CHAPTER 1 - HYUNG-DONGSAENG

He is an agent

_CHAPTER 1_

 

Seorang anak laki-laki tampak berjalan sambil membaca di selasar rumahnya. Kim Minjun namanya, ia adalah putra tunggal penerus WO. Ayahnya, Kim Jung Park, adalah pendiri White Organization. Organisasi mafia terbesar di Korea dan terbesar ke tiga dalam dunia International ini memiliki jaringan yang luas baik di Asia maupun Eropa. Walaupun masih berumur 10 tahun, ke-jenius-an Minjun diakui oleh petinggi-petinggi WO. Ia memegang jabatan yang tinggi sebagai peneliti sekaligus ahli strategi.

 

Minjun terus berjalan sampai ia berada di selasar dekat lapangan tembak. Matanya terus berada di atas buku, sampai seorang pelayan datang menghampirinya.

 

“Tuan muda, ada kiriman paket dari tuan besar.” Ucap pelayan wanita paruh baya.

 

“Taruh saja di kamarku seperti biasa.” Kata Minjun bosan.

 

Pelayan itu membungkuk sopan pada Minjun lalu kembali masuk ke dalam rumah. Minjun yang baru sadar sudah sejauh apa ia berjalan dari kamarnya memutuskan untuk duduk sejenak di bangku yang ada di dekat kolam ikan.

 

Angin malam yang dingin berhembus melewati Minjun dengan tenang. Suasana di rumah Minjun yang bisa dikatakan seperti kastil ini terlihat lebih menyeramkan di malam hari. Berkali-kali ia mengelus tangannya untuk sekedar memberi sedikit kehangatan pada dirinya.

 

Samar-samar, ia mendengar suara tembakan berkali-kali. ‘Siapa yang menembak malam-malam begini?’ Pikir Minjun dalam hati.

 

Rasa penasaran Minjun membuatnya pergi mengintip ke lapangan tembak yang terletak tidak jauh dari tempat ia duduk. Ia menatap sebal pada Im Jae Hee yang sedang berteriak di pojok lapangan. Jae Hee adalah instruktur menembak tingkat 1 di WO, sekaligus pelatih Minjun. Pelajaran menembak dan bertarung adalah hal-hal yang paling dibenci Minjun seumur hidupnya. Namun semua itu terpaksa ia ikuti karena perintah Appanya.

 

Minjun berjalan lebih dekat ke lapangan tembak untuk melihat siapa orang tidak beruntung yang juga mendapat pelajaran dari Jae Hee, dan betapa terkejutnya ia melihat seorang anak laki-laki berdiri penuh luka di sekujur tubuhnya. Minjun yakin kalau anak tersebut jauh lebih muda dari dirinya. Bunyi sabetan kayu menyadarkannya bahwa luka-luka di tubuh anak itu berasal dari tongkat kayu ditangan Jae Hee.

 

Jae Hee yang tidak pernah menggunakan tongkat saat melatih Minjun saja tampak menyeramkan, apalagi malam ini. Teriakan Jae Hee bahkan terdengar beberapa oktaf lebih tinggi. Minjun menatap kasihan pada anak kecil itu. Tubuhnya gemetar ketakutan, isakan kecil terdengar bahkan dari tempat Minjun berdiri yang jauhnya sekitar 50 m. Ia mendekap kedua tangannya, menolak untuk memegang pistol yang disodorkan Jae Hee. Akibatnya tentu saja buruk, tamparan di pipi mungilnya dan beberapa pukulan di tangan dan kakinya.

 

Minjun memperhatikan Jae Hee menaruh paksa pistol di tangan anak kecil itu, lalu berteriak tepat di depan muka anak kecil itu, “TEMBAK SEKARANG JUGA ATAU AKU YANG AKAN MENEMBAKMU!!”

 

Pupil mata Minjun membesar. Sejak kecil ia memang terbiasa dengan kekerasan disekelilingnya, tapi tidak dengan pembunuhan, apalagi jika itu sampai benar-benar terjadi di rumahnya. Bulu kuduk Minjun berdiri, merinding membayangkan apa yang akan terjadi beberapa detik yang akan datang. Hatinya bimbang antara terus berada disitu atau masuk ke dalam rumah dan beranggapan tidak melihat apa-apa.

 

“SATU…!” Teriak Jae Hee sambil mengambil pistol kecil dari dalam jasnya.

 

Anak kecil itu tetap diam.

 

“DUA…!!”

 

Jae Hee sekarang memasukkan sebuah peluru ke dalam pistol. Minjun menggigit kuku jarinya. ‘Ayo tembak… Jangan takut…’ Batin Minjun.

 

“TI—“

 

Tepat pada hitungan ke tiga, anak kecil itu berdiri dengan pistol di tangannya. Ia langsung mengambil posisi menembak dengan mantap. Tangannya yang mungil berusaha menjaga posisi pistol tetap pada tempatnya. Matanya berusaha membidik target 30 meter di depannya.

 

Bunyi tembakan keras yang mengenai target menggemakan segala kesedihan, keputus-asaan, serta keberanian baru anak kecil itu. Minjun melihat Jae Hee tersenyum samar. Tepat setelah anak kecil itu menembak, ia berbalik dan beradu tatap dengan Minjun untuk pertama kalinya.

 

Matanya merah, menyiratkan kesedihan mendalam dan juga kebencian yang pekat. Ekspresinya terlihat lelah. Pandangannya sayu namun tajam. Monster kecil telah tercipta di dalam dirinya. Minjun merasa takut sekaligus takjub. Anak itu memiliki bakat, Minjun tahu itu.

 

Selama beberapa hari ke depan, Minjun selalu memperhatikan anak kecil itu disekeliling rumahnya. Ia mendapat pelajaran bertarung setara dengan orang dewasa. Bahkan Minjun mendapati anak itu mendapat pelajaran akademik bersamanya. Ingin sekali Minjun bertanya pada Appanya siapa anak itu, tapi beliau hampir tidak pernah ada di rumah.

 

Seperti minggu lalu, Minjun mendapati anak kecil itu berada di ruangan tempatnya mendapat pengajaran akademik dari seorang professor Amerika. Professor itu berbicara dengan bahasa Inggris yang sangat fasih. Terkadang Minjun bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah anak itu mengerti apa yang diucapkan guru mereka. Anak itu terus saja menatap kosong whiteboard putih di hadapan mereka, ia juga menolak berbicara, semua pertanyaan professor di jawab dengan tulisan. Untung saja guru mereka tidak kejam seperti instruktur Jae Hee.

 

Hari ini mereka berdua harus mengerjakan tumpukan soal dalam waktu 2 jam. Selama satu jam, hanya terdengar suara pensil yang digoreskan diatas kertas mereka masing-masing. Tidak ada yang berbicara atau mengeluarkan sedikit pun suara. Sesekali Minjun menatap prihatin anak laki-laki di sebelahnya. Kedua tangannya di bebat perban, meski begitu ia tetap berusaha menulis. Tidak ada ringisan ataupun keluhan rasa sakit, namun ekspresi wajahnya cukup untuk menyiratkan.

 

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Minjun tidak tahan dengan keheningan yang ada. Ia berhenti menulis, menaruh pensilnya di meja, lalu berjalan kearah pintu. Ia melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada orang lain, lalu menutup pintu dan menghampiri anak itu.

 

“Untukmu…” Minjun menaruh sebungkus cokelat di atas meja.

 

Anak kecil itu berhenti menulis, menatap cokelat itu lekat. Tiba-tiba saja air mata tergenang di pelupuk matanya. Minjun terkejut. Hey! Mana ada orang yang menangis saat diberi cokelat.

 

“Yach, uljima… uljima… ssst… ja-jangan menangis.” Minjun berusaha menghapus air matanya dengan tangannya.

 

Menerima perilaku lembut Minjun, anak itu berhenti menangis lalu berkata pelan, “Gomawo,”

 

Minjun tersenyum mendengar suara khas anak kecil.

 

“Aku Minjun. Siapa namamu?” Tanya Minjun.

 

Anak itu tidak langsung menjawab. Ia menengok ke kanan dan ke kiri juga ke setiap sudut ruangan.

 

“Jangan khawatir, aku tidak akan menyakitimu.” Ucap Minjun lembut.

 

“Jun..Ho.” Jawab anak itu sama pelannya dengan sebelumnya.

 

“Junho?”

 

Anak itu mengangguk.

 

“Makanlah Junho, makan makanan manis akan membuatmu tersenyum.” Kata Minjun sambil membuka bungkus cokelat dan menyuapi Junho.

 

Junho melihat ragu, namun ia tetap membuka mulutnya.

 

“Manis,” Ucap Junho. Senyuman yang hilang dari bibir mungilnya selama beberapa bulan ini kini kembali menghiasi wajahnya. “Gomawo Minjun-ssi.”

 

“Panggil aku hyung, mulai detik ini kita adalah hyung-dongsaeng.” Kata Minjun sambil membelai lembut rambut Junho.

 

“Arraso hyung.” Ucap Junho patuh.

 

Minjun menyentuh luka gores yang ada di pipi Junho yang masih mulus seperti bayi. Hatinya bergetar melihatnya.

 

“Ne dongsaeng~ Mian, hyung tidak bisa mencegah semua ini.”

 

Tiba-tiba saja Junho memeluk Minjun. Pelukan singkat namun hangat. Sudah lama sekali Minjun tidak pernah merasakan kehangatan ini, begitu juga dengan Junho. Keduanya terlarut dalam kehangatan yang terbagi diantara mereka. Rasanya bagai memiliki keluarga baru bagi Junho, dan bagi Minjun ini seperti kehangatan keluarga sesungguhnya yang telah lama ia rindukan. Tanpa keduanya sadari, ada sepasang mata yang terus mengawasi mereka dari jendela.

 

_KIM MINJUN - LEE JUNHO_

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LenkaChakhi
#1
Chapter 3: Oh god this's so good storise . . . Update soon thorniem and good job.
dtzJHnuneo #2
Chapter 3: Keren thor ceritanya... please update soon... :)
jhjhjh
#3
Chapter 3: What da hell ????
baru sadar ini cerita di update
baca sambil tegang ditemani hujan malam hari
dan di ujung ceritanya Junho lompat dari lantai sekian???????
OMG author, please be kind >_<
okeh thanks for this greatt update !!!!!
dan selalu menungguuuuu lanjutannya hoho
thanks author nim, nan niga joah ^^/
mannuel_khunyoung
#4
Chapter 3: Astajim? ini junho sma chan gmana yah thor? (please jlasin scane akhirnya,apa junho sma chan jdi loncat?ommoo)

Suka banget Nun.

o ya klo boleh tahu,author kidmonlight dn chanhotoro rumahnya berdekatan yah? hihi^^ gimana buat ff nya? apa nunna Kidmonlight dulu yg buat smua critanya,bru nunna chanhotoro yg ngedit2 nya?hehehehe^^

klo bleh tau nma asli nunna kidmonlight dn chanho toro siapa yah?
mannuel_khunyoung
#5
Chapter 2: SUMPAAAAH INI KEREEEN BEUUUUUUDDDDDZZZZZZZZZZZZZ THOOOOOOORRRRRRRRRRRRRR LUAAAR BIASAAA
rinkhunyoung #6
Chapter 2: akhiiiirrrrrrxx.....update**
mian...teLat baca...hehehe
utywoo #7
Chapter 2: Akhirnya update juga,maaf baru baca
ditunggu update chap selanjutnya
channuneo #8
Chapter 2: ukhirnya di update jg ini fanfic .
mian telat bacanya ..

ukeyy lanjuuttt update thorr ,,
lurvejunho #9
Chapter 2: poor junho.thank god minjun there to comfort him.i hope junho do not turn to be a monster when he grow up
TikaChan
#10
Chapter 2: akhirnya di update juga


penasaran sama ceritanya dan konflik nya ntar

junho kasian