Penyesalan

Like a Drama - versi Indonesia
Please Subscribe to read the full chapter

Sorry for Miss Typo n Hope you enjoy it~ ^^

Soundtrack :: 2PM - Like a Moiev

 

...........

 

Saat itu, Wooyoung baru saja ingin kembali ke kamarnya di gedung asrama. Setelah beberapa menit lalu ia habiskan duduk termenung di luar gedung, setelah penolakan Nichkhun. Ia berjalan pelan di koridor gedung asrama menuju kamarnya, dengan kepala yang masih terus menunduk. Tiga langkah di belakang, Taecyeon berjalan mengikutinya, tetap setia menemaninya dari belakang.

 

Sesampainya di depan pintu kamar 23. Wooyoung berhenti. "Terima kasih hyung," katanya tanpa berani menatap Taecyeon. "Maaf merepotkanmu."

 

Taecyeon tersenyum. "Aku tak melakukan apa pun untukmu. Mengapa kau merasa kalau kau sudah merepotkanku?"

 

"Karena kau masih ingin menemaniku, padahal sejak tadi aku terus mendiamimu." Wooyoung menunduk, merasa bersalah. "Maaf."

 

"Hei, kenapa kau begitu sungkan denganku?" Taecyeon terkekeh kecil. "Sudahlah, itu tak masalah buatku." Taecyeon mengusap pelan rambut Wooyoung, mengajaknya untuk tak bertingkah canggung dengannya. "Istirahatlah, kau tampak lelah."

 

Wooyoung mengangguk. Sekali lagi mengucapkan kata terima kasih. Lalu menghilang di balik pintu kamarnya. Taecyeon juga beranjak pergi, kembali ke kamarnya yang ada di sebelah kamar Wooyoung.

 

Tapi beberapa detik kemudian, pintu kamar Wooyoung kembali terbuka. Wooyoung keluar, tampak seperti ada yang kelupaan, sehingga ia ikut menyusul Taecyeon menuju kamar sebelah.

 

Taecyeon baru saja membuka pintu kamar, ketika ia mendengar suara Nichkhun yang tampak marah dari dalam kamar.

 

"Berhentilah melakukan hal bodoh, Minjun."

 

"Apa yang kau bicarakan?"

 

"Dia tak pernah menatapmu."

 

"Siapa yang kau maksud?"

 

"Jangan pura-pura bodoh, Minjun! Berhenti menutup seluruh penglihatanmu! Kau sangat tahu apa yang sedang kubicarakan! Dan kau juga sangat tahu kalau dia tak pernah sekalipun berpaling padamu!"

 

Seluruh pergerakan Taecyeon terhenti, ia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Tapi mendengar Nichkhun yang tampak berbicara serius dengan Minjun, membuat Taecyeon begitu penasaran. Apa yang membuat Nichkhun —yang biasa tampak selalu ceria itu— menjadi begitu marah dengan Minjun?

 

"Apa kau sudah selesai?" terdengar suara Minjun yang tampak datar. Ada keheningan. Taecyeon berpikir, mungkin mereka sudah selesai berdebat. Ia hendak melangkah masuk lebih dekat. Sama sekali tak menyadari kedatangan Wooyoung yang sudah berdiri di belakangnya, hendak memanggil Taecyeon. Tapi seluruh pergerakan kedua namja itu terhenti dalam sekejap, ketika mendengar suara lirih Nichkhun dari dalam.

 

"Minjun-ah..... Aku menyukaimu....."

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Taecyeon duduk seorang diri di salah satu bangku kayu, di atas gedung asrama namja sekolah Kirin, di antara beberapa seprai siswa yang dijemur di atas tali di sekitarnya. Aroma sabun detergen dari kain-kain yang telah dicuci, sesekali dibawa oleh angin sore hingga tercium oleh panca indra Taecyeon. Suasana tenang ini, mampu meredakan pikiran Taecyeon yang sempat kacau karena mengetahui sebuah kenyataan yang cukup mengejutkan Taecyeon seorang diri.

