Now We're Friends

Simple Love Story

 

Disini, tokoh 'aku' adalah sang pengarang yang menceritakan dari sudut pandang orang pertama sebagai pengamat.Kemudian ada tokoh Neko yang bertugas untuk mengomentari cerita dan (kadang-kadang) mengganggu karakter. Mohon dimaafkan kalau ceritanya agak berlepotan, but please, enjoy reading ^^

“Yaaa!” Neko mengangkat sebelah tangan dengan antusias, “Yoroshiku ne! Disini Neko sebagai pengganggu alur cerita, hi hi hi…”

Ya sudah, tidak usah hiraukan dia. Sekarang dengarkanlah aku bertutur. Dengarkanlah kisah yang akan kudongengkan pada Neko tersayang, dan tentu saja pada kalian!

 

 

*

 

“Luhan.”

Sesosok pemuda tubuh tinggi berpakaian SMA berjalan sambil menggumam. Bukan pada dirinya sendiri, karena namanya adalah Kimura Kai. Tetapi ia berkata-kata pada punggung seorang gadis yang tengah memilah-milah buku di perpustakaan. Gadis itu menoleh, menatap Kai tanpa ekspresi, “ada apa?”

Kai mendekat dan menjitak kepala gadis itu tiba-tiba, “baka janai no ka?! Kau pikir berapa lama aku menunggumu di kantin?! Berhenti membaca sekarang juga!” hardiknya pelan. Tetapi Shirayuki Luhan hanya mencibir sambil mengusap-usap benjol di kepalanya, “dee-mo, aku lagi sibuk nih.” Keluhnya, “bisa ga-…”

Kata-kata Luhan terhenti saat matanya beradu dengan pelototan maut Kai, dan detik itu juga gadis itu mengembalikan buku-buku yang hendak dibacanya secepat kilat.

“Oke. Kita makan.” Akhirnya Luhan menyentuh lengan Kai dengan jemarinya, lalu menarik pemuda berwajah garang itu ke arah kantin dengan hati berdebar-debar.

“Lalu, apa hubungan mereka?” dengan heran Neko bertanya padaku, “tahu-tahu sudah kayak gimanaa gitu suasananya…”

He he he, sini kujelaskan. Mereka tinggal bersebelahan flat. Luhan adalah orang daerah yang mendapat beasiswa ke Perguruan Higashino, sedangkan Kai sedang belajar untuk mandiri, makanya ia keluar dari Rumah Besar Kimura di Distrik Chiba, dan menetap di Distrik Higashiyama. Kai lebih tua satu tahun, meski mereka kini sama-sama kelas 2. Mereka selalu bersama, karena mereka memilih begitu. Mungkin karena sayang, mungkin juga karena terbiasa. Mungkin juga bagi keduanya sendirian sangatlah menyakitkan. Yeah, aku juga setuju.

 

“Kai…”

 

“Hmm…”

 

Sore itu keduanya berjalan beriringan di pertokoan Higashiyama. Luhan melirik wajah tanpa ekspresi Kai, lalu meraih tangan besarnya dan bergelayut manja di samping pemuda itu. Membuat Kai sampai menoleh dan balas menatap gadis itu heran.

“Kenapa kau?”

Luhan tersenyum manis, tanpa ragu-ragu menampakkan rona di pipinya, “he he he, Kaaai, aku senang sekali nih!” serunya.

Kai mengerinyitkan dahi, “karena tanganku?” tanyanya asal.

Luhan manyun sekali, lalu mengeratkan pelukannya di sekeliling lengan Kai, “chigau yo, dasar piktor! Hari ini aku ditembak cowok! KYAAAA!” lalu dengan energi yang entah muncul dari mana Luhan melepas lengan Kai dan malah memeluk pemuda itu erat-erat. Membuat beberapa gadis menoleh dengan iri. Membuat sepasang suami istri menatap dengan sinis.

“L-Lu!” Kai berusaha menjaga keseimbangan tubuh raksasanya, “oi,oi! Baka-onna! Dasar ga tahu malu! Lepaskan aku!”

Luhan tak menggubrisnya. Ia malah mendongak, berkata sambil tertawa, “ne, ne, aku harus jawab apa dooong, Kai? Ini pertamakalinya sih, hi hi hi…” gadis itu lalu melepaskan Kai, memberi ruang bagi sahabatnya.

