Now We're Together

Simple Love Story

*

 

Luhan bermimpi buruk.

 

Ini mungkin terdengar tak masuk akal, tetapi gadis itu memimpikan Kai bersama gadis lain dengan wajah tersamarkan, bergelayut manja dilengan pemuda itu dan dengan bebasnya memeluk serta mencium Kai. Mimpi itu sangat berbekas, bahkan hingga ia terbangun di pagi hari dan mendapati kecemburuan menyelimutinya.

Ia tak senang, membayangkan Kai tertawa dan bahagia untuk gadis lain. Segala ekspresi Kai adalah miliknya dan segala kasih sayang Kai haruslah ditujukan hanya padanya.

 

Kalau Luhan mengingat lagi bagaimana ia bertemu dengan Kai, itu semua diawali dengan upacara penerimaan murid baru yang sedikit unik. Murid pria dan wanita disusun berdasarkan tinggi badan. Murid pria tertinggi berdiri di belakang, bersama murid wanita terpendek. Nah, saat itulah Luhan menemukan Kai berdiri disampingnya.

Sebenarnya Luhan jengkel, karena tinggi rata-rata murid perempuan kurang lebih saja tetapi ia harus berada di paling belakang karena kalah cepat dengan yang lain. Iapun diapit oleh Kai, yang paling tinggi di kelasnya, serta Sehun, yang paling tinggi di kelas sebelah.

 

‘Oi, namaku Sehun.’

 

Ketika ia sedang melamun, seseorang membisik di sisi kanan, membuatnya menoleh dan hampir saja berciuman dengan Sehun. Luhanpun melonjak kaget hingga punggungnya menubruk Kai yang refleks menangkapnya sebelum ia jatuh dan membuat keributan. ‘Eits.’ Kai menatapnya dengan ekspresi jenaka, ‘kenapa denganmu, chibi?’

Kurang ajar. Luhan ingin sekali menampar mulut Kai yang tidak sopan, tetapi pandangannya teralih pada Sehun yang kini tersenyum melihatnya, ‘maaf aku mengagetkanmu.’ Ujarnya sambil menunduk sekali. Melihat Sehun yang sekilas tampak seperti orang baik, membuat Luhan menghela napas dengan lega. Tetapi kemudian ia tersadar kalau ia masih dipeluk Kai.

 

‘Hei,’ Ia mendongak, ‘kenapa kau memelukku?’ tanyanya heran.

 

‘Kau belum bilang terima kasih.’ Jawab Kai dengan pongahnya, ‘kalau aku tak menangkapmu, pasti kau jatuh ke lantai dan celana dalammu akan terlihat oleh kami semua.’

Dasar cowok mesum! Luhan menggeram dalam hati, tetapi ia berusaha sabar dan menggerutu pelan, ‘terima kasih sudah menolongku.’ Ujarnya, berharap hari ini berakhir secepatnya.

‘Ya, sama-sama.’ Kai melepaskannya, tetapi disaat ia berdiri di barisannya, dengan enteng Kai mengangkat belakang roknya,

‘Oh, warnanya pink.’

Luhan ingat sekali, hari itu ia mengamuk seperti orang gila, gara-gara pemuda bernama Kai Kimura, sehingga mereka berdua menghabiskan seminggu setelah pulang sekolah membersihkan wc guru sebagai hukuman. Ia tak terima, karena seharusnya ia adalah korban. Lagipula Ohkawa Sehun yang mulai duluan, tapi malah kabur dan pura-pura tak kenal. Alhasil, selama di semester 1 Luhan juga pura-pura tidak kenal dengan Sehun dengan alasan dendam.

Tetapi, bagaimanapun jeleknya sifat Kai, Luhan tak bisa membenci pemuda itu. Yang pertama, pemuda itu memiliki kecintaan terhadap buku, sama sepertinya. Yang kedua, pemuda itu teman bicara yang sangat menyenangkan meskipun berotak mesum, dan alasan yang paling menyebalkan, Kai ternyata tinggal di sebelah rumahnya.

