk itu, kyungsoo menepuk dahinya dan mengutuk Seungsoo dalam hati. Kyungsoo tahu pasti salah satu hobi kakaknya adalah mempermalukan Kyungsoo di depan orang asing, dengan muka yang mulai terasa panas kyungsoo kembali menilik scope nya dan memutuskan untuk tidak menghiraukan Chanmi yang terus menggodanya.

“adik yang sangat manis tapi kuat, cerdas dan ulet” kyungsoo yakin betul telinganya pasti sudah semerah tomat. Disampingnya tawa Chanmi pecah, gadis itu tergelak sambil memukul2 pundak Kyungsoo.

“kurasa kakakmu benar juga.” Kata Chanmi saat tawanya mulai berkurang, dari sudut matanya Kyungsoo melihat gadis itu menghapus air mata. Saat Kyungsoo pulang ke Hwa saat perang selesai nanti, misi pribadi untuk membunuh Seungsoo mungkin bisa ia pertimbangkan.

“Kau, manis sekali, Sersan dua Do Kyungsoo.”

Rasanya kyungsoo ingin menembakkan amunisi dari rifle kekepalanya sendiri sekarang.

__

Entah disengaja atau tidak makin lama Park Chanmi semakin sering menarik kyungsoo masuk langsung pada timnya, tak jarang mereka melakukan misi hanya berdua saja. Jujur saja Kyungsoo justru menunggu saat datangnya misi berdua untuknya dan Chanmi. Karena melihat dua sisi yang sangat berlawanan yang dimiliki Park Chanmi agaknya sudah menjadi kebiasaan baru yang bakal sulit Kyungsoo lepas untuk waktu yang lama.

Park Chanmi di luar misi adalah sosok yang sangat menyenangkan, ceria dan memiliki aura nyaris naïf. Tak ada tanda-tanda yang jelas pada bahwa sebenarnya Park Chanmi adalah seorang sersan mayor pasukan elite penembak jitu Geum dengan total korban nyaris 100 orang. Nyaris setiap malam Chanmi akan menenteng gitarnya dan menyanyi balada-balada lama Geum tentang perpisahan yang menyayat hati, dengan senyum yang luar biasa cerah, seakan dia sedang menyanyikan satir yang berisi sarkasme untuk menghibur prajurit-prajurit bawahannya. Tak jarang juga gadis itu turun tangan langsung ke dapur hanya untuk memastikan bahwa menu resep pasta warisan ibunya yang sedang di buat juru masak tidak keluar dari resep.

Park Chanmi di luar misi adalah sosok gadis yang benar-benar menyenangkan, sedangkan Park Chanmi yang ada dalam misi adalah sosok yang agresif dan taktis. Semua perhitungan serangannya selalu tepat dan praktis. 99% serangan di bawah komando Chanmi selalu sukses tanpa harus mengorbankan terlalu banyak nyawa prajurit. Dan berbeda dengan kebanyakan, sersan mayor Park Chanmi selalu memasang dirinya di garda depan.

Kyungsoo sungguh-sungguh mengagumi Park Chanmi, baik di dalam misi maupun di luar misi. Dan Kyungsoo yakin betul kalau debaran yang tiba-tiba muncul saat Chanmi berada disekitarnya, bukan karena ia menyukai gadis itu.

__

Kyungsoo sedang berlari di trek yang melingkari markas saat Chanmi tiba-tiba menariknya dan mendudukkannya dengan paksa di pinggir lapangan lalu memeluknya erat. Dan lebih menambah kebingungan kyungsoo, gadis itu sekarang menangis tersedu-sedu, rambut merahnya menutupi sebagian besar wajah Kyungsoo. Kikuk, Kyungsoo akhirnya menepuk punggung gadis itu dan menggosokkan tangannya sedikit seperti hendak menenangkan bayi yang sedang menangis.

Mungkin lima belas menit waktu terlewat sampai Chanmi melepaskan pelukannya. Air mata masih jatuh dan mengalir di pipi gadis itu sementara matanya mulai bengkak dan hidungnya menjadi kemerahan. Kyungsoo ingin sekali menangkupkan tangannya di pipi gadis itu lalu menghapus air mata dan mungkin mencoba menghiburnya. Tapi kyungsoo, putra baron yang dibesarkan dengan ketegasan dan nilai-nilai disiplin, tidak terbiasa memperlihatkan sisi lembutnya pada orang lain.

