The Meaning Of It All

Litter

 

Ternyata benar. Taemin tidak masuk sekolah karena sakit hari ini.

 

“Sakit apa dia? Apa parah? Jenguk atau tidak ya?” Jinri berdialog sendiri dalam hatinya sambil bertopang dagu.

 

“Tunggu! Kenapa aku harus menjenguknya? Aku tidak sepeduli itu padanya kan?” Jinri terdiam lagi termakan dalam kesunyian. Biasanya saat istirahat seperti ini, Taemin sedang asyik menggodanya sambil terus mengajaknya ke kantin.

 

“Beruntunglah Taemin tidak masuk hari ini. Kalau ada dia, dia hanya akan menggodaku terus. Berisik dan sangat mengganggu.”

 

Namun walaupun bicara seperti itu, Jinri sangat memahami bahwa ia merindukan suasana yang disebut berisik dan mengganggu itu.

 

 

--TaeLli—

 

 

Keesokan harinya, hujan mengguyur tanpa henti membuat Jinri tertahan di sekolah dan tidak bisa pulang ke rumah. Jinri lupa membawa payungnya dan alhasil, ia hanya diam berdiri di koridor sekolahnya menunggu hujan yang lumayan deras itu berhenti.

 

Beberapa saat kemudian, ia merasakan ada seseorang yang datang dan ikut menunggu hujan di sampingnya.

 

“Aish! Kenapa deras sekali hujannya,” ujar orang itu. Jinri refleks menoleh karena merasa mengenali suara itu.

 

“Taemin-ah?! Kau sudah sembuh?” tanya Jinri pada orang itu.

 

“Tidak terlalu. Hanya saja, aku bosan di rumah. Jadi aku bertekad untuk sembuh walaupun tidak seratus persen agar bisa masuk sekolah dan bertemu denganmu,” ujarnya sambil menunjuk hidung Jinri dengan senyum polosnya itu. Muka Jinri memerah. “Ke-kenapa ingin bertemu denganku?”

 

“Karena aku sudah tidak sabar untuk menjahilimu lagi! Hahahahaha,” ucap Taemin sambil tertawa membuat Jinri memukul badannya.

 

“Kau tidak bisa pulang karena hujan ya?” tanya Taemin akhirnya setelah ia berhasil menghentikan tawanya.

 

“Kalau aku bisa pulang, aku pasti akan melakukannya dari tadi supaya tidak bertemu denganmu,” ujar Jinri seadanya.

 

“Kau jahat sekali padaku, Jinri-ah,” ucap Taemin tanpa melepaskan senyumnya itu.

 

“Siapa yang sebenarnya jahat? Kau kan yang selalu iseng padaku. Mungkin satu dua kali aku masih bisa tertawa, tapi kalau berkali-kali seperti itu aku juga bisa kesal!”

 

Taemin terdiam. Ia mengerti kalau tindakannya sudah berlebihan. Dan ia tahu kalau Jinri sudah benar-benar kesal padanya.

 

Kini yang terdengar hanya suara hujan yang jatuh. Keduanya diselimuti diam. Tidak ada yang bicara. Tak disangka hujan semakin deras. Jinri gelisah. Ia harus pulang ke rumahnya segera karena ia sudah berjanji pada orangtuanya untuk pulang cepat.

 

Tanpa disadari Taemin membuka jaket tebalnya yang sengaja dipakainya untuk menghalau hawa dingin agar sakitnya tidak bertambah parah. Jinri melihatnya dengan terpana. Melihat itu, Taemin ikut memandang Jinri.

 

“Apa? Kenapa melihatku seperti itu? Kau mengira aku akan memberikan jaket ini padamu supaya kau bisa pulang ya?” tebak Taemin dengan senyum jahilnya.

 

Jinri membuang muka untuk menutupi mukanya yang memerah karena pikirannya tertebak.

 

“Cih! Siapa juga yang mau menerima jaket darimu?”

 

“Ah~ kau tidak harus berpura-pura seperti itu,” ucap Taemin sambil tertawa.

 

Jinri hanya bisa diam sambil merutuk dirinya berkali-kali karena sempat berpikir Taemin akan memberikan jaket itu padanya. Namun ekor matanya tak pernah lepas melihat Taemin.

 

Taemin sedang mencari-cari sesuatu di tasnya  dan beberapa kali merogoh saku jaketnya yang tadi ia lepaskan. Selanjutnya ia hanya terdiam dan menatap langit yang tak kunjung berhenti menurunkan hujan sambil menggenggam erat jaketnya. Ia tidak memakai jaketnya. Dan itu terlihat janggal bagi Jinri. Cuaca sedang dingin, ia memiliki jaket, tapi kenapa tidak memakainya, malah menggenggamnya. Terlebih ia masih sakit.

