Light & Shadow

Light & Shadow

네가어디서뭘하던상관안할래
I don’t want to care where you are or what you do
가던말던네맘대로해
Where you leave or not, do whatever you want

(Ailee – U & I)

Aku tidak peduli. Aku sama sekali tidak peduli.

Hanna mendesis dalam hati ketika matanya menangkap satu rombongan besar, sangat besar –nyaris mencapai dua puluh kalau menghitung petugas keamanan dan staf– berjalan beriringan di koridor menuju ke ruang tunggu keberangkatan Bandara Internasional Incheon.

Di antara semua tempat yang ada di seluruh penjuru Korea, kenapa mereka harus ada di sini? Kenapa mereka memilih berada di sini, saat ini, saat Hanna juga berada di tempat yang sama? Dan di antara semua orang yang ada di bandara ini, kenapa Hanna harus bertemu mereka? Kenapa harus dia, yang sedang tertawa dan berbagi lelucon dengan salah seorang staf? Kenapa harus dia, yang hari ini tampak begitu menarik dengan jaket biru tua berkerah tinggi, T-shirt putih sebagai dalaman, jeans abu-abu tua, topi berlogo Adidas yang menutup rambut pirangnya, dan…

Bukankah sudah kukatakan kalau aku tidak peduli? Hanna menggerutu pada dirinya sendiri sambil memalingkan wajah, pura-pura tertarik pada langit mendung di balik jendela kaca. Gadis itu kemudian merapatkan earphone ke telinga dan memasang musik di iPod-nya dalam volume kencang hingga nyaris menyakitkan, hanya agar ia punya alasan untuk “tidak mendengar” saat siapa tahu ada salah satu dari mereka yang menyapanya.

Hanna bergerak gelisah di tempat duduknya ketika rombongan besar itu berjalan semakin dekat dan berhenti di deretan bangku kosong yang letaknya hanya tiga baris dari tempat Hanna duduk sendirian, menunggu pesawatnya yang dijadwalkan terbang satu jam lagi. Masih ada satu jam lagi. Apa sebaiknya ia pura-pura pergi ke kamar mandi lalu mencari tempat duduk lain, sejauh-jauhnya dari mereka?

Gadis itu tengah menimbang-nimbang bagaimana caranya kabur dari situ, agar tetap tampak berkelas dan tanpa terlihat seperti pengecut, ketika tiba-tiba telinganya digelitik intro sebuah lagu yang familiar. Berawal dengan dentingan piano yang lembut, dilanjutkan oleh dentuman drum dan bas yang sama sekali mengubah nafas lagu itu. R & B atau hip hop atau dance music, Hanna tidak pernah tahu apa persisnya jenis musik yang didengarnya itu. Namun ia selalu merasakan dorongan untuk bergerak, menari, melepaskan beban yang menghantui pikiran dan pundaknya setiap kali lagu itu berkumandang di telinganya.

Setiap kali, kecuali hari ini. Ketika lagu yang selalu disukainya tiba-tiba menjadi sama dengan laki-laki itu, menjadi sama dengan memori yang membawanya kembali pada hari itu, saat mereka bergerak bersama, saat kulit yang hangat saling bersentuhan, saat nafas dan detak jantung melebur jadi satu dalam irama, saat laki-laki itu tampak begitu tampan dan gembira meski keringat membasahi dahinya seperti rintik hujan, saat…

Tidak, Hanna tidak mau lagi mengingat hari itu. Ia tidak mau lagi mengingat laki-laki itu. Ia tidak mau lagi peduli.

--

날좀바라봐
Take a look at me
너는나를좋아했잖아
You used to like me, don’t you?

(Boohwal – Heeya)

“Hanna?”

Oh Se Hun menghela nafas pelan ketika Byun Baek Hyun mengucapkan nama itu sambil melemparkan tatapan penuh arti pada laki-laki yang lebih muda. Ia tahu, ia sudah melihatnya, bahkan jauh sebelum Baek Hyun menyadari bahwa gadis itu ada di sana. Sedang duduk sendirian di ruang tunggu keberangkatan Bandara Internasional Incheon, kemungkinan menunggu penerbangan yang akan membawanya kembali ke New York.

Kedua earphone pink favoritnya melekat rapat di telinga. Kepalanya bergoyang-goyang seolah ia sedang menikmati musik, namun kedua matanya tampak sangat kosong. Seakan-akan isi pikiran Hanna sedang terbang jauh, menyelami awan-awan mendung yang membayang di luar jendela. Apa yang sedang dipikirkannya? Kenapa ia tidak menoleh kemari, ke arah Se Hun yang sedang menunggu untuk bisa menatap kedua mata cokelatnya lagi? Hanna tidak mungkin tidak melihatnya, rombongan member EXO dan para staf terlalu mencolok untuk diabaikan. Tapi kenapa ia belum menoleh juga?

