Cuddling

The Moments

Aku merapikan tirai penutup kejutanku, kemudian berjalan mundur untuk memastikan semua telah sempurna. Beputar mengitari separuh kaki ranjang, aku menekuk lututku dan menepuk-nepuk tiga bantal yang telah kususun demikian rupa sebagai penyangga. Kugapai gelas wine yang telah kusiapkan sebelumnya, kemudian kubuka empat kancing teratas kemejaku. “Ugh,” kagetku ketika mendengar dering ponselku. Tubuhku menganjur ke ranjang, sementara tanganku menggapai pembuat suara yang berada di sisi berlainan. “Aigoo…aigoo…” panikku ketika kupingku dengan jelas menangkap lagu yang kusetel sebagai nada panggilan seseorang.

Aku segera memerosotkan badanku kembali ke lantai. Membaringkan tubuhku, aku menyibakkan kejemaku atasku yang sudah terbuka. Dengan segera aku men-swap layar ponselku untuk menerima telepon; takut hal buruk akan datang andai aku tidak bersegera. “Yeobo—“

“Cho Kyuhyun!”

Aku sedikit menjauhkan ponselku dari telinga begitu salamku dipotong dengan pekik namaku yang diseru gadisku. “Oh, waeyo?”

Waeyo?” ulangnya dengan nada meninggi. “Why the heck did you change my password?” geramnya.

It’ a simple though,” jawabku dengan English seadanya. Memacari gadisku memaksaku meningkatkan bahasa ketigaku; English. “First clue, it’s a date!”

“Cho Kyuhyun…” geramnya. “There’re lots of date!” tekannya, “beside, this is my apartment! What on earth did you do inside?”

Aku melebarkan senyumku membayangkan raut kesalnya yang menggemaskan. Sengaja kuganti password apartemennya agar aku lebih leluasa menyiapkan kejutan tanpa takut dia tiba-tiba datang. “Second clue, it’s an important phase of my life.”

Oh, my goodness,” kesalnya. “Give me the password,” tekannya pada setiap suku kata, “or maybe, I can make a call to someone who could offer me a place for staying over in this damn cold night,” ucapnya menggoda.

Arraso!” sergahku. “It’s my debut date,” gumamku dengan cepat.

Darn…Cho Kyuhyun!”

May, 26th 2006,” ujarku menyerah sembari mematikan sambungan. Aku sedikit kesal dia tidak mengetahui tanggal debutku sebagai anggota SJ.

Melupakan kekesalanku sejenak, aku menyambar gelas wine ketika mendengar pintu terbuka. Kujentik-jentikkan ringan jemariku yang terbebas di permukaan bantal, sementara jemariku yang lain menggenggam gelas wine seelegan mungkin. Setelah melakukan persiapan selama tiga jam, akhirnya gadisku muncul di muka kamar dengan raut super kesal.

Dia, Adelynn Lee, gadis blasteran Korea-Inggris bermata biru yang kukencani dua tahun belakangan. Warna irisnya merupakan gen yang diterima dari sang ibu dan kakek dari pihak ayahnya. Dia tampak anggun dengan atasan putih longgar bermotif coklat klasik yang berlengan panjang; hal yang cukup membuatku lega karena lekuk tubuhnya tidak tercetak jelas. Akan tetapi rok hitam mini ber-ruffle yang hanya menutup separuh pahanya patut aku coret dari daftar kelegaanku. Rambut depannya dikepang di bagian atas; ditata sebagai bandana, sedangkan rambut belakangnya diikat rapi.

Meskipun tidak memfokuskan mataku untuk melihat Lynn, tapi aku tahu dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil menatapku sebal. Mengabaikan kemarahan Lynn, aku menggoyangkan gelas wine, kemudian menyesapi harumnya sebelum meneguk cairan ini.  Ekor mataku menangkap dirinya yang melewatiku begitu saja.

Mendengar bunyi bedebam, aku melongokkan kepalaku dan mendapati Lynn masuk ke kamar mandi. Aku mencebikkan bibir bawahku karena kecewa dengan reaksinya. Bukankah seharusnya dia terkejut dengan adanya diriku di sini, di Christmas eve?

Sekian menit berlalu, Lynn akhirnya muncul dari kamar mandi setelah mengganti bajunya dengan sweter bewarna soft cream bermotif bunga dan hot pants bewarna peach. Dia duduk di depan meja rias, lalu mengurai kepangannya. Setelah membersihkan wajahnya dari make up, Lynn berdiri dan berjalan melaluiku lagi.

Hello…” teriakku pada akhirnya, “I’m trying to be y here,” aku melambaikan tanganku.