Kyungsoo baru membuka mulutnya saat isakan Chanmi mulai menghilang. “ada apa? Apa yang terjadi?”

Apa yang membuatmu menangis?

Cukup lama Chanmi diam dan mulai menangis lagi, ragu-ragu Kyungsoo menariknya dan memeluknya lagi, kali ini sambil mengelus pelan rambut merah sepunggung Chanmi.

“junmyeon….oppa…junmyeon…tank…ranjau…oppa…” hati Kyungsoo mencelos. Pagi ini Junmyeon memang memimpin pasukannya berpawai menuju Gileum, 50 prajurit infanteri dan 3 artileri berat, pasukan yang terlalu kecil mengingat begitu banyak titik yang menjadi sasaran favorit tentara Huang.

“tidak ada yang selamat, Junmyeon oppa… aku harus bagaimana Kyungsoo? Junmyeon oppa…”

kyungsoo mengeratkan pelukannya pada Chanmi, dalam hati ia berjanji, seseorang harus membayar kematian Junmyeon.

__

Angin bercampur debu gurun yang panas menampar wajah Kyungsoo. Ia duduk berdampingan dengan Chanmi di dalam Humvee yang membawa mereka menuju pos terakhir sebelum medan perang di Heuk paling barat. Ditangannya senapan riffle caliber 50mm, hitam berkilat dengan scope yang sedikit lebih kecil dari standar rifle normal. Berkali kali ia menggosok barrel senapannya, matanya memandang kosong, perih terkena pasir tajam yang dibawa angin.

Perjalanan masih jauh, mereka mungkin sampai saat senja berada di ujung terjauh. Kyungsoo menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan, ingin membuang pikiran irrasional tentang pembalasan dendam demi junmyeon dan semua kemalangan yang terjadi karena Huang menyerang Geum. Pikiran-pikiran itu, anehnya membuat Kyungsoo ingin menangis, ia merasa begitu lemah begitu malang. Harusnya kyungsoo bisa menolak, harusnya kyungsoo punya keberanian yang cukup untuk menghentikan semua kebodohan yang berakibat peperangan menahun yang menelan begitu banyak korban. Kyungsoo mengepalkan tangannya erat, meremas barrel rifflenya seperti ingin meremukkannya.

Ia ingin semuanya berakhir, haruskah ia berkhianat dan meledakkan istana geum lalu menerobos membantai semua pejuang huang seorang diri?

Genggaman tangan Chanmi yang menarik Kyungsoo paksa kembali ke Humvee yang membelah gurun. Gadis itu menangis lagi, ia menarik tangan kyungsoo lepas dari riffle dan mendekapnya erat di dada seperti hendak mencari pegangan. Kyungsoo balas meremas tangan Chanmi dan mengelus punggung tangannya pelan dengan jempolnya.

“aku akan membunuh mereka semua. Aku akan membalas kematian Junmyeon hyung.” Chanmi mengangguk pelan, menggunakan punggung tangannya untuk mengusap air mata yang tersisa dan menatap Kyungsoo.

“berjanjilah untuk selamat.” Katanya dengan suara bergetar, dan kyungsoo membalasnya dengan tawa kecil. Berjanji untuk tetap selamat dalam satu perang sama saja dengan berjanji untuk hidup selamanya, tidak ada yang memenuhi janji itu, tidak juga Kyungsoo.

“sampai berjumpa lagi, Park Chanmi.”

__

 

“kyungsoo, jangan bertindak gegabah. Keberhasilan misi ada padamu.” Suara berat Chanmi terdengar tertutup gemerisik khas alat komunikasi, terdengar jauh walaupun asalnya dari earpiece yang ada di telinga kyungsoo.

“Chanmi,” panggil kyungsoo pelan, tak peduli ada kemungkinan personel lain mendengarkan percakapannya dengan Chanmi. Dari seberang Chanmi menyahut dengan nada sedikit heran.

“ya?” kyungsoo tersenyum membayangkan alis itu terangkat sebelah, mempertanyakan keberanian dari mana yang kyungsoo peroleh untuk berbicara dengan nada pribadi ditengah misi.

