Chapter 8

Dream High

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Soo Jung kepada Taemin.

 

"Siapa dia?" Taemin mengacuhka Soo Jung dan bertanya kepada Kang Ho Dong. "Mainan baru?" Taemin tersenyum. "Tahukah appa siapa dia?"

 

Kang Ho Dong menatap Soo Jung.

 

"Appa?" tanya Soo Jung tertegun, kepada Kang Ho Dong. Menanti jawaban.

 

"Tahukah kamu dia adalah teman sekelasku?" ujar Taemin menunjuk Soo Jung.

 

Dari tampangnya, sangat jelas bahwa Kang Ho Dong tidak tahu Soo Jung dan Taemin adalah teman sekelas.
 
"Menikahi wanita itu kupikir bisa membuatmu berubah. Berhenti bermain-main dengan wanita mudah. TAPI APA INI APA YANG SEDANG KULIHAT? PERSELINGKUHAN LAGI?" raung Taemin.
 
"Taemin-ah, camkaman!" ujar Kang Ho Dong, berpikir ingin mencari alasan tapi sia-sia. Taemin lari kelantai bawah sebelum dia mulai bicara. Kang Ho Dong mengejarnya, dan ini pun sia-sia. Taemin sudah keluar dari rumah. Lalu, dia kembali ke Soo Jung.
 
"Ahjussi,," Soo Jung mulai mengerti. Taemin adalah anak Kang Ho Dong. Taemin melihatnya bersama seorang namja yang tidak pantas untuk disebut namjachingu. Dia khawatir. Tangannya berkeringat dingin.
 
"Gwenchana,," Kang Ho Dong berusaha menenangkan Soo Jung. "Dia tidak akan membocorkan hal ini ke orang lain."
 
Nafas Soo Jung seperti tersumbat sesuatu. Dadanya sungguh sesak. Dia yang tidak pernah mau memegang tangan Kang Ho Dong terpaksa memegangnya karena takut. "Apa aku bisa mempercayainya?"
 
Kang Ho Dong bersandar di sofa. "Aku tau anakku," gumamnya.

 

Soo Jung mendesah. Kalimat itu cukup membuatnya sedikit tenang. Untuk saat ini.

 

_DH_
 
Pukul19.56
Bib, satu sms masuk ke Hp Taemin. Dari Eun Ra. Karena dari yeoja itu. Dia tidak berminat membukanya.
 
Kejadian tadi sore membuatnya syok. Keluar dari rumah Kang Ho Dong dia pergi ke apartement pribadinya. Langsung mandi dan diam di bawah selimut sambil terus melamun.
 
Tiba-tiba Hpnya berdering. Tertera nama "Kyu songsaengnim" di layarnya.
 
"Ne songsaengnim?" sahut Taemin untuk telpon Kyuhyun. Suaranya sangat kecil.
 
"Kamu sakit?"
 
"Aniya."
 
"Di mana kamu? Kenapa belum pulang juga? Aku khawatir. Kamu tidak pulang ke rumahku malam ini?"
 
"Ah, Mianhae songsaengnim. Aku lupa memberitahumu kalau aku akan pulang ke apartemenku hari ini. Mianhae, jeongmal mianhae."
 
"Gwenchana. Aku hanya khawatir karena kamu tidak pulang. Ya sudah. Kututup telponnya. Aku masih ada pekerjaan."
 
"Gomawo. Hwaiting hyung," ujar Taemin sedikit nakal memanggil songsaengnimnya dengan "hyung".
 
"Haha,,, Ok!"

 

Dia melupakan kesedihannya sesaat dengan kenakalannya memanggil Kyuhyung 'hyung'.
 
_DH_
 
Di mana seharusnya Taemin saat pagi tiba. Seharusnya dia sedang dalam perjalanan menuju sekolah dengan semangat menggebu. Tapi, yang terlihat pagi ini tidak seperti pagi biasanya.

 

Dia mandi dan sarapan seperti pagi biasanya. Mengenakan seragam Karin School dengan rapi. Juga keluar dari apartemennya dengan jam yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Menunggu bus di halte yang sama. Tapi, dia menaiki bus dengan jurusan berbeda hari ini.
 
Bus itu berhenti di suatu sisi kota Seoul. Turun dari bus dia berjalan beberapa menit lalu sampailah di sebuah taman. Seorang wanita tua menunggunya di sana.
 
Mata Taemin sembab pagi ini. Tidak tampak binar semangat dari matanya pagi ini.
 
"Apa kamu menangis tadi malam?" tanya wanita tua itu. Taemin menunduk. "Duduklah,,, aku akan menjawab apa yang kamu tanyakan."
 
Taemin menurut dan duduk di kursi taman bersama wanita tua itu yang adalah pembantu di rumah Kang Ho Dong.
 
"Apa saja yang tidak aku ketahui?" tanya Taemin.
 
"Aku tidak begitu yakin."
 
"Ahjumma,, Sejak kapan ada wanita lain lagi di rumah itu?"
 
"Taemin-ssi,,, appamu dan istri mudanya telah bercerai tiga bulan yang lalu." Si ahjumma mulai bercerita. "Tidak banyak yeoja yang diajak appamu ke rumah."
 
"Lalu, yeoja muda itu? Soo Jung maksudku. Dia teman sekelasku. Bagaimana dia bisa bersama appa. Apa dia sering datang ke rumah?" tanya Taemin.
 
Ahjumma menggeleng. "Baru kemarin."
 
"Apa appa pernah membawa wanita lain lagi?"
 
"Tidak pernah. Tidak pernah lagi."
 
Taemin berusaha menahan emosinya agar tidak menangis. "Cukup. Aku tidak ingin mendengar apapun lagi. Sebaiknya aku pergi."
 
"Apakah aku benar anaknya? Aku dan dia sangat berbeda,,," gumam Taemin setelah menjauh dari ahjuma dan kursi taman. Buru-buru menghapus sedikit air matanya yang menetes.
 
_DH_
 
Pukul09.13
Mata Eunra terus menatap jam dinding di dalam kelas.
 
"Eunra-ssi!" panggil Hyunah sambil memukul meja dengan penggaris. "Perhatikan aku!"
 
"Ne," ujar Eun Ra.
 
"Apa kamu memikirkan Taemin?" tanya Minah. "Na do. Apa kamu juga tidak tahu kenapa dia tidak ada di sekolah hari ini?" Eunra mengangguk. "Jinki-ya, apa kamu tahu ke mana Taemin?"
 
Jinki yang duduk di sisi kanan Minah menoleh, "Molla," jawabnya.
 
"Hya! Kalian bertiga. Berdiri di depan kelas. Bantu aku memegangi kertas-kertas ini!" teriak Hyunah.
 
_DH_
 
Hari ini adalah hari berlangsungnya Festival penggalangan dana untuk amal. Pagi-pagi sekali beberapa siswa yang terlibat dalam pertunjukkan sudah berkumpul di sana.


"Palli,,, Berkumpul di sini. Sebentar lagi giliran kita untuk tampil. Ayo beri semangat kepada anak-anak kurang beruntung itu," seru Leeteuk kepada muris-murid yang dia pimpin.
 
"Palli," ajak Taemin kepada Jinki dan Minah tanpa senyuman. Tidak sengaja dia melihat Eunra berdiri di belakang Jinki. Hanya sekilas, kemudian dia bergegas ke belakang panggung.
 
