My Dream's Girl

My Dream's Girl

|Chapter 1|

    Aku berjalan di suatu tempat yang tak kukenal. Rumput hijau, pepohonan lebat, bunga-bunga mekar, dan burung-burung berkicauan di sekitarku. Aku terus berjalan mengikuti jalan setapak yang entah berakhir di mana. Hingga alunan melodi itu mengalun lembut di udara, meluncur mulus dalam telingaku. Aku hanya bisa melakukan satu hal, menikmatinya.

Jalan setapak ini membawaku menuju seorang gadis dan pianonya. Rambutnya pendek hingga tengkuk lehernya terlihat. Ia duduk membelakangiku. Aku mendekatinya perlahan. Ia masih bermain dengan tenang, sendirian. Aku berjalan menuju ujung lain piano untuk melihat wajahnya. Matanya terpejam. Indah. Dia sangat indah.

Gadis itu membuka mata saat permainannya berakhir. Matanya bertemu dengan mataku. Lalu ia tersenyum. Bagaimana bisa aku tidak tersenyum juga melihatnya? Kurasa senyumanku jauh lebih lebar dibandingkan senyumnya.

“Kau sempurna sekali, kau tahu?” aku memulai pembicaraan.

Kini senyumannya berubah menjadi cengiran kecil, “Kurasa kau lebih sempurna,” ucapnya.

“Aku? Benarkah?”

“Kau berdiri tepat di bawah sinar matahari yang menembus pepohonan, tidak sadar, ya?”

Aku menengadahkan kepala untuk membuktikannya, silau sekali. Sinar itu membuat mataku buram. Saat mataku kembali normal, ia menghilang. Gadis indah itu menghilang. Dan aku terbangun.  – [Mimpi #1]

 

҉

 

            Sekumpulan anak muda dengan pakaian bernuansa hitam sibuk dengan urusannya masing-masing di ruang tunggu suatu gedung stasiun TV ternama di Korea. Kim Jong-in, atau sebut saja dia Kai biar gampang, sedang membenahi tatanan rambutnya di hadapan cermin hias. Dyo sedang duduk di antara Luhan dan Sehun yang sibuk bermain bola di Playstation 4. Anak-anak muda lainnya sedang melakukan hal-hal yang sekiranya akan dilakukan oleh manusia di ruang tunggu.

            Byun Baek-hyun sedang tenggelam dalam lamunan saat sesuatu yang dingin dan menyengat menyentuh pipinya. “Hya...” keluhnya dengan datar pada Park Chan-yeol yang menempelkan kaleng minuman ke pipinya. Byun Baek-hyun mengambil kaleng minuman itu dengan senyum samar dan Park Chan-yeol duduk manis di sebelahnya.

            Melihat rekan satu kamarnya itu hanya terdiam menatapi kaleng minuman di tangannya, Park Chan-yeol bersuara, “Kaleng itu tidak bisa membuka dirinya sendiri,” sindirnya.

            Byun Baek-hyun menoleh pada Park Chan-yeol sesaat lalu kembali menatapi kaleng di tangannya. Park Chan-yeol menggeleng-gelengkan kepala lalu meneguk minumannya. “Kau memikirkan Tae-yeon nuna?” tanya Chan-yeol.

            Tidak terdengar apapun dari Byun Baek-hyun, namun Park Chan-yeol mendapatinya menggelengkan kepala. Belakangan ini Byun Baek-hyun sedang dekat dengan Kim Tae-yeon, leader girlband terkenal di Korea, SNSD. Siapa sih yang tidak tahu?  Sepertinya orang-orang di Antartika juga tahu tentang kedekatan mereka.

            Biasanya Byun Baek-hyun tidak seperti ini. Jika manusia pada umumnya lebih memilih untuk duduk bosan di ruang tunggu, maka Byun Baek-hyun adalah tipe manusia yang akan berjalan ke sana-sini dan menjahili orang-orang.

            “Tidak biasanya kau seperti ini,” gumam Park Chan-yeol setelah meneguk minumannya lagi.

            Byun Baek-hyun mengangguk lemah, “Tidak biasanya Hyo-chan tidak datang,” timpalnya dengan ekspresi terluka, dan meninggalkan kerutan pada wajah Chan-yeol yang tak mengerti.

            “Hyo...chan?”

            “Yang selalu menemaniku setiap malam, tidak mungkin kau lupa.”

            Park Chan-yeol berusaha mencerna maksud Baek-hyun. Ia lalu terbelalak, “Oh, kau sudah gila, gadis itu bahkan punya nama?”

            Byun Baek-hyun menatap Chan-yeol dan mengerjapkan mata beberapa kali, “Hm,” tanggapnya sambil kembali menatap kaleng pada tangannya, “Hyo-chan,” lanjutnya dengan polos.

