Chapter 7

Dream High

Leeteuk berdiri dan menjatuhkan pennya saat Minah melepaskan topeng yang melindunginya. Sementara Wheesung langsung berdiri. Takjub dengan pemandangan di depannya. Benar pirasatnya, terlalu mencurigakan saat melihat nama anaknya tetapi dengan marga orang lain. Data Minah di atas meja yang dia punya terkesan ditutup-tutupi.

 

"Mau ke mana kamu?" tanya Leeteuk pada Wheesung.

 

"Dia anakku," gumam Wheesung, hanya Leeteuk yang mendengar.

 

"Lalu?" tanya Leeteuk.

 

Tanpa mengatakan apa-apa Wheesung segara pergi kebelakang panggung.

 

_DH_

 

Dia melihatku, tentu dia mengenaliku. Appa,,, lihatlah aku sekarang, aku mampu bertindak sempurna di atas panggung meski aku takut melihatmu, kata Minah di dalam hati. Dia tetap tersenyum.

 

Lagu berhenti, Minah dan Soo Jung baru saja menyelesaikan penampilan mereka. Mereka berdua membungkuk dan meninggalkan panggung.

 

Dia berdiri, dia menemuiku. Dia akan menemuiku, ujar Minah melihat appanya berdiri dari kursi juri sebelum dia membuka gorden di belakang panggung. Dia mendongak menahan air mata.

 

"KAMU BODOH!!!" itu yang menyambut Minah tiba di belakang panggung. Gikwang marah atas tindakan Minah. Dan sekarang, seisi ruangan itu menoleh ke arah meraka.

 

"Punya hak apa kamu bilang aku bodoh?" tanya Minah, matanya sudah berkaca-kaca.

 

"Apa kamu benar-benar tidak memikirkan perasaan orang yang melindungi kamu. Mereka mencoba menutupi identitas kamu, tapi kamu malah membocorkannya sendiri," Gikwang terus membentak.

 

Minah mengangkat kepalanya dan melirik Eun Ra. Yeoja itu tidak bereaksi apa-apa. "Nan,, nan,,," dia tergagap. "Mianhae jeongmal, tapi aku punya pikiranku sendiri. Aku hanya ingin menampilkan yang terbaik hari ini. Topeng ini hanya melindungi ekspresiku."

 

Gikwang terdiam.

 

"Mianhae,,,," isak Minah. Make up menjadi berantakan karena dia menangis.

 

_DH_

 

Tangan kekar itu terangkat di udara siap menampar pipi Minah. Gikwang diam di sisi mereka. Sementara Minah memejamkan matanya karena takut dan kedua tangannya kuat meremas bajunya.

 

Tangan yang siap menampar itu menjadi merenggut tangan Minah dan menariknya. "Pulang sekarang."

 

Air mata Minah jatuh. Dia menggeleng sambil memperberat langkahnya agar Wheesung susah menyeretnya. "Mmm,,, Gikwang-ah, jaebal." Dia meminta bantuan. "Andwe,,," gumamnya kemudian.

 

"Ada apa ini?" tanya Leeteuk yang hadir di antara kegaduhan itu.

 

Oppa,,, you like a angel,, ujar Minah dalam hati. Tolong aku,,, dia mengisyaratkan permintaannya melalui matanya kepada Leeteuk.

 

"Aku tidak tau apa yang sedang terjadi di sini, tapi, apa sebaikanya kamu kembali ke meja juri dan melanjutkan penilaian," kata Leeteuk menyarankan. "Ujian ini akan berantakan kalau kamu mementingkan masalah peribadimu."

 

Wheesung berpikir. Tak lama dia melepaskan tangan Minah. Dengan kasar. "Jangan. Pergi kemanapun. Arasseo???" bentaknya.

 

Minah mengangguk dan menunduk. Lalu Wheesungpun segera pergi. "Uh, ghamsahamnida oppa," katanya tanpa suara. Leeteuk tersenyum, berlalu kemudian menepuk hangat pundaknya.

 

"Eun Ra, Taemin, bersiap-siaplah. Setelah ini giliran kalian," kata Leeteuk ke Eun Ra.

 

Taemin mendekati Eun Ra dengan senyum lebar. "Hwaiting," gumamnya.

 

_DH_

 

It's time to EunTae couple(aneh yak bacanya.hee --v). Lampu panggung dimatikan agar penonton tidak melihat saat Eun Ra dan Taemin berjalan di sana menuju posisi mereka. Tak lama alunan pianopun terdengar.