"Hua,,, aku sangat bersemangat hari ini Jinki-ya, Taemin-ah," ujar minah saat dia dan kedua temannya berjalan menuju belakang panggung. "Akhirnya suaraku berguna untuk orang lain. Aku ingin anak-anak itu tersenyum."
 
"Jinja?" kata Jinki. "Baiklah,, kalau begitu, mari kita bernyanyi dengan cinta agar anak-anak itu merasakan kasih sayang kita." Minah mengangguk dan tersenyum lebar. "Dan kamu Taemin-ah. Kenapa mukamu terus ditekuk. Membuat wajahmu semakin jelek."
 
Taemin tersenyum tipis saja.
 
Setiba di belakang panggung, senyum Minah langsung redup. Di sana ada Wheeshung sedang berdiri berbicara dengan Leeteuk. Dia menoleh menyadari keberadaan Minah. Bingung harus apa, tersenyum atau bagimana. Wajah Minah membeku. Tatapan Wheeshung tidak bersahabat memandangnya. Minahpun menunduk.
 
"Ayo, buat anak-anak itu senang. Keadaan hati senang akan lebih baik saat kita bernyanyi," Jinki menepuk bahu Minah dan tersenyum lebar. Lalu dia berbisik, "Anggap saja dia bukan appamu."
 
Minah mengangguk patuh.
 
Giliran kelas Leeteukpun akirnya tiba. Semua murid naik ke atas panggung kecil kecuali Eunra, dia kukuh menolak menyanyikan lagu itu.
.....

.....

.....

Usai bernyanyi, mereka semua berbaur dengan pengunjung yang berdatangan ke festival itu dan menghampiri anak yatim, menghibur mereka.
 
"Noona,,," seorang anak memanggil Eunra sambil menarik-narik ujung bajunya.
 
"Wae?" tanya Eunra dingin.
 
"Aish,,, apa dia tidak bisa sedikit ramah," ujar Minah mencibir melihat tingkat Eunra.
 
"Camkaman. Lihat apa yang dia lakukan," tunjuk Jinki.
 
Eunra membungkuk kepada anak lelaki itu. Memasangkan headset yang dikenakannya kepada anak itu.
 
Minah, Jinki dan Taemin memerhatikan Eunra dan anak itu.
 
"Aku suka musik yang noona dengar. Apa kamu salah satu dari kakak-kakak penyanyi itu?" Eunra mengangguk. Ekspresinya datar. "Kamu bisa bernyanyi?"
 
"Sedikit," jawab Eunra.
 
"Aish,,, dia kan penyanyi hebat," ujar Minah mengomentari. Tentunya tidak terdengar oleh Eunra.
 
"Aneh, biasanya dia akan menyombongkan dirinya sendiri," sahut Jinki.
 
Taemin mengangkat kepalanya, memerhatikan gerak-gerik Eunra. "Dia punya dua kepribadian," katanya asal.
 
"Apa kamu ikut bernyanyi bersama teman-temanmu?" tanya anak itu, lagi.
 
"Ani,,"
 
"Noona,,, aku sangat suka musik. Dan aku suka benda ini," tutur anak itu, matanya berbinar-binar memandangi ipod Eunra.
 
"Jinja chua?" tanya Eunra. Anak itu mengangguk dengan wajah memelas. "Geure,,, ipod ini untukmu."
 
"Jinja?" seru anak itu kegirangan. Memeluk Eunra dan mencium pipinya. Kontan pipi mulus itu merona dibuatnya. "Saranghae!" tutur anak itu tetap memelukan Eunra.
 
"Ara,,, Jadilah anak yang baik dan kejar mimpimu," ujar Eunra.
 
"Ne,,," si anak melepaskan pelukannya. "Aku ingin menjadi seperti noona. Aku pernah mendengar kamu bernyanyi"
 
"Onje (Kapan)?"
 
"Saat ada ujian di Karin School. Aku diajak seorang ahjussi ke acara itu. Noona,,, kamu bukannya penyanyi yang mempunyai sedikit kemampuan. Kamu penyanyi daebak!!"
 
Pipi Eunra kembali merona dibuat anak itu.
 
"Kecil-kecil sudah pintar merayu eh?" sindir Gikwang. Melipat tangan di dada dan menaikkan sebelah alis kepada anak itu.
 
"Aniya,,, Aku bicara jujur," bantah anak itu.
 
Kepala Gikwang menjadi miring. "Kamu mirip seseorang," yang dia maksud Jinki. "Apa kamu juga suka noona?" tanyanya.
 
"Kenapa tidak kalau noona itu lebih cantik dari wanita seumuranku," ujar anak itu.
 
"Aish,,, Benar-benar mirip Jinki. Sana perg!. Jangan terlalu lama disini," usir Gikwang.
 
"Wae,,, Apa kamu pacarnya?" tanya anak itu menantang.
 
Minah dan Jinki saling menatap. Taemin menunggu jawaban Gikwang.
 
"Aniya, Aku tidak suka kamu di sini. Sana pergi," usir Gikwang mengibas-ngibaskan tangannya.
 
Anak itu mencibir, melet ke arah Gikwang namun patuh dia pergi dari sana. Kemudian dia berbalik dan menepuk pantatnya.
 
"Hya!!" teriak Gikwang. Anak itu langsung lari.
 
"Dia hanya anak kecil," gumam Eunra.
 
"Lalu?" tanya Gikwang.
 
Eunraa memutar bola matanya. "Menjauh dariku."
 
"Sirheo."
 
"Kalau begitu aku yang akan pergi," Eunra berbalik, tapi Gikwang menangkap tangannya. "Lepas!" Eunra melotot.
 
"Eum,,, apa mereka berpacaran?" tanya Minah.
 
"Hah?" kaget Jinki, dia melirik Taemin.
 
Taemin maju melewati Minah dan Jinki. Dia berjalan ke arah Eunra dan Gikwang. Menabrak keduanya sehingga tangan Gikwang terlepas dari tangan Eunra.
 
"Apa kamu tidak punya mata?" teriak Gikwang.
 
Taemin tak peduli teriakan itu. Tapi langkahnya terhenti melihat Soo Jung di depannya. Beberapa saat keduanya terdiam.
 
Minah maju mendekati Eunra. "Kenapa mereka?"
 
"Molla," jawab Eunra.
 
"Taemin sangat aneh hari ini," kata Jinki.
 
Soo Jung menunduk malu. Dia risih dipandangi Taemin seperti itu. Dia segera pulang dari festival itu.
 
_DH_
 
Hari ini Taemin absen lagi. Leeteuk sebagai wali kelas mengkhawatirkan muridnya itu. Bertanya kepada Jinki atau Minah, merekapun tidak tahu kenapa Taemin sering absen akhir-akhir ini.
 
"Eunra-ya!" Leeteuk duduk di kursi di depan Eunra saat jam istirahat. "Apa kamu tahu kemana Taemin akhir-akhir ini?"
 
"Coba tanyakan kepada Minah atau Jinki. Mereka lebih dekat dengan Taemin."
 
"Mereka juga tidak tahu dan mereka bilang kamu yang lebih dekat dengan Taemin. Aish,,, bikin aku bingung saja," Leeteuk tampak prustasi.
 
"Untuk apa kamu peduli dengan Taemin?"
 
