Nado Saranghe, Kim JaeJoong!

Description

"hahh~", kuseret langkahku turun dari bus. Aku sangat lelah secara fisik maupun mental. Aku lelah menyandang predikat pelajar dari luar negeri yang mendapat beasiswa' ,karena predikat itulah yang mengharuu untuk giat belajar.

Yah.. Benar, aku bukan berasal dari Korea Selatan. Melainkan dari negara di Asia Tenggara, Indonesia. Sewaktu aku lulus SMA, aku mencoba mengikuti progam beasiswa ke Korea Selatan dan aku berhasil. Aku lulus dari tahap seleksi dan memulai mencari ilmu di Negeri gingseng ini.

"haaaah~", aku benar-benar lelah. Sangat. Aku benci sekali dengan keadaan yang mengharuu menjadi seperti ini.

Aku membuka pintu apartemenku dan melihat kondisi apartemenku membuatku semakin lelah. Barang-barang yang kebanyakan adalah pakaian dan bukuku terlihat menempati berbagai sudut ruangan ini.

Aku tak menghiraukan keadaan apartemenku. Aku mulai berjalan gontai menuju kasur dan kurebahkan tubuhku. Aku benar-benar ingin tidur, ingin sekali. Tapi, tugas yang diserahkan oleh professor Nam belum terselesaikan. Aku beranjak bangun lalu duduk di tepi kasur. Kuambil laptop dari dalam tas dan segera kukerjakan tugas dari Profesor Nam. ‘Hari ini benar-benar sial’, pikirku.

 

----------------------------------------------------------------------------------

 

"aaaaaargh!", aku menggerutu kesal. Sudah jam 1 malam dan aku masih belum bisa menemukan jawaban dari tugas ini. Aku beranjak dari tempat dudukku dan mengambil air putih dari dalam lemari es. Lalu, segera kuputuskan untuk berjalan-jalan keluar sebentar, menghirup udara segar dan me-restart otakku.

Aku berjalan-jalan di sekitar komplek apartemenku, udara malam ini sungguh menyejukkan pikiranku. Langit malam kota Seoul sangat indah, ketika aku melihat semua ini aku menyadari bahwa aku sangat bersyukur bisa mendapat beasiswa untuk belajar di Seoul.

BRAK! Tiba-tiba aku mendengar beberapa kerusuhan dari gang kecil di sudut taman.

BRAK! Suara kerusuhan ini terdengar lagi, karena penasaran aku berjalan perlahan ke asal suara tersebut. Aku mengintip dari mulut gang tersebut. Omona! Seorang namja di keroyok beberapa orang yang berpakaian seperti Yakuza.

"ya! Berani-berani nya kau menghina kami!”, kata seorang Namja yang berjanggut.

“cih!”, balas namja itu dengan tatapannya. Namja ini gila? Berani sekali dia melawan mereka.

"Kau masih harus diberi pelajaran ya!", lanjut seseorang yang berkumis.

Aku melihat mereka mulai memukuli Namja itu lagi, namja itu diam saja dan tidak membalas perbuatan mereka. Aku mulai khawatir, karena banyak darah yang keluar dari mulutnya.

Sekelebat ide muncul di otakku untuk menghentikan mereka, tapi aku takut sekali jika aku melakukan ide-ide gilaku ini. Apa yang harus kulakukan?!

 

BRAK! BUGH!

 

Aish masa bodoh, jika aku biarkan namja itu bisa mati. Akupun memulai aksi gila ini. Hah~ Aku menghirup nafas dalam-dalam lalu mulai berteriak memanggil polisi "Polisi! Ada perkelahian disini!"

Sepertinya rencanaku berjalan sesuai rencana, orang-orang tersebut kaget lalu segera keluar dari gang tersebut dan pergi entah kemana.

Setelah kulihat sekeliling bahwa situasi aman, aku mendekat ke namja itu. Kulihat matanya terpejam, sepertinya dia pingsan. Aku harus segera menghubungi kerabatnya. Aku memeriksa kantong baju maupun celananya tidak ada handphone atau dompet sekalipun. Gawat, bagaimana ini? Aku mulai kebingunan bagaimana cara menolong namja ini. Apalagi ketika aku melihat kondisinya yang babak belur. Tanpa pikir panjang lagi, aku membawa namja ini ke apartemenku.