 

"Another day has gone,," Taemin mulai bernyanyi dan lampu sorot menyala meneranginya seorang. Dia mulai mengesotkan kakinya di panggung yang mulus itu dengan mudahnya dan anggunnya, seanggun suaranya hari ini. "I'm still all alone," raut mukanya sedih. "How could this be? You're not here with me," dia bernyanyi sangat bagus. Di bagian lirik ini, Taemin mengganti arah pandangannya, seperti sedang mencari seseorang. Tangan dan Kakinya bergerak seperti kain yang di tiup angin lembut, itu semacam gerakan ballet. Dia munduk perlahan menggunakan moonwalk ke arah Eun Ra berdiri.

 

"You never say goodbye,,,," suara Eun Ra terdengar dan tak kalah bagusnya dari Taemin, bahkan beberapa penonton merinding. GD yang juga ada di bangku penonton tersenyum. Eun Ra melangkah pelan seperti gerakan ballet ke arah Taemin yang menatapnya. Dia bergerak lebih ke depan, lampu sorot yang cahayanya lebih redup mengikuti langkahnya. "Someone tell me why?" mohon Eun Ra kepada penonton.

 

"Did you have to go. And leave my world so cold,,,," sambut Taemin. Dia maju kan kini berada di belakang Eun Ra.

 

"Everyday I sit and ask myself. How did love slip away,,, " wow,,, saat nada tinggi suara Eun Ra berubah lebih kecil namun merdu. "Something whisper in my ears and says,," dia sangat menjiwai lagunya.

 

Taemin mengangkat tangan kanannya di atas bahu kanan Eun Ra. Tangan kanan Eun Ra juga terangkat. "That you are not alone,,," sambungnya lagi. Tanganya itu bergerak-gerak dan Eun Ra mengikuti gerakan itu. Dia menjadi boneka Taemin. "For I am here with you," tanganya memutar, dan bermutarlah tubuh Eun Ra menjadi menghadapnya. Mata mereka saling bertatapan. Taemin menyentuh kepala Eun Ra, lalu terangkat lagi tangan itu, seperti mengusir Eun Ra. Eun Ra pun melangkah mundur dan berbalik ke penonton. "Though you far away. I am here to stay."

 

Mereka berdua menyanyikan chorus lagu michael jakson ini bersamaan sekarang. Menarikan gerakan yang sama meski ada jarak di antara mereka. Sungguh pertunjukan yang wah. Penonton seperti menyaksikan drama musikal karena kesempurnaan dua remaja itu. Tapi, Sesuatu terjadi di akhir pertunjukan mereka. Saat part di mana seharusnya Eun Ra yang mengakhiri lagu dengan nada-nada tinggi sementara Taemin solo dance, Taemin malah mengambil peran Eun Ra. Ya dia berhasil mencapai nada tinggi, tapi Eun Ra sempat terdiam karena kaget. Hanya beberapa orang yang bisa menyadari kesalahan kecil ini. Tanpa terkecuali para juri.

 

Prok! Prok! Prok! Semua orang menikmati pertunjukan mereka, tapi tidak bagi Eun Ra, dia menjadi murka kepada Taemin. "Waeyo?" geramnya melototi Taemin. Dia melihat appanya menggeleng-geleng di bangku penonton sana. Eun Ra tau apa maksudnya, Shindong pasti melihat kesalahan tadi. Eun Ra panik, appanya pergi tanpa sebelum acara ini selesai.

 

Setelah itu, giliran Gikwang dan Jinki yang tampil. Mereka menggunakan pakaian serba hitam. Mereka juga menggunakan eyeliner, membuat mata mereka tajam dan mereka terlihat cool.

 

Tak ada sorotan lampu, mereka hanya menggunakan lampu panggung yang terang agar mereka terlihat jelas di sana. Hanya saja monitor di belakang mereka berwarna gelap dan bergambar cuaca mendung.

 

"Yaeh, I cant understand it. My Heart is broken, " ujar Gikwang, memulai pertunjukan mereka.

 

"Myheart is broken,,," sambung Jinki mulai bernyanyi. "MyHeart is still broken."

 

"Can you hear me? Listen!" ujar Gikwang lagi. Dia menunjuk penonton dan mengedipkan mata. Dan mereka berdua mulai menyanyikan lagi 'seo in gook ~ broken' dengan kompak dan apiknya.

 

_DH_

 

Hari itu juga pengumuman nilai diberitahukan kepada murid dan dihadapan orangtua. Bedanya, pemberitahuan kali ini tanpa ada kamera yang meliput mereka. Semua murid yang menjalani ujian, semuanya berdiri di atas panggung. Menunggu guru mereka membacakan rincian nilai mereka.