“Tidak ada gunanya jika kau hanya memandanginya seperti itu, Se Hun ah.” Kata-kata Baek Hyun membuat member termuda dalam grup itu mengerutkan keningnya.

“Lalu, menurut Hyong, apa yang ada gunanya?” balas Se Hun, sementara Baek Hyun tersenyum tipis.

“Kurasa sebaiknya kau berdiri dan segera menyapanya. Bersikaplah seperti laki-laki,” sahutnya.

“Apa menurut Hyong dia seperti orang yang sedang ingin disapa?” Kerutan di kening Se Hun bertambah dalam saat ia menggerutu.

“Tidak juga,” sahut Baek Hyun sambil mengangkat bahu. “Aku bertaruh Hanna akan langsung melemparkan kopernya padamu, segera setelah kau muncul di hadapannya.”

“Lalu kenapa Hyong menyarankan agar aku menyapanya?” Se Hun memprotes. “Hyong sedang ingin melihat wajahku babak belur dihantam koper atau apa…”

“Semua orang bebas memberi saran.” Byun Baek Hyun menyeringai. “Lagipula, kurasa itu kau cukup pantas mendapatkannya, setelah semua yang kau lakukan pada Hanna, dan…”

“Oh, coba Hyong selesaikan dulu urusan dengan Jin Hee Noona[1], baru bicara padaku soal apa yang sudah kulakukan.”

“Tapi kau sangat kejam padanya.”

“Aku tidak kejam. Aku hanya…”

“Hanya merayu lalu meninggalkannya begitu saja? Itu sangat kejam, Se Hun ah. Aku bisa mengerti jika sekarang Hanna sama sekali tidak mau menatap ke arahmu.”

Oh Se Hun lagi-lagi mengerutkan keningnya, memandangi laki-laki yang lebih tua di sampingnya itu, kemudian menoleh ke arah Hanna Lee yang masih tampak seperti orang yang sedang tidur dengan mata terbuka. Pikirannya masih belum kembali ke tubuhnya, dan wajah cantiknya yang dialiri darah Amerika dari ayahnya tampak sangat… entahlah, kosong? Bingung? Tapi kenapa di mata Se Hun gadis itu justru tampak seperti orang yang sedang sedih? Sangat sedih?

--

Itu adalah hari yang sangat buruk. Hanna tidak ingat ia pernah mengalami yang lebih buruk daripada hari itu. Saat orang tuanya memutuskan untuk bercerai, bersamaan dengan kabar bahwa laki-laki yang pernah dan selalu dicintainya hingga hari itu, baru saja melamar sahabatnya sendiri. Langit runtuh di atas kepala Hanna, dan ia tidak tahu lagi caranya menghentikan rasa sakitnya tanpa melibatkan usaha bunuh diri. Ia pun akhirnya memutuskan untuk menghabiskan hari terkutuk itu di Rooftop gedung SM Entertainment, hanya melamun dan terus melamun, hingga langit malam turun sepenuhnya. Ia kemudian mencari ruang latihan yang kosong, menyalakan musik yang menghentak dan mulai menari. Hanna mengulang-ulang lagu yang sama nyaris ratusan kali. Terus bergerak hingga paru-parunya nyaris menyerah, hingga nafasnya hampir putus. Keringat membanjiri seluruh tubuhnya seperti hujan, kulitnya lengket dan rambut panjangnya basah kuyup.

Satu kali lagi. Hanna berjanji pada dirinya sendiri. Satu putaran lagu lagi, 3 menit 44 detik lagi, setelah itu ia akan membiarkan tubuhnya beristirahat.

Gadis itu kemudian mulai bergerak untuk yang terakhir kali, mengikuti dentingan piano lembut yang membuka lagu favoritnya itu. Ia membiarkan tangan dan kakinya bergerak sendiri, sama sekali tanpa berpikir. Memadukan seluruh jenis tarian yang pernah dipelajarinya sejak kecil. Satu lompatan grand jeté dan putaran yang indah, dilanjutkan gerakan hip hop yang menghentak, seirama dengan dentuman musik dari speaker besar di ruang latihan itu.