Aish! Dia berat sekali, hanya beberapa langkah aku membopohnya aku sudah tidak kuat. Aku tetap berjalan tidak stabil karenanya, aku harus menolong namja ini. Ketika sampai di depan apartemenku, aku mulai ragu untuk membawa masuk. Dia seorang namja dan aku seorang yeoja, kalian pasti tau apa yang aku ragukan bukan? Aku mulai memikirkan lagi tentang menolong namja ini, apa aku tinggalkan saja dia?

 

“argh! uhuk uhuk”, aku menoleh kearahnya.

Dia sepertinya sangat kesakitan, sepertinya aku harus mengobati lukanya terlebih dahulu. Aku membaringkan tubuhnya di sofa biru ku ini, ku lepas sepatu dan kaos kaki yang ia kenakan. Aku mulai berjalan ke dapur untuk mengambil baskom dan mengisinya dengan air dingin. Selanjutnya, kuambil kotak p3k di dekat lemari es.

 

Aku mulai membersihkan luka di bagian wajahnya dan aku terpesona karena wajah namja ini. Sangat indah, seperti malaikat. Aku tak bisa menghentikan tanganku, aku mulai menyisir rambut yang menutupi wajahnya dengan jari-jariku. Kulihat wajahnya dengan seksama, bentuk matanya, alis, hidungnya, pipinya benar-benar tidak ada cela. Terlalu sempurna.

Aish! Kenapa aku seperti ini, aku harus mengobati luka-lukanya. Setelah kubersihkan wajah dan beberapa bagian tangannya yang terluka, aku mulai mengolesi lukanya dengan obat merah.

Aku kembali mengamati wajahnya lagi, sepertinya wajahnya cukup familiar untukku. Semakin lama aku memandangi namja ini, semakin larut aku dalam tidurku.

 

----------------------------------------------------------------------------------

 

Sinar matahari pagi mengintip melalui jendela kamarku, aku mulai terbangun dari tidurku. Kurentangkan tanganku tinggi-tinggi keatas, “engh~”.

Kusadari bahwa aku tertidur di samping sofaku. Kulihat namja ini masih tertidur pulas, segera aku bangun beranjak dari tidurku dan mulai menyiapkan sarapan untuk kami. Karena aku berasal bukan dari Seoul, jadi aku tidak bisa memasak makanan asal Korea dengan baik. Aku hanya memasak soup dan bubur untuk namja ini.

 

“Dimana ini?”, aku mendengar suara dari arah ruang tamu. Kulihat namja ini sudah terduduk di sofa.

“Ah, kau terluka. Jangan bangun dulu”, kataku sambil membetulkan posisi duduknya.

“terluka?", dia meraba dahinya lalu kubaca ekspresi wajahnya yang mulai mengerti maksud perkataanku.

"Ke...kenapa aku ada disini?", kulihat kedua bola mata namja ini berkeliling mengelilingi sudut apartemenku, mencari kepastian.

“Errr.. Begini, kemarin aku ingin menelfon kerabatmu. Tapi aku tak menemukan dompet atau ponsel disaku bajumu. Karena kau terluka parah aku terpaksa membawamu kesini”, jelasku.

Dia mengangguk-anggukan kepalanya dan menoleh kearahku, “Kamsahamnida. Maaf telah merepotkanmu.”

“Kau.. err.. mau makan? Aku menyiapkan bubur untukmu”, tanyaku canggung.

“Ani, aku akan segera pulang. Boleh aku meminjam ponselmu untuk menelfon temanku?”, tanyanya.

“Ne..”, aku segera mengambil ponsel Samsung S II di kantongku dan kuserahkan padanya. Dia mulai mengetik beberapa nomer lalu kudengar beberapa percakapan namja ini.

“Yunho-ah.. ne.. ini aku Jaejoong”, oh. Jadi nama namja ini adalah Jaejoong?. Aku mulai mendengarkan pembicaraanya lagi dengan seksama.