 

Eun Ra gelisah, pirasatnya buruk. Mungkin Shindong sudah mengobrak-abrik kamarnya saat ini. Sementara Minah hanya di samping Jinki yang merangkul bahunya dan tangannya di gandeng oleh Taemin untuk memberi kekuatan kepada temannya itu.

 

Wheesung mulai membacakan urutan nilai untuk kelompok yang paling kompak. Jinki dan Gikwang ada di nomer satu. Itu untuk pantas untuk mereka. Dan Eun Ra tidak mementingkan penilaian kategori ini. Dia mendengarkan dengan jelas pemberitahuan urutan nilai individual yang dibacakan hyun-ah.

 

"Nomer tiga, Minah. Dua Gikwang, empat Jinki, Lima Eun Ra dan satu Taemin,,,"

 

semuanya menoleh ke Taemin. Taemin sediri merasa bingung. "Kurasa dia salah membaca kertas itu," katanya.

 

"Nilai ini murni dari penggambungan nilai-nilai yang kami berikan. Dan kamu Taemina-ah. Chukae,,, kami menghargai kerja keras kamu. Sungguh kemajuan yang sangat pesat yang kamu tunjukan hari ini."

 

Eun Ra tidak bisa bernafas karena itu. Shindong pasti sudah tau hasil penilaian ini. Dari jauh dia bisa melihat GD menerima telpon. Mungkin itu telpon dari Shindong. Matilah dia. Dia langsung kebelakang panggung dan pulang.

 

Sementara Taemin mendapat banyak mendapat pujian. Dia menikmati hari ini. Dia tidak menyadari Eun Ra sudah tidak di sana. Dia kebingungan sendiri saat mencari sosok yeoja itu. Dan dia juga tidak menemukan sosok temannya yang lain. Di mana Minah. Di mana Jinki. Aish,,, aku terlalu senang sampai lupa mereka,,, gusar Taemin kepada dirinya sendiri.

 

_DH_

 

BRUK!!!! Wheesung memukul meja. "Jadi, ini yang kamu mau?" tanyanya.

 

Minah tertunduk.

 

"Kamu sudah merasa hebat karena bisa bersembunyi dariku selama ini? Sudah merasa hebat karena sudah bisa berdiri di atas panggung? Hanya panggung kecil Minah. Tidak ada apa-apanya."

 

"Appa,,, jaebal. Ijinkan aku menunjukkan apa yang bisa kulakukan."

 

"Hanya tunjukan kamu bisa menjadi dokter."

 

"Bukan itu yang aku mau appa?" suara Minah mulai meninggi.

 

"Kamu membantahku?"

 

Minah menggeleng. "Aku hanya memohon ijinkan aku membuktikan apa yag bisa aku lakukan."

 

PLAK!! tangan kekar itu akhirnya menampar pipi lembut anaknya sendiri.

 

"Appa,,, aku cape. Aku juga punya mimpiku sendiri seperti Gikwang. Dan aku yakin appa,,, Eomma juga tidak suka kamu memaksa aku seperti ini."

 

Sepertinya habis sudah sabar Wheesung. Dia maju menarik tangan Minah dan mulai menyeret anaknya itu. "Ikuti aku. Kamu harus kembali ke China sekarang juga. Jangan membantahku."

 

Dengan tenaga kuat Minah berhasil melepaskan tangannya. "Sirheo appa. Mianhae,,,,"

 

"Neo!" Wheesung semakin murka. "Kamu ingin mengejar mimpimu yang asal itu?"

 

"Tidak ada mimpi yang asal appa."

 

"Geure. Kalau itu kemauanmu. Dari detik ini, kucabut namamu dari daftar keluarga ini. Keluar dari rumah selamanya. Aku tidak akan mengurusimu lagi."

 

Minah menahan air mata. Dia mengangguk paham. Menatap punggung Wheesung yang sudah membelakanginya. Dia berjalan, memaksa kakinya melangkah dari rumah ini. Melewati Gikwang yang dari tadi berdiri di ambang pintu.

 

"Semoga ini yang terbaik," gumam Gikwang.

 

"Senangkan, aku bukan kembaranmu lagi. Mianhae selama ini menyusahkanmu."

 

_DH_

 

Eun Ra baru kali ini menggunakan kekayaan keluarganya. Dia menelpon salah satu karyawan kepercayaan Shindong untuk mengantarkannya mobil. Dia bisa menyetir dengan baik. Secepat kilat dia melaju di jalan menuju rumahnya.