Kai menggaruk-garuk kepala. Ia tak tahu lagi harus bicara apa. Kuberi tahu saja, sebenarnya di dalam hati ini ada perasaan tak rela. Tetapi tentu saja Kai tak mampu mengungkapkannya. Jadi ia hanya diam saja…

 

“Kenapa?” Neko kembali bertanya. Hhh… anak ini bisanya hanya merusak suasana saja.

 

Tapi pertanyaan kenapa juga muncul di benak Luhan. Ketika ia berendam di dalam bak mandinya malam itu, perasaan bahagia karena senior kelas 3 menyatakan cinta padanya ternyata tak sebanding dengan rasa penasaran yang menghantuinya.

Mengapa Kai diam?

Padahal biasanya komentarnya selalu pedas,selalu tak puas. Ia yang selalu tersenyum mengejek kalau Luhan menceritakan impian-impiannya, kali ini memilih untuk diam. Membuat hati ini semakin penasaran, apa yang sebenarnya direncanakan pemuda itu?

“Bodoh…” Luhan bangkit dan mengeringkan tubuhnya, “ gara-gara Kai moodku rusak…”

 

*

 

Pemuda itu bernama Yifan. Anggota kelas 3 klub drama, dimana biasanya orang-orang aneh berkumpul. Tetapi tidak bagi Yifan yang menawan. Gosipnya, Yifan memiliki dua kepribadian, karena ketika ia dipentas begitu atraktif dan bersinar, di luar panggung ia hampir-hampir tak bicara apa-apa. Sangat tenang, sangat misterius, sangat menarik perhatian.

 

“Waah...” Neko yang nyeletuk tiba-tiba merona, “pasti cool banget…”

 

Ya, Neko, Yifan adalah pemuda tampan yang menyatakan cinta pada Luhan. Di salah satu sudut perpustakaan saat Luhan tengah membaca. Memang tidak kentara, tetapi cinta tumbuh dari ketertarikan Yifan terhadap sosok Luhan yang sering dilihatnya ketika ia melintas dalam perjalanan menuju klub drama. awalnya, ia ragu, karena selalu ada sosok pemuda mengisi tempat disamping Luhan, bagaikan bayangan. Ini membuatnya penasaran dan bertanya pada beberapa teman tentang hubungan Luhan dan Kai.

Ia cukup puas mengetahui kalau hanya ada pertemanan diantara keduanya.

 

“Jadi, apa yang biasanya kau baca?”

 

Kai merengut. Ia benar-benar merengut bagai kanak, karena ketika ditinggalnya Luhan sebentar untuk mengambil buku lain, tiba-tiba saja muncul pengganggu bernama Yifan sempai dan seenaknya duduk di kursi-nya. Sebenarnya kursi itu milik sekolah, tapi Kai merasa segala tempat disekitar Luhan miliknya, untuk alasan yang tidak bisa ia jelaskan secara rasional.

 

Sementara itu, Luhan tersenyum sedikit, merasa tak nyaman juga beramah-tamah dengan Yifan karena pandangan menusuk Kai (yang terpaksa duduk di kursi lain) menghantam punggungnya, “a-anu… sempai, bagaimana kalau kita bicara di tempat lain saja?” tanyanya. Yifan balas menatapnya heran, “eh, kenapa?”

Luhan bangkit dari kursinya, “tidak.” Matanya melirik Kai tetapi segera berpaling karena yang bersangkutan balas memberikannya tatapan mematikan, “tiba-tiba aku ingin makan crepes di taman. Sempai mau ikut?” tanyanya riang.

 

Kai menatap mereka berdua yang pergi keluar perpustakaan sambil bercengkerama, lalu kembali menunduk menekuri buku yang dibacanya. Berupaya mencari celah untuk menikmati tiap kata, padahal kegusaran memenuhinya, dan kecemburuan mengusiknya.

 

“Hn.” Dari sudut bibirnya pelan terdengar umpatan, “baka onna…!”

 

*

 

“Waaah….” Luhan menatap crepe’ choco-cheese-banana kesukaannya dengan mata berbinar-binar, “oishii…”

 

Yifan terkekeh mendengarnya, “darimana kau tahu itu enak? Kau hanya melihatnya, kan?” candanya. Luhan mencibir ke arah Yifan, “jahatnyaaa…! Sempai, dimana-mana, makanan enak itu dilihat aja udah enak, tau!” Lalu ia menggigit ujung crepe-nya, “hwaaah, umeeei!”