Hanna terus menari tanpa memperhatikan sekitarnya. Matanya sesekali terpejam saat ia berusaha melebur dalam setiap gerakan. Gadis itu sudah hampir tiba di ujung lagu ketika tiba-tibaada yang bergerak bersamanya, berusaha menyesuaikan ke mana tangannya mengarah dan ke mana kakinya melangkah. Ia membuka matanya dan menoleh, untuk menemukan sebuah wajah familiar yang sedang balas memandanginya dengan senyum menggantung di sudut bibirnya yang tipis.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Hanna spontan menyuarakan rasa kagetnya.

“Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang kau lakukan di ruang latihan kami?”Oh Se Hun balas bertanya sambil terus bergerak mengikuti musik. Sementara Hanna terbelalak, baru menyadari bahwa ruangan yang digunakannya sejak tadi adalah ruang latihan milik EXO, Idol Group debutan terbaru SM Entertainment.

"Aku hanya sedang ingin menari," sahut Hanna. Ia sudah hampir berhenti menari, namun Se Hun justru meletakkan tangannya di pinggang gadis itu, memaksanya terus bergerak bersama.

"Sendirian, tengah malam begini?" Se Hun bertanya lagi seraya memutar tubuh Hanna dan memposisikannya satu langkah di depan, dengan punggung menempel rapat ke tubuh laki-laki itu.

Tiba-tiba saja tarian mereka berubah menjadi salsa. Intim dan memabukkan. Hanna mengigit bibirnya tanpa sadar ketika Se Hun memeluk pinggangnya lebih erat. Nafasnya yang hangat mengirimkan aliran listrik di sekujur tubuh Hanna saat ia bertanya pelan di telinga gadis itu, "Kau yakin kau hanya ingin menari, dan bukannya ada yang sedang mengganggu pikiranmu?"

"Aku... aku... hanya sedang ingin menari."

"Sungguh?"

"Ya."

"Kalau begitu, menarilah bersamaku. Sampai pagi."

Hanna tertawa kecil, berniat mengejek laki-laki itu dan bertanya dari mana ia mengutip kata-kata yang begitu dramatis, namun mendadak Se Hun membenamkan wajahnya di rambut gadis itu. Seolah ia sangat menyukai wangi rambut Hanna dan tidak mau berhenti menciuminya sambil terus menari. Sementara Hanna merasakan sistem syarafnya membeku.

Hanna bukannya tidak mengenal Se Hun dengan baik. Hubungan mereka bahkan cukup dekat karena ia pernah menjadi salah satu back up dancer untuk Se Hun di panggung debut EXO tiga bulan yang lalu. Mereka melewatkan puluhan jam untuk berlatih bersama dalam persiapannya, tapi tidak dalam suasana seperti ini. Tidak hanya berdua di tengah malam, berdansa salsa dengan tubuh saling merapat. Ini sama sekali tidak benar.

Dan yang terjadi selanjutnya juga sama sekali tidak benar. Bahkan sampai hari ini pun Hanna masih mengutuki segala yang terjadi malam itu. Seandainya ia tidak menurunkan benteng pertahanannya di hadapan Se Hun malam itu, mungkin sekarang ia tidak akan membencinya seperti ini. Hanna tidak akan memalingkan wajah saat ia sadar betul Se Hun sedang memandanginya. Ia tidak akan pura-pura tidak mengenalnya. Ia juga tidak akan merasakan sakit yang menghancurkan hatinya dari dalam ketika telinganya mendengar lagu yang menghanyutkan suasana mereka malam itu.

Jika Hanna tidak terhanyut, ia tidak akan termakan rayuannya. Jika ia tidak termakan rayuannya, ia tidak akan jatuh cinta. jika ia tidak jatuh cinta, Se Hun tidak akan punya kesempatan mematahkan hatinya saat akhirnya laki-laki brengsek itu meninggalkannya begitu saja. Hanya dengan alasan bahwa perusahaan tidak ingin ia terlibat skandal, apalagi dengan seorang back up dancer.

"Apalagi dengan seorang back up dancer."

Hanna mendengus keras saat kata-kata itu kembali bergema di otaknya. Se Hun mengatakannya persis seperti itu. Ia bahkan tidak berusaha mempermanis kata-katanya, ia sama sekali tidak berusaha memperhalus caranya saat memutuskan hubungan dengan Hanna. Laki-laki brengsek dan tidak punya hati, yang Hanna yakin tidak pernah sama sekali mencintainya. Di dalam otak Oh Se Hun itu, mungkin perempuan hanya seperti boneka cantik, yang suatu hari bisa begitu diperhatikan, tapi juga bisa dengan mudahnya dibuang jika ia sudah puas bermain.

Laki-laki brengsek. Hanna mengerang dalam hati, semakin marah dan semakin marah lagi ketika sudut matanya masih menangkap bayangan laki-laki itu. Dan berani-beraninya ia menatap ke arahku sekarang ini?