 

"Ah,, kenapa rumah ini terlalu luas!" teriak Eun Ra, dia baru sampai di taman rumahnya yang amat luas itu. Tiba di depan rumah. Eun Ra langsung keluar dari mobil. Berlari menuju kamarnya.

 

Terdengar suara gaduh di kamar itu. Eun Ra memperlambat langkahnya, mendengarkan ada yang bicara di dalam sana.

 

"Nomor lima. Apa gunanya itu. Dia hanya mampu ada di nomor lima. Bahkan dia kalah dari Taemin yang dulu yang tidak ada apa-apanya dengannya. Anak itu mencoba mempermainkanku lagi. DIA INGIN MEMPERMALUKAN AKU??"

 

Eun Ra memberanikan diri masuk ke dalam kamarnya. Ruangan itu tidak berbentuk lagi. Seisi ruangan itu berantakan seperti kapal pecah. "Apa yang kamu cari?" tanyanya.

 

Shindong berbalik, menatap gusar anaknya itu. "Bangga kamu ada di peringkat lima?"

 

Eun Ra diam. Matanya mengisyaratkan sesuatu menatap mata Shindong.

 

"Mana kunci lemari ini? Aku tau kamu menyimpan semua peralatan kamu di sini. Inilah penyebab semua kebodohan kamu."

 

"Mimpi bukan sesuatu yang bodoh," gumam Eun Ra.

 

"Mana kunci lemari ini!" tuntut Shindong.

 

"Aku tidak mau menyerahkannya appa."

 

"Neo!" tangan Shindong terangkat di udara siap menampar Eun Ra.

 

"Hentikan ini hyung," DG buru-buru menahan tangan itu.

 

Nari lari ke arah Eun Ra dan memeluk anaknya. "Apa yang membuatmu membabi buta seperti ini? Karena nilainya? Oh, yeobbo, berhenti berpikir bodoh. Kamu sekarang berani menamparnya hanya karena nilai."

 

"Dia selalu mempermainkanku!" bentak Shindong. Eun Ra menatapnya tajam. "Dia selalu membantahku!!!"

 

"Kapan dia benar-benar bisa membantahmu? Bahkan kalaupun kamu menyuruhnya membunuhku, dia akan melakukannya."

 

"Aku tidak akan melakukan itu," ujar Shindong.

 

"Hargailah usahanya hyung," kata GD.

 

"Usaha?" Shindong menatap GD. "Dia tidak pernah berusaha. Yang dia urusi hanya dunianya."

 

"Lepaskan aku," pinta Eun Ra kepada Nari.

 

Matanya lurus ke arah mata Shindong. Penuh benci. Tapi, pada akhirnya dia membungkuk dalam kepada appanya itu. "Mianhatta appa. Jeongmal mianhae telah mengecewakanmu. Aku memang anak yang tidak berguna. Mianhae,,, jeongmal mianhae. Aku berjanji akan berusaha labih keras. Jaebal mianhae," katanya. Dia berdiri tegak dan pergi.

 

Air mata Nari menetes. "Tidakkah kamu lihat, seperti apa anakmu sekarang? Dia sedang terluka tapi tetap saja menunduk kepadamu."

 

GD melepaskan tangan Shindong. Buru-buru dia merangkul bahu Nari. "Gwenchana?" tanyanya khawatir.

 

Nari menggeleng. "Sebaikanya kamu mengkhawatirkan Eun Ra. Bukan aku," katanya tajam bermaksud menyindir Shindong.

 

_DH_

 

"Gwenchana?" tanya Jinki yang mendapati Minah termenung di depan rumah Leeteuk. "Apa yang terjadi?"

 

Minah mendongak. Menatap Jinki beberapa detik lalu menggeleng.

 

"Waeyo?" Jinki merengek minta Minah cerita kepadanya. "Kamu tidak di siksa atau yang lainnya kan? Lalu kenapa bisa ke sini? Apa appamu tidak memaksa kamu untuk kembali ke China?"

 

"Jinki-ya,," Minah ambruk di pelukan Jinki dan mulai menangis. "Jangan bertanya lagi."

 

"Geure,, tapi aku tidak mengerti," Jinki sedikit kaget dipeluk Minah.

 

"Hua,,,,," tangis Minah pecah. Dia menangis senyaring-nyaringnya. Membuat Jinki miris terhadap yeoja itu. Dibalasnya perlukan Minah. Diusap-usapnya rambut dan bahu yeoja itu.