 

Jinri kembali merutuk dirinya karena tanpa sadar sudah memperhatikan Taemin yang menurutnya tidak pantas untuk diperhatikan. Namun tetap saja ia memperhatikan Taemin dari ekor matanya.

 

Kini Taemin sedang melihat jam tangannya. Mungkin ia juga sedang terburu-buru seperti Jinri.

 

“Jinri-ah,” ucap Taemin sambil menoleh pada Jinri.

 

Jinri akhirnya melepaskan pandangannya dari Taemin sebelum akhirnya menjawab.

 

“Kenapa lagi?!” jawab Jinri tanpa menoleh pada Taemin.

 

“Aku harus pulang sekarang.”

 

“Yasudah pulang saja. Kenapa malah meminta izin padaku?”

 

Taemin tidak menjawab. Ia mendekati Jinri. Ketika Jinri menoleh, Taemin sudah memakaikan jaket yang sedari tadi digenggamnya pada Jinri.

 

“Tidak semua sampah yang kau lihat itu adalah sampah. Kenapa kau tidak membuka dan melihat dulu isinya sebelum memutuskan apakah itu sampah atau bukan?” ucap Taemin sambil menatap mata Jinri.

 

Jinri yang terkejut tidak bisa berkata apa-apa. Hanya wajahnya saja yang dapat berkata kalau ia sedang kaget dan kebingungan. Melihatnya Taemin hanya tersenyum lalu menepuk puncak kepala Jinri dengan lembut.

 

“Cuaca sedang dingin, sebaiknya kau memasukkan tanganmu ke dalam saku jaket kalau tidak mau kedinginan, oke?” ujar Taemin sebelum akhirnya ia berlari menembus derasnya hujan meninggalkan Jinri sendirian disana.

 

Jinri yang sudah dapat mengendalikan emosinya hanya dapat menghembuskan napasnya.

 

“Apa sih yang dia maksud? Sampah itu ya sampah. Lagipula kenapa dia tidak pulang saja bersamaku. Dia kan bisa melindungi dirinya dan aku sekaligus dengan membentangkan jaketnya. Tidak perlu memakaikan jaket padaku seperti ini. Dia kan masih belum sembuh dari sakitnya,” gerutu Jinri.

 

Jinri melihat jam tangannya. Ia harus pergi sekarang. Ia menutupi kepalanya dengan penutup kepala yang ada pada jaket itu dan mulai berlari menembus hujan. Ia tidak peduli pada tasnya yang sudah kuyup. Yang terpenting badannya tidak basah. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku jaket sesuai dengan saran dari Taemin dan terus berlari menuju rumah.

 

 

--TaeLli—

 

 

Sesampainya di rumah, Jinri baru menyadari bahwa ada sesuatu di saku jaket Taemin. Ia merogoh saku jaket tersebut dan menemukan remasan kertas yang sudah agak basah.

 

“Apa dia tidak pernah melakukan hal lain selain membuang-buang kertas,” ujar Jinri sambil membuang kertas itu pada tempat sampah di kamarnya dan lekas pergi untuk mandi.

 

Langit sudah gelap dan hujan masih mengguyur dengan deras ketika Jinri sedang berbaring di kasurnya sambil termenung melihat langit-langit kamarnya. Seketika itu juga ia teringat ucapan aneh Taemin saat mereka terjebak oleh hujan di sekolah tadi.

 

Tidak semua sampah yang kaulihat itu adalah sampah. Hmm... Apa sih maksudnya?” renung Jinri. Lalu ia bangun dari tidurnya dan menuju tempat sampah di ujung kamarnya. Ia terus memandangi sampah-sampah yang kebanyakan berisi kertas itu.

 

“Sampah dilihat bagaimanapun caranya tetap saja sampah kan?” ujar Jinri sambil terus memandang sampah-sampah itu. Matanya kini tertuju pada remasan kertas yang ia temukan di saku jaket Taemin waktu itu. Tanpa sadar ia mengambil remasan kertas itu dan membukanya perlahan.

 

Jinri membuka kertas itu dan sekarang ia mengerti.

 

Jinri membaca isi kertas itu dan sekarang ia mengerti.

 

Ia mengerti semuanya dan ia tidak dapat merasakan apa-apa kecuali dentuman jantungnya. Dadanya menghangat walaupun cuaca malam itu sedang dingin.

 

Kenapa kau tidak membuka dan melihat dulu isinya sebelum memutuskan apakah itu sampah atau bukan?

 

Ucapan Taemin saat itu bergema kembali di telinga Jinri.

 

Dering ponsel Jinri membuyarkan lamunannya. Jinri tersenyum ketika melihat nama ’Si Bodoh’ muncul di layar ponselnya. Namun seketika itu juga ia menjadi gugup.