Leeteuk memandang Eunra. "Tentu karena dia muridku," ujarnya.
 
"Ouh,,," sahut Eunra manggut-manggut dan mengunyah makanannya. "Ternyata benar kamu seperti seorang malaikat. Angel without wings. Apa sayapmu patah songsaengnim? Atau sengaja dibuat kasat mata?"
 
"Kamu sedang mengejekku?"
 
"Aniya. Aku penasaran saja, apa kebaikanmu selama eksis bersama Super Junior benar. Atau hanya taktik agar kalian terlihat seperti malaikat dan dicintai fans," Eunra tersenyum aneh.  "Ternyata aku salah. Kamu benar-benar malaikat."
 
Plak! Dipukul Leeteuk kepala Eunra. "Kamu berani bicara seperti itu?"
 
"Dan kamu berani memukul kepalaku?" ujar Eunra marah.
 
"Aku songsaengnimmu," tandas Leeteuk membuat Eunra diam. "Eunra-ya," Leeteuk teringat sesuatu. "Eum,,, Apa kamu bersedia menolongku?"
 
"Apa aku tampak seperti malaikat sehingga meminta pertolongan kepadaku?"
 
"Jadikan Minah pembantu di rumahmu?" Eunra mengangkat sebelah alisnya. "Jaebal Eunra. Kamu tahu kan, dia sudah dikeluarkan dari silsilah keluarganya. Dia perlu biaya untuk hidup dan sekolah."
 
"Uangmu cukup banyak kan songsaengnim. Kupikir membiayai seorang murid saja tidak akan membuatmu miskin.
 
"Ara,, mauku begitu tapi dia menolak kalau aku memberikannya uang."
 
"Cih,,, Berlagak mandiri," caci Eunra.
 
"Jangan bicara seperti itu," ujar Leeteuk tajam ke Eunra. "Jadi, apa kamu mau memberinya pekerjaan?"
 
"Baiklah. Datang saja kerumahku kapan dia mau."
 
"Wuaaahhh,,,, gomawo Eunra. Gomawo," seru Leeteuk sambil menggenggam tangan Eunra. Tidak sadar saking senangnya.
 
"Songsaengnim,,," tegur Eun Ra.
 
"Ah, mianhae,,," Leeteuk malu sendiri.
 
_DH_
 
Ini hari pertama Minah bekerja di kediaman keluarga Shin. Dia dijadikan asisten Nari. Tugasnya tergantung dari apa yang Nari perintahkan kepadanya. Seperti membersihkan beberapa ruangn, membantu Nari memasak, atau hanya sekedar jalan-jalan bersama. Bekerja dari jam lima sore sampai jam sembilan malam. Di akhir pekan dia libur, tetapi apabila Nari meminta bantuannya dihari itu, diharapkan dia bisa bekerja. Cukup adil, karena dia akan mendapat gaji tambahan.
 
"Jinki-ya," di tengah-tengah jam kerjanya Minah menyempatkan diri menerima telpon dari Jinki. Sambil memutar-mutar kemoceng dia bersandar ke dinding. "Arayo? Rumah Eunra jaaauuuhhh,,,,,lebih besar dari rumahku. Dan juga, Eunra eomma neomu yeoppoda!" cerocosnya sampai termonyong-monyong.
 
"Eunra kan memang keluarga kaya, tapi aku baru tahu eommanya yeoppo," kata Jinki di seberang sana.
 
"Aish,,, Apa kamu tidak pernah bertanya kenapa Eun Ra cantik? Tentunya eommanya juga harus cantik."
 
"Aniya,,, Eun Ra jelek," canda Jinki. Minah memutar bola matanya. "Geure,,, bagaimana bekerja di sana? Gwenchana? Apa Eunra memperlakukanmu dengan baik?"
 
"Ne,, Nari-ssi sangat ramah kepadaku. Dia sangat muda. Eunra beruntung punya eomma seperti dia. Kurasa hubungan mereka seperti antarteman," cerita Minah.
 
"Aku bertanya apa Eunra memperlakukanmu dengan baik Minah?!" ulang Jinki gregetan.
 
"He,,,," Nih anak malah nyengir. "Semenjak aku tiba di rumah ini, aku belum melihat Eunra. Mungkin dia sedang keluar. Jadi, aku baik-baik saja. Jangan berlebihan. Dia orang baik Jinki-ah!"
 
"Dia orang yang punya dua kepribadian," Jinki mengingatkan.
 
"Terserah kamu, bagiku dia tetap anak baik. Aro?"
 
"Aish,,," Jinki mendesis. "Ya sudahlah, tutup telponnya. Berkerja dengan baik. Hwaiting!" dia menyemangati dengan nada datar, lalu memutuskan telpon.
 
"Mwo?" Minah melototi Hpnya. "Diputus?! Wae,,,," dia mencak-mencak sendiri. "Wae? Kenapa marah? Aish,,," dipukulkan Minah kemoceng ke dinding. "Jinki pabbo!"
 
Tiba-tiba, di ujung koridor terdengar suara gaduh. Minah mencari tempat bersembunyi. Ada Sebuah guci besar tak jauh dari tempatnya berdiri dan dia bersembunyi di baliknya.
 
"Taemin-ah! Apa maumu sebenarnya. Kalau kamu tidak suka denganku teriak saja, tapi bagaimana kelakuanmu?! Beberapa hari tidak masuk sekolah? Hah?" itu suara Kang Ho Dong.
 
"Taemin?" gumam Minah, menggigit telunjuknya. "Taemin, apa benar Kang Taemin? Kenapa nama dia disebut di sini?" Dia jadi bingung sendiri.
 
Kemudian dia mendengar suara yang lain. Mereka semakin mendekat.
 
"Bisakan kita bicara baik-baik?" Itu suara GD.
 
"Bahkan aku ingin menamparnya sekarang?" bentak Kang Ho Dong.
 
Kemudian Minah mendengar ada langkah kaki lain mendekati suara itu. Nari.
 
"Bisakah oppa tidak membuat kegaduhan di rumahku?" tegur Nari.
 
Minah menengok sedikit. Dia kaget, benar Taemin yang dia kenal ternyata. "Ah,,, ne, aku baru ingat kalau kedua orangtua Eunra dan Taemin itu berteman. Eum,, pantes saja dia ada di sini. Tapi, ada kegaduhan apa ini?"
 
"Apa yang kamu lakukan di depan kamarku? Menguping?" suara itu mengejutkan Minah. Membuatnya berteriak dan keluar dari persembunyiannya. Sekarang semua yang ada di sana menoleh Minah.
 
"Eunra," gumam Minah sambil memegang dadanya. "Kenapa bisa muncul dari tembok itu?"
 
Eun Ra menoleh ke belakang. "Ini pintu kamarku," ujarnya. Matanya beralih kepada para orang tua di sana dan juga Taemin. "Ada apa ini?"
 
"Oppa, bisakah kita selesaikan masalah ini nanti?" tanya Nari. "Aku ingin Taemin tenang dulu di sini."
 
"Tapi,,,,"
 
"Jaebal oppa. Ini rumahku," ujar Nari. Kang Ho Dong mengalah. Dia mengangguk. "GD oppa,, bawa Taemin ke kamar tamu."
 
GDpun merangkul pundak Taemin, mengajaknya pergi dari sana. Mereka berdua melewati Eunra. Mata Taemin dan Eunra bertemu, tapi tak ada yang saling menegur. Kemudian melewati Minah.
 