“Ne, aku dipukul beberapa orang semalam.. iya.. mereka yang memulai… hem.. aku ditolong oleh seseorang… ne… kau bisa menjemputku kan?...aku akan mengirim alamatnya kepadamu… gomawo”, dia menoleh ke arahku. Tanpa sengaja, kedua mata kami saling bertemu. Aku terkejut lalu mengalihkan pandanganku darinya.

“Ini ponselmu, terima kasih”, aku mengambil ponselku dari tangannya.

“ Aku pamit terlebih dahulu, e..”, dia berbicara sambil bangkit dari duduknya. Selanjutnya ia menoleh kearahku dan memandangku dengan tatapan bertanya.

“Lee Jin, namaku.”, sambungku sambil tersenyum seakan aku telah mengetahui makna tatapannya itu.

“Baiklah, Lee Jin-ssi. Aku pergi dulu.”, lanjutnya sambil berjalan kearah pintu apartemenku. Aku mendahuluinya lalu kubukakan pintu apartemenku untuknya.

“Sebaiknya kau berhati-hati, Agashi”, kulihat dia membungkukkan badannya padaku lalu kembali berjalan keluar dari apartemenku.

Aku membalas dengan menundukkan kepalaku. Tiba-tiba langkahnya terhenti sejenak, lalu menoleh ke arahku,“Namaku Kim Jaejoong. Jaejoong."

 

Kini dia berbalik sambil tersenyum, senyum yang penuh makna. Aku terpaku melihat senyumnya, sangat mempesona. Senyuman yang menarik, cocok sekali dengan wajahnya yang tampan. Aku tersenyum-senyum sendiri dalam lamunanku. Ketika aku tersadar dari lamunanku, kulihat tak ada seorangpun didepanku. Tampaknya dia sudah pergi.

‘Jaejoong-ssi, namja yang mengesankan’, batinku.

Aku berbalik lalu menutup pintu apartemenku dan siap kembali melanjutkan tugas kuliahku.

 

Lee Jin’s POV end

 

-----------------------------------------------------------------------

 

Jaejoong’s POV

 

Aku keluar dari gedung apartemen ini lalu mencari mobilnya. Kulihat beberapa mobil telah terparkir di depan gedung ini. Kudengar ada mobil membunyikan klakson-nya, reflekspun aku menoleh ke arah sumber bunyi tersebut.

“Jaejoong-ah”, kulihat Yunho menurunkan jendela mobilnya, melambai ke arahku kemudian menutupnya kembali. Aku langsung berlari kedalam mobilnya.

“Gomawo, Yunnie. Kau penyelamatku”, kataku sambil duduk di samping kursi kemudi yang dia duduki.

Tak beberapa lama kemudian, kudengar dia telah memulai aksinya mengomeliku.

“Ya! Ige Bwoya?! Bagaimana bisa kau dikeroyok beberapa orang hingga dompet dan handphonemu dicuri? Bagaimana jika dia menyebarkan barang pribadimu di internet?”, omelnya. Aku heran bagaimana dia bisa mengomel seperti itu selagi menyetir?

“Gwenchana, Yunnie. Lagipula jika mereka menyebarkan sesuatu dari dompet atau handphone ku tidak masalah untukku, didalamnya tidak ada apapun. Handphone atau dompet yang sering aku pakai dan terisi barang pribadiku masih ada di dorm kok”, jawabku sambil memundurkan posisi kursiku agar aku lebih leluasa untuk beristirahat.

“Ya! Bagaimana kau bisa sesantai ini? Kau tidak lihat wajahmu yang sudah babak belur itu!”

“Sudahlah, aku tidak ada schedule selama 3 hari. Jadi, jangan heboh begitu”, jawabku sambil memejamkan mataku. Sedangkan Yunho? Dia tetap mengomel seperti radio.

 

--------------------------------------------------------------------------------------------------

 

“Kau mau mampir dulu?”, tanyaku.

