ch. 1

My Everything [Bahasa]

“Kau tahu Luhan? Krystal itu yeoja yang tidak hanya cantik, tapi juga manis. Meskipun ia jarang tersenyum. Tapi memang dia benar-benar manis.”

“Oh, berarti ia sama denganmu.” Balas Luhan pendek.

“Kau tahu? Rambut Krystal bagus sekali. Warnanya coklat dan kalau dilihat sangat lembut. Aku pernah tak sengaja mencium wanginya. Aroma strawberry.”

“Ne, aku melihatnya.”

“Fashion Krystal juga sangat bagus. Ia pandai memilih pakaian dan aksesorisnya. Benar-benar tipe idealku.”

“Aku tahu.”

“Lalu—“

“Oh Sehun. Berhenti,” ucap Luhan, tegas.

“Wae?” Sehun menatap Luhan dengan malas.

“Aku duluan ya, aku masih banyak urusan. Bye!”

Sehun menatap Luhan tak percaya. Tidak biasanya Luhan seperti ini. Biasanya ia akan mendengarkan cerita Sehun sampai habis lalu baru akan pergi. Dan jika ia pergi biasanya ia meminta Sehun untuk mengantarkannya. OIa juga akan semangat menimpali ucapan Sehun. Tapi kali ini berbeda. Entah mengapa.

 

-----

Luhan berjalan dengan cepat. Setetes air mata tampak di ujung matanya. Ia menggigit bibir. Mencoba menahan tangis. Melihat bangku kosong, ia pun duduk. Dan menangis. Masih menangis, Luhan mengeluarkan handphone-nya. Ia mengambil selca dirinya yang tengah menangis dan memposting di instagram. Dengan caption ‘Crying again. I’m tired being like this everytime. Always that girl, not me.’ Beberapa menit kemudian, Luhan menghapus air matanya. Ia bangkit dan tersenyum. Selalu begini. Dan akan terus begini.

 

-----

Ketika sedang berjalan tak tentu arah, Sehun melihat Krystal. Ia menghampiri Krystal yang tampak sibuk dengan handphone-nya. Ia mengagumi Krystal selama hampir satu tahun tapi tak pernah berani untuk benar-benar mendekatinya. Jadi, inilah saatnya.

“Annyeong, Krys,” Sehun tersenyum.

“Eoh, annyeong, oppa!” Krystal balas tersenyum.

“Apa sudah mau pulang?” tanya Sehun.

“Ne, tapi eonniku sedang sibuk. Ia belum bisa menjemputku sekarang.”

“Aku antarkan, bagaimana? Mobilku kosong hari ini,” tawar Sehun.

“Boleh? Kalau tidak merepotkan tidak apa-apa.”

“Ani... Tak usah sungkan,” tak sengaja Sehun menarik tangan Krystal sehingga mereka bergandengan tangan.

Tak sengaja Luhan yang juga akan pulang melihat semua itu. Ia hanya menghela nafas panjang. Awal baik untuk Sehun dan awal yang buruk untuk dirinya. Kalau Sehun pulang dengan Krystal, itu artinya ia harus pulang sendiri. Meskipun mereka tinggal satu apartemen, tetap saja Luhan tidak mau menganggu Sehun dan Krystal hanya untuk menumpang pulang. Luhan masih memiliki harga diri. Lagipula, hanya menaiki bus kan? Bukan hal yang sulit.

Merasakan handphone-nya bergetar, Luhan mengambilnya dari saku celana. Nama ‘Hun Eomma’ terpampang.

“Yeoboseyo.”

“Ne. Luhan?”

“Wae, eomma? Ada masalah apa?”

“Aniyo, gwaenchana. Eomma rindu padamu. Mampirlah ke sini bersama Sehun.”

“Itu eomma, aku sudah pulang duluan. Aku tidak bersama Sehun.”

“Begitu ya. Padahal eomma ingin bertemu dengannya. Kalau begitu Luhan sendiri ke sini ya?”

“Ne, tapi mungkin agak sore. Aku harus mampir ke beberapa tempat dulu, eomma.”

“Gomawo, Luhan.”

“Ne, eomma. Annyeong!”

“Annyeong.”

Luhan yang sudah terbiasa memanggil ‘eomma’ pada eomma Sehun tersenyum. Hingga kini, Sehun menolak untuk memiliki handphone. Katanya agar ia lebih bebas. Tapi akhirnya Luhan lah yang kelimpungan dengan Sehun. Orangtua Luhan mengandalkannya untuk menghubungi Sehun. Mungkin ini saatnya Sehun memiliki handphone agar tak merepotkan Luhan lagi.

Setelah berkeliling ke beberapa toko buku, akhirnya Luhan bisa menemui eomma Sehun. Ia berdiri dalam bis dengan mendekap beberapa buku tebal. Sedikit tidak nyaman memang, tapi mau bagaimana lagi. Belum lagi ia harus berganti bus untuk mencapai rumah Sehun di Buam. Setelah turun dari bus, ia masih harus berjalan dan mendaki sedikit karena rumah Sehun berada di lereng bukit.