 

"Gwenchana,,," gumam Jinki menepuk-nepuk kecil bahu Minah. Dia berdeham lembut, sungguh suara yang bisa menenangkan hati Minah untuk saat ini.

 

_DH_

 

"Chukae Eun Ra,, akhirnya kamu menjadi murid resmi sekolah ini!" seru Minah kepada Eun Ra saat mereka berpapasan di depan kelas. Minah tersenyum sangat lebar. Dia bahagia. Sepertinya. Lalu dia masuk ke dalam kelas dan berkumpul bersama Taemin dan Jinki.

 

Eun Ra tetap diam di depan kelas memerhatikan Minah. "Apa dia sebahagia itu? Cih, padahal dia sedang dalam masalah besar."

 

Seseorang menepuk pundak Eun Ra. Leeteuk. "Palli, masuk dan duduklah di bangkumu," suruhnya sambil tersenyum hangat.

 

Eun Ra membungkuk. Hari ini dia duduk sendiri karena Taemin ingin duduk dengan Minah.

 

"Gwenchana,,,," diperhatikan Eun Ra, Taemin sangat perhatian terhadap Minah. Tangan Taemin berada di pundak Minah, membuat Eun Ra sedikit risih melihatnya.

 

"Annyeong hasaeyo!" sapa Leeteuk dan langsung di sambut hangat murid-muridnya. "Chukae buat Taemin yang mendapat nilai terbaik semester ini."

 

Taemin tersenyum malu-malu. Dia menoleh sedikit ke bangku Eun Ra. Entah apa maksudnya.

 

"Nah,,, aku mempunyai berita untuk kalian. Beberapa pekan ke depan, kelas kita akan ikut cara amal. Semacam festival musik yang diadakan untuk menggalang dana yang akan disumbangkan kepada anak yatim piatu. Nah, karena kita dari sekolah musik, kita akan menunjukkan kemampuan kita. Kurasa paduan suara sudah cukup. Anak-anak malang itu mungkin bisa menjadi sedikit bersemangat karena nyanyian kita," jelasnya, selalu tersenyum menunjukkan lesung pipitnya itu.

 

"Kita mulai latihannya sekarang,,,"

 

"Ne,,," sahut murid.

 

Mereka mulai melipat kursi dan meja mereka, menumpuknya di pojok kelas. Mereka berdiri di salah satu sisi kelas sementara Leeteuk membagikan kertas.

 

"Kita mulai,,," seru Leeteuk setelah semuanya mendapatkan kertas itu dan pembagian nada sudah dilakukan. Dia duduk di depan piano putihnya. Mulai memencet tuts.

 

Berawal dari Soo Jung dengan suara lembutnya, kemudian disambung oleh suara Jinki. Latihan berjalan lancar, hingga akhirnya tiba bagian Eun Ra. Piano terus terdengar dengan sempurna tapi tidak ada suara dari mulut Eun Ra.

 

Leeteuk berhenti bermain piano. "Eun Ra,, bisakah kamu berkonsentrasi?" pinta Leeteuk.

 

Eun Ra sadar dari lamunannya.

 

"Apa kamu melamun?" tanya Soo Jung sinis.

 

Mata Eun Ra beralih dari kertas di tangannya ke tatapan teman-teman sekelasnya.

 

"Waeyo?" tanya Jinki. "Apa ada yang salah denganmu?"

 

"Bukankah dia memang mempunyai banyak masalah?" cetus Soo Jung.

 

"Eun Ra,,, bisa kita mulai latihannya?" tanya Leeteuk. "Apa kamu mempunyai masalah dalam nada?"

 

"Dia kan penyanyi hebat, kurasa nada seperti ini tidak sulit untuknya," kata Gikwang tidak kalah sinis.

 

"Bisakah kalian tidak bicara seperti itu kepadanya?" bentak Minah membela Eun Ra.

 

"Eun Ra,,, kamu terus diam. Bisa mendengar kami?" tanya Taemin.

 

"Aku tidak suka lagi ini," akhirnya Eun Ra bicara.

 

Soo Jung terkekeh. "Siapa kamu? Apakah karena kamu tidak suka lagu ini, kami harus menggantinya dengan yang lain?"

 

"Waeyo?" tanya Leeteuk. "Kurasa ini lagu yang bagus. Liriknya indah. Bukankah bernyanyi itu menyenangkan."

 

"Aku tidak suka," kata Eun Ra.

 

"Hya,,, Eun Ra. Inikan untuk acara amal. Mengalahlah,,,, Sesekali kamu harus menuruti pilihan orang lain," kata Taemin.