“He he he… sori deh…” Yifan tertawa, sementara matanya tak lepas dari Luhan, “tapi kau benar-benar orang yang berbeda…”

Luhan menoleh, matanya balas menantang tatapan Yifan sementara bibirnya berucap, “memangnya Sempai mengira aku ini seperti apa?” tanyanya.

Yifan mengangkat tangan, lalu dengan berani ia mengusap sedikit cokelat di ujung bibir Luhan, “kupikir kau orangnya anti-sosial, tapi setelah bicara denganmu, ternyata kau asik sekali.” Ujarnya seraya tersenyum lembut.

Luhan menyeringai mendengarnya, “benarkah?” sahutnya riang, “waah, sempai membuatku berdebar-debar nih, hi hi hi hi…” ia tertawa renyah, dengan berani menampakkan rona di pipinya. Membuat Yifan ikut merasa jantungnya berdegup kencang.

 

Ia ingin memiliki.

Tidak tahu bagaimana bisa seperti ini, tetapi monster dalam dirinya terbangun karena senyuman Luhan. Ia menyadari kalau Luhan benar-benar perempuan yang berbahaya, karena bisa memancing dirinya untuk melakukan hal yang tak benar. Disini. Sekarang juga.

 

“Oh iya.” Luhan bangkit, sementara tatapan Yifan terus-menerus menguncinya, “Sempai, klub drama itu seperti apa sih?” tanyanya, “aku suka sih nonton klub drama kalau lagi tampil…” Yifan tersenyum saat gadis itu berdiri di hadapannya, “…tapi Kai kadang nggak mau nonton, padahal parodi di klub drama lucu-lucu…”

 

Yfan merasa desiran tak nyaman saat nama sahabat Luhan terdengar di telinganya. Padahal hanya teman, tetapi ia merasa terancam akan keberadaan Kai didekat Luhan. Ia ingin sekali mengatakan pada gadis ini untuk menjauh dari pemuda itu, tetapi ia baru mengenal Luhan, tak berhak untuk mengatur dengan siapa Luhan ingin berteman.

 

“Kalau begitu, lain kali akan kukenalkan kau pada anak-anak klub drama…” Yifan ikut bangkit berdiri, kemudian mengajak Luhan berjalan beriringan ke arah gedung perpustakaan. Ia bisa merasakan Luhan membeku sesaat ketika bahu mereka merapat, tetapi hal itu tak menghalangi Yifan untuk menyentuh jemari Luhan dan menggenggamnya.

 

“Eeh?!" Meskipun Luhan terkejut dengan sentuhannya, gadis itu dapat menutupinya dengan balik bertanya, "Memangnya boleh, sempai?”

 

“Tentu saja.” Yifan mengangguk dengan optimis. Iapun semakin berani, karena melihat Luhan yang mati-matian menahan rasa tak nyaman akibat sentuhannya. Siapa suruh cantik, hati kecil Yifan berkata, menyalahkan pesona Luhan yang telah menjeratnya hingga yang tadi hanya berani menggandeng, kini tangannya bergerak untuk merangkul gadis itu, “kau kan kocak, pasti mereka suka.”

“Heeeh?! Kok dibilangin kocak?! Aku kan keren, sempai!”

“Hai, hai.” Yifan tergelak, “Hannie-chan…. Boleh kupanggil begitu?”

Kali ini ia melihat wajah Luhan merona lagi, bahkan sampai gadis itu tak mampu lagi berkata-kata. Ia hanya menunduk, menggerutu malu pada dirinya sendiri.

Yifan mengeratkan rangkulannya di sekeliling pundak Luhan. Wah, rasanya sulit sekali hanya bertahan agar tak lebih buruk dari merangkulnya. Membuat Yifan keheranan juga di dalam hati. Padahal dia sangat tenang, dia mampu mengendalikan emosinya.

Tapi kenapa Luhan seperti meminta untuk disentuh?

 

*

 

"Gadis paling bodoh sedunia…”

“Heeh?” Saat Luhan mengangkat wajah, di depan meja belajarnya berdiri Kai sambil berkacak pinggang, “Kaaai, kok tiba-tiba…”

“BodohBodohBodohBodohBodoh…”

Kenapa dia?! Pekik Luhan di dalam hati, “K-Kaai…” lalu ia bangkit dan mengulurkan tangan untuk bergelayut manja di lengan sahabatnya, tetapi Kai berkelit sambil terus bergumam.