 

“Mana ada seorang Jinri yang gemetar ketika ingin mengangkat telepon sih?” ucapnya sambil membulatkan tekad. Ahirnya ia mengangkat telepon itu.

 

“Ha-halo, Taemin-ah?” ucapnya.

 

“Hei! Kau sudah sampai di rumah?” jawab Taemin.

 

“Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Kau kan sedang sakit.”

 

“Jadi kamu mengkhawatirkanku ya?” goda Taemin. Bahkan senyum Taemin yang sedang menggoda Jinri pun muncul dipikiran Jinri.

 

“Tidak juga! Kalau begitu aku tidak jadi bertanya,” jawab Jinri dengan muka merah.

 

“Kau sudah tahu maksudku soal sampah itu?”

 

“A-aku... aku tidak mengerti apa maksudmu soal itu. Bagiku, sampah itu tetap akan menjadi sampah bagaimanapun caranya kau melihat,” ujar Jinri gugup.

 

“Ah~ sayang sekali. Baiklah, kalau begitu sampai bertemu la-“

 

“Taemin-ah!” Jinri tahu Taemin akan segera menutup teleponnya kalau dia tidak mencegahnya. Walaupun enggan, tapi masalah ini harus cepat diselesaikan.

 

“Kenapa?”

 

“Se-sebenarnya aku sudah tahu isi kertas itu. Maaf kalau tadi aku berbohong padamu,” ujar Jinri dengan hati berdebar.

 

“Wah! Benarkah?! Jadi bagaimana denganmu? Apa jawabanmu?!” seru Taemin bersemangat membuat Jinri harus menjauhkan ponselnya dari telinganya untuk sementara.

 

“Hei! Kau ini laki-laki macam apa sih? Mana ada laki-laki yang menyatakan perasaannya lewat kertas secara tidak langsung seperti itu?!” omel Jinri dengan semburat di pipinya.

 

“Hahaha! Tentu saja! Makanya aku menelponmu sekarang. Kalau kau belum mebaca isi pesanku di kertas itu aku tidak akan melakukan ini. Tapi berhubung kamu sudah melihatnya, aku akan melakukannya sekarang.”

 

“Kau ingin menyatakannya lewat telepon?”

 

“Tentu saja tidak! Kalau kunyatakan lewat telepon kau nanti akan mengomel lagi seperti tadi kan? Hahahaha.”

 

“Aish. Kenapa kau sok tahu sekali.”

 

“Aku tidak sok tahu Jinri-ah. Aku tahu semuanya tentangmu, karena aku menyukaimu.”

 

“A-Apa?” hanya itu yang dapat Jinri katakan.

 

“Coba kau lihat keluar jendela. Aku ada di depan pagar rumahmu sekarang. Tenang saja, aku memakai payung kok. Coba saja lihat payungnya.”

 

Jinri terkejut. Cepat-cepat ia melihat keluar jendela kamarnya yang berada di lantai dua tepat di depan pagar rumahnya.

 

Di depan pagar rumahnya kini, ia melihat seseorang yang tertutup payung lebar berwarna putih. Yang membuat Jinri terperangah adalah tulisan di payung itu yang sama dengan tulisan pada kertas yang diberikan Taemin padanya.

 

I Love you as much as I bullied you.

 

Jinri tidak tahu apa yang dirasakannya sekarang. Entah bahagia, atau terharu. Dengan cepat ia turun dan membuka pintu rumahnya.

 

“Jinri-ah!” seru Taemin. “I love you as much as I bullied you! Would you be mine?” teriaknya dari depan pagar rumah Jinri.

 

“Taemin-ah, kau masuk saja dulu! Kau kan sedang sakit. Tapi aku sedang tidak membawa payung. Kau bisa membuka pagar itu sendiri kan?” ucap Jinri setengah berteriak.

 

“Aku tidak mau pergi sebelum kau menjawab pertanyaanku Jinri-ah,” seru Taemin sambil tersenyum.

 

“Aish. Anak ini!” gerutu Jinri.

 

Akhirnya Jinri menerobos hujan dan menghampiri Taemin. Namun ia tidak membuka pagar rumahnya.

 

“Jinri-ah, kau kehujanan,” ucap Taemin sambil memayungi Jinri. Beruntunglah payungnya lebar.

 

“Taemin-ah, aku tidak bisa berlama-lama jadi kemarikan tanganmu.”

 

“Tanganku?” tanya Taemin.

 

“Sudah, kemarikan saja.” Taemin pun menyodorkan tangannya pada Jinri. Jinri merogoh saku celananya  dan menaruh  sesuatu yang sudah ia persiapkan sebelumnya pada tangan Taemin sambil menggenggam tangan Taemin tersebut. Lalu ia memasukkan tangan Taemin pada saku jaket Taemin yang sedang dipakainya.