 

"Aku tidak suka. Aku tidak suka. Apa kalian tidak mengerti kalimat itu. Aku. Tidak. Suka. Aku benci lagu ini! Aku tidak pernah punya mimpi untuk menjadi seorang penyanyi. Aku tidak perlu bernyanyi untuk siapapun atau untuk apapun," ujar Eun Ra bernada tinggi. Dia aneh. Dia menjadi emosi sendiri. Seluruh kelas menatapnya. Beberapa detik berlalu, dia menyadari perbuatan bodohnya.

 

"Ada apa denganmu Eun Ra?" tanya Leeteuk.

 

"Mianhae,,," Eun Ra membungkuk rendah, dan keluar dari kelas.

 

"Kenapa dia? Yeoja aneh," ujar Soo jung. "Songsaengnim, bisakah kita lanjutkan latihannya?"

 

_DH_

 

"Berapa umurmu sekarang Eun Ra? Benarkah tiga belas tahun? Kurasa umur itu cukup untuk memulai. Dengarkan aku, mulai sekarang tinggalkan semua film-filmmu itu. Kamu harus latihan dance dan vokal bersama ahjussi kamu. Lima kali dalam seminggu dan dua jam setiap pertemuannya. Itu tidak akan membuatmu cape karena kamu akan latihan diruangan latihan milik keluarga kita. Dan Eun Ra, aku sudah memindahkan semua barangmu ke kamar baru terkecuali film-filmmu itu. Aku akan membuangnya,,,"

 

Kejadian hari itu diingat Eun Ra sampai hari ini. Hari di mana dia merasa sangat sakit hati.

 

"Kenapa membuangnya appa?" Eun Ra menjerit dipelukan GD saat itu. Saat orang-orang suruhan Shindong mengangkat kotak-kotak berisi koleksi film Eun Ra ke dalam mobil box.

 

"Menjauhlah dari mereka. Ubah arah hidupmu. Kamu harus menjadi seorang bintang."

 

"SIRHEO!!" jerit Eun Ra melengking, berusaha lepas dari pelukan GD. "Jangan buang mereka appa."

 

"Dengarkan aku kalau kamu tetap ingin hidup di rumah ini," ancam Shindong tegas sambil mencengkram lengan Eun Ra. Eun Ra yang waktu itu baru berumur 13tahun, sangat ketakutan dengan perlakuan seperti itu. Dia langsung memeluk GD dan menangis di sana.

 

"Neol nappeun saram appa,,," isaknya menyakitkan hati GD untuk mendengarkan.

 

"Diam Eun Ra. Belajarlah bersikap sopan mulai sekarang," ancam Shindong lagi.

 

Langit hari ini sedikit berair. Awan-awan yang mulai menghitam meneteskan butiran-butiran air kecil kepermukaan bumi. Angin tidak terlalu kencang. Mungkin awan hitam itu akan tetap di sana.

 

Eun Ra berlari sambil mengingat kejadian hari itu menuju atap gedung sekolah. Berdiri di pinggir lantai itu. Diam saja tanpa bergerak.

 

"Mungkinkah sore ini akan turun hujan?"

 

Eun Ra masih diam, bukan tidak mendengar, dia berpura-pura terhadap orang yang datang itu.

 

"Eun Ra-ssi,,, apa kamu pikir hujan akan turun?"

 

"Jangan memanggilku seperti itu Gikwang-ah. Umurku tidak lebih tua darimu." ujar Eun Ra bicara.

 

"Aniya,,, aku hanya merasa kamu seperti nyonya besar hari ini," kata Gikwang, berbeda cara berbicaranya dari hari lain. "Lalu,, apa yang sedang kamu lakukan di sini?" tanyanya. Terdengar lembut, tapi tidak ada senyuman di wajahnya. Dia seperti Eun Ra, raut mukanya datar dan hanya menatap pemandangan di depan sambil memegangi payung dan tangan satunya lagi masuk ke saku celana.

 

"Bukan urusanmu."

 

"Entahlah. Aku merasa itu urusanku."

 

"Kamu gilakah?" tanya Eun Ra.

 

"Ada apa denganmu?"

 

"Ada apa denganku?" Eun Ra malah bertanya.

 

"Aksi panggung yang cukup menarik. Konsep itu kamu yang menciptakan kan? Dan kupikir, tekhnik vokalmu meningkat. Tapi, kenapa seseorang yang bisa lolos dari audisi besar dengan mudah, hanya berada diperingkat lima. Bahkan kamu bisa dikalahkan oleh Taemin yang tidak apa-apanya denganmu. Dan dia orang yang sering kamu remehkan."