Daripada capek bertengkar, suatu hari Luhan mendatangi apartemen Kai sambil membawa beberapa buku koleksinya dan mengajak Kai untuk membedah buku untuk menghabiskan akhir minggu. Mereka membaca dan berdiskusi selama berjam-jam, bahkan sampai bergumul saking tak ada yang mau mengalah. Pada akhirnya, Luhan tertidur dilantai, dengan sebuah buku yang baru habis dibaca separo, sebelum Kai mengangkat gadis itu ke atas ranjangnya.

Alih-alih menyelimuti, Kai ikut naik dan menjadikan Luhan sebagai guling.

Mungkin karena ia terbangun dengan rambut yang berbau air liur, atau mungkin juga karena tangan Kai tak sadar meremas dadanya, tapi yang jelas, sejak malam itu, Luhan tidak pernah menginap di apartemen Kai lagi.

 

“Kai…” Luhan teringat kejadian semalam, dan wajahnya pelan bersemu merah karena Kai menjadi bergairah karena dirinya. Meskipun di dalam buku dijelaskan kalau reaksi Kai sangat normal, tetap saja Luhan merasa ganjil. Itu masih dalam celana Kai, sudah sebesar itu… apalagi kalau masuk ke….

 

Luhan membenturkan kepalanya ke dinding. Pelan, tapi cukup menyadarkannya kalau ia tak boleh menjadi mesum juga.

Ia menoleh mendengar bunyi jam wekernya. Segera dimatikannya, tetapi tak juga ia beranjak untuk pergi ke sekolah. Sesaat, mimpinya kembali membayang dan membangkitkan kecemburuan yang tadinya berhasil ia lupakan dengan kenangan. Tetapi, mimpinya membuatnya bertanya-tanya apakah ini hukuman karena selama ini ia tak mengacuhkan perasaan Kai?

Luhan duduk melipat kaki seraya menatap sinar matahari yang pelan-pelan mengintip dari celah tirai kamarnya. Ia menghela napas pelan.

Hari ini, ia hanya bermimpi.

Bagaimana kalau hal yang ditakutkannya benar-benar terjadi di masa depan, dimana Kai merasa lelah dengan keegoisannya dan menemukan gadis lain yang lebih tepat? Atau, ia memang perlu menderita dulu, baru kemudian sadar betapa pentingnya Kai dalam hidupnya?

 

“Baka-onna, kau belum siap?”

 

Hampir saja Luhan berteriak ketika suara Kai muncul disampingnya. “Kaaaai!” Ia menyerang pemuda itu dengan cengkraman di leher, tetapi Kai dengan sigap menangkap kedua tangannya sehingga ia hanya bisa berseru kesal, “berhenti muncul tiba-tiba dong! Kalau aku kena serangan jantung gimana?!”

Tetapi wajahnya yang merona malu, tak bisa menutupi rasa senang karena meskipun pemuda itu meninggalkannya dalam diam, semalam, Kai memutuskan untuk kembali dan berada di sisinya. Ia bahkan menjatuhkan dirinya kedalam dada Kai, memastikan kalau pemuda ini nyata, bukanlah hanya sekedar bayangan kesepian.

“Bagus kan?” Kai membelai rambutnya dengan sayang, “jadi ada alasan buat ngasih napas buatan…”

Luhan memukul dada bidang Kai sembari tertawa geli, “dasar piktor.” Tetapi ia melirik ke arah Kai dan merasakan hatinya berdegup kencang karena Kai menatapnya balik. Untuk sesaat Luhan hanya ingin menjauh, tetapi ia mengingatkan dirinya sendiri akan mimpi buruknya. Apa salahnya bermanja, kalau itu dengan orang yang dicintainya. Apa gunanya menarik diri, kalau itu hanya akan menyakitinya.