“Tidak bisa, aku dan Changmin masih ada schedule setelah ini. Kalau ada waktu luang, aku pasti akan mampir. Ah! Aku juga akan mengajak Changmin juga. Kau pasti merindukkan dipukuli olehnya kan. Hahaha”, jawabnya tertawa.

"ya! Kau bodoh ya? Dia sekarang makin kuat, jangan ajak dia kesini. Hanya menghabiskan bahan makananku di dorm!", jawabku sewot.

"Kekekeke~ tidak apa-apa Joongie, kau pasti merindukannya"

“Aish! Arra arra. Kau segera pergi sana. Jangan lupa kau hati-hati saat menyetir ya. Aku akan menghubungimu”, jawabku tersenyum.

“Ne, joongie~”, aku keluar dari mobilnya lalu melambaikan tanganku kearahnya. Kulihat mobilnya yang semakin bergerak menjauh dan aku hanya bisa memandangi kepergiannya.

 

Dia, Jung Yunho. Sahabatku, temanku, kotak hartaku, kotak dimana aku bisa menyimpan seluruh cerita tentang kebahagiaanku maupun kesedihanku. Seseorang yang tidak bisa digantikan oleh siapapun. Seseorang yang mengerti dan menerimaku. Sahabat yang akan selalu menemaniku.

Hah... Meskipun kondisi kami saat ini tidak akan bisa menjadikan kami menjadi satu group lagi -Dong Bang Shin Ki-, tapi aku yakin kami pasti akan kembali lagi. Pasti. Melihat Cassiopeia bersama-sama kembali. Melihat Cassiopeia dari arah yang sama lagi, dari panggung yang sama. Melihat cahaya merah yang ditunjukkan untuk kami. Mendengar teriakkan mereka, merasakan kasih sayang mereka. Merasakan hal itu berlima. Ya, berlima. 'Aku pasti akan menunggu hingga waktu itu datang.', batinku.

Aku tersenyum lalu bergegas masuk menuju gedung apartemenku. Mereka pasti mengkhawatirkan keadaanku.

 

-----------------------------------------------------------------

 

Kubuka pintu apartemenku dan kulihat Junsu menoleh kearahku. Ia langsung terkejut melihat keadaanku.

"Hyung! Kau darimana semalam tidak pulang?", tanyanya khawatir.

"Ya! Kenapa wajahmu seperti itu?", timpal Yoochun yang baru keluar dari arah dapur. Kulihat bergantian wajah kedua dongsaengku ini, mereka mulai memasang wajah panik.

"Gwenchana, semalam aku hanya dipukul beberapa orang", jawabku santai lalu pergi meninggalkan mereka.

"Dipukul? Bagaimana bisa? Lalu semalam kau tidur dimana?", kulihat mereka berdua masih berjalan mengikutiku. Mencoba mengitrogasiku.

Aku segera duduk di sofa terdekat lalu menatap mereka, "Tenang saja, mereka hanya menggangguku semalam. Karena aku babak belur hingga pingsan, seorang yeoja menyelamatkanku dan merawatku semalaman. Selanjutnya aku menelfon Yunho untuk menjemputku".

"Aish! Kau membuatku khawatir. Apa benar tidak apa-apa?", tanya Junsu lagi.

"Tidak, tenang saja.", jawabku santai.

"Bukan begitu Hyung, maksudku apa mereka mengambil fotomu atau barang pribadimu? Bisa gawat jika mereka melakukan hal itu", lanjutnya.

"Junsu-ah, gwenchana. Tak usah khawatir tentang hal itu. Handphone dan dompet pribadiku masih ada di dorm."

"Baiklah Hyung, aku akan menyiapkan air hangat untukmu dan akan kusiapkan kotak p3k untuk luka-lukamu itu", lanjut Yoochun.

"Eo~", kulihat Yoochun sudah berjalan ke arah kamar mandi. Aku bangkit dari duduk ku dan menuju kamarku. Kepalaku rasanya sakit sekali, sebaiknya aku tidur untuk beberapa saat.