"Annyeong," Minah melambaikan tangannya, dan mendapat senyuman tipis dari Taemin.
 
Lalu, Kang Ho Dong juga pergi bersama Nari.
 
"Apa kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Eunra ke Minah.
 
"Na do molla," kata Minah.
 
"Geure. Sebaiknya kamu terus tidak tahu saja," kata Eunra. "Dan jangan pernah masuk ke kamarku. Aku bisa membersihkan kamarku sendiri."
 
"Waeyo?" tanya Minah selalu ingin tahu.
 
Eunra mendelik Minah, dan Minah tertunduk. "Arasseo Eunra," jawabnya mengerti apa yang Eunra maksud.
 
_DH_
 
"Apa kamu bersedia bercerita kepadaku?" tanya GD perlahan kepada Taemin.
 
Taemin duduk di anak tangga. "Tentu, aku bukan orang yang kuat seperti Eunra bisa menyimpan semuanya sendiri."
 
Eunra berada di belakang dua namja yang duduk di anak tangga di halaman belakang rumah keluarga Shin. Mereka tidak menyadarinya. Yeoja itu melipat tangannya di depan dada. Mendengarkan.
 
"Jadi apa yang sedang terjadi?" tanya GD, tidak sabar menunggu cerita.
 
"Aku bohong kalau aku baik-baik saja saat kedua orang tuaku bercerai," Taemin mulai bercerita. "Aku sakit hati, dan, aku juga benar-benar bingung. Apa aku pantas merasa sakit hati. Untuk siapa? Untuk eomma? Awalnya kupikir iya. Aku sakit hati karena dia juga sakit hati. Terus melihat appa bersama yeoja lain. Kupikir perceraian yang dia pilih karena sudah bosan dengan perselingkuhan appa. Tapi, itu bukan alasan. Eomma tak pantas dikasiani. Salah besar kalau aku sakit hati untuk dia. Perceraian itu tak sepenuhnya salah appa. Ternyata eomma juga sering bersama namja lain. Aku tidak pernah tahu siapa yang memulai hubungan seperti itu. Lagipula aku sungguh tidak peduli siapa yang memulai.
 
"Aku berpikir lagi. Kalau bukan untuk eomma, untuk siapa aku sakit hati? Tentunnya untuk diriku sendiri.
 
"Aku sendirian saat mereka berpisah. Tak ada satupun lagi yang bisa kupercaya. Lalu, pergi kepada siapa saat aku merasa lelah? Tak ada tempat untukku bersandar, hyung. Eobseo,,,," ujar Taemin. Hembusan nafas berat keluar dari mulutnya. Dia tertunduk. Dia menangis.
 
"Taemin-ah, kamu anak yang kuat. Mampu menyembunyikan sakitmu. Bahkan aku tidak menyangka kamu semenderita ini. Senyummu terlalu cerah untuk orang yang mempunyai beban." GD menepuk-nepuk pundak Taemin.
 
"Jinja? Kalau begitu, apa aku tampak seperti Eunra?" sempat-sempatnya dia memerhatikan yang tidak penting.
 
GD mengangkat sebelah alisnya.
 
"Santailah hyung,,, aku bukan orang bisa menangis berlama-lama meratapi nasib malangku," sekarang dia sudah bisa tertawa.
 
"Lalu, Apa alasanmu seminggu ini menghilang? Meratapi nasibmu?" Taemin tersenyum saja. "Apa yang Kang Ho Dong hyung lakukan kali ini?" tanya GD kembali ke topik pembicaraan.
 
"Dia bercerai dengan istri barunya dan berpacaran dengan teman sekelasku."
 
"Eh!?" GD kaget.
 
Eunra menuruni beberapa anak tangga, lebih mendekati. "Siapa dia?"

 

"Sejak kapan kamu di sana?" tanya GD sekarang lebih kaget.

 

"Nugu?" tanya Eunra.


_DH_
 
Eunra tampak bingung dengan suasa Karin School hari ini. Murid-murid berlalu lalang sambil membawa sehelai brosur dan membicarakan sesuatu.
 
"Ini."
 
"Mwo?" Eunra bingung dengan sehelai brosur di hadapan mukanya.
 
"Terima saja," paksa Hyunah.
 
"Ini apa?"
 
"Aish,,, Sudah terima saja," Hyunah memberikan brosur ke Eunra. "Terserah kamu apakan brosur itu." Dia mencibir dan menghilang. "Ckckckc,, menerima sehelai brosur saja seperti itu. Dasar sombong," gerutunya mengatai Eunra.
 
Eunra mendengarnya tapi dia tidak peduli. Brosur itu hanya dipegang, dia masuk ke dalam kelas. Di dalam juga ramai membicarakan brosur itu. Mata Eunra langsung menoleh ke bangku Taemin. Kosong. Bangku Taemin diduduki oleh Minah. Mungkin Taemin duduk di kursi lain.
 
"Siapa yang kamu cari?"
 
Eunra mengabaikannya. Dia mencari-cari. Saat matanya sekali lagi menyapu seluruh kelas, Taemin tetap tidak terlihat. Bangku di samping Soo Jung kosong. Gikwang seharusnya duduk di sana, artinya namja itu tak ada.
 
"Hya,,, siapa yang kamu cari?"
 
Eunra duduk di bangku, dia menoleh. "Eh? Neol?" ujarnya sedikit tersentak. "Tempat dudukmu di samping Soo Jung kan?!"
 
"Dia bilang dia ingin duduk sendiri hari ini. Karena bangku ini kosong, jadi aku duduk di sini saja," jelas Gikwang. "Apa itu?" tanyanya menunjuk brosur di tangan Eunra.
 
Eunra menaruhnya di atas meja. "Molla."
 
"Apa kamu akan ikut perlombaan itu?"
 
"Mwo? Perlombaan apa?"
 
"Jadi kamu tidak membaca brosurnya?"
 
"Aku bilang aku tidak tahu ini apa. Hyunah songsaengnim memberikan ini kepadaku. Memangnya apa ini?"
 
"Salah satu agency international di Jepang mengadakan perlombaan. Membuat lagu. Agency itu bekerja sama dengan sekolah ini. Dua orang beruntung akan dipilih untuk mengikuti pelajaran di sana. Kudengar, seorang komposer hebat menanti anak yang beruntung itu. Apa kamu tertarik untuk ikut?"
 
"Never," jawab Eunra cepat.
 
"Jinja?"
 
"Wae? Kamu akan mengikuti perlombaan ini?"
 
"Tentu."
 
Eunra terkekeh. "Chukae! Kamu pemenangnya. Sainganmu cuma aku, dan aku tidak berminat dengan perlombaan itu. Jelas kamu bisa menang bukan?"
 
Gikwang melipat tangan di depan dada. Mengangguk. "Akan membosankan," gumamnya.
 
"Ke mana dia?" Eunra bicara pelan. Matanya masih mencari-cari Taemin.
 