“Kai, cium aku…” desahnya, seraya menutup mata dan membuka sedikit bibirnya. Tak peduli jika hatinya remuk redam karena malu. Ia hanya ingin Kai tahu, meskipun keegoisan adalah sifat yang susah untuk diubah, tapi ia akan belajar untuk mengalah agar Kai tak menginginkan perempuan lain untuk disentuh dan dicinta.

 

Kai ingin sekali mencium Luhan.

Tetapi ia malah mendorong wajah Luhan hingga gadis itu terhempas ke atas kasur. Melihat Luhan terkesiap dan berseru-seru marah padanya, membuat hatinya terasa hangat dan pikirannya menjadi tenang. Semalam, ia bermimpi buruk. Karena kecerobohannya menampakkan hasrat terpendam, membuat Luhan takut dan menjauh, menganggapnya tak lebih dari monster.

“Iih, apa-apaan sih!” Luhan bangkit lagi dan kini mencubiti Kai dengan gemas, “dikasih hati malah dibuang!”

“Cepat siap-siap, nanti kita terlambat ke sekolah.” Kai menangkap pinggang Luhan dan menggendong gadis itu ke kamar mandi, tak menghiraukan protes Luhan, sebelum ia meninggalkan Luhan diatas meja wastafel.

 

“Kai…” panggil Luhan.

 

Kai berhenti di pintu kamar mandi, dan menoleh pada Luhan yang menatapnya dengan wajah cemberut, “kita pacaran, kan?” tanyanya dengan nada yang sedikit menuntut, membuatnya terlihat 1000x lebih manis dari biasanya, sehingga Kai kembali berjalan menghampirinya dan memberinya sebuah kecupan di pipi.

“Ya, sayang.” Pemuda itu berbisik di kulit hangat Luhan, hampir tak percaya dengan perkataannya sendiri, “sekarang kita pacaran.”

 

“Aww, manisnya…” Kulihat mata Neko berbinar-binar. Eh, Neko kenapa balik? Katanya nggak mau dengar lagi.

“Pengarang, Neko mau dikecup-kecup sayang sama Kai juga dong…”

Jangan seenaknya, Neko. Kasihan Luhan, sudah susah payah belajar mencintai Kai, malah mau direbut. Dari sekarang, Luhan akan berusaha mengenali perasaan Kai untuknya dari tiap belaian dan sentuhan, mungkin dengan begitu ia akan berhenti merasa malu dan sepenuhnya percaya kalau menjadi kekasih Kai tak akan mengubah fakta kalau ialah satu-satunya teman hidup Kai.

“Trus Yifan Sempai gimana? Boleh buat Neko?”

Please, Neko, jangan. Kasihan dia. Bagaimana nasib cintanya, akan ditentukan nanti karena Luhan sangat bahagia bersama Kai, gadis itu tak ingin memikirkannya. Meskipun menolak Yifan menjadi sangat mudah sekarang dan ia tak perlu repot-repot berbohong karena ia memang jadian dengan Kai, tetap saja rasa takut untuk melihat wajah sempai itu terluka, untuk sementara membuat Luhan mengurungkan niatnya.

 

Paling tidak, sampai mereka bertemu lagi.

 

Luhan sedang menulis sebuah review buku di perpustakaan, ketika sosok Yifan muncul disampingnya. Ia mengangkat wajah, tersenyum ke arah Sempai itu seraya menyapanya. Akan tetapi, senyumnya memudar saat Yifan menyodorkannya tiket ke taman bermain dan serta merta hatinya dipenuhi gemuruh.

Bagaimana ini?

Kai berkata, karena mereka sekarang pacaran, Luhan harus menolak perasaan Yifan secepatnya. Akan tetapi, Kai paham kerisauan Luhan dan membiarkan Luhan memutuskan waktu yang tepat.

“Apa hari minggu ini kau mau pergi denganku?” tanya Yifan.

Ia menatap wajah Yifan dan terus terang ia ingin menangis jadinya. Kalau diterima, ia akan menyakiti Kai dan menyiksa dirinya sendiri. Kalau ia menolak, ia tak bisa membayangkan betapa hancurnya hati Yifan Sempai. Betapa jahatnya dirinya.

