Goodbye

Goodbye

Seoul Hospital Center

“UMMA AKU MAU BERBICARA DENGAN TAEYEON OPPA! LEPASIN! KUMOHON UMMA..UMMA..” Teriak Fany memohon sekaligus berteriak pada ummanya dan tetap meronta agar dilepaskan dari cengkraman suster dan dokter yang memegang tangannya, tapi percuma, dia tetap saja tidak bisa melepaskan tangannya dari suster-suster yang memegang tangannya. 
“AKU GA MAU. LEPASIN TANGANKU!” teriaknya sambil menangis dan melihat Taeyeon meninggalkan ruangannya.
“Tahan dia!” Kemudian Dokter Ok mengeluarkan suntikan penenang untuk disuntikan ke tangan Tiffany.
“APPA KUMOHON SEKALI INI SAJA APPA, APPA!!” Tiffany terus meronta sekuat tenaga yang dimilikinya, tenaga yang ia tahu tidak akan bisa melawan 3 suster dan 1 dokter di hadapannya. Appa dan umma hanya melihatnya meronta dan tidak bisa berbuat apa – apa. Mereka tahu ini untuk kebaikan dirinya.
“ANDWE! ANDWE! AKU MAU BERTEMU OPPA! OPPA..OPPA!” Fany terus meronta tidak ingin dokter Ok menyuntiknya.
“AARGGGH!” Dokter Ok memegang pergelangan tangannya yang baru saja digigit Tiffany. Dokter Ok merasakan tangannya sakit dan menjatuhkan suntikan yang ia pegang. Fany memiliki kesempatan dan ia lari keluar ruangan dimana dia dirawat.
‘Oppa…Oppa..kumohon jangan tinggalkan aku..’ Fany terus berlari sambil menangis memikirkan Taeyeon. 
BRUK
Tiffany terjatuh di lantai kemudian ia mendongak, ia sadar baru saja menabrak seseorang. Seseorang yang ia tidak tahu siapa, yang ia tahu seorang pria tampan tetapi terlihat sedih.
“Kamu mau pergi denganku?” Tanya pria itu.

***

“Yuri ya~ coba lihat majalah ini. aku nanti mau ke pantai ini, tapi nanti jika aku sudah bisa keluar dari rumah sakit ini.” Jessica berkata seperti itu kepadaku sambil menunjukkan gambar pantai yang ada di majalah yang ia pegang dan tersenyum.
Aku pun hanya bisa balas tersenyum kepadanya.
“Nanti kamu bawa aku kesana ya.” Lagi – lagi sica tersenyum kepadaku dan aku tetap tersenyum. Wajahnya yang lembut terlihat sangat pucat sekali hari itu.
“Kamu mau pergi denganku?” Tanya Sica lemah.

***

“Yul, Sica sudah tidak dapat bertahan. Tubuhnya semakin hari semakin lemah. Kita hanya bisa menunggu saja.” Sica Appa memberitahu hal itu kepadaku. 
“Apa?? Appa apa benar Sica sudah tidak bisa ditolong?? Dokter Ok pasti salah! Sica masih bisa diselamatkan!!” Kataku tak percaya dengan apa yang baru diucapkan oleh appa.
“Tidak Yul, ini benar. Tidak ada sumsum tulang yang cocok dengan milik Sica.” Appa terlihat sedih sekali tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk anaknya dan ia mulai menangis dihadapanku.
“OPPA..AKU TIDAK MAU MATI..UMMA APPA TOLONG AKU..” Teriakan Sica dan mulai menangis. Dokter Ok dan beberapa suster mendekatinya dan akan memberikan suntikan.
“Uhuk…uhuuk..” Sica batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Aku hanya terpaku melihat keadaan yang sedang dialaminya. Aku tidak bisa bergerak seakan kaki ini dipaku.
“AARRGGGGGH..APPA INI SAKIT SEKALI APPA!” Sica berteriak kesakitan dengan tubuhnya yang sedang kontraksi melawan penyakitnya.
“Umma ini sakit sekali umma..” ia menangis kesakitan.