“…BodohBodohBodohBodohBodoh…”

“Kai!” Luhan mengejar Kai, yang terus saja berkelit apabila gadis itu hendak mendekat, “kamu kenapa sih?!” hardiknya, pada akhirnya merasa lelah.

 

Kai berhenti bergumam, juga berhenti bergerak. Ia hanya melemparkan pandangan mematikan yang biasa dilakukannya kalau sedang kesal. Ya. Ia kesal. Bukan karena ia ditinggal sendirian di perpustakaan sementara Luhan enak-enakan makan crepe, bukan karena saat kembali dari sana ia melihat lengan busuk Yifan merangkul Luhan, bukan juga karena Sempai otak udang itu memanggil Luhan dengan panggilan sayang…!

Emm, sepertinya yang kusebutkan diatas cukup jadi alasan mengapa Kai kesal…

“Neee…” Luhan melangkah sekali, hendak menyentuh dada bidang Kai tempat dia selama ini bersandar, ketika pemuda itu malah beranjak pergi sambil berbisik pelan, “aku tidak ada perlu apa-apa lagi, gadis bodoh. Sampai jumpa besok.”

EH!? Luhan membelalak kaget. Apa sih yang sedang terjadi disini!? Pekiknya pada hatinya lagi, kenapa Kai menjadi begitu aneh?!

 

“Enaknya…” Neko bergumam pelan, “Neko juga mau diejek Kai…”

Hei, masochist! Diam!

 

*

 

“Kamu jadian sama Yifan-Sempai?”

Sudah lama, sudah lama sekali Kai ingin bertanya seperti itu, ketika ia keduluan Sehun. Di kelas 2-1 ini, Kai yang duduk dibelakang Luhan diam-diam mendengarkan pembicaraan kedua temannya.

“Belum kok, Sehun.” Luhan tertawa malu, “kau ini bicara apa sih, he he he…”

 

“Syukurlah…” Ohkawa Sehun menghela napas lega, saat matanya menangkap basah ekspresi Kai, yang selama beberapa hari ini hanya cemberut melebihi biasanya, kini sedikit melunak. Dahinya mengerinyit dengan curiga.

 

“Tapi Sehun…” Luhan menoleh ke arah Sehun, “kira-kira kujawab apa ya, Yifan-sempai itu. Aku bingung nih…”

 

Sehun mengangkat sebelah alis, “kamu suka sama dia?” tanyanya sinis.

 

Luhan berpikir sejenak, “emm, suka sih… dia baik…” gadis itu merebahkan kepalanya di atas meja, menerawang menatap kosong ke arah langit di luar jendela, “trus orangnya kayaknya serius banget. Bikin penasaran…”

Kai bisa melihat wajah Sehun merona. Ia tertunduk, pelan digelengkan kepalanya sambil menggerutu dalam hati, ‘Luhaan, sampai kapan kau mau tebar pesona sama sembarang lelaki~~~?! Paling tidak mengertilah perasaan mereka yang tidak bisa menggapaimu, baka-onna!’

Sehun terkekeh, seraya ikut merebahkan kepalanya di atas meja. Bedanya, ia menatap Luhan lekat-lekat, “waah, jadi kau menyukainya? Kenapa malah bingung?” tanyanya.

 

Luhan mengerjapkan mata, sebelum gadis itu tersenyum lebar bagaikan kanak, “soalnya, Kai lebih tua sebulan dari Yifan Sempai, meskipun Kai satu angkatan sama kita….”

 

Apa?! Pekik kedua pemuda yang mendengarkan itu di dalam hati masing-masing.

 

‘Jadi aku passing grade-mu?!’ keluh Kai, ketika Sehun menoleh untuk memberinya tatapan tajam. Membuatnya pura-pura membaca agar tak ketahuan kalau ia jadi kikuk karena pengakuan Luhan.

 

Sehun akhirnya hanya bisa menghela napas panjang.

Ia sudah tahu kalau Luhan tak dapat dimiliki. Selama masih ada Kai yang terus berada di samping gadis itu, Sehun dan banyak pemuda lain takkan bisa memiliki Luhan. Sudah begitu, seolah tak sadar apa yang seharusnya tak ia lakukan, Luhan tetap saja memberikan perhatian dan kebaikannya dengan gratis. Seolah-olah Luhan memang ditakdirkan menjadi penggoda.