“Sempai, aku…” matanya menemukan punggung Kai, tak jauh dibelakang Yifan. Pemuda itu sedang mencari buku untuk dibaca dan tak sadar kalau Luhan sedang terjebak diantara dua pilihan yang sama sulitnya.

Kai, kita pacaran kan?

Rahang Luhan mengeras, mengingat kembali peristiwa tadi pagi. Terasa hangat pada tulang pipinya akibat kecupan Kai, dan perkataan Kai yang menyentuh kulitnya, menegaskan kalau sekarang mereka adalah sepasang kekasih. Iapun berusaha menguatkan hati agar suaranya tak bergetar saat meminta maaf.

“Gomennasai.” Ia menundukkan kepala sekali, sebelum kembali menatap Yifan, dengan mudah dapat membaca kekecewaan di wajah pemuda itu dan ia perlu menelan ludah agar dapat melanjutkan kata-katanya, “aku tak bisa pergi denganmu atau jadi pacarmu.” Ujarnya pahit.

Mata Yifan bertanya kenapa, dan belum sempat kata itu keluar dari mulut pemuda itu, Luhan sudah menjawab dengan tegas, “sempai, aku mencintai orang lain.”

Anehnya, ketika seharusnya ia merasa bersalah, mengakui rasa cintanya pada Kai malah membuat hatinya lega.

 

*

 

 

Ohkawa Sehun mengerinyitkan dahi.

 

Hari ini Kai dan Luhan terlihat aneh. Sedikit bertengkar, banyak tertawa. Yah, sebenarnya hal itu bagus, menyiratkan hubungan yang lebih sehat, tetapi ia tetap merasa ada sesuatu yang janggal diantara keduanya, makanya ia memberanikan untuk bertanya,

“Apa ada sesuatu…” Luhan mengerjap dengan heran ke arah Sehun, sebelum gadis itu tersadar, “ah, tentu saja.” Ujarnya riang, “Sehun, aku dan Kai memutuskan untuk- mmffff!”

Tiba-tiba saja, dari arah belakang ada jaket menutupi wajah Luhan dan mencekik gadis itu hingga megap-megap. Sehun menghardik Kai, yang mengisengi Luhan di saat yang tidak tepat karena ia amat penasaran keputusan apa yang diambil oleh Kai dan Luhan.

“Kaaaaai!” Luhan yang berhasil meloloskan diri, menoleh dan berusaha merenggut apapun yang menjadi bagian tubuh pemuda itu, “Jangan ganggu coba! Itu pinjam jaket siapa juga! Kembalikan sana!”

Kai menyeringai nakal, “bau ya… ini jaket Dio sudah sebulan ketinggalan di laci.” Ujarnya seraya menunjuk ketua kelas mereka yang sibuk tertidur disamping Kai.

“Eh, jorok!” Luhan berupaya menyerang Kai lagi, sementara Sehun hanya bisa menatap mereka dengan perasaan lelah.

“Daripada kelahi terus, kenapa kalian nggak pacaran aja sih?” Keluhnya pelan, tetapi ia terdiam, ketika melihat kedua temannya itu menatapnya dengan shock. Segera saja wajah Sehun merona, pelan-pelan menyadari apa yang janggal. Biasanya, kalau mereka bertengkar, Kai pasti mati-matian menjauhkan cengkraman atau cubitan Luhan dari tubuhnya. Tetapi sekarang, meskipun Luhan merenggut kerah baju Kai, pemuda itu membiarkan Luhan menariknya, sebagai gantinya, Kai hanya memegangi pergelangan tangan Luhan.

 

“Memang kami pacaran.” Kai mengerinyitkan dahi, berkata pada Sehun dengan nada tenang, “nggak keliatan ya?”

 

Untuk sesaat, kelas menjadi hening.