"Hya,,, Saking antusiasnya dengan perlombaan itu, kalian tidak menyadari aku bicara di depan sini?" Leeteuk membuat suaranya sedikit lantang. "Perhatikan aku sebentar. Ada sedikit tambahan tentang perlombaan itu." Kelas menjadi tenang. "Siapa yang berminat dengan perlombaan itu, kalian harus mendaftar ke situs resmi. Tanpa biaya, hanya perlu menunjukkan kartu pelajar Karin School. Paling lambat besok. Setelah itu, kalau pendaftaran kalian berhasil, pihak agency akan menghubungi kami dan kalian akan diberi IDcard. Ada password di IDcard itu. Guna password itu adalah untuk bisa mengupload file kalian ke situs mereka. File paling lambat dikirim bulan depan. Dan, perlombaan ini tidak dipaksakan untuk semua murid. Arasseo?" Semuanya mengangguk paham. "Aku harap kalian bisa menciptakan karya yang akan diingat orang lain," dia tersenyum.
 
"Apa aku harus ikut perlombaan ini?" gumam Soo Jung, sedikit nyaring agar teman-temannya memerhatikannya.
 
"Coba saja Soo Jung-ah," seru Minah.
 
"Apa kamu ikut?" tanya Soo Jung
 
"Aniya,,, Jinki yang akan ikut."
 
"Kamu tidak perlu ikut Soo Jung-ah," sahut Leeteuk masuk ke dalam pembicaraan itu.
 
"Wae?" Soo Jung takut. "Kamu pikir aku tidak punya kemampuan?"
 
Gikwang manahan tawa. Eunra bingung kenapa dia tertawa.
 
"Aku yang akan membuatkan lagu untukmu," kata Leeteuk mengejutkan.
 
Sekarang mata Gikwang melebar tidak percaya.
 
"Kenapa cuma Soo Jung?" protes murid.
 
"Mianhae,,, Aku suka suaranya. Saat mendengar suaranya diaudisi, aku sudah berpikir membuatkannya sebuah lagu. Lagu yang manis untuk didengar," Leeteuk mengacuhkan protesan murid-muridnya.
 
"Suara Soo Jung tidak semanis yang dia pikir," gerutu Gikwang.
 
"Ah sudahlah. Kalian berhenti mempermasalahkan itu!" seru Leeteuk. "Hari ini aku ingin berbagi cerita dengan kalian. Bisakah kita hari ini menjadi teman. Bukan hubungan antar guru dan murid. Maukah kalian menceritakan tentang mimpi kalian terhadapku?"
 
"Kenapa harus tentang mimpi?" tanya Eunra.
 
"Ya, bisa kita mulai dari Gikwang," ujar Leeteuk, mengacuhkan Eunra. Seisi kelas menatap Leeteuk bingung.
 
"Gikwang-ah, apa mimpimu?" tanya Leeteuk.
 
Gikwang menoleh Eunra sambil mulai bicara. "Sama seperti yang lain. Aku ingin menjadi seorang bintang. Dan kuharap orang-orang di luar sana menerima karyaku."
 
"Hanya itu? Apa kamu kamu punya kesusahan selama ini? Tentunya tak semudah membalikkan telapak tangan untuk mencapai kesuksesan."
 
"Tentang itu, cukup aku yang tahu Songsaengnim," Gikwang menatap lurus mata Leeteuk.
 
"Arasseo," Leeteuk paham maksud muridnya. Itu kehidupan pribadi Gikwang. Privasi. "Selanjutnya Jinki."
 
"Eum,,, Aku bukan seorang pemimpi. Aku berharap hidupku damai sampai tua nanti. Itu saja. Tetapi appaku punya sebuah mimpi besar sewaktu dia muda. Dia gagal meraih mimpi itu."
 
"Apa dia ingin menjadi penyanyi?" tanya Leeteuk.
 
Jinki mengangguk. "Aku selalu ingin dia bahagia."
 
"Jadi,, kamu di sini sekarang untuk membahagiakan appamu?" tanya Leeteuk lagi.
 
"Wah,,, dia anak yang baik," gumam Gikwang. "Kupikir dia cuma namja yang suka wanita tua."
 
"Apa kamu yakin dia bahagia kalau kamu menjadi penyanyi?" tanya Soo Jung. "Atau, jangan-jangan, dia malah tidak suka kamu menjadi penyanyi."
 
"Apa appamu memaksamu mewujudkan mimpinya?" tanya Minah. "Aku baru tahu tentang ini Jinki-ah. Kamu harus menceritakan semuanya setelah ini." Kali ini dia berbisik.
 
"Ara," sahut Jinki tersenyum. Dia kembali berbicara kepada semua. "Aniya,,, sama sekali tak ada paksaan dari dia. Bahkan dia mengkhawatirkan aku yang terlalu antusias mewujudkan mimpinya. Dan,, jelas dia akan bahagia saat aku debut nanti," katanya tersenyum penuh keyakinan.
 
Leeteuk mengangguk-angguk. "Dan Minah, apa yang akan kamu lakukan apabila kamu gagal debut nanti."
 
"Kamu mengutukku songsaengnim?" Minah langsung emosi.
 
"Jawab saja!" Leeteuk berbeda hari ini. Dia sedikit lebih tegas.
 
"Kalau aku gagal debut?" gumam Minah. Tersenyum. "Gwenchana. Itu takdir. Yang terpenting sekarang aku berusaha dengan sepenuh hati. Aku ingin menjadi penyanyi yang jujur, yang bisa sesuka hati mengekspresikan perasaanku lewat lagu. Dan aku ingin suaraku berguna untuk orang lain. Mimpi seperti itu tidak perlu menjadi seorang bintang kan? Aku bisa bernyanyi dimanapun aku mau."
 
"Jinja?" sela Gikwang. "Kalau seperti itu, seharusnya kamu tetap di asrama dan berlatih menyanyi di sana saja. Mimpi seperti itu tidak akan menentramkan hidupmu. Apa kamu bisa bertahan hidup dengan nyanyian? Manusia perlu uang Minah."
 
Minah diam saja.
 
"Eum,,, aku pikir Gikwang benar," sahut Soo Jung. "Jadi, rubahlah impianmu Minah. Kamu terlalu polos."
 
Jinki langsung melototi Soo Jung.
 
"Aku tidak takut denganmu," cetus Soo Jung.
 
"Dan kamu Eun Ra. Apa arti mimpi untukmu?" sekarang giliran Eun Ra.
 
"Aku wajib menjawab pertanyaanmu?" Eunra balik tanya.
 
"Kita sedang berbagi cerita Eunra. Semua yang di sini menjawab pertanyaanku. Belajarlah sedikit terbuka," kata Leeteuk.
 
"Ara," gumam Eunra mengangguk. "Mimpi? Bagiku itu sesuatu yang mustahil. Dan pemimpi adalah orang yang membuat hal mustahil itu menjadi nyata." Dia mendongak, memandangi wajah teman sekelasnya itu. "Apa kalian pernah mendengar, ada orang yang mempunyai suatu bakat, tapi bukan bakat itu yang dia harapkan?"
 
"Aku kurang mengerti Eunra," ujar Minah.
 
"Seperti ini. Kamu mempunyai bakat menjadi penyanyi semenjak kecil. Tapi, mimpimu bukan menjadi seorang penyanyi, melainkan menjadi seorang dokter. Kamu ingin menjadi dokter tanpa keahlian, apa itu bisa? Tentunya kanker tidak bisa sembuh dengan suara emasmu."
 
"Aku akan belajar untuk bisa punya keahlian sebagai seorang dokter," kata Minah.
 