--

하얀 얼굴에 젖은 식어가는 너의 모습이
The way you look, your white face getting wet and cold
밤마다 꿈속에 남아 아직도 널 그리네
It sticks in my dreams every night, I still miss you

(Boohwal – Heeya)

"Aku tidak pernah bermaksud mempermainkannya, Hyong." Se Hun bergumam pelan pada Byun Baek Hyun, tanpa melepaskan pandangannya dari Hanna yang masih memalingkan wajahnya. "Aku terpaksa memutuskan hubungan dengannya karena… karena bukankah perusahaan memang benar-benar meminta kita menghindari skandal, terutama dengan para staf, trainee dan back up dancer, setelah apa yang terjadi pada Sung-Ki Hyong dan Ha-Ra Noona[2]?”

"Tapi kau tidak harus mengatakan semuanya pada Hanna,” jawab Baek Hyun sembari menatap laki-laki yang lebih muda itu dengan ekspresi prihatin. “Kau tidak perlu memberikan semua informasi mentah padanya, tidak perlu mengatakan apa adanya, karena dia pasti akan sangat sakit hati dan…”

"Tapi aku tidak bermaksud..." Se Hun menahan sisa kalimatnya di ujung lidah, sebelum menghembuskan nafas keras-keras. Kedua tangannya mengepal di samping tubuhnya, selagi ia terus dan terus menyalahkan dirinya sendiri. “Aku benar-benar tidak bermaksud menyakitinya, Hyong.”

“Kau masih… mencintainya?” Tiba-tiba Baek Hyun bertanya. Matanya membulat ketika akhirnya ia berhasil membaca ekspresi yang membayangi wajah Se Hun.

Sementara laki-laki yang lebih muda mengangguk pelan. Sangat pelan hingga nyaris tak terlihat. “Memangnya aku pernah bilang bahwa aku sudah berhenti? Aku tidak pernah berhenti, Hyong. Aku terus berusaha mencari celah,” sahutnya dengan suara parau. “Tapi ketika situasi sudah membaik dan peraturan itu akhirnya dicabut, Hanna sudah tidak mau lagi melihat ke arahku. Lalu dia memutuskan untuk keluar dari perusahaan dan melanjutkan sekolahnya di Julliard, dan…”

“Dan sekarang dia akan segera pergi.” Byun Baek Hyun menyela kalimat laki-laki yang lebih muda sembari mengerling ke arah Hanna yang sudah bangkit dari tempat duduknya, menuju ke gerbang keberangkatan dengan boarding pass siap di tangan. “Kau akan kehilangan Hanna sekali lagi jika tidak bergerak cepat.”

Namun Oh Se Hun hanya terdiam di tempatnya. Tidak menjawab, tidak bergerak. Hanya memandangi Hanna yang semakin menjauh dengan tatapan mata yang sulit dibaca.

“Kau tidak ingin mengejarnya?” Baek Hyun bicara lagi. Alisnya terangkat.

“Apa dia terlihat seperti orang yang ingin dikejar?” balas Se Hun.“ Apa Hyong yakin dia tidak akan meledak marah padaku jika aku mengejarnya?”

“Aku yakin Hanna akan melakukan itu,” sahut Baek Hyun. “Tapi dimarahi dan dilempar koper sekalipun jelas lebih baik daripada tidak berusaha sama sekali, jadi aku menyarankan supaya kau mengejarnya, sekarang juga.”

Se Hun sekali lagi terdiam. Ekspresi wajah dan tatapan matanya masih tak terbaca, namun punggungnya menegak, menandakan pergumulan yang terjadi di dalam kepalanya antara ego, gengsi, dan kepentingan hati. Laki-laki muda itu masih belum juga bergerak dari tempatnya, hingga antrian di gerbang keberangkatan semakin memendek, semakin menjauhkan Hanna dari jangkauan tangannya.

“Cepatlah, Se Hun ah,” ujar Baek Hyun untuk yang terakhir kalinya. Ia menepuk bahu laki-laki yang lebih muda, yang langsung menatapnya dan mengerjap. “Kau tidak ingin menyesal. Kejar dia. Sekarang.”

Di penghujung kalimat itu, Oh Se Hun akhirnya bangkit berdiri. Membawa ego, gengsi, dan seluruh hatinya kepada satu orang yang seharusnya tak pernah dibiarkannya pergi.

“Hanna!”

--

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sheilla_2410 #1
Did you change the original characters ?
But anyways, totally love the story ^^
Please continue writing <3
Saranghae100 #2
Sounds cool. Jk idk what your talking about.