 

"Aku tidak peduli tentang nilai itu," ujar Eun Ra.

 

"Benarkah? Yang kulihat, hal itu justru menjadi beban untukmu."

 

"Masih menganggap aku musuhmu?" tanya Eun Ra. Gikwang diam. Eun Ra tersenyum tipis. "Seperti yang pernah kubilang, apakah kamu tidak merasa malu menganggap seorang yeoja sainganmu?"

 

"Aniya,," sahut Gikwang ringan.

 

"Sebenarnya,, kamu tidak perlu menganggapku musuhmu Gikwang-ah. Tidak ada yang perlu yang kita perebutkan. Mimpi kita berbeda. Semenjak kamu memulai mimpimu, kamu sudah mempunyai jalan untuk menggapai mimpi itu. Sadarilah, kamu tidak pernah punya penghalang. Bahkan jalanmu menuju mimpi itu terlalu mudah."

 

"Maksudmu?" tanya Gikwang.

 

"Apa kamu pernah mempunyai kesusahan dalam hidupmu?" tanya Eun Ra. "Kamu tidak seperti Taemin yang harus berjuang keras agar kemampuannya diakui oleh orang banyak. Dia hanya penari handal, kemampuan menyanyinya dibawah rata-rata. Tapi, sekarang dia mampu mencapai sesuatu yang lebih tinggi meski dia harus menerima cacian terlebih dahulu. Kamu juga tidak seperti Minah, yang harus rela dikeluarkan dari silsilah keluarga demi tetap ada di sekolah ini."

 

Mereka berdua saling menatap. Sinar mata Eun Ra tampak senang dengan air muka Gikwang yang jelas tidak senang dengan apa yang dia bicarakan.

 

"Apa kamu pernah mempunyai kesusahan eh?" tanya Eun Ra.

 

"Apa aku harus menceritakan hal buruk dalam hidupku kepada orang lain?" Gikwang kembali bertanya.

 

"Aku hanya bertanya," ujar Eun Ra menaikan bahu.

 

"Sekarang aku punya."

 

"Eh?" Eun Ra bingung.

 

"Ne,,, sekarang aku punya kesusahan itu," beritahu Gikwang.

 

"Mwo?"

 

"Neo?" tutur Gikwang dan langsung mencium bibir Eun Ra.

 

Saat ciuman itu terjadi, langit semakin gelap dan butiran air yang gugur lebih besar. Apakah gerimis akan menjadi hujan?

 

"Apa kamu menyukaiku? Wae?" tanya Eunra blak-blakan.

 

Gikwang tersenyum. Dia mendekatkan mukanya ke muka Eunra. Lagi. Lalu mengangguk. "Ne,,," jujurnya. "Kamulah kesulitanku sekarang. Menyukaimu sungguh mengganggu pikiranku. Benar-benar mengganggu." Sebelah alis Eunra naik. "Aku hanya ingin mengatakan 'aku menyukaimu' karena aku pikir itu bisa membuatku berhenti memikirkanmu. Aku sudah hampir gila karena memikirkanmu secara berlebihan. Aku takkan akan meminta kamu menjadi yeojachinguku. Seorang pacar sungguh tidak penting untuk saat ini. Aku hanya ingin jujur. Aku tidak ingin menjadi manusia pembohong sepertimu. Yang bahkan, saat dia merasa sakit masih bisa berpura-pura kuat."

 

Eunra terdiam. Dia membalas tatapan mata Gikwang. Beberapa saat mereka seperti itu.

 

"Sejak kapan?" tanya Eunra.

 

"Aku tidak pernah mengingatnya," jawab Gikwang. "Eunra,,," panggilnya.

 

"Ne?"

 

"Jadilah teman baikku," seru Gikwang sambil menyodorkan tanganya.

 

"Chingu?" Eunra masih bingung.

 

"Sirheo?"

 

"Aku bingung," ujar Eunra.

 

Gikwang menarik tangan Eunra dan menyalaminya.

 

"Kurasa kamu mulai gila," caci Eun Ra.

 

"Ne, karena kamu," cetus Gikwang.

 

Hujan semakin lebat sekarang. Eun Ra merasa risih karena itu. Entah kenapa, dia punya pirasat buruk. Ada sesuatu yang menyuruhnya menoleh ke arah pintu masuk yang lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Seseorang berdiri di pintu itu. Dia belum menginjak lantai atap gedung. Tubuhnya masih berada di dalam. Membuat orang itu hanya terlihat bayangannya saja. Eunra menyipitkan matanya.