 

“Begitu ya…” Sehun kembali tersenyum pada Luhan, meski agak sakit didada. “he he he, berarti beruntung sekali pria yang lebih tua dari Kai…”

 

Luhan mengangguk-angguk riang, sementara Kai di belakangnya ingin sekali menarik rambut gadis itu dan menghardiknya agar berhenti membuat Sehun menatapnya dengan permusuhan.

 

“He he he he…” Neko terkekeh, “enak ya, Neko juga mau jadi Luhan. Hobinya ngisengin cowok-cowok…”

Tepat sekali, Neko.

 

Tetapi itu bukan iseng, karena pada dasarnya Luhan menyukai lelaki yang lebih tua darinya. Sedikit rahasianya akan kubeberkan disini. Ketika baru masuk, Luhan pernah menyukai Ketua Murid yang saat itu sudah kelas 3. Ini tak diberitahukannya pada siapapun, karena Luhan adalah tipe gadis yang sangat hati-hati kalau soal perasaannya. Akhirnya, Ketua Murid itu lulus dan sampai sekarang, kenangan akan pemuda itu masih disimpan Luhan. Pertemuan pertama mereka di gerbang sekolah, berselisih di lorong, atau ketika Luhan duduk satu meja dengannya di perpustakaan, ia sudah begitu bahagia hingga tak mampu bersuara. Ia menikmati mencinta, karena cinta yang bertepuk sebelah tangan itu lebih indah, dimana kau harus memiliki kendali untuk tak mengungkapkannya-....

 

“Seperti kisah cinta Neko dengan Suguru-nii, hwaaaa…”

 

Neko, berhenti ngarep deh.

 

“Oi.” Kai muncul tiba-tiba diantara aku dan Neko, “tokoh utamanya aku, bukan kalian.”

 

“Kyaa, Kai!” Neko melompat ke arah Kai, tetapi Kai berkelit. He he he, maaf ya, Kai. Sekarang lebih baik kita buang Neko dan lanjutkan ceritanya.

 

*

 

“Hhhh….”

Luhan menghela napas panjang, sementara di hadapannya terbentang buku pr-nya untuk hari esok.

Apa sih yang kurang darinya? Ia pintar, wajahnya juga tidak jelek, dan ia supel sehingga orang-orang susah membencinya. Dan yang membuatnya lebih sempurna, yaitu Yifan-sempai, yang selalu sabar menanti jawabnya.

Tapi ada yang kurang.

Luhan tak tahu mengapa, tetapi hati ini merasa tak puas hanya menerima segala keberuntungannya. Mungkin ia memang serakah, mungkin ia juga inginkan sedikit tantangan dari kisah cintanya. Hanya saja, dunia nyata bukanlah roman. Cinta yang dirasakan anak manusia bukanlah perasaan berdebar yang menyenangkan. Tetapi menyakitkan. Penuh rasa bersalah, penuh rasa gundah, penuh kewaspadaan. Apakah akan abadi, atau hanya rapuh bagaikan kaca?

 

“Aku tidak siap dengan ini semua…” Luhan merebahkan kepalanya, ketika tiba-tiba saja matanya bertatapan dengan Kai.

 

Iapun terkesiap. “K-K-Kai….?!” pekiknya.

 

“Tidak siap dengan apa?” tetapi Kai hanya bertanya padanya dengan nada datar.

 

Luhan mengangkat wajah, membiarkan rona menghiasi pipinya ketka ia menjawab sambil tergagap-gagap, “Kaaaai! Apa yang kau lakukan?! Jangan tiba-tiba masuk kamar cewek dong!” rengeknya sembari menarik sebelah pipi Kai dengan gemas.

Kai membiarkan pipinya ditarik Luhan. Matanya masih menatap gadis itu tanpa jeda, “apa itu, Luhan? Kau tidak siap dengan apa?” tanyanya.

Luhan menelan ludah. Ia tak bisa menjawabnya, hanya bisa menggerakkan bibirnya tanpa suara.

 

Sementara Kai terus menatapnya, terus memojokkannya tanpa memberikannya kesempatan untuk memalingkan muka.

 

Tak ingin sendiri…

 

"L-Lupakan saja. Aku hanya bicara melantur kok, he-he he-he…” Luhan menundukkan kepala, berbicara sambil tertawa canggung.