“kau, gadis paling aneh yang pernah ku temui.” Sambung kyungsoo sambil sedikit menahan tawa, dengus nafas kesal terdengar dari seberang. Lalu terdengar suara Sersan Mayor Park Chanmi dengan nada tegas memerintah.

“sersan dua Do Kyungsoo, perlu ku ingatkan sekali lagi kalau aku atasanmu?” kikikan kecil lepas dari bibir kyungsoo dan Chanmi mendecak lalu mendesis, “cukup, Kyungsoo. Kita bisa bicara nanti kalau kau sudah kembali.”

senyum Kyungsoo berganti dari cengiran geli menjadi senyum sedih, harapan yang menggelayut berat di setiap kata yang Chanmi ucapkan membuat dadanya seperti diputar kearah yang tak nyaman, sesak.

“kau tahu kalau berjanji untuk tetap hidup saat berperang adalah hal yang tabu, tapi kau tetap menyuruhku berjanji padamu.”

Intercom diam sejenak sebelum suara Chanmi terdengar kembali.

“10 menit sebelum mulai penyerangan, sersan.” Nadanya dingin, dan Kyungsoo mengerti. Tak ada yang suka diingatkan bahwa berharap adalah racun yang paling mematikan.

“anak perempuan waktu itu, namanya Kim Sa Eun, kubawa saat misi sampai aku bisa menyerahkannya ke Junmyeon esok paginya. Miris melihat bagaimana dia bisa tidur tenang saat disampingnya seorang sniper membunuhi begitu banyak orang dengan senapannya.”

 “9 menit sebelum serangan, sersan.”

“kau tahu betapa kerasnya suara rifle gun, kan? Si kecil sa eun bahkan tak berjengit sedikitpun dalam tidurnya saat aku menembak tentara Geum pagi itu. Apa karena dia sudah terlalu terbiasa mendengar suara ledakan mortar dan rudal yang jauh lebih keras?”

“8 menit sebelum serangan.” Suara Chanmi mulai bergetar, begitu pula Kyungsoo, tapi pemuda itu terus berbicara. Mengutarakan apa yang ada di otaknya. Hal-hal yang tak pernah bisa ungkapkan pada wanita yang pertama dan mungkin terakhir kali mencuri hatinya.

“kau tahu pertama kali aku bertemu denganmu kupikir kau semacam mata-mata musuh atau semacamnya, aku sudah nyaris menarik pelatuk begitu kau berbalik pergi.”

“kyungsoo,” lirih Chanmi meminta Kyungsoo untuk berhenti. Tapi Kyungsoo tak bisa berhenti. Kalau bukan sekarang tidak aka nada lain waktu untuk Kyungsoo.

“aku… nyaris 4 tahun sejak aku meninggalkan Hwa dan berperang bersama Junmyeon hyung dan pasukannya.”

Tak ada jawaban, tapi terdengar suara isak tertahan dan tarikan nafas berat dari ujung intercom. Sedari tadi Chanmi sudah mati-matian menahan tangis, tapi nama Junmyeon mendobrak pertahanannya.

“junmyeon hyung, selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk semua orang, dan kita semua tahu tidak mungkin kita bisa menyesuaikan diri dengan tiap orang yang ada, tapi Junmyeon hyung selalu berusaha.” Mata kyungsoo mulai berair teringat senyum Junmyeon yang kadang bisa terlihat bodoh. Kyungsoo menarik nafas lagi, mencoba menghilangkan udara berat yang mencekik dadanya, membuatnya tercekat dan sesak.

“kau tahu, aku adalah salah satu orang yang paling Junmyeon jaga. Junmyeon mengorbankan waktunya, jabatannya, demi aku, tapi sampai akhir hidupnya aku tidak pernah memberikan apapun pada Junmyeon hyung.”

Mereka berdua kemudian sama-sama diam, hanya saling mengisi dengan suara nafas masing-masing. Bertukar duka kehilangan sosok kakak yang mereka hormati. Kyungsoo yang pertama kali memecah sepi.

“chanmi,” panggilnya dengan suara yang sudah pecah oleh tangis. Tapi ia tidak peduli. “kalau aku tidak kembali,”

“3 menit sebelum serangan, sersan.” Chanmi memotong dengan cepat, berharap Kyungsoo akan berhenti dan diam.