Eunra menangguk. "Itulah seorang pemimpi. Dia akan membuat hal yang mustahil itu menjadi nyata. Tak ada yang mudah di dunia ini kan? Semua orang berjuang untuk mimpinya dan mempunyai kesusahan sendiri."
 
"Sejak kapan pikiranmu seperti ini?" bisik Gikwang.
 
"Jangan pikir, orang yang mempunyai bakat seperti yang kalian inginkan itu beruntung. Mungkin saja dia tidak mengharapkannya. Dia berharap dirinya lebih pandai dalam bakat yang lain. Dia juga berjuang keras untuk bakat itu. Dan kalau seperti ini, dia tidak bisa kalian anggap beruntung."
 
"Apa ini semua tentang kamu?" tanya Soo Jung. "Apa kamu maksud kami menganggap dirimu beruntung. Begitukah?"
 
"Apa benar seperti itu?" tanya anak yang lain.
 
"Apa benar kamu orang yang tidak menginginkan bakatmu sekarang?" tanya Leeteuk. Eunra menangguk kecil. "Wae? Punya keinginan untuk mempunyai bakat lain? Apa kamu sudah berjuang untuk mendapatkannya? Bagaimana hasilnya?"

 

"Eobseo,,,"

 

"Kenapa tidak mencobanya lagi?"

 
"Kamu bertanya terlalu banyak," tandas Eun Ra. Dia berdiri. "Mianhae songsaengnim, jelas kamu tahu aku bukan orang suka terlihat cengeng. Aku tidak akan bercerita lebih rinci."
 
Leeteuk menatap Eunra sambil melipat tangan di depan dada.
 
_DH_
 
"Agashi, ada telpon untukmu," Minah menyerahkan pesawat telpon ke Eunra.
 
"Jangan bicara seperti itu denganku!" tegur Eunra dingin. Mengambil pesawat telponnya. "Yeobsaeyo?" Minah langsung pergi setelah tugasnya selesai.
 
"Hi girl," teriak Seunghyun.
 
"Wae?"
 
"Aish,,, selalu dingin. Ah bosan aku dengan sikapmu."
 
"Wae,,,?? Kenapa menelpon ke telpon rumah?" teriak Eunra.
 
"Hpmu tidak aktif."
 
Eunra mencari-cari Hpnya yang ternyata mati di ujung sofa. "Ah, Hpku kehabisan baterai. Ada apa?"
 
"Ada perlombaan film Eunra. Pemenangnya akan mendampingi pembuatan film Transformer selanjutnya. Kesempatan besar bukan? Guru-guru di sini berharap kamu bisa ikut. Aku juga. Meskipun kamu sudah berhenti dari sekolah, kami tetap akan membantumu agar bisa ikut lomba itu."
 
"Apa itu dinilai curang?"
 
"No, no no! Panitia tidak terlalu mementingkan keaslian indentitas. Akan tetapi, kalau kamu membawa nama sekolah. Itu sedikit menarik perhatian Juri untuk memerhatikan filmmu."
 
"Kalian peduli denganku?"
 
"Yes. You must join!" seru Seunghyun. "Aku akan menelponmu lagi nanti."
 
"Aku akan memikirkannya," bohong Eunra, jelas dia ingin ikut perlombaan itu.
 
"Ups, Sorry. Namamu sudah kami cantumkan. Annyeong.hiii," Seunghyun mematikan telpon.
 
"Hah?" Eunra kaget. "Eotte?" baru ini dia terlihat panik.
 
"Shindong hyung akan tahu bagaimanapun kamu menutupinya," GD tiba-tiba ada di depannya.
 
"Kamu menguping?" tukas Eunra. GD mengangguk. "Aish,,, dasar anak jalanan!" cacinya.
 
"Hya,,, apa hubungannya aku anak jalanan dengan menguping?" GD tidak terima.
 
"Tak tahu sopan santun," cetus Eunra.
 
Plak! ditabok GD kepala Eunra. "Kamu yang tidak tahu sopan santun. Seenaknya! Jelas saja aku mendengarkan pembicaraanmu. Orang yang menelponmu mencurigakan. Saat aku yang mengangkat telpon, dia langsung menutup telponya. Tapi, saat kusuruh Minah yang mengangkat, dia baru mau mengatakan kalau dia mencarimu."
 
Eunra berdiri. "Bagaimanapun itu bukan urusanmu."
 
"Jelas urusanku."
 
"Wae,,,,?" tuntut Eunra.
 
"Kalau Shindong hyung tahu kamu ikut perlombaan itu, matilah kamu. Tidak akan pernah ada dunia film lagi dalam hidupmu."
 
"Pabboya? Aku tidak akan ketahuan kalau kamu tidak memberitahunya."
 
"Selama ini dia tahu sendiri apa yang kamu lakukan di luar sana. Shindong hyung tidak pernah percaya aku untuk mematai-mataimu. Karena apa? Karena dia tahu aku pasti akan menolongmu. Dan apa kamu sadar, selama ini setiap kamu berulah aku yang lebih kesusahan melindungimu. Aku yang harus berpikir untuk menyelamatkanmu."
 
Eunra kalah. GD benar, dia selalu membuat Ahjussi kesayangannya ini susah.
 
"Jangan ikut perlombaan itu."
 
Eunra menatap tajam GD. "Geure,, kali ini jangan lakukan apapun untukku," katanya, dan pergi.
 
GD melangkah lebar menyusul Eunra. "Hah? Kamu yakin? Apa kamu yakin bisa kuat menghadapi dia."
 
"Kamu pikir aku anak kecil?" seru Eunra.
 
"Badanmu memang besar tapi otakmu tertutup kesombongan!" di dorong GD lagi kepala Eunra.
 
"Aaaaghhh!!!" teriak Eunra, berhenti dan melototi GD.
 
_DH_
 
Kelas Leeteuk mengadakan acara perpisahan untuk para guru Pelajarn Tambahan. Mereka memilih menyewa satu ruangan di tempat karoeke milik Eunhyuk.
 
Minah sungguh ingin pergi dan diapun meminta ijin kepada Nari untuk diperblehkan keluar pada jam kerja. Nari mengijinkannya asalkan dia berhasil mengajak Eunra ikut.
 
"Eunra-ssi!!" Saking senangnya dia berteriak-teriak memanggil Eunra di koridor membuat suasana gaduh. "Eunra-ssi!!" serunya riang. dia pergi  ke ruangan tempat Eunra berada sekarang ini.
 
"Aku sudah memperingatimu Eunra," kata GD nyaring.
 
"Ada apa lagi?" Minah heran rumah ini penuh dengan orang-orang yang suka berteriak. Dia mendekati dua orang itu.
 
"Eunra!! Bisakah kamu mendengarkan aku!" teriak GD.
 
"Oppa,,, Aku bosan terus mendengarkanmu. Diamlah,,"
 
"Bagaimana aku bisa diam?! Kamu akan membuatku repot lagi."
 
Eunra berhenti, berbalik menghadap GD. "Aku belum memastikan aku ikut perlombaan itu atau tidak," ujarnya.
 
"Benarkah? Pada akhirnya kamu juga akan ikut kan? Ha?!"
 
"Oppa,,, Kamu berlebihan."
 
"Itu karena aku lelah terus membantumu."
 
"Aku tidak pernah memaksamu menolongku," kata Eunra. "Kalau kamu lelah, berhenti menolongku."
 
"Hya,,,!!!" teriak GD di depan muka Eunra.
 