 

JaeJoong's POV end

 

-------------------------------------------------------------

 

Lee Jin's POV

 

Setelah Namja yang bernama Kim Jaejoong itu pergi, aku mulai mengerjakan beberapa tugasku. Hm.. Kalkulus, pelajaran yang menyebalkan. Ini sudah jam 1 siang, berarti selama 3 jam aku mengerjakannya dan tetap tidak mendapatkan jawabannya. Sudahlah, lebih baik aku pergi ke kampus terlebih dahulu. Soal ini akan kupikirkan nanti.

 

Aku turun dari bus dan mulai berjalan kaki menuju kampusku. Selama perjalanan menuju kampusku, banyak sekali bunga yang bermekaran. Yap, musim semi telah menyapa kota ini. Udara semakin hangat dan terlihat beberapa orang yang berjalan-jalan untuk menikmati musim ini.

"Lee Jin-aaaah~", suara ini. Benar, suara yang sangat familiar untukku. Segera aku menoleh kearah suara itu berasal.

"Anyyeong", sapaku lalu kembali berjalan menuju kampus.

"Kau ada kelas hari ini? Bukannya hari ini jadwalmu kosong?", tanyanya sambil mengikuti langkahku.

"Memang. Aku hanya ingin ke perpustakaan, mencari beberapa referensi untuk tugasku"

"Eo.. Kau memang rajin sekali", tukasnya sambil menganggung-angguk.

"Baiklah, HyeMin-ah. Aku pergi ke perpustakaan dulu. Fakultasmu kan berbeda arah denganku.", kataku.

"Arraseo, jangan lupa untuk menelfonku. Kau ingat janji kita sore ini kan?"

"Ne~ aku ingat kok. Sudahlah, cepat pergi. Sebelum kau terlambat", jawabku sambil mendorongnya pergi.

"Baiklah, kau hati-hati ya. Anyyeong~", kulihat dia sudah berlari menjauhiku. Aku segera berbalik dan berjalan ke arah perpustakaan.

 

--------------------------------------------------------------

 

"Bagaimana tugasmu tadi? Sudah selesai?", tanyanya.

"Yee, Ngomong-ngomong kenapa kau mengajakku ke toko buku? Tumben sekali."

"Anu itu.. Sebenarnya... Ah, aku malu mengatakannya", jawabnya tidak jelas.

"Aish! Bicaralah yang jelas.", gerutuku.

"Kemarikan telingamu, akan kubisiki saja", dia menarik daun telingaku untuk mendekat ke mulutnya.

"Yak! Appo!", sahutku.

"Diam! Dengarkan...", selanya sambil membisikkan sesuatu di telingaku.

"Buahahahahahahaha!", tawaku meledak tak terkendali didalam toko ini. Sontak semua pengunjung di toko ini melihat kearah kami berdua.

"Ya! Lee Jin-ah, hentikan tawamu yang menjijikkan itu. Semua orang memandang kita!"

"Biyan.. ani.. Kau, buku itu? Kau tidak waras? Uhm...", tanyaku sambil menahan tawaku ini.

"Jeongmal! Aku ingin membeli buku itu. Bantu aku mencarinya ya. Jebaaaal~", rayunya dengan puppy eyes-nya itu.

"Shireo! Bagaimana bisa aku membantumu mencarikan buku ee.. Buku -memperindahbentuktubuh-", kataku kesal.

"Kau tidak mengasihaniku, eo? Aku tidak pernah punya pacar selama ini. Kau ingin aku menjadi perawan tua? Ini adalah satu-satunya cara agar aku mendapakat seorang namjachingu!", katanya menggebu-gebu.

Aku berdecak kesal kearahnya, apa dia gila menyuruhku membantunya mencari buku seperti itu?

"Aish! Arra arra", ucapku dengan nada kesal.

 

---------------------------------------------------------------------------------

 

"Yatta! Ketemu! Lee Jin-ah, aku menemukannya!", refleks aku langsung berlari kearahnya.

"Benarkan?", tanyaku.

"Ne! Ini bukunya, dengan ini aku akan segera mendapatkan namjachingu!", katanya menggebu-gebu.

"Aish, segera kau ke kasir membayarnya lalu kita pulang. Aku lelah", selaku.

"Hehe maafkan aku. Aku akan segera membayarnya", dia berjalan menuju kearah kasir.