“tolong pergi ke baron Hwa, dan katakan kalau putranya telah bertempur dengan gagah. Dan katakan pada baroness hwa, putra bungsunya bukan anak kecil lagi. Katakan pada mereka Do Kyungsoo dari Hwa selalu mencintai mereka.”

Tidak ada jawaban ataupun bantahan dari ujung intercom dan Kyungsoo terus melanjutkan perkataannya.

“katakan juga pada Sersan Satu Do Seungsoo, jangan sembarangan membicarakan adiknya di depan wanita cantik, apalagi yang nantinya menjadi atasannya.”

“kyungsoo, jangan..”

“dan, chanmi. Aku benar-benar beruntung bisa mengenalmu.”

Derum panser bercampur dengan kendaraan lapis baja lain makin mendekat, bergemuruh seperti badai yang hendak mengamuk, melumat kota yang sudah tak berpenghuni. Kyungsoo menarik nafas, panjang dan dalam. Dia siap. Matipun dia rela.

‘Junmyeon Hyung, kalau aku menyusulmu terlalu cepat, kau akan menyambutku dengan senang hati kan?’

“senang bertemu denganmu, Chanmi.” Itu yang kyungsoo katakan dengan senyum sedih. Di seberang jaringan interkom Chanmi juga tersenyum, masih dengan bibir yang hanya terangkat sebelah seperti biasa, hanya saja mata itu tidak bersinar jenaka, melainkan luka. Jauh di dalam hatinya Kyungsoo membisikkan sesuatu yang lain, sesuatu yang ia berusaha sampaikan pada Chanmi, terselip berlipat-lipat di balik makna kata-kata yang Kyungsoo ucapkan,

aku mencintaimu.

kyungsoo..aku…” Chanmi berhenti untuk menelan ludah, matanya terpejam sejenak lalu membuka dan berkata, “aku juga. Senang bertemu denganmu, Kyungsoo.”

Tapi yang Kyungsoo dengar adalah,

Aku juga mencintaimu.

Kyungsoo menarik nafas panjang dan dalam kemudian membidik kepala panser yang mulai memasuki gerbang desa dan mengokang riflenya.

“bersiap untuk melancarkan serangan pertama.” dan Kyungsoo menarik pelatuknya.

Tembakan pertama Kyungsoo telak mengenai operator panser. Dan ledakan mortar terdengar tak lama kemudian. Misi penyerbuan telah di mulai dan deru rentetan senjata terdengar bergema bersama teriakan mereka yang jatuh.

Kyungsoo terus membidik satu persatu kepala yang kebingungan mencari asal tembakan.

Satu menjadi dua kemudian empat enam. Kyungsoo terus mengokang dan membidik, tapi arus musuh datang nyaris tanpa henti.

Aneh, pikirnya, harusnya hanya beberapa puluh pasukan infanteri dan beberapa pasukan artileri. Harusnya pernyerngan ini hanya berlangsung hingga beberapa menit saja, tapi sudah nyaris setengah jam dan perlawanan masih sangat panas di bawah sana.

“Kode merah! Jumlah musuh terlalu banyak, 100 dari 150 pasukan telah gugur! Perintah untuk menarik diri! Misi gagal! Sekali lagi misi gagal! Semua prajurit diperintahkan untuk mundur!”

“argh! Sial!” teriak Kyungsoo frustasi, membanting helm menendang perlengkapannya, kyungsoo marah dan frustasi. Belum pernah ia semarah itu, hingga ia akhirnya menangis sampai dadanya sesak. Suara chanmi yang rebut di intercom tak dipedulikannya, putus asa dan amarah seperti kabut yang menghalangi Kyungsoo menggunakan logikanya.

Kyungsoo diam sesaat, dan berkata pada dirinya sendiri,

“Belum Do Kyungsoo, belum selesai, kau masih bisa mengamankan dan mengambil alih poin ini. Walaupun seorang diri. Walaupun harus mengorbankan nyawamu. Kau sudah berjanji pada dirimu sendiri untuk membalas kematian junmnyeon hyung, bukan?”