Hari sudah gelap ketika Luhan mengetuk pintu rumah Sehun. Ia disambut dengan senyuman hangat eomma Sehun. Wajahnya yang tampak pucat berubah ketika melihat Luhan. Ia tampak bahagia. Ia memegang tangan Luhan dan mengajak yeoja itu duduk.

“Eomma terlihat pucat. Apa eomma sakit?” Luhan menyentuh wajah eomma Sehun.

“Gwaenchana. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.”

“Jangan berbohong, eomma. Apa kita perlu pergi ke dokter? Meskipun eomma hanya flu biasa, setidaknya dengan pergi ke dokter bisa melegakan perasaanku,” Luhan menyentuh tangan wanita yang merawatnya di Korea ini.

“Sudah malam, Luhan. Tidak apa.”

“Eomma... Jangan begitu. Tengah malam pun aku akan mengantarkan eomma ke mana pun.”

“Eomma bangga memilikimu, Luhan. Eomma senang memiliki anak perempuan sepertimu,” tiba-tiba saja eomma Sehun memeluk Luhan.

“Eomma...” Luhan pun menangis.

 

-----

Di lain tempat, Sehun dan Krystal tengah mengobrol seru. Bukannya langsung mengantarkan Krystal pulang, Sehun mengajak Krystal berjalan-jalan. Mereka membicarakan banyak hal. Dan lebih mengenal satu sama lain.

“Oppa, bolehkah aku meminta nomor handphone-mu?”

“Aku tidak punya handphone. Hehe..”

“Jinjja? Lalu bagaimana aku bisa menghubungimu, oppa?”

“Ini, kuberi nomornya Luhan. Aku tinggal bersamanya,” Sehun memberikan kertas kecil yang sudah tertulis beberapa digit angka.

“Luhan?”

“Ne, Luhan. Dia sahabatku sejak kecil,” Sehun hanya tersenyum tanpa menyadari perubahan raut wajah Krystal.

“Luhan itu... yeoja?” Krystal memastikan.

“Memangnya kenapa? Jangan salah mengartikan kami. Kami hanya sahabat, tidak ada hubungan apa-apa.”

“Sudah berapa lama kenal dengan Luhan?”

“Panggillah dia eonni, dia lebih tua darimu. Aku kenal Luhan sejak Luhan lahir,” Sehun kembali tersenyum, bahkan sekarang lebih lebar.

“Mwo?!”

“Aku lebih tua beberapa hari darinya. Orangtua kami bersahabat. Jadi aku sudah mengenal Luhan sejak hari pertamanya mengenal dunia.”

“Berarti kalian dekat sekali ya...” Krystal mengaduk minumannya dengan malas dan rasa ingin tahu yang besar.

“Aku sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Tapi entah mengapa, terkadang aku merasa ialah kakakku.”

“Ooh... begitu. Oppa, benarkah aku bisa menghubungimu lewat Luhan Eonni? Apa ia tidak akan marah? Kenapa oppa tidak membeli handphone sendiri?”

“Aku ingin bebas. Jadi aku biarkan semua orang menghubungiku lewat Luhan. Dia juga tidak keberatan kubuat repot seperti itu.”

“Baiklah.. Ayo pulang, oppa! Sudah hampir jam enam.”

“Jinjja? Kenapa cepat sekali waktu berlalu?”

“Itu karena kita terlalu sibuk mengobrol, oppa! Ayo!”

 

-----

Memasuki apartemennya, Sehun hanya bisa bertanya-tanya. Gelap. Tidak ada satupun lampu yang dinyalakan. Itu artinya Luhan belum pulang. Biasanya, mereka akan pulang bersama dan Luhan akan membuatkan makan malam untuk mereka berdua. Jika Luhan pulang sendiri, Luhan akan pulang lebih cepat dari Sehun agar bisa memasak.

 “Kemana Luhan? Tidak biasanya seperti ini,” gumam Sehun sambil menyalakan lampu.

“Kenapa aku jadi merindukan Luhan ya? Aduh.. aku lapar sekali. Aku butuh Luhan!”

“LUHAAAANNN!!!!”

“Ya Tuhan! Aku lapar sekali! Aku butuh makanan! Aku butuh Luhan!!”

Sehun mulai berteriak-teriak tidak jelas karena lapar. Lalu ia mulai membongkar dapur. Mencari sesuatu untuk dimakan. Hanya ada sayuran di kulkas. Dan Sehun tidak mau makan sayuran. Ada beras tapi Sehun tidak tahu cara memakai rice cooker. Lagipula ia juga tidak bisa mencuci beras. Sehun hanya menghela napas. Ia tidak bisa melakukan apa-apa tanpa Luhan. Sehun hanya bisa merutuki nasibnya dan duduk diam.

 

-----

“Eomma, obatnya jangan lupa diminum ya. Aku akan terus mengingatkan eomma lewat sms nanti,” Luhan tampak sibuk mengatur beberapa botol obat.

“Eomma akan meminum obatnya. Jangan repot-repot Luhan...”