 

"Aku masih sangat menyukai Taecyeon....." suara Minjun yang terdengar lirih itu, kembali tergiang dalam benak Taecyeon. Membuat Taecyeon semakin merenung, kembali mengingat masa lalu saat ia masih tinggal di masion keluarga Kim, bersama Minjun.

 

.........

 

~Flashback~

 

"Namanya Jessica, ia murid pindahan di kelasku dari Amerika," kata Taecyeon, yang sedang berbaring di salah satu sisi ranjang Minjun sambil menerawang ke atas langit-langit kamar. "Namanya saja sudah terdengar cantik, iya kan?"

 

"Hmm...." balas Minjun seadanya, sambil mengangguk singkat. Ia duduk di sisi lain ranjang, di sebelah Taecyeon yang berbaring. Minjun duduk dengan sebelah kaki yang lurus, dan satunya ditekuk ke atas, bersandar pada headbad sambil menbaca buku di tangannya, dengan kacamata persegi yang bertengger di hidung mancungnya.

 

"Selain jago berbahasa inggris, dia juga sangat pintar dan benar-benar cantik. Dan Jessica terlihat begitu menggemaskan saat ia tertawa, sangat lucu..."

 

"Ooh..." balas Minjun singkat lagi, membalik halaman bukunya.

 

Taecyeon mendesah pelan, menerawang ke atas. "Aku ingin sekali mengajaknya main ke sini dan mengenalkannya denganmu," Taecyeon mengutarakan niatnya, tak menyadari Minjun menghentikan pergerakannya membalik halaman, diam-diam beralih melirik Taecyeon dengan tajam. "Tapi itu tidak mungkin terjadi," Taecyeon cemberut sendiri. "Kalau dia ku ajak ke sini, pacarnya juga pasti ikut."

 

"Hah?" Minjun menaikkan alis tak mengerti.

 

"Jessica sudah memiliki pacar. Aku kedahuluan," keluh Taecyeon dengan nada kesal. "Aku jadi tak bisa mendekatinya lagi."

 

Minjun terkekeh. "Ku kira tadi Jessica itu pacarmu, ternyata kau malah sedang curhat kalau kau ditolak olehnya," ledek Minjun disela tawa gelinya.

 

Taecyeon meliriknya sinis."Yach. Mengapa kau malah menertawaiku? Seharusnya kau bersimpati dengan temanmu yang telah patah hati ini."

 

Minjun mencoba meredakan tawa kecilnya. Tapi ia tak bisa menghilangkan senyuman geli di wajahnya. "Ouh... Mianhe... Kasihan sekali uri Taecie~" ia bersimpati dengan nada yang sengaja dibuat-buat, seperti main-main. "Apa yang harus kulakukan padamu? Supaya kau tidak bersedih lagi. Haruskah aku membelikanmu tulang baru, hm? Taecie?"

 

"Kau pikir aku ini anjing peliharanmu?" ketus Taecyeon masih cemberut.

 

"Yah... setidaknya wajahmu tidak beda jauh dengan Audrey," dan Minjun kembali tertawa geli, meledek pada wajah Taecyeon yang semakin kusut karena kesal. Tawanya baru menghilang ketika Taecyeon tahu-tahu meraih lengannya. Minjun menelan ludah gugup saat melihat kilatan aneh di mata Taecyeon.

 

"Sepertinya kau sangat suka tertawa," Taecyeon menyeringai kejam. "Biar ku bantu kau agar terus tertawa."

 

"T-tunggu dulu, Taec, aku tak bermaksud—Gyaaaa!" Minjun menjerit ketika Taecyeon menariknya berbaring di atas ranjang, duduk menindis perutnya dan mulai menggelitik sisi perut Minjun. Membuat Minjun benar-benar tertawa keras karena tergelitik, "Hahaha... hentikan... Taecyeon!"

 

"Rasakan!"

 

"Kau akan membuatku mati tertawa!"

 

"Itu bagus!" kini Taecyeon mulai ikut tertawa penuh kemenangan. Sementara Minjun terus tertawa sambil mengeluarkan air mata. Taecyeon baru berhenti ketika mendengar ketukan pintu kamar dari luar, itu salah satu pelayan keluarga Kim, memberitahukan mereka bahwa Ibu Taecyeon telah kembali dari Boston.