Aku berjalan kearah pintu masuk toko buku ini sambil menunggu HyeMin membayar bukunya.

"Ayo pulang Jin-ah", ajaknya. Aku hanya mengangguk kepadanya.

"Tumben sekali kau tidak membeli buku? Biasanya kau akan membeli setumpuk komik", tanyanya lalu menoleh kearahku.

"Uangku habis. Sepertinya uang dari beasiswa untuk kehidupan sehari-hariku tidak mencukupiku", balasku.

"Jeongmalyo? bagaimana bisa tidak mencukupi?", tanyanya dengan nada yang terdengar khawatir.

"Aku tak tau, untuk beberapa bulan kedepan ada masalah dengan kantor yang mengurusi beasiswaku disini. Entah karena alasan apa, administrasi atau keuangan aku tidak tau. Tetapi kata mereka keadaan ini hanya untuk beberapa bulan, maksimal 4 bulan", jelasku.

"Omo! 4 Bulan? Kau yakin 4 bulan? Kau bisa hidup disini selama 4 bulan dengan keuanganmu seperti itu? Ini masih tanggal 20 dan uangmu sudah habis. Bagaimana dengan nanti?", tanyanya lebih khawatir.

"Mollayo.. Untuk sebulan kedepan, soal makanan dan kebutuhan primer lainnya masih bisa kucukupi. Untung saja biaya apartemenku dibayar langsung oleh kantor beasiswaku, jadi aku tidak terlalu dalam masalah besar", jelasku.

"Kau yakin?"

"Tidak apa-apa HyeMin-ah~ aku sudah berencana bekerja sambilan kok", jawabku sambil tersenyum.

"Kerja sambilan? Kau mau berkerja sebagai apa? Penjaga toko? Atau cafe?"

"Mmm, tidak. Sebenarnya aku sudah melamar sebagai pembantu hehe", jelasku.

"Heee? Benarkah? Apa tidak terlalu capek? Kau harus memasak, membersihkan rumah, mencuci juga. Kau yakin? Kau juga harus kuliah", katanya.

"Tenanglah sedikit. Karena itu aku melamar menjadi pembantu. Kau tau, jika kau menjadi pelayan atau penjaga toko kau tidak bisa mencuri waktu untuk belajar atau mengerjakan tugas. Sedangkan sebagai pembantu, kau masih bisa mencuri waktu untuk mengerjakan hal lain bukan? Kalau aku pulang ke apartemenku aku hanya tinggal tidur, tak perlu yang lain!", jelasku dengan mata berbinar-binar.

"Kau! Bagaimana bisa kau masih memikirkan tugas dan belajar disaat hidupmu kesusahan seperti ini?!", bentaknya.

"Jangan kau paksakan dirimu seperti itu, aku benar-benar khawatir", lanjutnya lagi.

"Bukankah itu makna dari kata 'beasiswa'? Berjuang, belajar dan gratis.", jawabku cengengesan.

"Tidak apa-apa HyeMin-ah, aku tidak akan memaksakan tubuhku", lanjutku.

"Tapi----"

"Sudahlah. Jangan dilanjutkan. Terima kasih telah mengkhawatirkanku", selaku.

"Baiklah....", sepertinya HyeMin sudah menyerah dengan argumennya itu. Gomawo HyeMin-ah kau sangat baik padaku, aku akan melakukannya dengan baik dan tidak akan merepotkanmu.

"Ka Ja~ ayo segera pulang. Ini sudah malam", ajakku.

 

LeeJin’s POV end

 

-----------------------------------------------------------------

 

Jaejoong's POV

 

"Hyung, apa kau sudah menemukan pengurus apartemen kita yang baru? Aku sudah tak tahan dengan keadaan apartemen kita ini, Hyuuung~~", rengek Junsu.

"Kumohon, Hyung. Aku tidak ingin mengurusi cucian piring yang menjijikan ini.", timpal Yoochun.