"Apa orang-orang di rumah ini terbiasa saling berteriak?" ujar Minah ikut-ikutan berteriak. "Kemaren kudengar ahjussi itu yang berteriak. Sekarang kalian. Apa hubungan orang-orang di rumah ini buruk? Pantas saja membuat rumah segini besarnya. Ternyata agar tidak ketahuan tetangga kalau kalian tidak rukun." GD dan Eunra melototi Minah. Membuatnya menciut.
 
"Sembarangan," desis GD. "Dan kamu Eunra!"
 
"Wae?"  posisi Eunra menantang.
 
"Aish,,, Sudah! Kalian terlalu lama. Eunra, palli kajja!" sesuka hatinya Minah menarik  tangan Eunra.
 
"Kemana kamu membawanya?" teriak GD.
 
"Ya,,, Mau kemana kita?" tanya Eunra.
 
"Dia aman bersamaku ahjussi!" teriak Minah mengedipkan sebelah mata ke GD. "Kita akan pergi ke acara perpisahan guru pembimbing kita."
 
"Mwo? Sirheo!!" tolak Eunra mentah-mentah.
 
"Aku tidak mendengarmu,,," cuek Minah dan tetap menarik Eunra mengikutinya.
 
_DH_
 
&*#$/-!?:@3$-/2=&=@:"'!;:,,,,,!!! Baru masuk ke ruangan karoeke, suara gaduh menyambut kedatangan Eunra dan Minah. Makhluk-makhluk di dalam ruangan itu bernyanyi tanpa aturan. Berteriak semau mereka. Menggambar kebahagiaan. (#acara perpisahan kok bahagia -____-")
 
Jokwon dan Jinki. Mereka berdua  adalah orang yang paling berisik. Terus bernyanyi tanpa aturan dan menganggap diri mereka bintang di dalam ruangan itu. Yang lainnya hanya menonton.
 
"Ah!! Teamin-ah!!" teriak Minah kesenangan melihat Taemin. Berlari dan memeluk namja itu. "Jinja bogoshippo!"
 
"Hya,, hya,, hya,,,!" Jinki melepas microphonenya sembarangan, memisahkan Minah dan Taemin. Melupakan microphonenya dan membiarkannya terjatuh di lantai menimbulkan suara storing yang memekuk telinga.
 
Eunra memungut microphone itu.
 
"Aish,,, kenapa kamu?" ditangkis Minah tangan Jinki.
 
Kreek!! Pintu terbuka lagi. Hyorin muncul dari sana. Dia terlihat lebih cantik dari biasanya hari ini. "Mianhae,,, aku terlambat," katanya tulus sambil membungkuk.
 
Jinki mengendus bau wangi. "Darimana kamu songsaengnim?"
 
Hyorin tersenyum. "Aku baru selesai syuting iklan parfume," jawabnya.
 
Jinki dengan ganjennya mendekati songsaengnimnya itu. "Jinja?" dia mengendus-ngendus aroma parfume di sekitar Hyorin. "Pantesan aku mencium bau wangi."
 
Hyorin tersipu malu.
 
"Eum,,, silahkan duduk songsaengnim, kamu pasti cape. Ayo duduk!" dipaksa Jinki Hyorin duduk. "Ah! Aku akan bernyayi untukmu." Dia repot sendiri. Merebut remot dari tangan Soo Jung dan mencari lagu, lalu mengambil kembali microphone yang dia jatuhkan di tangan Eunra. Juga menyuruh Jokwon duduk saja.
 
instrumen lagu baru TEEN TOP -no more parfume pun mulai terdengar. Jinki mengambil kuda-kuda siap menari. "Nunaui hyanggineun neomu neomuna dalkomhae
Nae jubyeon nugudo geureon hyanggiga anna mome,," dia menari dan bernyanyi dengan ganjennya.
 
Eunra mendekati Taemin. Namja itu diam saja di bangkunya sambil menunduk. Minah sudah menjauh darinya dan duduk di samping Hyorin.
 
"Rindu aku?" tanya Eunra datar. Taemin tetap diam. Eunra memerhatikan Jinki yang asik bernyanyi untuk noonanya. Kalau bicara tidak berhasil, siapa tahu sms akan mendapat balasan. Eunra mengeluarkan Hpnya. "Absen beberapa hari tapi hadir di acara seperti ini." Dia mengirim pesan ke Hp Taemin.
 
Taemin bergerak mengambil HP dari sakunya dan membaca pesan dari Eunra. Dia menoleh.
 
"Wae?" tanya Eunra.
 
"Hentikan Jinki-ah! Kamu membuatku jijik!" ujar Gikwang melempari Jinki dengan bantal. "Aku bosan mendengar suaramu. Sekarang biarkan Kyuhyun songsaengnim dan Noonamu itu berduet."
 
"Hah?" Jinki manyun. Merana memandangi Hyorin berduet ria bersama Kyuhyun.
 
Suasana lebih tenang sekarang karena lagu yang dinyanyikan Kyu dan Hyorin lumayan bikin adem ^^.
 
"Lupakan noonamu," ujar Minah menepuk perut Jinki.
 
"Wae?"
 
Minah memutar bola matanya.
 
"Haha,,, Kamu cemburu?" celetuk Jinki.
 
Plak! dilempar Minah bantal ke muka Jinki.
 
"Aku datang ke sini karena menghormati Kyuhyun songsaengnim. Dia yang menyuruhku datang." Tiba-tiba Taemin bicara. Dia berdiri. Lalu, dia mendekati Soo Jung dan menarik tangan yeoja itu. "Ikuti aku!" paksanya membawa Soo Jung keluar.
 
"Mau ke mana mereka?" tanya Jinki.
 
"Molla," jawab Minah.
 
_DH_
 
Pucat. Dahi sedikit berkeringan. Dan bola mata indah itu tampak liar bergerak ke kanan ke kiri. Tubuhnya mematung saat Taemin melempar tubuhnya ke pojok di samping kamar mandi wanita.
 
Nafas Taemin terdengar memburu. Emosi, tapi emosi itu berusaha dia tahan.
 
"Apa maumu?" tanya Soo Jung gugup.
 
"Siapa kamu?" tanya Taemin. "Istri baru appa?"
 
Soo Jung mendongak.
 
"Kenapa harus appa? Dia memang kaya, tapi dia bukan namja baik," kata Taemin. Matanya tak beralih dari Soo Jung.
 
"Kamu salah mengerti hubunganku dan ahjussi," ujar Soo Jung.
 
"Salah? Kamu bukan istri appa? Lalu apa? Selingkuhan? Atau perebut suami orang," kata Taemin tajam.
 
"Bukan semuanya."
 
"Lalu apa?" tanya Taemin. Dia semakin mendekat. Soo Jung menunduk. "Apa Soo Jung ah!" tuntutnya menginginkan jawaban.
 
Plak! ditampar Soo Jung pipi Taemin. "Jangan anggap aku serendah itu Taemin-ah. Aku memang anak miskin yang bertahan hidup dari tubuhku," kata Soo Jung nyaring.
 
"Jadi benar kamu wanita penghibur?"
 
"Jaga ucapanmu!" Habis sudah sabar Soo Jung. "Aku bukan seorang pelacur."
 
"Aku tidak bilang begitu."
 
"Tapi aku tahu maksud ucapanmu seperti itu."
 