 

"Waeyo?" tanya Gikwang.

 

Orang itu berbalik dan pergi.

 

"Taemin," gumam Eunra. Kemudian dia lari mengejarnya.

 

_DH_

 

"Hya,,, TAEMIN-AH! camkamanyo! Apa tuli?" Dicengkram Eunra tangan Taemin setelah dia berhasil mengejar namja itu.

 

"Lepaskan aku!" bentak Taemin.

 

"Wae?"

 

Gikwang muncul di belakang Eunra, membuat Taemin semakin murka. Dia mendorong Eunra menjauh darinya.

 

"Menjauh dariku!" Taemin memperingati saat Eunra mendekatinya. Eunra tetap mendekat. "APA KAMU TIDAK PERNAH MAU MENGHARGAI AKU? AKU BILANG MENJAUH DARIKU!"

 

Eunra tertegun. "Ada apa dengannya?" tanyanya heran. Diapun membiarkan Taemin pergi

 

_DH_

 

"Aish,,,, kenapa hujan. Bajuku basah kan?" gerutu Taemin. "Terpaksa," gumamnya setelah melihat taksi melaju menujunya. Diberhentikannya taksi itu dan buru-buru masuk ke dalam.

 

"Hei nak, taksiku bisa basah karenamu!" ujar supir taksi mengomel.

 

"Akan akan membayar lebih," cetus Taemin. Kemudian dia menyuruh taksi itu menuju rumah Kang Ho Dong. "Ambil kembaliannya untukmu!" katanya kepada supir taksi itu seraya memberikan uang kepada supir taksi. Menutupi ujung kepalanya dengan kedua tangannya. Hujan semakin deras setibanya dia di rumah.

 

"Memang sepantasnya," ujar si supir taksi.

 

Taemin mendengus. Dia berbalik dan menatap rumah di hadapannya. Besar dan terlihat megah. Rumah itu tidak mempunyai halaman depan. Sebuah tembok tinggi berdiri kokoh di pinggir jalan dengan dua daun pintu besar di depannya.

 

Taemin memencet password untuk bisa masuk ke sana. Terbuka, diapun masuk ke dalam bangunan itu. Berbelok ke kanan yang disambut bagasi rumah, terus ke depan baru dia memasuki ruang utama rumah itu.

 

Seorang wanita tua menyambutnya. Membungkuk dan menyerahkan handuk kering.

 

"Apakah kamu akan tidur di sini malam ini?" tanya wanita tua itu.

 

"Tidak!" jawab Taemin tegas.

 

"Lalu untuk apa kamu ke sini. Apakah ada sesuatu yang kamu perlukan? Biar kubantu," ujarnya penawari.

 

"Tidak ada. Aku juga tidak tahu kenapa aku pergi ke tempat ini," kata Taemin jutek. Diambilnya handuk, mengeringkan rambutnya sambil berjalan memasuki rumah itu lebih jauh.

 

"Apa tuan mau makan?" tanya wanita tua itu.

 

Tidak," jawab Taemin singkat. Melangkah lebar meninggalkan menuju kamarnya dan berharap wanita itu tidak mengikutinya lagi. Dia ingin sendiri di dalam kamarnya setelah mengganti bajunya yang basah. Diraihnya pegangan pintu. Terdengar suara berisik dari lantai atas yang membuatnya batal membuka pintu. Dia berbalik dan menatap wanita tua itu yang masih berdiri di belakangnya. "Apa appa ada di rumah?" tanyanya dan wanita itu mengangguk. "Bersama siapa? Istri mudanya itu?" wanita itu menggeleng. "Lalu?" Taemin mulai curiga saat pembantu itu tak bisa menjawabanya. Taeminpun memutuskan mencari tahu sendiri. Dia naik ke lantai atas. Suara musik yang berisik semakin jelas di sana. Tampak dua orang asik bernyanyi bersama di sana saling merangkul pinggul. Tertawa riang di sela nyanyian. Terlihat sangat menyenangkan apa yang sedang mereka lakukan.

 

"Soo Jung-ah!" Taemin memanggil salah satu dari dua orang yang sedang sibuk bersenang-senang itu. "Soo Jung-ah" ulangnya lebih nyaring, dan kali ini dia berhasil memanggil orang itu untuk menoleh kepadanya dan menunjukkan wajahnya.

 

Kedua matanya membulat sempurna. "Apa-apaan ini?" tanyanya bergetar.

 

Apa yang Taemin lihat? Apa yang membuatnya begitu emosi?

 

_TBC_

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
namurah
#1
Thank you for the story!! ^^