Aku tetap terdiam seperti orang bodoh. Dia Jessica ku yang sedang terbaring lemah. Kekasihku yang amat kusayangi. Aku ingin menangis melihat ia seperti itu. Kemudian Jessica melihat ke arahku yang sedang diam terpaku, diriku yang tidak bisa berbuat apa – apa untuk dirinya. Ia tetap melihat diriku yang ia tahu sangat mencintai dirinya, dia melihatku lama. Kulihat air mata keluar dari kelopak matanya saat ia melihatku dan saat itulah aku tahu ia memejamkan matanya untuk terakhir kalinya. Aku hanya diam tak dapat bergerak. Diam tidak mengeluarkan sepatah katapun untuknya. Aku keluar ruangan melangkah tersendat tak tahu harus apa.

Aku berjalan ringkih menelusuri lorong rumah sakit. Aku tidak tahu harus bagaimana, Sica ku yang sangat malang. Aku merasa tidak berguna sebagai kekasihnya dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tatapanku kosong dan hatiku seperti tidak tahu bagaimana cara berdetak seakan berhenti.

“UMMA AKU MAU BERBICARA DENGAN TAEYEON OPPA! LEPASIN! KUMOHON UMMA..UMMA..”

“AKU GA MAU. LEPASIN TANGANKU!”

Aku mendengar wanita berteriak saat aku melewati sebuah ruangan. Aku menengok ke kiri ke arah suara itu berasal.  Seorang pria keluar dari ruangan itu dengan air mata yang membasahi pipinya. Lalu aku melihat seorang wanita yang sedang meronta minta dilepaskan dari para suster dan dokter. Kulihat wanita itu, tetapi yang kulihat hanya bayangan Sica yang meronta kesakitan seperti apa yang dirasakan wanita itu. Aku melihat lagi ke arah wanita itu dan aku melihat bayangan Sica lagi dihadapanku, Sica yang lemah dan kesakitan. Aku tidak mau melihat wanita itu dan tidak mau melihat sica ku yang merasakan rasa sakit di dirinya. Aku pun kembali berjalan menelusuri lorong dengan tatapan kosong aku melangkah.

“Yuri ya~ coba lihat majalah ini. aku nanti mau ke pantai ini, tapi nanti jika aku sudah bisa keluar dari rumah sakit ini.” 

Kalimat itu yang terus terulang dipikiranku saat aku berjalan dengan lemah dan kosong.

“Nanti kamu bawa aku kesana ya”

Betapa Sica ingin ke pantai itu.

BRUK

Aku sadar ada yang menabrak diriku. Saat aku menoleh aku melihat wanita terjatuh, wanita yang tadi aku lihat sedang meronta yang baru saja aku lihat. Saat melihat dirinya aku teringat Sica kembali, Sica yang tersenyum kepadaku, Sica yang ingin sekali pergi ke pantai.
“Kamu mau pergi denganku?” Aku sadar mengucapkan kata – kata itu ke wanita yang ada dihadapanku. Kulihat wanita itu hanya diam melihatku. Kuulurkan tanganku kepadanya. Dan wanita ia membalas uluran tanganku.

***
“Taeyeonie, Fany pergi dari rumah sakit ini! Tadi dia menyusulmu! Apa kamu tidak melihatnya??” Tiffany umma menelponku dengan nada panik.
“Aku tidak melihatnya umma. Aku akan mencarinya!” aku menutup telpon dan segera berlari kearah mobilku. Saat aku membuka pintu mobilku, kulihat Fany di dalam mobil yang baru saja melewatiku.
“FANY!” aku berteriak tapi percuma mobil itu sudah terlalu jauh dari tempatku berdiri. Aku masuk ke dalam mobil dan mulai menggas mobilku dengan cepat dan mengikuti mobil itu.