Yah, beginilah keadaan apartemenku. Cucian baju menumpuk di pojok kamar, cucian piring yang membludak, dan debu dimana-mana. Kami bertiga sangat kewalahan saat ini, diantara kami bertiga tidak ada yang pandai dalam hal rumah tangga, kecuali aku yang hanya bisa memasak. Aku memang harus menemukan pengurus apartemenku yang baru.

Aku mengambil ponsel dari saku celana lalu segera kutekan beberapa nomer di ponselku. "Yobusaeyo.", jawab seseorang di seberang sana.

"Ne, saya ingin menyewa jasa pembantu rumah tangga. Apakah tersedia?", tanyaku.

"Oh, ne. Tentu saja. Maaf, saya berbicara dengan Tuan...."

"Kim Jaejoong.", selaku.

"Baiklah Tuan Kim Jaejoong, beritaukan alamat anda dan besok jam 2 siang akan ada seseorang yang datang untuk membereskan apartemen anda. Apakah anda sudah tahu cara pembayaran gaji?", jelasnya.

"Ne. Untuk pembayarannya akan saya transfer ke rekening anda. Terima kasih.", kataku lalu segera memutus sambungan telefonku.

"Ya! Besok sudah ada pembantu yang mengurus apartemen kita. Jadi, jangan merengek padaku lagi!", teriakku.

"Ne~ Hyung!", jawab kedua dongsaengku bersamaan.

 

Jaejoong’s POV eng

 

---------------------------------------------------------------------------

 

Lee Jin's POV

 

~You are so beautiful.......~~

Aku terbangun dari tidurku ketika mendengar ponselku berdering.

"Yobusaeyo?", jawabku malas.

"Lee Jin-ssi, soal kau yang mendaftar kerja di kantor kami. Kami sudah mendapat pelanggan yang membutuhkan jasamu. Jadi, jam 11 nanti datanglah ke kantor dan ambillah kunci apartemen klienmu.", Aku mencoba mengerti setiap kata-kata orang ini. Ah, benar. Orang yang menelfonku adalah bos sebagai penyalur jasa pekerja rumah tangga.

"Baiklah, Bos. Aku akan kesana. Terima kasih.", jawabku sambil menutup telfonnya.

Hah~ baiklah aku akan berkerja keras! Ajja ajja fighting!

 

---------------------------------------------------------------------------------------

 

Ting tong~ ting tong~

 

Kenapa tidak ada seseorang yang membukakan pintu? Apa klienku ini sedang berkerja? Lalu, haruskah aku masuk kedalam rumahnya?

Hash, sudahlah. Lagipula bos memberiku kunci cadangan untukku, Bos juga mengatakan bahwa jika tidak ada orang maka aku berhak membuka pintunya sendiri. Baiklah, daripada membuang waktu disini lebih baik aku segera berkerja. Aku merogoh kunci di dalam tas ranselku, lalu membuka pintu apartemennya.

'cklek'

Kulihat sekeliling apartemen ini dan wow ini benar-benar apartemen yang sangat mewah.

Luas sekali, ada 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, dapur, ruang makan dan ruang tengah. Benar-benar berbeda dengan apartemenku yang sangat kecil. Aku terbelalak melihat apartemen ini, pemiliknya mendesign sebuah  dekorasi yang sangat menarik. Dekorasi yang terkesan minimalis tetapi sangat elegan. Aku yakin pemilik apartemen ini sangat kaya. Apartemen ini benar-benar kelas atas, balkonnya saja menghadap ke namsan tower! Daebak! Aku iri sekali pada orang ini.

Aish, kenapa aku malah memikirkan hal ini. Seharusnya aku sudah memulai membereskan apartemen ini.

 

Kuikat rambutku kebelakang dan memulai pekerjaanku. Aku memulai dengan kamar tidur terlebih dahulu, kubuka pintunya pelan-pelan. Omo! Kamar ini berantakan sekali, pakaian bertebaran dimana-mana. Apakah dua kamar tidur lainnya juga seperti ini? Hanya melihatnya saja aku sudah merasa lelah.