 

Karena tak ingin ditinggal sendiri, makanya memilih berdua…

 

Kai tak bicara apa-apa. Matanya terus saja menyiksa, menyudutkan Luhan sekalian melampiaskan segala kekesalannya. Ia tidak suka gadis ini menggunakan dirinya sebagai tameng. Sebagai penghalang. Seolah-olah ia penjaga. Seolah-olah ia benteng. Ia manusia, ia bukan sebuah benda yang bisa dibanding-bandingkan Luhan dengan lelaki lain.

 

“Hei, gadis bodoh…”

Hanya ada satu cara untuk menghukumnya, begitu pikir Kai di dalam hatinya, dan kali ini gadis ini sudah pasti akan menyesal karena telah berani memanfaatkannya.

Kai menarik kerah depan piyama bergambar Luhan dan memberikan sebuah kecupan kilat dibibirnya, diiringi sebuah bisikan,

 

"Jadi pacarku."

 

Ini perintah. Bukan permintaan.

 

*

 

so, gimana? ^^

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
KikyKikuk #1
Chapter 3: Aaaahhh kakaaaaak,ini keyeeeenn..
Aku sbnr'y ga suka GS dan lbh suka Mpreg,tp entah knpa ff ini tuh dpt bgt feelnya..
Bener bgt emg kata org,kakak jago bgt klo nulis ff..
Sayang bhsa inggris aku cacad *tear*
Semoga Allah ksh kakak hidayah,buat nulis ff dlm bhsa indo lagi,ini secara ga langsung akan menyelamatkan populasi Kailushipp yg cacad dalam berbahasa inggris macam aku ini :A :'D
luluna99
#2
Chapter 3: aaaaaa
baru nemu ini fic
sumpah fluffy abiiiiiis ♥♥
karakternya ngena semua, aduh ini sampe jerit" tengah malem
ceritanya simple tapi so sweet *-*
aaaaaa
kereen
itu juga, neko bisa muncul di tengah" cerita tanpa mengganggu, natural bgt, ahh
I love it ♥♥♥
di benak saya jadi kebayang cerita ini terus, kebayang rewelnya luhan ke kai yg cool, kebayang sehun yang patah hati tapi pasrah, kebayang yifan aaaaaaa
anyway, thanks for give me this sweet poison!
*craving for the sequel
ayojoshong #3
Chapter 3: Ah benci, gak ada NC nya -_- gak teman gak temaaaaan *yaiyalah wong kita saudara-_-* sudah ah, gak ada NCnya, coba dikasih bumbu NC dikit >_< tapi benci sama Kai buka rok luhan -_-
sumpah oppa lu mesum amat, kenapa gak rok gue aja yang dibuka *eh*
fluffyns #4
Chapter 3: THAT WAS SO FUNNY AND CUUUUTE ><
and how sweeeeett kai stalked luhan and even entered the same school lol xD
it's refreshing to read in indonesian sometimes kekeke
thank you! <3
B-syak
#5
Chapter 3: Wow

I like (:
momoaqua #6
Chapter 3: wow keren ceritanya
suka pas pendaftaran-pendaftaran itu
Baby_Magnae #7
Chapter 3: iihh keren ceritanya.
ini bener2 udah end?, gk da terusanya lagi gitu?.
sequel dong thor
lilacsky #8
Chapter 3: Iya suka banget ternyata kai ngejar luhan dari sebelum kenalan. Wow. Kebayang aja kerepotan kai punya cewek kayak luhan. Repot nahan supaya ga bablas. Ha3. Aduh kurang panjang nih. Bikin lagi ya...
parknaya #9
Chapter 3: aaawww,,ya ampun lulu, o.o
km plosss skaliii... >.<
dduuhh,,kai emang mesum,,tp mesumny msii wajar(?)
ga smbarangan nyerang lulu,,n kliatan syang bgtt ma lulu,, #lumeerrr
aigoo,,trnyta kai suka luhan sblum knalan,,ampe dbelain nguntit gt..aiihh,,maniisss... >.<

ini uda end?smpe sni aj??yaahh,,syaang bgtt.. :(
pnginny sii ampe kailu nikah n punya anak...apa lulu msii polos n pnasaran jg ttg itu...ahahaha...

btw,,neko chan,,yifan it sma aq tauk... hihihihi.... :3