"Kamu memang seorang pelacur. Penggoda suami orang."
 
Plak! sekali lagi pipi Taemin ditampar Soo Jung.
 
"Aku memang miskin aku bilang kepadamu. Dengan tubuhku, aku mampu bertahan hidup. Tapi aku tidak menjual keperawananku. Aku hanya menemani ahjussi hidung belang itu untuk bersenang-senang. Bahkan mereka tidak pernah mencium bibirku.
 
"Jangan salahkan aku, aku hanya membantu mereka. Mereka memerlukan aku untuk menghibur mereka. Mereka yang mencariku dan aku membutuh uang mereka. Apa itu salah?!! Bukan urusanku apa mereka sudah beristri atau belum. Mereka membayarku dan aku menjalankan tugasku.
 
"Kalau kamu mau mencari seseorang yang salah. Itu appa kamu sendiri Taemin-ah. Dia yang berselingkuh kan? Mana aku tahu kalau dia itu appa kamu."
 
"Itu alasan saja. Perempuan seperti kamu pandai bicara. Kalau tidak, mana ada orang kaya mau mendekatimu," kata Taemin.
 
"Percayalah Taemin-ah," Soo Jung lelah bicara keras.
 
"Kenapa aku harus percaya?" tanya Taemin.
 
"Aku tidak pernah merencanakan ini. Aku juga tidak tahu kalau ahjussi itu appamu."
 
Tap, Tap, Tap,, Eunra keluar dari persembunyiannya.
 
Soo Jung lebih gugup sekarang. Eunra di sana. Mendengarkan pembicaraan mereka. Apa dia mengerti pembicaraan tadi? Eotte? Eunra bukan orang baik. Bisa saja dia akan membocorkan masalah ini ke semua murid Karin School.
 
"Eunra," ujar Soo Jung bergetar.
 
Eunra memiringkan kepalanya. "Soo Jung ya orangnya?" tanyanya.

 

"Bukan urusanmu," ujar Taemin.

 

"Memang. Aku hanya tidak menyangka ternyata Soo Junglah orangnya."


"Cepat pergi dari sini," ujar Taemin, menarik tangan Eunra. "Urusan kita belum selesai Soo Jung."
 
"Mau kemana kita?"
 
Taemin tidak menjawab. Dia terus melangkah tidak peduli Eunra terseret-seret mengiringi langkahnya. Mereka membaur di lantai disco saat turun ke lantai bawah tempat karoeke milih Eunhyun. Berdesakan agar bisa keluar. Malah Eunra sempat menabrak seorang pelayan hingga jatuh, tetapi seperti tidak mendengar kegaduhan itu dan menganggapnya tidak terjadi apa-apa, Taemin tetap menarik tangan Eunra.
 
"Ya! anak bodoh!" teriak orang yang kesal karena bajunya kini basah. Pelayan itu menumpahkan minuman saat Eunra menabraknya.
 
"Mianhae,," ujar Eunra sambil berlalu.

 

_DH_
 
"Ahjussi," Soo Jung mendapati Eunhyuk di kantornya. "Kang Ho Dong ahjussi adalah appa Taemin."
 
"Wae? Kamu ketahuan?"
 
"Kamu tahu bahwa dia adalah appa Taemin, ahjussi? Kenapa tidak memberitahuku?" teriak Soo Jung. "Taemin marah kepadaku. Ditambah Eunra yang tahu masalah ini. Semua orang akan tahu apa perkerjaanku. Aku akan malu. Bahkan aku akan dikeluarkan dari Karin School."
 
Eunhyuk menghampiri Soo Jung. Memeluknya.
 
"Ahjussi,,, Aku takut. Aku tidak mau malu. Aku tidak mau ketahuan. Eottokaji?"
 
"Tenanglah,,, Aku akan membantumu," ujar Eunhyuk menenangkan.
 

_DH_
 
Sesampainya di luar tempat karoeke yang juga discotik itu, Taemin melepas tangan Eunra dengan kasar. Bahkan bisa di bilang mendorongnya. Kemudian dia berjalan dan melupakan Eunra.
 
"Kalau kamu mencari orang yang salah, itu appamu bukan aku." Suara Soo Jung bergema di telinga Taemin. "Aku hanya bertahan hidup" "Mana aku tahu kalau ahjussi itu appamu" "Aku hanya bertahan hidup" "Aku bukan pelacur"
 
"Nama siapa yang harus kupanggil saat aku bimbang seperti ini?" gumam Taemin sendiri. "Eomma?" Dia menggeleng. Eomma dan Appanya sama saja. Orang penggila nafsu dunia yang tidak mementingkan perasaan anak. "Appayo,," lirihnya menyentuh dada. Mendongak agar air matanya tidak jatuh. Membuatnya berjalan gontai dan hampir tertabrak motor.
 
"Bukan di sini kalau kamu mau bunuh diri!" teriak pengendara motor itu.
 
"Mianhae!!!!" teriak Taemin.
 
"Pabbo!" caci orang itu.
 
Taemin membungkuk. Perbuatan yang sia-sia, toh orang itu sudah menghilang. Dia tersenyum sendiri. "Ah, langit sudah gelap ternyata. Pantes saja gelap." Dia mulai menangis. Tapi, buru-buru menghapusnya setelah melihat Eunra. "Ka!" serunya. Kembali berjalan menyusuri jalan kecil yang sepi itu.
 
Langit berwarna ungu kebiruan. Matahari baru saja tenggelam beberapa menit lalu. Dan jalan tampak lembab. Hujan turun sore ini. Membuat angin menjadi dingin.
 
Taemin merapatkan jaketnya. "Eottokajji?" gumamnya. "Siapa yang salah sekarang? Bukan Appa, bukan juga Soo Jung. Lalu siapa? Aku? Kenapa aku? Aku korban di sini,,,," ratapnya.
 
Eunra mempercepat langkahnya agar lebih dekat dengan Taemin.
 
"Taemin-ah," panggil Eunra.
 
"Eottoke Eunra?"
 
"Wae?" Eunra lebih mendekat.
 
"Aku dengar, dia anak yatim piatu. Semenjak kecil bertahan hidup sendiri. Bekerja keras agar bisa sekolah. Bahkan dia hidup susah sampai hari ini. Keadaan membuatnya menjadi wanita penghibur. Tapi, kenapa harus appa. Banyak orang kaya di dunia ini kan?" Dia mulai menangis lagi. Tanpa suara. Dia berani manangis karena sekarang mereka berjalan di jalan yang lampu jalannya mati. Gelap.
 
"Berhenti menangis," ujar Eunra sudah menyeimbangi langkah Taemin. Berjalan berbarengan. Ditariknya tangan Taemin, di digenggamnya dan dimasukkannya ke dalam saku jaketnya. Meremas tangan Taemin di dalam sana.
 
"You are not alone,, I'm here with you,," dia bersenandung merdu.
 
"Gomawo," ucap Taemin, menghapus air mata.
 
"Cheonmanayo," jawab Eunra datar.
 
"Jangan bocorkan rahasia aku dan Soo Jung."
 
"Bukan urusanku," ujar Eunra.
 
"Dan menjauhlah dari Gikwang." Eunra menoleh. "Aku tidak suka kamu terlalu dekat dengannya."
 
Eunra mengangguk. "Arraseo."

 

TBC

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
namurah
#1
Thank you for the story!! ^^