Oh, you do here, my lovely sweet boyfie,” nada sarkastis Lynn.

Rasanya aku ingin mencincang monyet sialan itu karena memberikan ide ini; berbaring dengan membuka beberapa kancing kemeja putihku agar terlihat seksi. Sepulang dari sini, aku benar-benar akan membuat perhitungan dengannya. Aku menyayukan tatapanku dan memisah kedua bibirku barang sedikit; barangkali trik yang ini berhasil memikatnya.

Lynn mengamatiku sejenak dan hal itu membuatku melonjak girang dalam hati. Dia berjalan mendekat, kemudian mendudukkan dirinya di lantai. Tubuhnya mencondong kedepan, sementara kedua tangannya meraih kerah kemejaku. “So my cutie boyfie turned into a y one this night?” ujarnya dengan nada menggoda.

Aku menaikkan kedua alisku dengan tak kentara karena perubahan sikap Lynn tiba-tiba.

Jemari tangan kiri Lynn mengetuk-ngetuk pipi kananku, sedangkan jemari kanannya mengusap lembut pipi kiriku. Dia menaikkan sebelah kakinya ke perutku, hampir-hampir menduduki perutku andai dia menurunkan bobotnya. Hal yang membuatku menahan napasku seketika dan mengumpat dalam pikiranku karena paha tanpa cacatnya berada di depan mataku. Belum cukup di situ, Lynn merendahkan wajahnya hingga ujung hidung kami hampir bersentuhan. “So,” ucapnya dibarengi sedikit desah napas, “what should we do to warm ourselves this night?” Napas hangatnya menerpa permukaan bibirku.

Menerima godaan Lynn, rasanya ingin kukulum bibir merah mudanya dan kulumat dengan kasar. Aku mengabaikan wine-ku, lalu membawa tanganku menangkup; berniat memenuhi undangannya untuk merabai pahanya. Akan tetapi sebelum aku sempat menyentuhnya, Lynn menepisnya. Aku meraung rendah karena kecewa.

Later, Sir,” ucap Lynn tepat di bibirku. Kedua tangannya berpindah dari wajahku turun ke leherku, kemudian menyusup di balik kemejaku. Aku menggeram frustrasi saat jemarinya bersentuhan dengan kulit pundakku. Puas mengusap pundakku, dia melarikan jemarinya ke bawah dan membuka sisa kancing kemejaku. Menyusupkan jemarinya ke dalam, Lynn mengusap perutku. “Let’s fix something before we start the heat,” lanjutnya masih dengan nada rendah yang didesahkan. Jika dia mempertahankan sikap ini, aku tidak menjamin bisa mengontrol hasratku.

Anything my dearest,” jawabku pada tantangannya. Mengangkat kepalaku, aku ingin mengecap bibirnya yang kurindukan rasanya sebulan ini. Akan tetapi sebelum berhasil, “Ayaa…” teriakku ketika merasakan cubitan keras di perutku.

Lynn menegakkan badannya dan memandangku dengan ekspresi kelabu; matanya menatap tajam dan bibirnya mengerut. “Neo!” dongkolnya sambil berdiri dari tubuhku. “Wake up!”

Heish, this girl was such a tease,” gerutuku sambil bangun menuruti perintahnya.

Mengacungkan telunjuknya ke dinding di belakangku, Lynn mengerutkan keningnya. “What the heck did you do to my wall?”

Aku memaksa bibirku tertarik berlawanan, “It’s our first Christmas eve…” senandungku riang. Ini memang malam natal pertama yang aku habiskan dengannya. Tahun kemarin di malam natal aku berada di Jepang untuk konser KRY sehingga kami tidak bisa bersama. Aku berlari mencapai dinding yang ditunjuk Lynn dan membuka penutupnya. “Ta-da!” seruku.

Lynn melebarkan matanya dan membulatkan mulutnya ketika memandang kejutanku.

Aku memasang tali sebanyak empat baris secara horizontal, kemudian menjepit beberapa foto momen kami berdua pada tali tersebut. Aku juga menghiasi sepanjang tali dengan lampu-lampu kecil yang menyala temaram.

Lynn menaiki ranjang untuk mendekat dan mengamati beberapa gambar yang kupajang. “You did prepare it…” ucapnya tak percaya.

Oh, yes I did,” banggaku. Aku mendekat dan bergabung dengannya di ranjang. “Do you like it?”

Hmm,” gumam Lynn sambil mengangguk. Sengaja atau tidak, dia menyandarkan kepalanya di bahuku.