            Sudah lama sekali―bahkan Park Chan-yeol sendiri tidak ingat sejak kapan―Byun Baek-hyun selalu menceritakan tentang gadis-dalam-mimpinya. Chan-yeol tidak merasa apa yang dialami Baek-hyun masuk akal. Tidak mungkin seseorang memimpikan orang yang sama secara berkelanjutan. Apalagi orang yang tidak pernah ia kenal.

            Pernah suatu saat setelah selesai konser dan kembali ke dorm, Byun Baek-hyun tidur hampir dua puluh empat jam. Tidak makan, tidak minum, bahkan buang air sekali pun. Saat lelaki itu terbangun semua orang di dorm panik dan bertanya “Kau sakit? Cepatlah makan dulu,” dan dengan senyuman lebarnya Baek-hyun menjawab, “Tidak, aku sudah makan bersamanya tadi.” Park Chan-yeol tidak habis pikir, Baek-hyun kemanakan kewarasannya saat itu.

            “EXO, lima menit lagi,” seseorang dengan headphone dan mik di kepalanya muncul di lawang pintu ruang tunggu. Dalam sekerjap, semua anak muda yang sibuk dengan urusannya masing-masing segera berjajar, kecuali Byun Baek-hyun.

            “Aish! Ppali!” Park Chan-yeol menyeret paksa Byun Baek-hyun. “Jangan kacaukan penampilan kita kali ini, arra?”

            Byun Baek-hyun mengangguk lemah.

 

҉

 

            “Hya! Hyeong!” Kai menarik lengan Byun Baek-hyun setelah berada di belakang panggung. Byun Baek-hyun berhenti melangkah namun tak melakukan apa-apa lagi setelahnya. “Ada apa denganmu?” tentu saja Kai butuh penjelasan setelah apa yang terjadi di atas panggung tadi.

            Byun Baek-hyun tidak bersuara. “Nyaris saja sempurna gerakan kita tadi,” gerutu Kai. “Hyeong memang seringkali lupa gerakan, tapi kali ini fatal sekali,” si main dancer tentu saja masih tidak bisa terima.

            “Dia sedang tidak enak badan,” terdengar suara Park Chan-yeol di belakang mereka.

            Kai mengerutkan kening, “Benarkah?” ia lalu meletakkan telapak tangannya pada kening Baek-hyun, “Tapi suhu tubuhnya normal.”

            Park Chan-yeol mendecak, “Memangnya tidak enak badan berarti suhu tubuhnya tidak normal?” ia lalu mendorong punggung Baek-hyun, “Kau butuh istirahat, Baekkie-ya,” gumamnya.

 

҉

 

            Byun Baek-hyun dengan ujung topi menutupi wajahnya berjalan tenang dan sendirian di pusat kota Seoul. Dengan begini tidak akan ada yang menyadari keberadaannya. Park Chan-yeol benar, ia memang butuh waktu untuk sendiri dan bersenang-senang. Awalnya Baek-hyun ingin mengajak Tae-yeon berjalan bersama, namun nuna itu sedang di Jepang saat ini.

            Chan-yeol bilang ada toko CD terkenal di sekitar sini, toko CD itu dekat dengan tempat makan yang biasa mereka kunjungi, tapi di mana? Apa nama tokonya tadi? Belle Musique. Byun Baek-hyun mengangkat wajahnya dengan cepat dan mencari toko CD yang dipromosikan oleh Chan-yeol. Anak itu bilang toko CD yang satu ini beda dari yang lainnya.

            Ah itu dia. Konsep tokonya cukup girly dan pinky. Jendela kacanya yang besar bertuliskan ‘BELLE MUSIQUE’. Entah mengapa―hal ini jarang sekali terjadi―jantung Byun Baek-hyun berdebar-debar. Byun Baek-hyun melangkahkan kakinya menuju pintu masuk dengan mantap. Tiba-tiba seseorang mendorong pintu tersebut.

            “Kau...” lelaki itu sangat familiar. Byun Baek-hyun melepas topi dan tersenyum lebar saat mendapati Lee Seung-gi―salah satu aktor papan atas Korea―berdiri di hadapannya. “Baek-hyun EXO!”

            Byun Baek-hyun hendak membungkuk namun tangan Lee Seung-gi meraih tangannya, “Tidak perlu seformal itu,” ucapnya. Baek-hyun tersenyum kecil menanggapinya. “Kau memang setampan itu ternyata ya,” gurau Lee Seung-gi.

            Byun Baek-hyun tertawa kecil menanggapinya. “Kau tentu lebih tampan,” balasnya disusul dengan tawa Lee Seung-gi. Jantungnya tidak mungkin berdebar-debar karena akan bertemu Lee Seung-gi, bukan? Tentu saja tidak.

            “Bisa saja kau ini. Aku sedang buru-buru, kita berbicara lagi lain waktu ya,” kata Lee Seung-gi sambil melangkah menjauh.