“Tidak, tidak merepotkan. Eomma harus di rumah. Tidak boleh pergi, meskipun acara amal sekalipun Luhan tidak peduli. Eomma harus istirahat total, jangan sampai kelelahan. Eomma sudah tidak sebugar dulu.”

“Ne, Luhannie... Eomma janji akan terus di rumah. Eomma hanya akan menyulam dan menjahit saja, oke?”

“Tapi kalau lelah jangan dipaksakan ya, eomma. Aku khawatir sekali pada eomma,” Luhan tersenyum.

“Iya-iya. Tenang saja.”

“Kalau begitu, Luhan pulang dulu, eomma. Sudah hampir pukul sembilan, aku takut ketinggalan bus terakhir,” Luhan memeluk Eomma Sehun.

“Hati-hati!”

“Bye, eomma!” Luhan berjalan menjauh.

“Luhan...” lirih eomma Sehun.

Luhan berbalik, “Ada apa, eomma?”

“Besok, tolong mainlah ke sini lagi. Bersama Sehun.”

“Ne, eomma. Besok pasti aku bersama Sehun,” eomma Sehun hanya tersenyum mendengar jawaban Luhan.

Bus yang sudah dinantinya ternyata penuh. Mau bagaimana lagi, Luhan harus pulang. Jadi ia tetap naik meski berdesak-desakan. Untunglah seorang namja berseragam SMA memberinya tempat duduk. Luhan hanya bisa mengucapkan terima kasih. Ia sudah benar-benar lelah. Mungkin besok ia tidak akan pergi kuliah karena terlalu malas.

Luhan mengeluarkan cerminnya. Ia memang bukan tipe yeoja yang tergila-gila pada kecantikan dan selalu memakai make-up tebal. Ia lebih suka tampil natural hanya dengan bedak dan lipbalm. Ia belum tampak berantakan meski seharian pergi kemana-mana. Lalu fokus Luhan terarah pada rambutnya. Sudah panjang hingga menyentuh sikunya. Besok ia juga harus memotong pendek rambutnya agar tidak gerah.

Ketika Luhan sudah berdiri di depan apartemennya, ia mengecek jam. Sudah pukul setengah sepuluh malam. Menghela napas dan menekan password apartemen. Begitu pintu dibuka, nyala lampu yang terang menyilaukan mata Luhan. Ia dengan cepat melepas sepatu dan mencari Sehun.

“Sehun!” Luhan berlari ke arah Sehun yang tengah menangis di atas sofa.

“Luhan...” Sehun masih terus menangis.

“Ya! Kenapa kau menangis begini?” tanya Luhan khawatir.

“Aku lapar, Luhannie. Aku sangat lapar. Dari tadi siang aku belum makan,” rintih Sehun.

“Ya Tuhan, kau kan bisa makan di luar?”

“Ah, tidak terpikirkan. Lagipula aku terlalu lemas...”

“Baiklah, Sehun ingin makan apa? Akan aku buatkan..”

“Spageti saja.. Porsinya yang besar...”

“Ne, ne! Tunggu sebentar ya, jangan menangis seperti itu!”

Luhan berlari dan dengan cepat menyiapkan bahan. Seperti kata Sehun, ia membuatkan dua porsi. Yang ada di pikirannya hanya Sehun. Ia terlalu khawatir pada Sehun yang belum makan sejak siang. Ia bahkan tidak peduli pada tubuhnya yang kotor. Mandi bisa menunggu. Tapi Sehun tidak.

“Sehun, bangunlah! Aku sudah membuatkanmu spageti,” Luhan mengguncang pelan tubuh Sehun.

“Eung? Cepat sekali?” Sehun mengucek matanya seperti anak kecil.

“Makanlah dulu. Aku tidak makan, jadi habiskan saja tidak apa-apa.”

“Ne, gomawo Luhannie..”

Setelah memastikan Sehun duduk dan memakan spagetinya dengan tenang, Luhan bersiap untuk mandi. Selesai mandi, dengan rambut yang masih sedikit basah dan handuk di tangannya, Luhan menghampiri Sehun.

“Bagaimana? Sudah kenyang?” tanya Luhan menggoda Sehun.

Sehun tidak menjawab. Ia hanya memeluk Luhan dari samping dan menyandarkan kepalanya pada bahu Luhan. “Aku tidak bisa membayangkan diriku tanpamu,” bisiknya.

 

-to be continued-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SoniaAeri #1
Chapter 3: Thor next..
sehunisa #2
Chapter 3: Ayo thor.. dilanjutin lagiii
Penasaran banget:3
cit___
#3
Chapter 3: Siapa itu? Kris? *plakk* *ngarep*
guylian #4
Chapter 3: Authorrrrrr :3 siapa itu-,- kayaknya sih............. Xiumin / Lay ?
Clovexo
#5
Chapter 3: Hayo hayo..
Siapa itu???
ohbluewind
#6
Ditunggu update nya ya thoorrr! Hwaitiing :)
Clovexo
#7
aku juga ngefollow ini di fanfiction.net..
hehe
update soon~
guylian #8
Chapter 1: Omoooo!!! Baru liat._. Update ne authorrrr'3'