 

“Cuaca sedang dingin, sebaiknya kau memasukkan tanganmu ke dalam saku jaket kalau tidak mau kedinginan, oke?” ucap Jinri meniru ucapan Taemin. “Nah, sekarang pulanglah.”

 

“Baiklah, aku mengerti Jinri-ah,” ucap Taemin singkat sambil mengedipkan matanya. “Tapi kau masuk dulu kerumahmu, oke?”

 

“Baiklah,” kali ini Jinri menurut. Ia berlari masuk ke rumahnya dan langsung naik ke kamarnya. Sesampainya ia di sana, ia melihat keluar jendela. Ia memandangi puncak payung putih itu yang berjalan semakin menjauh dari rumahnya.

 

 

--TaeLli—

 

 

“Hatchi!”

 

“Sudah kubilang kau kan lagi sakit, malah main hujan-hujanan seperti itu. Lihat sendiri kan, sakitmu tambah parah,” omel Jinri pada Taemin yang sedang berbaring di kasur di kamarnya.

 

“Tapi kalau tidak seperti itu, aku tidak bisa membuat kau tersentuh dan tersipu-sipu kan?” goda Taemin.

 

“Kau lagi sakit tapi tetap saja menggodaku! Kau tidak bisa berhenti menjahiliku ya? Sayang sekali aku tidak boleh mamukul orang sakit,” gerutu Jinri.

 

“Kan sudah kubilang, ‘I love you as much as I bullied you’, hahahaha.”

 

Jinri hanya dapat menghembuskan napasnya sambil menahan semburat-semburat merah keluar dari pipinya.

 

“Dan kau meniru gayaku dengan memberikan remasan kertas itu. Apa isinya? ‘I love you too, as much as I hate you’? Hahahahaha. Jawaban macam apa itu,” kali ini Taemin tidak bisa mengendalikan tawanya.

 

“Taemin-ah! Sebenarnya kau serius tidak sih denganku?” tanya Jinri.

 

Mendengar itu Taemin terdiam. Ia menegakkan duduknya di kasurnya lalu menggenggam tangan Jinri yang sedang duduk di kursi di samping kasurnya.

 

“Kalau aku tidak serius, tidak mungkin kan aku terus mengirimi kertas-kertas yang kau anggap sampah itu walaupun kau selalu membuangnya. Apa kau tidak tahu kalau semua kertas itu berisi pesan yang sama?”

 

Mendengar penjelasan itu Jinri menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu sampai sejauh itu dan sekarang ia merasa amat bersalah membuang semua kertas-kertas itu. Ia tidak dapat membayangkan kekecewaan Taemin padanya saat ia bilang kalau semua kertas itu telah dibuangnya. Ia tidak mau membayangkan kesedihan Taemin ketika perasaan Taemin yang tertulis di kertas itu hanya dapat berakhir di tempat sampah.

 

Taemin tersenyum dan mengelus puncak kepala Jinri dengan lembut, membuat Jinri semakin merasa bersalah dan rasanya ingin menangis.

 

Taemin memegang dagu Jinri dan mengangkat kepalanya. “Hei, Jinri yang kusukai itu tidak menangis seperti ini tahu!”

 

“Me-memangnya siapa yang menangis, bodoh!” ucap Jinri ketus membuat Taemin tertawa. Jinri pun ikut tertawa.

 

Dan akhirnya mereka berdua tertawa bersama.

 

 


 

---I Love You Too As Much As I Hate You

Jawaban yang membuat semuanya berakhir bahagia---

 


Finally it finished!!! How is my story? Good? Or weird? Thank you for your support in the form of comments and subscribe. ^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Likecutespeople #1
Nice stories, i like it.
kimchieun #2
Chapter 2: very good. idk, but i love taelli in fanfic!!!
doctorbaek
#3
Chapter 2: Whooaa.. udah kangen ff indo nya taelli nih x) so sweeet ouo
enjoythemayo21
#4
Chapter 2: I love you as much as I bullied you <3333333
Adawwwww author-nim daebak bangeeeeeeeet ><
Akhirnya nemu author dari indo yang TaeLli shipper juga.
Bikin yang lagi dong thor :D
minahbubblez #5
Chapter 2: Kyeoptaa.... Cara Taemin nembak Sulli gentle banget,,, oh #Melting
Author-nim jjang ^.^
Shiningtaelli23
#6
Chapter 2: aww :3 sweet banget author :)
minahbubblez #7
Chapter 1: Kertas itu pasti ada apa2nya 0.0
penasaran nih, author-nim!
Update soon !
Shiningtaelli23
#8
Chapter 1: kertasnya ada tulisannya ya? :33 update ;)
shanaa12
#9
Chapter 1: kertasnya kosong ya ? Atau ada isinya ?
shanaa12
#10
update soon :)