The Baseball Match

Cold Days in Seoul's Summer

   Hari ini adalah hari pertandingan baseball Chilbong. Hari ini Chilbong juga merasa senang sebab Na Jung ikut menonton pertandingannya. Chilbong merasa kalau ada Na Jung, pertandingannya akan menjadi lebih mudah. Lantas saja, Chilbong sangat mencintai Na Jung.
   "Eh Chilbong," sapa Trash. "Hari ini kamu tanding lagi ya?," tananya. Chilbong menangguk, "aku mandi dulu hyung. "Eh bentar dulu... Binggeure sama aku mau nonton pertandingan kamu. Kan jarang-jarang...," ujar Trash. "Oh... Oke hyung," ujar Chilbong sambil pergi menuju kamar mandi.
   Sesampai di kamar mandi Chilbong mengaca. Lalu ia menyadari kalau wajahnya memang pucat. Dan pusingnya belum juga mereda, malah semakin terasa nyeri. Namun hal itu tidak mengurungkan niat Chilbong untuk pergi bertanding. "Aku sehat aku sehat aku sehat!," pikirnya dalam hati, membuat sugesti pada dirinya sendiri.
   Setelah selesai mandi, Chilbong sudah siap untuk bertanding. Na Jung, Trash dan Binggeurae pun juga sudah siap untuk menonton pertandingan Chilbong. Mereka ber-4 akhirnya pergi ke stadium baseball, dengan disupiri oleh Trash. "Nanti aku pelempar pertama loh...," ujar Chilbong. "Wah hyung hebat. Fighting ya, hyung!," Binggure menyuport Chilbong. "Bukannya kamu setiap kali tanding ngelempar pertama mulu bong?," gurau Trash. "Ya emang dia hebat kali," bela Na Jung. Karena dibela, Chilbong senang dan dengan refleksnya tertawa. Sedangkan Trash hanya menggeleng-menggelengkan kepalanya.
   "Akhirnya sampai," ucap Binggeure, menghela nafas. "Aku duluan ya... Doain semoga berhasil," kata Chilbong sambil bergegas menuju ruang ganti timnya. "Iya... Fighting," teriak Na Jung. "Ayo, kita beli tiketnya," ucap Trash sambil memegangi tangan Na Jung dan Binggeure.
   Suasana di dalam stadium pada hari itu sangatlah ramai. Pop corn dan snack lainnya sudah tersiap di pangkuan Na Jung dan kawan-kawan. "Aku yakin kali ini Tim Yonsei pasti menang," bisik Na Jung pada Binggeure. "Yonsei apa un?," tanya Binggeure dengan polosnya. "Ya timnya Chilbong lah, gimana sih," Na Jung memukul kepala Binggeure dengan pelan.
   Di sisi lain yaitu di ruang ganti, terdapat Chilbong yang sudah siap dengan kostum timnya. "Chilbong. Kok kamu belakangan ini pucet sih?," tanya ayah Na Jung yang juga pelatih baseball Tim Yonsei. "Gak tau juga. Tapi saya sering ngerasa pusing pak," jelas Chilbong. "Kamu nggak papa kan tanding hari ini?," tanya pelatihnya. "Iya kok pak, gak papa". Ayah Na Jung terdiam sebentar, "yasudah kalau memang kamu kuat sana gih ke lapangan. Temen-temen kamu udah pada nungguin tuh," suruh ayah Na Jung. "Oh iya pak".
   Chilbong berada di lapangan, bersiap-siap untuk melempar bola. Ia bisa melihat teman-temannya di kursi penonton yang sedang berteriak-teriak menyerukan namanya. Bola pertama ia lempar, lolos tidak dapat dipukul oleh tim lawannya. Begitu juga dengan bola kedua.
   Matahari sangat terik pada siang itu. Memanaskan suasana lapangan yang sangat ramai. Chilbong mulai merasa sempoyongan. Keringat dingin bercucuran dari tubuhnya. Ia melempar bola ketiga. Namun gagal. Sakit kepala yang hebat mulai menyerangnya, kemudian pandangannya memudar. Bola baseball terjatuh dari tangannya, begitu juga dengan tubuhnya yang terjatuh di lapangan baseball tersebut. Chilbong pingsan.
   Semua yang berada di stadium itu terkaget-kaget. "Chilbong kenapa!?," Na Jung khawatir. Tim medis langsung bergegas menggotong Chilbong. "Ayo. Kita ke ruang timnya Chilbong. Pasti Chilbong bakal dibawa ke rumah sakit," ucap Trash tanpa berpikir panjang.
   Sesampainya di ruang tim, Na Jung melihat Chilbong tergeletak lemas. "Saya anjurkan Chilbong di bawa ke rumah sakit B, rumah sakit itu tempat saya ditugaskan," saran Trash. Tim medis meng-iyakan dan dengan sigap mereka membawa Chilbong ke rumah sakit.
   Dalam perjalanan ke rumah sakit, Na Jung sangatlah cemas. Ia terus memegangi tangan Chilbong yang terkulai di kasur ambulans milik stadium baseball tadi. "Trash oppa... Chilbong kenapa?," Na Jung mulai menangis. Sedangkan Trash hanya terdiam sedangkan Binggeure hanya bisa menatap Chilbong dengan cemas.
    Sesampainya mereka di rumah sakit, Chilbong langsung dibawa ke UGD. "Na Jung, Binggeure, kalian tunggu ya," ujar Trash sambil bergegas menuju UGD. Na Jung masih menangis sambil memeluk Binggeure yang juga hampir menangis.

~

   Satu jam berlalu, dokter telah menangani Chilbong. Chilbong akhirnya boleh dibesuk. Trash mengajak Na Jung dan Binggeure untuk menemui Chilbong yang sudah dipindahkan ke ruang rawat-inap. 
   Di dalam kamar, terdapat Chilbong yang belum juga terbangun. Dengan sedihnya Na Jung menghampiri Chilbong dan meletakkan tangan Chilbong ke pipinya. Kemudian Na Jung menangis lagi. "Oppa... Chilbong kenapa?," tanya Na Jung ke Trash. "Iya hyung, Chilbong hyung kenapa?," tanya Binggeure juga. Trash menghela napasnya, "aku belom tau. Hasil darah sama ronsen Chilbong masih ada di dokter," jawab Trash pasrah.
   Tak lama kemudian, Trash dipanggil oleh dokter yang juga pembimbing kedokteranya, Dokter Soo. Di ruang dokter, Trash diberi hasil ronsen Chilbong. Mata Trash terbelak. "Ah dok. Jangan bercanda dong," ucapnya tidak percaya. Dokter Soo terdiam dan menepuk-nepuk pundak Trash. "Masih bisa diobati kok," ucap Dokter Soo. Kemudian Trash pergi meninggalkan ruang Dokter Soo sambil membawa hasil ronsen tersebut. Ia sangat cemas, bagaimana kalau Na Jung mengetahui hal ini? Bagaimana juga dengan Binggeure dan yang lainnya? Bagaimana kalau Chilbong mengetahui penyakitnya?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
cit___
#1
Wow reply 1994><