***
“Ini ganti pakaianmu.” Yuri memberikanku pakaian ganti. Karena aku hanya memakai pakaian rumah sakit daritadi.
“Ndee..gomawo..” aku mengangguk dan berterima kasih padanya.
Tidak berapa lama aku sudah berganti pakaian dan kembali melanjutkan perjalanan.
“Kita mau pergi kemana Yuri yaa?” tanyaku melihat ke arahnya.
“…” Yuri hanya terdiam.
Aku melihat ke arah sebaliknya dan kulihat pemandangan indah. Aku pun membuka jendela dan kukeluarkan kepalaku sedikit untuk menghirup udara segar. Sepertinya aku tahu kemana dia akan membawaku.
‘Pantai…’

***

Kulihat wajah Tiffany disebelahku, ia sangat menikmati udara di luar mobil. Wajahnya seperti anak kecil yang baru menemukan mainan baru dan senyumnya terlihat sangat manis. Aku meraih sebuah kotak yang ada di sebelah Tiffany duduk. Kuraih kotak itu dan kembali aku melihat bayangan Sica muncul di pikiranku. Aku pun menjauhkan tanganku dari kotak itu.

BRUK

“Aaaahhhh segar sekali udara disini.” Tiffany menutup pintu mobilku dan berlari kecil mendekati air laut yang mengalir lembut.

Aku mengambil kotak yang tadi ada di sebelah Tiffany dan mengeluarkan isinya. Sebuah figura dengan foto Sica yang tersenyum dengan cantik. Aku hanya terdiam dan membawa figura itu bersamaku mendekati sisi pantai. 
Aku berjalan perlahan dan merasakannya. Rasa yang ingin kukeluarkan dengan lepas. Rasa sedih dan hampa yang melandaku. Aku berjalan sambil melihat foto Sica yang ada di tanganku. Hatiku bergetar merasakan perasaan sedih ini. Aku berhenti di dekat air laut yang mendekatiku. Kutaruh figura itu menghadap pantai. Menghadap lautan yang sangat luas. Kini kurasakan hati ini sakit dan sesak saat melihat foto itu. Aku memegang dadaku dan menengadah ke langit biru di atas kepalaku. Air mata mengalir di kedua pipiku. Air mata ini sudah lama kutahan, dan kulepaskan di pantai ini. Pantai dimana Sica ingin sekali ke tempat ini. 

‘Inikah pantai yang kamu  maksud itu Sica?’ dalam hati kutanyakan.

Aku terus menangis dan menangis. Menangis dengan Sica yang meninggalkanku. Sica yang sangat kusayangi dan kucintai.

***
Aku melihat Yuri meletakkan sebuah figura yang ia bawa dari mobil. Figura yang terdapat wanita cantik di dalamnya. Kulihat Yuri mulai menangis dan memegangi dadanya. Entah kenapa melihat hal itu di bayanganku muncul Taeyeon. Bagaimana jika aku meninggalkan dia? Apakah dia akan menangis seperti itu kehilangan diriku? Aku sangat mencintainya dan bagaimana jika aku meninggalkannya?

Aku mulai meneteskan air mata. Aku menangis melihat Yuri seperti itu. 

‘Aku tidak mau melihat Yuri. Aku..’ Aku menoleh dan kulihat Taeyeon oppa sudah ada dibelakangku. Ia melihatku dengan tatapan kuatir dan lega. Taeyeon oppa yang sangat kucintai melebihi hidupku sendiri. Aku tidak mau meninggalkannya dan membuat ia sedih seperti Yuri. Aku dan Taeyeon oppa saling mendekat dan aku tahu saat ini aku hanya ingin berada di dekatnya tidak mau meninggalkannya. Tanpa mengucapkan kata selamat tinggal. Kata yang sangat sedih untuk diucapkan..


THE END

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
prilly
#1
Chapter 1: so sad , hiks yulsicnya pisah