“EEEEEEEH?!” Sehun kalah cepat menyerukan reaksinya, hanya bisa ternganga melihat teman-teman disekitar mereka, yang sepertinya mencuri dengar kata-kata Kai, berseru kaget ke arah Kai dan Luhan, membuat Luhan bingung, ketika beberapa teman menepuk bahunya memberi selamat. Ada juga yang menggoda, sehingga membuat Luhan merona. Gadis itu segera melepaskan Kai dan tertunduk di kursinya.

 

“Urgh.” Gerutunya, ketika ia dan Kai berjalan pulang bersama, “ini sangat memalukan.”

Kata-katanya membuat langkah Kai terhenti. Dengan sigap Kai menarik tangannya dan menegurnya pelan, “hey, apanya yang memalukan? Kau malu pacaran denganku?”

“Ih, jangan langsung tersinggung.” Luhan menepis genggaman Kai, seraya menatap pemuda itu dengan sinis, “aku cuman nggak senang di goda sama yang lain.”

Kai mengangkat bahu, tak peduli. Melihat itu, Luhan akhirnya hanya bisa meringis seraya meneruskan keluhannya, “Kaaaai… aku takut. Gimana kalau mereka nyebar gossip yang nggak-nggak? Trus kalau sampai ketahuan guru, jangan-jangan pas pelajaran malah diledekin…”

Kai menatap langit senja yang terbentang dihadapan mereka dengan wajah tanpa ekspresi, “ya sudah, diamkan saja, nanti juga berhenti sendiri.”

“Jangan dingin gitu dong!” Luhan merengkuh lengan Kai dan memeluknya, “paling nggak cobalah sedikit romantis dan hibur aku.” Meskipun wajah Luhan memanas karena kata-kata yang keluar dari mulutnya, gadis itu merasa ia berhak untuk bersikap lebih manja dan cengeng dari biasanya.

 

Kai menepuk kepala Luhan dan kemudian mengacak-acak rambut gadis itu dengan sayang, “seperti ini?”

“Bukaaaaan!” Luhan berusaha menjauhkan tangan besar Kai dari kepalanya, tetapi gagal. Akhirnya ia hanya bisa mewek sepanjang perjalanan pulang, mengutuki Kai dan tangan pemuda itu yang memanjakannya dengan cinta.

 

*

 

“Aku sudah bicara dengan Yifan Sempai.”

 

Kai menoleh ke arah Luhan, sedikit terkejut karena gadis itu benar-benar melakukannya dihari yang sama, padahal Kai berpikir Luhan akan mengulur-ulur waktu sampai satu atau dua bulan dengan alasan tidak tega. Tapi, mengingat cinta dapat mengubah seseorang, Kai berharap mungkin gara-gara cinta, Luhan akhirnya menjadi tegas.

 

“Baguslah.” Kai menjawab sekenanya, sebelum pemuda itu kembali membaca buku.

 

Untuk sesaat Luhan hanya terdiam, dan Kai membiarkannya. Ia mungkin terlihat seperti membaca dengan santai tetapi hatinya berkecamuk. Penasaran bagaimana Luhan menolak Yifan sekaligus waspada, jangan-jangan Yifan tak mengerti dan akan tetap bersikeras mengejar Luhan. Apalagi kalau Luhan memberitahu Sempai itu kalau mereka berpacaran, pasti Yifan tidak rela dan menginginkan pertarungan yang adil.

Hmph, kai tanpa sadar menyeringai. Apanya yang adil, ia mengenal Luhan lebih dulu, bahkan sebelum mereka sekolah disini. Luhanlah yang menjadi alasan kenapa ia mendaftar di sekolah ini. Padahal ia hanya menemani Dio, tetapi ia bertemu Luhan yang tersesat di lingkungan sekolah (karena gadis itu bukan orang Tokyo) dan untuk beberapa saat ia mengikuti Luhan diam-diam sampai gadis itu menemukan stand pendaftaran murid baru. Tanpa berpikir dua kali Kai ikut mengantri dibelakang Luhan, ikut mendaftar, tak peduli dengan tatapan penuh tanda tanya dari Dio.