Seringai lebarku merupakan apresiasi keberhasilan kejutanku. Tanganku menyisip di pinggang Lynn dan membawa tubuh kami mendekat. Aku memundurkan tubuhku dan menarik tubuh Lynn untuk merebah. “It’s our ice cream time,” tunjukku pada sebuah foto saat kami memakan ice krim. “It’s you, sleeping peacefully,” Aku mengambil fotonya saat dia tertidur. “It’s me, your handsome boyfriend,” tunjukku pada fotoku sendiri.

Ah, can we make some arrangement here?” tanya Lynn.

What?”

I really want to change that handsome boyfie of me pic to gorgeous stubbly Choi Siwon.”

“Ya!” seruku tak terima.

And also, that pic of my boyfie smirking cruelly with a pair of Easter-bunny-eyes to tanned skin of Choi Siwon with his chocolate abs.”

Ya…ya…” protesku sambil menyentak tubuh Lynn agar miring ke arahku. “Scratch that stubbly Choi Siwon with his abs change into a handsome boyfie with Easter-bunny-eyes!”

Oh waeyo?” tanyanya dengan raut tak bersalah. “He’s y after all.”

Arra…arra…you’re still mad at me,” ucapku menyerah, “It was just a script, ok?” belaku.

I don’t mind if you really want Hyunseung role,” sanggah Lynn masih menggunakan nada tenang.

Dengan begitu aku tahu dia benar-benar marah padaku karena acara Radio Star dimana aku menyebutkan ingin berduet dengan Hyuna dalam lagu troublemaker. “Just admit that you’re jealous.

Why should I?” polos Lynn.

What? You even don’t feel jealous if I have to make a duet with that y singer?” godaku balik.

y your !” umpat Lynn yang sebenarnya membuatku bersorak gembira karena itu membuktikan dia benar-benar terbakar cemburu. “Do it then so I have a reason running to the arms of gorgeous Choi Siwon.”

“Ya!” Aku menghempaskan kepalaku di bantal. “In your dream,” Aku menyurung telunjukku di kening Lynn hingga membuatnya mendesis. Mengembus napas pasrah untuk melawan ‘the jealous of her’, aku menariknya tubuhnya hingga berimpit denganku. Tanganku menyisip di lehernya dan membawa kepalanya ke dadaku. Aku menciumi puncak kepalanya dan mengubur wajahku di rambutnya. “I’m sorry, ok? It was nothing more than a show.”

Lynn menyuruk wajahnya semakin dalam ke dadaku, kemudian melingkarkan tangannya di pinggangku. Dia tidak menjawab permintaan maafku, tetapi dari tindak tanduknya, aku tahu dia memaafkan. “I came to mass alone this afternoon.” Ini natal, namun akibat beberapa hal Lynn tidak kembali ke Inggris untuk bertemu keluarganya.

I’m sorry I can’t accompany you to the mass,” sesalku karena tidak bisa menghadiri misa natal bersamanya. Alasan klasik, karena tidak ingin tertangkap media. Terkadang aku lelah menyembunyikan hubungan ini. Akan tetapi mengingat keselamatannya dan karirku, aku tidak punya pilihan lain.

You have to go home,” meski mengucapkan demikian, Lynn tidak mendorong tubuhku agar memisah.

Can’t I stay over, hum?”

No, you can’t,” lirih Lynn.

Promise, just cuddling,” janjiku.

“Hyun…”

I missed you so damn much this whole month,” Aku tidak bercanda sangat merindunya. Jadwalku yang padat membuat kami terpisah selama sebulan penuh. Jikalau pun kami memiliki waktu bertemu di sela-selanya, tidaklah cukup untuk menebus kerinduan. “Please,” melasku ketika Lynn membungkam.

Lynn menyembulkan wajahnya dari dadaku dan menatapku. “In one condition, don’t leave while I’m still in deep slumber.

Aku mengecup keningnya sebagai rasa bersalah. Bukanlah hal yang mudah pula bagiku meninggalkannya sebelum fajar tiba setelah kami menghabiskan malam bersama. “You have my word,” janjiku. Telingaku menegak ketika mendengar denting jam menunjukkan waktu telah mencapai tengah malam. Memberikan sedikit jarak pada tubuh kami yang berimpit, aku tersenyum melihat wajah Lynn dalam pelukanku. “Merry Christmas, Adelynn Lee.”

Merry Christmas, Cho Kyuhyun.”

Dengan seperti itu, bibirku menyatu dengan milik Lynn; membuatku merasakan manisnya bibirnya yang kurindukan. Aku melesapkan lidahku ke rongga mulutnya, melumasi lidahnya dangan salivaku, dan membagi rasa wine yang tadi kuminum. Biarkan malam ini menjadi milik kami. 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
affiascadr #1
Kak, yg cuddling sama calling itu yg udh pernah di post di web kakak bukan?