 

Taecyeon bersorak gembira, meloncat turun dari ranjang dan berlari keluar kamar. Meninggalkan Minjun yang masih mencoba mencari nafas karena lelah tertawa terus. Tapi detik kemudian, ia tersenyum bahagia. Lalu berjalan keluar kamar untuk menyusul Taecyeon.

 

Sesampainya di ambang pintu ruang keluarga, Minjun mendapati Taecyeon berdiri di balik pintu, tanpa berniat memasukinya. Terlihat Taecyeon yang berdiri membelakanginya itu, menunduk menatap lantai, dengan diam. Minjun hendak bertanya pada Taecyeon, mengapa dia diam di sini dan tidak masuk untuk menemui ibunya, ketika Minjun akhirnya mendengar pembicaraan kedua ibu mereka di dalam ruang keluarga. Kedua nyonya itu terdengar bersemangat, sambil tertawa kecil merundingkaan rencana mereka.

 

Minjun menaikkan alis tak mengerti dengan sebagian kalimat yang ibunya bicarakan dengan ibu Taecyeon. "Apa itu? Acara perjodohan siapa yang mereka rencanakan?" tanya Minjun penasaran dengan suara kecil.

 

"Kita."

 

Mata Minjun melebar terkejut mendengar jawaban singkat Taecyeon barusan. Jantungnya berdetak kencang. Minjun ingin tersenyum, tapi ia urungkan ketika melihat wajah Taecyeon yang tampak tidak menyukai rencana itu.

 

"Bukankah itu terdengar aneh?" bisik Taecyeon pelan, menunduk, tanpa melirik Minjun yang berdiri di sampingnya. "Mengapa umma tidak mengatakan rencananya sejak awal? Sejak menitipkan aku untuk tinggal di sini? Aku merasa seperti baru saja dibodohi."

 

Minjun tak menjawab, karena ia tak tahu harus menjawab apa. Perlahan dia pun ikut menunduk, merenung menatap lantai, dalam diam.

 

"Aku akan kembali ke kamarku saja," tanpa berani melirik Minjun, Taecyeon berjalan pergi meninggalkannya.

 

Sejak saat itu, semuanya tampak mulai berubah.

 

Perlahan-lahan, Taecyeon mulai menjauhi Minjun. Sikap Taecyeon tampak kaku dan canggung jika harus berduaan dengan Minjun. Tidak ada lagi kunjungan ke kamar Minjun tiap kali Taecyeon pulang dari sekolahnya. Tak ada kebersamaan dan canda tawa lagi yang sering mereka berdua lakukan. Bahkan sekedar skinship berpegangan tangan yang biasa mereka lakukan, sudah tak pernah ada lagi. Hubungan mereka tampak jauh lebih canggung, sangat canggung. Dan itu membuat Minjun semakin tak tahan dengan ini semua. Karena ia begitu merindukan sosok Taecyeon yang dulu, sikap hangat Taecyeon yang dulu.

 

Suatu malam, Taecyeon menghabiskan waktunya dengan bermain bola basket di lapangan belakang rumah kediaman keluarga Kim. Tak lama Taecyeon bermain sendiri, Minjun datang menghampirinya. Taecyeon masih berdiri diam di sana, memantulkan bola dari tangannya di atas aspal lapangan, terus menunduk, tak berani menatap Minjun yang berjalan menghampirinya.

 

"Taecyeon-ah..." panggil Minjun dengan nada yang terdengar serius. "....kita harus bicara."

 

Mereka berdua duduk di pinggir lapangan, di bawah sinar tiang lampu, dan juga sinar bulan di malam hari. Ada keheningan selama tiga menit mereka duduk bersebelahan di sana, tanpa ada yang berani melirik ke arah masing-masing pihak. Sebelum akhirnya, Minjun langsung mengatakan satu kalimat inti yang ingin ia sampaikan pada Taecyeon.

 

"Aku sudah meminta umma-ku untuk membatalkan perjodohan kita."