Setelah mengatakan hal itu kyungsoo berdiri mengambil riflenya, mengemas semua perlengkapannya dengan lengkap dan berlari menuju kumpulan kepulan asap dan bau darah yang menguar di udara.

__

“SERSAN DUA DO KYUNGSOO, KAU DIPERINTAHKAN UNTUK MUNDUR SEKARANG!” Suara berat Chanmi sudah pecah menjadi jeritan saat kyungsoo tak juga menunjukkan tanda-tanda untuk menarik diri dari medan pertempuran.

“KYUNGSOO!”

 

Chanmi berlari mengambil persenjataannya dan menerobos orang-orang yang menghalangi jalannya. Dengan putus asa dia memasrahkan komando serangan pada asistennya lalu berlari keluar, tidak peduli dia sedang memakai hak tinggi dan tidak sedang menggunakan seragam untuk serangan. Kasar ia menyeka air matanya dan menyambar kunci ATV. Ia baru berhenti saat Komandan Park Jungsoo sendiri yang menghadangnya di pintu keluar.

“profesionalisme, sersan mayor Park Chanmi.” Suara Jungsoo terdengar tegas dan memerintah, memandang langsung ke dalam mata Chanmi seperti mengancam. “Kau tidak bisa mengorbankan nyawa lain hanya untuk menyelamatkan kekasihmu.”

“hanya aku sendiri yang pergi.” Sahut Chanmi dingin. Pegangannya pada gagang senapan, matanya nyalang menantang.

“lalu kau meninggalkan pasukan lain yang ada di bawah komandomu?”

“aku baru saja menyerahkan komando pada Sersan satu Byun Baekhyun.” Balas Chanmi keras kepala. Untuk beberapa lama mereka hanya diam seperti sedang uji ketahanan mata. Jungsoo menghela nafas.

“kau tidak bisa pergi, Chanmi.” Suaranya melembut dan terdengar lelah.

“oppa, kau tahu persis rasa bersalah karena tidak melakukan apa-apa saat orang yang paling kau sayangi sekarat dan dalam bahaya, bukan?”

“tetap, aku tidak bisa membiarkanmu pergi.”

“oppa, kalau kau menghalangiku hanya karena tanggung jawabmu pada kedua orang tuaku yang sudah mati, bukankah lebih baik kalau kau membiarkan aku pergi?” air mata menetes lagi dari sudut mata Chanmi.

“kalau dia mati disini, yang hilang dari dunia ini bukan hanya nyawa Do Kyungsoo, tapi juga jiwa Park Chanmi.”

 

 

“karena itu oppa, kumohon. Biarkan aku pergi dan membawanya kembali kesini.”

__

Kyungsoo adalah salah satu penembak terbaik Geum. Dalam waktu singkat 5 tentara lawan ia tumbangkan, dengan rifle tergantung di bahunya ia bergerak lincah dikendalikan adrenalin dan amarah. Beberapa kali ia berganti senapan, merampas dari mayat siapa saya yang ia lewati saat merangsek menuju pusat pertikaian. Beberapa kali ia harus menghunus bayonet dan luka-luka sayat sudah tidak ia hiraukan lagi. Ia terus berlari dan berlari, ditengah pertempuran ditengah malam.

Hingga satu ledakan menghentikannya.

__

Chanmi melajukan ATVnya membelah malam. Angin dingin kering gurun ia acuhkan. Satu-satunya yang ada di pikirannya hanya kyungsoo.

“kamu harus selamat, kamu harus hidup, aku akan menjemputmu, ku mohon, sampai aku datang, tetaplah hidup.”

“jangan sekarang, kumohon jangan sekarang.”

__

Kyungsoo tersungkur begitu peluru menembus pinggang sebelah kanannya. Badannya menghantam aspal yang masih panas walaupun angin malam gurun menggigit hingga ke tulang. Erangan panjang keluar dari mulutnya saat ia merangkak maju dan meraih senapannya lagi. Susah payah ia berdiri dan membidik lagi, satu, dua, hingga akhirnya dia sudah tidak kuat lagi dan jatuh terduduk.

Badannya terasa berat, jauh lebih berat hingga ia benar-benar harus merangkak dan menyeret badannya dan bersandar terengah di sebuah tiang lampu yang pecah bohlamnya. Kyungsoo berpikir mungkin ini sudah batasnya.