Ia hanya ingin mengenal Luhan, karena gadis itu kelihatannya sangat menarik.

Ia bahkan rela tinggal di apartemen, meskipun orang tuanya memiliki rumah di distrik ini. Semua itu karena Luhan.

 

Kai melirik Luhan yang duduk disebelahnya, gadis itu membiarkan bukunya tergeletak, sementara wajahnya diliputi kecemasan. Akhirnya Kai meletakkan buku yang dibacanya dan merangkul Luhan, “apa yang kau takutkan?” tanyanya pelan.

Luhan membisik, “bagaimana kalau Yifan Sempai marah padaku?”

“Itu sudah pasti.” Kai menjawab dengan optimis, tapi melihat Luhan terperanjat, pemuda itu segera melanjutkan kata-katanya, “tapi kalau dia pria sejati, ia akan mundur dan menghormati keputusanmu. Itupun, tergantung apa yang kau katakan padanya.”

Luhan mengendikkan bahu, “aku tidak mengatakan yang aneh dan klise. Seperti katamu, aku harus jujur jadi kukatakan aku mencintai orang lain, makanya aku tak bisa bersamanya.”

Kata-kata Luhan membuat isi perut Kai bergolak dalam kebahagiaan, “benarkah?” Kai memicingkan mata, sementara sebuah seringai nakal tersungging di bibirnya, “lalu? siapa orang yang kau cintai?”

Menyadari kalau Kai tengah mempermainkannya, Luhan menggertakkan gigi untuk menutupi rasa jengah. Tetapi gadis itu gagal dan malah memperlihatkan wajahnya yang bersemu merah hingga telinga, “i-itu rahasia!” Luhan menggeram kesal, karena Kai hanya tertawa mengejek ke arahnya sehingga gadis itu akhirnya berseru,

“Ya, aku mencintaimu! Bahkan meski kau licik, mesum, kejam dan menyebalkan-…ummph!”

Kai mencium bibir Luhan, sementara kedua tangannya merayap di punggung gadis itu agar merapat padanya. Agar hati mereka menyatu dan berdetak dengan senada. “Ya, aku mengerti maksudmu.” ujarnya seraya menarik diri dan tersenyum amat menawan karena melihat Luhan yang hanya bisa menganga.

Kai mendekat agar kini ia bisa mengecup puncak kepala Luhan, “aku juga mencintaimu, Luhan, seperti yang kubilang kemarin, perasaanku sangat jelas terlihat…”

 

Mendengar itu, Luhan mengakui kalau malam kemarin ia sangat bodoh. Tetapi hal itu juga menjadi kenangan yang manis, yang membuatnya bahkan tersenyum geli, “yeah, aku minta maaf soal kemarin,” ujarnya, “aku juga tak bermaksud membuatmu terangsang…”

Untuk kedua kalinya, ia dapat menyaksikan Kai yang seharusnya tenang dan dewasa, merona malu, bahkan tak sadar menggerutu dengan tak nyaman, “kenapa kau malah membahas soal itu, sih?” tanyanya kesal, “aku bahkan hampir melupakannya.”

“Haaaabis,” Luhan menjawab manja, “itu pertama kalinya aku merasakan sendiri bagaimana seorang pria bisa terangsang. Akhinya, semalaman nggak bisa tidur karena penasaran.” Dan gadis itu segera melakukan serentetan pertanyaan tentang alat reproduksi pria yang membuat Kai bingung antara mau muntah atau mau kabur dari tempat ini.

“Kenapa sih kau begitu ingin tahu?!” tak tahan lagi, Kai akhirnya menggerung marah.

“Harus dong.” Luhan balas berseru, “suatu hari nanti kau kan pasti akan meniduriku! Masa’ itu main masuk-masuk aja tanpa permisi. Aku juga harus tahu cara kerjanya dong!”

Kai terhenyak.