 

Taecyeon tersentak, kali ini ia menoleh ke samping, mendapati Minjun yang menatap lurus ke depan sambil memaksakan sebuah senyuman di wajahnya.

 

"Kau benar," tambah Minjun lagi dengan suara yang agak lirih. "...rencana perjodohan yang dilakukan kedua ibu kita terdengar aneh."

 

Sebenarnya Taecyeon tidak bermaksud seperti itu, ia hanya terlalu terkejut mendengar rencana ibunya yang menurutnya sangat mendadak itu. Meski sebenarnya Taecyeon juga merasa aneh, karena selama ini yang ia tahu, Taecyeon hanya mengganggap Minjun sebagai teman terbaiknya, bukan sebagai pasangan hidupnya.

 

"Aku tidak suka dengan sikap dinginmu yang menjauh dariku," kata Minjun lagi, kali ini ia menuduk, menatap sandal rumahnya. "Aku merasa kau adalah orang asing bagiku, dan aku tidak menyukai itu."

 

"Maaf," kini Taecyeon merasa bersalah. "Aku tak bermaksud membuatmu tak nyaman, hanya saja aku—"

 

"Aku tahu," potong Minjun. "Karena itu, kuharap mulai sekarang kita bisa seperti yang dulu lagi..." ada nada rindu yang diutarakan Minjun tanpa Taecyeon sadari. "Karena kita sudah tidak akan dijodohkan lagi, kuharap kau tak akan bertingkah canggung denganku lagi setelah ini."

 

Taecyeon hanya terdiam. Beralih menatap kakinya di bawah dengan pikiran yang berkecamuk.

.......

 

"Taecyeon...." sebut Minjun dengan nada agak bergetar, matanya berkaca-kaca, tampak ingin menangis di tempat.

 

"Maaf," Taecyeon menunduk, merasa sangat bersalah. "Karena aku sengaja tak mengatakannya lebih awal padamu."

 

"Kau memutuskan pindah dari rumah kami karena perjodohan kita yang dulu itu, kah?"

 

"Bukan, bukan karena itu." Taecyeon segera menggeleng. "Aku hanya tak ingin terus membebani keluargamu dengan tinggal di sini selama Ibuku kembali ke Boston lagi. Karena itu aku meminta dipindahkan di sekolah berasrama."

 

Minjun menunduk, menggigit bibirnya yang mulai bergetar. "Boleh aku memelukmu?" pintanya. "Mungkin ini akan jadi yang terakhir kalinya."

 

"Jangan bicara seperti itu," balas Taecyeon dengan nada yang sama sedihnya. "Aku hanya pergi dan pindah ke sekolah berasrama. Bukan berarti kita tidak bisa bertemu lagi, iya kan?" Taecyeon berjalan mendekat, memeluk Minjun. "Tentu saja kau boleh memelukku sebanyak yang kau mau. Kita kan teman..."

 

Minjun tak bisa menahannya lagi. Ia menangis sesegukan sambil balas memeluk Taecyeon. "Benar," ucapnya disela sesegukannya. "Kita teman...."

 

Tanpa Minjun ketahui, Taecyeon ikut menangis di balik bahunya.

 

.....................................

.

.

.

.

 

"Taecyeon-ah...."

 

Tubuh Taecyeon langsung menegang saat mendengar suara Minjun yang memanggilnya dari belakang. Ia semakin menunduk saat mendengar langkah kaki Minjun yang mendekatinya, mengambil tempat duduk di bangku panjang di sebelah Taecyeon, dengan jarak dua kaki.

 

Ada keheningan sejenak yang diisi oleh suara samar angin sore yang meniup kain seprai putih yang dijemur, sedikit melambai di hadapan mereka. Sebelum akhirnya terdengar helaan nafas Minjun yang tampak lelah.

 

"Itu benar...." Minjun mulai menggigit bibirnya dengan gelisah, dengan jantung yang berdetak kencang. "....Aku menyukaimu...."