“junmyeon hyung, mungkin sebentar lagi kita bertemu.” Bisiknya lirih dan perlahan menutup mata.

Sambil menghitung nafasnya yang tinggal satu-satu, titik-titik hujan mulai turun ke atas kepalanya terasa perih di kulit. Kenangan-kenangan masa kecil berkelebat bergantian di balik mata, dan kyungsoo pikir mungkin ini rasanya sekarat.

Kenangan demi kenangan terus berlalu hingga akhirnya sampai pada ingatan akan sebuah suara memanggilnya, disusul sekilas rambut merah tergerai, suara tawa bertone rendah yang riang dan renyah, hingga sepasang mata besar indah berkedip padanya. Seperti dilecut sesuatu, Kyungsoo membuka matanya, detak jantungnya berderap kencang. Ia mencoba bangkit, tapi rasa perih luar biasa terasa menggigit pinggangnya, Kyungsoo mengerang dan roboh lagi. Pandangan matanya semakin buram karena air hujan asam bercampur dengan air mata.

“chanmi…”

Jika bisa kyungsoo ingin bertemu dengan Chanmi sekali lagi. Walaupun hanya sekali Kyungsoo ingin melihat wajah gadis itu sekali lagi.

Suara bising perang berakhir, beberapa bayangan bergerak dalam gelap dan suara sol tebal tentara terdengar bergaung dari segala penjuru. Mungkin beberapa dari tentara Huang yang mencari korban selamat dari pihaknya. Sisanya hening.

Tangan Kyungsoo bergerak menekan luka yang darahnya panas mengalir, mengerang lagi saat tangannya yang dingin bertemu dengan cairan hangat yang terus mengucur dari pinggangnya.

‘aku tidak mungkin bisa selamat malam ini,’ pikirnya. Memang berjanji untuk kembali saat kau berangkat ke medan perang yang nyaris lebih liar dari perburuan singa manapun adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin. Kyungsoo mendengus sarkatis, teringat gadis yang memintanya berjanji beberapa jam yang lalu.

Benar juga, ia baru pergi selama beberapa jam. Tapi mengapa rasanya sudah ribuan tahun terlewat sejak terakhir kali ia bertemu dengan Chanmi?

Kyungsoo merasakan serangan rindu yang amat sangat pada gadis berambut merah bermata indah, yang bernama Park Chanmi. Kalau saja ia bisa bertemu dengannya sekali lagi.

Sekali lagi untuk yang terakhir kalinya.

Pandangannya makin buram dan Kyungsoo tahu sebentar lagi kesadarannya akan menghilang. Kyungsoo sudah akan menyampaikan selamat tinggalnya pada dunia saat matanya menangkap bayangan yang terlalu familiar bergerak cepat mendekatinya.

Bayangan itu, Chanmi, bergerak mendekati Kyungsoo dan segera berlutut di samping pemuda itu. Tangisnya langsung pecah begitu melihat seragam biru tua yang terkoyak peluru. Hati-hati Chanmi menarik Kyungsoo dalam pelukannya lalu mengelus pipi pucat pemuda itu lembut. Chanmi mendesah pelan saat Kyungsoo menyunggingkan senyum lemah, air mata terus turun mengucur bertambah deras dan dalam waktu singkat tangisan Chanmi berubah menjadi ratapan.

Pandangan kyungsoo makin menggelap, dan sebelum semuanya menjadi kelam ia masih sempat berkata,

“senang bertemu lagi denganmu.”

Park Chanmi

 

-fin-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
lyasvel #1
Chapter 1: hadoohh kalau jadi chanyeol rasanya nyesek gitu yak...
flunax #2
Chapter 1: you really use bomi for the girl, whoa.
flunax #3
Chapter 1: you really use bomi for the girl, whoa.
taichou15 #4
Chapter 3: daebak. otpku. ah. bagus. ah. lu hannya agak mirip sama aku hahahahahaha mau juga dong punya pacar kaya umin gt. SUKA.
moonclair
#5
Chapter 3: kaya pernah kenal itu ceritanya pft lagunya, pft
lelgeg
#6
Chapter 4: kenapa yang kebayang malah peeta sama katniss?
beib... bergaul dengan kembaran baekhyun ada gunanya buat genre ff ternyata