Bahkan meski ia setuju dengan Luhan, bahwa suatu hari nanti mereka pasti akan menikah dan menjalani hubungan suami istri, otaknya serasa melumer, membayangkan betapa tak menyenangkannya harus menghadapi kepolosan Luhan. Seumur hidupnya.

*

End

*

 

Ps: “Hhhh…” Kai akhirnya menghela napas panjang, untuk sesaat Luhan berpikir pemuda itu akan mengatakan sesuatu untuk memuaskan rasa ingin tahunya, tetapi Kai malah merebahkan diri di atas kasurnya, “bangunkan aku kalau kau sudah berhenti gila, baka onna…”

 

 

 

oke, gimana?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
KikyKikuk #1
Chapter 3: Aaaahhh kakaaaaak,ini keyeeeenn..
Aku sbnr'y ga suka GS dan lbh suka Mpreg,tp entah knpa ff ini tuh dpt bgt feelnya..
Bener bgt emg kata org,kakak jago bgt klo nulis ff..
Sayang bhsa inggris aku cacad *tear*
Semoga Allah ksh kakak hidayah,buat nulis ff dlm bhsa indo lagi,ini secara ga langsung akan menyelamatkan populasi Kailushipp yg cacad dalam berbahasa inggris macam aku ini :A :'D
luluna99
#2
Chapter 3: aaaaaa
baru nemu ini fic
sumpah fluffy abiiiiiis ♥♥
karakternya ngena semua, aduh ini sampe jerit" tengah malem
ceritanya simple tapi so sweet *-*
aaaaaa
kereen
itu juga, neko bisa muncul di tengah" cerita tanpa mengganggu, natural bgt, ahh
I love it ♥♥♥
di benak saya jadi kebayang cerita ini terus, kebayang rewelnya luhan ke kai yg cool, kebayang sehun yang patah hati tapi pasrah, kebayang yifan aaaaaaa
anyway, thanks for give me this sweet poison!
*craving for the sequel
ayojoshong #3
Chapter 3: Ah benci, gak ada NC nya -_- gak teman gak temaaaaan *yaiyalah wong kita saudara-_-* sudah ah, gak ada NCnya, coba dikasih bumbu NC dikit >_< tapi benci sama Kai buka rok luhan -_-
sumpah oppa lu mesum amat, kenapa gak rok gue aja yang dibuka *eh*
fluffyns #4
Chapter 3: THAT WAS SO FUNNY AND CUUUUTE ><
and how sweeeeett kai stalked luhan and even entered the same school lol xD
it's refreshing to read in indonesian sometimes kekeke
thank you! <3
B-syak
#5
Chapter 3: Wow

I like (:
momoaqua #6
Chapter 3: wow keren ceritanya
suka pas pendaftaran-pendaftaran itu
Baby_Magnae #7
Chapter 3: iihh keren ceritanya.
ini bener2 udah end?, gk da terusanya lagi gitu?.
sequel dong thor
lilacsky #8
Chapter 3: Iya suka banget ternyata kai ngejar luhan dari sebelum kenalan. Wow. Kebayang aja kerepotan kai punya cewek kayak luhan. Repot nahan supaya ga bablas. Ha3. Aduh kurang panjang nih. Bikin lagi ya...
parknaya #9
Chapter 3: aaawww,,ya ampun lulu, o.o
km plosss skaliii... >.<
dduuhh,,kai emang mesum,,tp mesumny msii wajar(?)
ga smbarangan nyerang lulu,,n kliatan syang bgtt ma lulu,, #lumeerrr
aigoo,,trnyta kai suka luhan sblum knalan,,ampe dbelain nguntit gt..aiihh,,maniisss... >.<

ini uda end?smpe sni aj??yaahh,,syaang bgtt.. :(
pnginny sii ampe kailu nikah n punya anak...apa lulu msii polos n pnasaran jg ttg itu...ahahaha...

btw,,neko chan,,yifan it sma aq tauk... hihihihi.... :3