 

Sekali lagi Taecyeon merasa tubuhnya menegang, mendengar pengakuan itu secara langsung.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Nichkhun berjalan ke ambang pintu kamar yang terbuka, yang tadi ditinggalkan oleh Taecyeon dan Minjun. Tapi sebelum ia menutup pintunya, matanya menangkap kaki seseorang yang terlentang di luar kamar, di samping pintu kamar di luar. Nichkhun melangkah keluar lebih dekat, dan mendapati sosok Wooyoung yang duduk di lantai, bersandar di dinding luar dengan kepala yang tertunduk.

 

Tak ada ekspresi yang berarti di wajah Nichkhun saat tahu Wooyoung ada di sana, entah sejak kapan. Ia berjalan ke luar kamar, melangkah lebih dekat dengan Wooyoung. "Hei," Nichkhun memanggil dengan suara datar. Tapi tak ada tanggapan berarti dari Wooyoung yang kepalanya terus menunduk.

 

Nichkhun berjongkok di hadapannya. "Hei, Wooyoung—" tangan Nichkhun terulur, menepuk bahu Wooyoung dari samping, yang malah membuat tubuh Wooyoung oleng, dan nyaris terjatuh ke samping jika Nichkhun tidak menahan kedua sisi tubuh Wooyoung. Nichkhun hanya bisa menatapnya aneh setelah tahu kalau mata Wooyoung tertutup sejak tadi, tampak sedang tertidur.

 

Nichkhun hendak membangunkan namja chubby itu, tapi ia batalkan setelah menyadari jejak garis air mata di pipi Wooyoung. Untuk sesaat Nichkhun tertegun, sebelum akhirnya ia tersenyum miring. "Dasar bodoh...."

 

Tak ada balasan, tentu saja, karena Wooyoung tampak tak sadarkan diri. Untuk beberapa detik lamanya, Nichkhun juga ikut terdiam dengan pandangan datarnya menatap wajah Wooyoung.

 

Tak lama, Nichkhun kemudian berdiri. Menatap sekilas pada Wooyoung di bawah. Ia berbalik, hendak kembali ke kamarnya, tapi untuk suatu hal, Nichkhun menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke sepanjang koridor asrama, yang entah secara kebetulan atau tidak, sejak tadi tampak begitu sepi. Nichkhun terdiam, matanya kembali melirik sosok Wooyoung yang masih duduk di lantai, bersandarkan pada dinding, tampak tak sadarkan diri. Seperti menimbang sesuatu, tapi Nichkhun akhirnya tetap berbali

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ruellovcr
#1
Chapter 11: bingung aku sama nichkhun sjksjakjskaj
ruellovcr
#2
Chapter 10: siapa yang nyebarin foto itu deh?? apa jangan2 ada hubungannya sama junho yang nangis?
ruellovcr
#3
Chapter 7: KSKSKSSSKS KACAU ToT
ruellovcr
#4
Chapter 5: chansung sama junho ini kayanya apa2 bisa dibawa ribut melulu ya wkwkwk

oh ya, aku jadi bingung sama nichkhun ... sejauh ini dia lebih milih siapa deh?
ruellovcr
#5
Chapter 4: aku kasian sama nichkhun, tapi kasian juga sama minjun :((
ruellovcr
#6
Chapter 3: baru di chapter ini aja udah gemesin huhuhu
taeckayforever #7
Chapter 3: INI TAUN 2020 DAN AKU BARU BACA, tidak ada harapan lanjut kah? ㅠ.ㅠ
diyoungie #8
Chapter 14: Hai thor, aku kembali di 2019 :) aku tau sih kalo kamu gak bakalan update ff ini, cuma lagi kangen aja sama mereka :')
Amaliaambar
#9
Chapter 14: Aaaaaaaaaaa fix aku baper maksimal paraaahhh, ceritanya ngena banget ih feelnya dapet bgt sumpaaahhhhhhh
aaaah update lg dong author-nim jngn bikin saya mati penasaran, walaupun udh lama update lah author-nim saya penasaran banget bangetan iniiiiii
diyoungie #10
hai thor, aku datang lagi untuk mengingatkan mu agar mengupdate ff ini haha ^^~~~