            “Oh, ya, tentu saja, sampai jumpa lagi,” balas Byun Baekhyun sambil mendorong pintu masuk.

            Udara sejuk di dalam toko memeluk tubuh Baek-hyun sesaat setelah ia masuk. “Selamat pagi, selamat datang di Belle Musique,” salam para penjaga toko dengan seragam pinknya. Byun Baek-hyun melemparkan senyum yang sukses membuat mereka menjerit.

            “Omo! Toko ini surga sekali, baru saja Lee Seung-gi meninggalkan toko kita, sekarang lihat itu, Byun Baek-hyun personel EXO-K datang kemari,” kalimat itu sebenarnya mengusik Byun Baek-hyun. Ia yakin gadis-gadis itu tak lama lagi akan menghampirinya, mengajak selca, dan meminta tanda-tangan. Pasti.

            Benar apa yang dikatakan Chan-yeol. Toko ini memang berbeda. Desainnya girly namun tidak menjijikan. Terdapat sofa di kubu kanan ruangan, sofa dengan smart TV besar dan speaker-speaker berdiri di sekitarnya. Ada kursi tinggi dan meja yang menempel pada setiap ujung rak, di meja itu terdapat alat pemutar CD dan headphone. Namun sayang sekali tidak ada poster EXO di dindingnya.

            Sebenarnya Byun Baek-hyun ingin sekali menghampiri CD-CD klasik dan mendengarkan Ballade Pour Adeline oleh Richard Clayderman yang seringkali dimainkan oleh Hyo-chan dalam mimpinya. Namun semua itu akan memperburuk suasana hatinya, mengingat Hyo-chan sudah dua malam tidak mendatangi mimpinya lagi. Ia merasa seperti diputuskan secara sepihak. Maka dari itu, ia putuskan untuk melangkah ke arah CD bergenre R&B, favoritnya.

            Tiba-tiba saja Byun Baek-hyun menyadari sesuatu. Ia tidak ingat apa yang terjadi pada mimpi terakhirnya dengan Hyo-chan. Ia ingat gadis itu mengatakan sesuatu yang aneh, namun ia lupa apa yang dikatakannya. Baek-hyun juga tidak ingat bagaimana akhir dari mimpi itu. Yang ia ingat dengan jelas, mimpi terakhirnya bukanlah mimpi indah.

            Byun Baek-hyun baru saja duduk di kursi jajaran rak CD R&B saat para pelayan itu menghampirinya dengan kamera dan buku. Setidaknya Byun Baek-hyun sudah bersiap-siap soal hal ini. Ia memaksakan senyum lebar dan menanggapi mereka dengan seramah mungkin. Setelah keinginan mereka terpenuhi, Byun Baek-hyun tersenyum lega.

            Baek-hyun baru saja mengangkat tangan untuk menyentuh headphone di hadapannya saat ia mendengar, “Permisi, maaf mengganggu, toko kami melayani pemesanan beverage, jika anda ingin memesan, silakan melihat daftar menunya di sini.” Jemari gadis itu menunjuk ke arah daftar menu di meja. Byun Baek-hyun tertegun beberapa saat. Sepertinya suara itu familiar sekali. Sangat terdengar seperti Hyo-chan. Bagaimana pun, tetap saja tidak mungkin. Ia tidak sedang bermimpi saat ini.

            Baek-hyun tersenyum, “Terima kasih, aku ingin―”

            “Haaatttcchhuuu!”

            Sungguh pelayanan di sini mengganggu sekali bagi Baek-hyun. “Omo! Maafkan aku... Aku sangat menyesal...” ucap gadis itu sambil terus membungkuk-bungkukkan tubuhnya.

            Hanya bersin saja, Byun Baek-hyun masih bisa menerimanya. Perlahan ia menolehkan wajahnya, “Tidak apa―” namun kalimatnya terputus.

            Matanya bertemu dengan mata gadis itu. Byun Baek-hyun rasa dunia berhenti berputar. Senyuman pada wajahnya memudar, Baek-hyun dapat merasakan itu. Jantungnya berdegup kencang―tidak pernah sekencang ini. Ia rasa kewarasannya sudah benar-benar tidak tersisa lagi.

            Byun Baek-hyun melompat berdiri. Ia tidak boleh meninggalkan toko ini begitu saja bukan? Lalu ia putuskan mengambil salah satu CD R&B dengan sembarangan dan melangkah tergesa-gesa menuju kasir lalu membayarnya.

            Semua orang di Belle Musique terkejut, tentu saja. Tapi keterkejutan mereka tidak akan sebesar rasa terkejur Byun Baek-hyun saat ini. Ia benar-benar harus ke psikiater, karena gadis-dalam-mimpinya... berwujud 4 dimensi. 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet