Hatred

Something Hiding From You

Senja ini gelap. Awan-awan hitam berarakan di langit barat. Rasanya tidak ada yang berubah, langit ini masih berduka. Kemarin, persis di tempat ini, tungkai kembarnya memijaki landscape datar permukaan landai atap sekolah yang menjadi saksi valid atas kemurkaan Jang Wooyoung.

 

PLAK.

 

Ia ditampar.

 

Yeah, Nichkhun Buck ditampar, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.

 

Rasa panas tamparan itu masih terasa sekalipun ia mengabaikannya. Bahkan ia tak habis pikir bahwa tamparan itu dilakukan oleh seorang gadis berprilaku manis yang notabenenya adalah teman dekatnya.

 

Embusan angin yang membawa serta gumpalan salju hari itu pun tidak urun memadamkan rasa panas yang menjalar keseluruh tubuhnya. Hatinya pun ikut terbakar. Nichkhun Buck murka, tentu saja. Namun bukan karena Wooyoung telah menamparnya dan menginjak harga dirinya karena ia tidak mampu membalas tamparan itu.

 

Ini lebih dari sekadar itu, menyangkut masalah yang tidak bisa disepelekan oleh seorang Nichkhun Buck sekalipun. Tahu kenapa? Mata telanjangnya melihat langsung kejadian saat Jang Wooyoung ditundukkan oleh Ok Taecyeon. Yeah, si leader The Beastly Football Club itu mencium sang gadis. Tepat dibibir. Dan sampai detik ini Nichkhun tidak bisa melupakannya.

 

Ia percaya bahwa kemarin adalah hari sialnya. Hari terburuk dalam sejarah, di mana Demonic dilibas habis oleh The Beastly pada pertandingan sepak bola. Juga jangan lupakan tamparan panas yang dilakukan ’dua kali’ oleh Jang Woyoung. Tamparan pertama bukan apa-apa, dianggap remeh malah. Fisiknya sudah kebal menghadapi berbagai macam serangan, dan Nichkhun bukan namja yang amatir dalam pertandingan yang menyangkut fisik (Demonic sering berseteru hingga berakhir dengan adu-handam dengan The Beastly). Dan pada ’tamparan’ kedua kemarin, sukses telak melibasnya, menggoyahkan pertahanannya dan membuatnya terpuruk, serapuh kupu-kupu. Tamparan kedua adalah ketika matanya menangkap bibir Teacyeon-sialan menjelajahi rongga mulut Jang Wooyoung.

 

Sialan—kobaran api dihatinya menyambar nervus yang menghantarkan seperjuta kubik emosi. Sengatan kemurkaan itu mengaliri peredaran darahnya menuju pembuluh nadi. Dibilang pengecut atau apa, Nichkhun sama sekali tidak peduli. Sebelah matanya telah enggan menutup dan mengesampingkan buih-buih perasaan ini sendirian.

 

Namja ini tidak ingin menjaga perasaannya lagi. Nichkhun ingin segera menghempaskan perasaannya, bahwa sesungguhnya dia...

 

...mencintai Jang Wooyoung dengan segala keangkuhan hatinya.

 

Tapi hingga sampat detik ini ia hanya mampu berdiam diri tanpa berkutik. Kepongahannya tidak mampu digulingkan oleh siapapun. Berterus terang bukanlah cara yang baik untuk Nichkhun Buck mengapresiasikan perasaannya. Namja ini tidak akan pernah bersedia mengemis cinta agar Jang Wooyoung bersedia dipacari olehnya. Nichkhun tidak akan pernah melakukan itu dan melukai harga dirinya. Ia hidup melalui harga dirinya, dan tidak akan mati karena itu.

 

Krek.

 

Seseorang memasuki tutorialnya. Mata pekatnya segera bergerak, mencari keberadaan si pengganggu yang memasuki Demonic’s Camp tanpa tendeng aling-aling. Nichkhun memutar gesturnya dan mendapati seorang yeoja berdiri tidak jauh dihadapannya. Gadis itu mendadak terhenti, bahkan matanya tampak membesar ketika temu-pandang dengan mata Nichkhun yang dingin. Nichkhun hanya mengerdik santai, mengesampingkan detak jantungnya yang seperti panggilan pangli-pangli akan perang.

 

”Sudah kuduga kau ada di tempat ini, Nichkhun Buck.”

 

Wooyoung membuka mulutnya dan tersenyum kecil. Nada suaranya masih sama angkuhnya, dan ringan, seperti kejadian kemarin bukan apa-apa.

 

Nichkhun hanya bisa berlagak acuh dan mengeluarkan suara dingin, seperti biasa. ”Mau apa kau datang ke sini?”

 

Menurutmu? Aku ingin mendengarkan penjelasanmu soal taruhan itu!” tukas Wooyoung dengan nada tinggi, merasa tersinggung. Nichkhun hanya mendengus dan membuang wajahnya.

 

”Kalau kau datang ke sini hanya untuk menamparku seperti kemarin, lebih baik pergi saja.”

 

”Kau marah hanya karna aku menamparmu seperti kemarin, Khun?” tanya gadis itu agak melunak.

 

Nichkhun hanya terdiam.

 

”Ini tidak benar. Harusnya aku yang marah padamu. Kau menjualku pada Taecyeon. Kau menjual temanmu sendiri kepadanya. Kurasa tindakanku kemarin benar, kan? Menamparmu agar otak bodohmu berpikir apa yang telah kau lakukan, Nichkhun Buck.”

 

Mendadak iris kembar gadis itu tampak encer dan berair, nyaris menangis. Nichkhun Buck melihat itu dan ia hanya tersenyum miris.

 

”Pergilah, Wooyoung! Aku malas membahas itu. Kau hanya menggangguku saja.”

 

Benarkah? Benarkah bahwa Jang Wooyoung telah mengganggunya? Lantas mengapa selama ini hanya gadis itu yang ia puja? Ditempatkan pada sisi istimewa dalam hatinya, di jaga dan dibelai sayang. Nichkhun bahkan pernah bersumpah akan menghabisi siapa saja yang membuat Wooyoung menangis. Dan di saat kali ini yeoja itu menangis karena keangkuhannya, Nichkhun hanya bisa berdiri kaku, tidak tahu harus berbuat apa.

 

”Tolong, Khun... jangan mempersulit hal ini. Aku tidak mau kau menjauhiku hanya karena taruhan bodoh itu!!” teriak Wooyoung histeris. ”Apa selama ini kau hanya menganggapku sebagai—”

 

Ya, yeoja itu mulai menangis, air matanya turun menganak sungai, seakan-akan membanjari seluruh bagian wajahnya. Dan sekali lagi, Nichkhun tersenyum miris meski hatinya meringis.

 

”—aku bertaruh dengan Taecyeon atas pertandingan sepak bola kemarin. Tidak ada gunanya lagi kita membahas hal ini. Kau miliknya sekarang. Dan dia bebas melakukan apapun padamu, termasuk... menciummu. Apa ini yang mau kau dengar? Pengakuan langsung dariku, Jang Wooyoung?”

 

Mata Wooyoung membelalak dan berlari secepat kakinya yang pendek mampu mencapai kordinat Nichkhun. Yeoja itu kemudian melayangkan tamparan keras pada pipi Nichkhun, yang hanya dibalas dengan dengusan singkat dan tatapan remeh.

 

”Rasanya baru kemarin kau bermain bersama Taecyeon, dan dia berhasil mendidikmu jadi seliar ini, ya?”

 

Wooyoung meradang. ”Kau brengsek, Khun! Kau menyerahkanku begitu saja kepada Ok Taecyeon? Kemana Nichkhun yang aku kenal dulu?”

 

”Aku bukan Nichkhun yang dulu lagi, Jang Wooyoung,” kata Nichkhun dengan pandangan rendahnya. ”Kalau aku jadi Taecyeon, aku juga tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas untuk menciummu saat memenangkan pertandingan kemarin. Namun ternyata keberuntungan berada jauh diluar jangkauanku.”

 

”Nichkhun Buck... kau... kau brengsek! Kau tidak memikirkan perasaanku. Dan aku membencimu. SANGAT MEMBENCIMU!”

 

Benci.

 

Seketika Nichkhun merasa jantungnya remuk; diremas-remas dan dipalu bagai boneka lilin yang tak bernyawa. Perkatan Jang Wooyoung menyimpan sengatan yang begitu magis—meyetrum hatinya. Begitu nyata. Dari perkataan yeoja itu, Nichkhun bisa menebak magma volcano dalam kepala Wooyoung telah meledak. Ya, Jang Wooyoung membencinya. Sangat membencinya. Namja ini hanya mengangkat beberapa derajat garis alisnya, sementara Wooyoung dengan wajah dingin dan pipi merah padam, menatap penuh kebencian kepada Nichkhun.

 

“Begitu?”

 

Hanya kata-kata itu yang terlepas dari mulut Nichkhun.

 

“YA, AKU MEMBENCIMU, KHUN! AKU BENAR-BENAR MENYESAL TELAH KENAL DENGAN SESEORANG SEPERTIMU! KURASA BERTEMAN DENGAN TAECYEON AKAN JAUH LEBIH MENYENANGKAN SEKARANG.”

 

“Pergilah temui Taecyeon-sialan itu kalau begitu,” ujar Nichkhun dingin.

 

Sorot mata Nichkhun kosong, tidak ada tanda-tanda menaruh harap atau apapun. Jang Wooyoung telah membencinya dan memutuskan relasi pertemanan mereka. Mau apa lagi, ha? Nichkhun enggan berbuat apa-apa. Walau nuraninya ingin sekali mencegah agar Wooyoung jangan membencinya, sekadar memintanya agar terus berada disisinya, menjaga hatinya. Tapi Nichkhun tidak bisa melakukan itu.

 

Peduli ifrit—dunia pasti kiamat kalau ia berbuat demikian.

 

Maka singgungan dibibirnya hanya dapat menyeringai, menertawai kemunafikan hati yang justru melukai dirinya semakin parah. Nichkhun Buck selalu memilih kepura-puraan di mana ia pikir ruang hatinya akan terjaga. Dan Jang Wooyoung, simpan saja untuk Taecyeon-sialan kalau itu bisa menyenangkan hati sang gadis.

 

Langkah-langkah Wooyoung bergegas pergi, meninggalkan Nichkhun yang tertimbun dengan perasaannya yang... lega, yang disatu sisi ingin sekali ia meraih tongkat baseball dan menebas kepala Taecyeon-sialan yang telah dipilih Wooyoung-nya. Yeah, Jang Wooyoung lebih memilih Taecyeon, sang rival abadi yang akan terus menjadi saingannya dua tahun kedepan di SMA JYP.

 

 

-FIN

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
jangwooyoung0730
#1
Chapter 1: what???? Author yg ini comeback lagi, hihihiii,, padahl cerita yh sebelumnya pengen ada sequelnya, hehe
dan yg ini? Kenapa beginiii??? Omaygad. Gantung, asli. Ga ada sequel kah? :( sequel sequel sequel sequel :)
aku suka bahasanya, walaupun aku agak ga terlalu faham sama yg namanya majas atau kata kata yg tercantum disini, tp asli, sukaaa banget bahasanya authornim :)
cahyaAngAngel #2
Chapter 1: Aduh khun...
sequel dong thorr
0430nayoung #3
Chapter 1: please sequelnya dooonng~~~

gantung banget nih ceritanya
T___T
woolipop
#4
Gantungggg bgtttt>.< suka penulisan dan penempatan katanya authornim
Sequel plz? ;D
ImaCnn #5
Chapter 1: Sequel authornim:D bingung sama endingnya..
angangbooungeeowl
#6
Chapter 1: bingung bacax??? squel donkk...(><)
angangbooungeeowl
#7
Chapter 1: bingung bacax??? squel donkk...(><)
rikayoung
#8
Chapter 1: I tak paham ending cerita ini. Tolong deskripsikan kembali or bikin squel nya ^^
Ini cerita bagus.. lebih lagi ^^ good job
afiati #9
Chapter 1: msh gantung thor di tunggu sequelnya...