Tirai jendela juga sudah kelihatan berdebu, apa mereka tahan tidur ditempat seperti ini. Benar-benar jorok! Kuambil sarung tangan di dapur lalu membereskan semua pakaian yang berserakan di ketiga kamar ini. Voila~ aku menemukan celana dalam hello kitty? Apakah pemiliknya seorang yeoja? Tapi ini celana dalam untuk seorang namja. Aku tertawa memikirkannya, seorang namja memakai celana dalam hello kitty? Imut sekali.

Kusingkirkan pikiran ert-ku, segera kulanjutkan perkerjaanku. Pakaian kotor mereka saja sudah menggunung, berapa lama aku akan mencucinya.

Aku memasukkan beberapa pakaian ke mesin cuci sambil membersihkan ketiga kamar tersebut, mulai dari seprai, sarung bantal, maupun tirai gorden kubersihkan semuanya. Setelah aku yakin telah membereskan ketiga kamar ini, aku melanjutkan untuk membereskan ruang makan dan ruang tengah. Di ruang tengah ini, banyak popcorn berceceran dimana-mana, kaset dvd yang berserakan dan sofa yang sangat berantakan. Aku mulai membereskan kekacauan ini satupersatu, benar-benar lelah. Setelah semua ruangan bersih, aku mengambil cucian lalu menjemurnya. Akhirnya, aku hanya tinggal memasak makan malam untuk mereka. Benar-benar melelahkan, aku membutuhkan waktu 6 jam untuk membereskan kekacuan di apartemen ini.

 

Aku beranjak ke dapur dan mulai memasak. Ketika aku memasak kudengar suara pintu apartemen terbuka, lalu kudengar suara yang mengikutinya.

"waaah, daebak! Apartemen kita sudah bersih, Hyung.", ini suara seorang namja.

"Wah, benar. Kamar kita juga sudah bersih.", ah, ada dua seorang namja disini?

"Ya! Kalian puas? Aku sudah menelfon seseorang untuk membereskan apartemen kita.", Eh? Tiga orang namja di apartemen ini? Ah benar, bukankan tadi aku membereskan tiga kamar tidur.

Kuhentikan kegiatan memasakku lalu menghampiri suara itu berasal. "Annyeong Haseyo, Lee Jin imnida.", sapaku sambil membungkukkan badanku.

Kulihat ketiga namja itu bebarengan menoleh kearahku, "Ah kau?! Kau yang menolongku, bukan?"

Aku menoleh kearah suara yang cukup familiar ini, aku membelalakkan mataku tak percaya. Dia Kim Jaejoong yang aku tolong beberapa hari lalu.

"n..ne.. Kim Jaejoong-ssi.", jawabku ragu.

"Aku tidak tau kau akan bekerja untukku, Lee Jin-ssi.", lanjutnya.

"Hyung, kau kenal dengannya?"

"Kenalkan pada kami, Hyung!", aku menoleh ke arah dua namja ini. Mereka memanggil Kim Jaejoong dengan 'hyung'? Berarti Kim Jaejoong lebih tua dari mereka.

"Lee Jin-ssi, kenalkan Park Yoochun dan Kim Junsu.", terangnya.

"Ne, Lee Jin imnida.", kataku sambil membungkukkan badanku pada mereka berdua.

"Aku sudah menyiapkan makan malam untuk kalian, silahkan menikmatinya.", lanjutku.

"Benarkah? Wah aku memang sudah lapar sekali", jawab namja yang bernama Kim Junsu ini. Dia berjalan menuju ruang makan diikuti oleh kami. Mereka bertiga duduk melingkari meja makan, lalu mengambil sumpit dan mencicipi makananku.

Aku degdegan sekali, ini pertama kali aku memasak untuk seorang namja dan mereka adalah bosku. Gawat jika aku mengecewakan mereka. Aku menatap mereka dengan pandangan bertanya-tanya.

"Woah! Enak sekali! Ini lebih enak daripada masakan Jaejoong hyung!", puji Yoochun-ssi yang diikuti anggukan dari Junsu-ssi.

"Baiklah, mulai saat ini jika ditengah malam kalian lapar. Jangan salahkan aku jika aku tidak mau membuatkannya untuk kalian.", cibir Jaejoong sambil melanjutkan makanannya.

"Junsu-ah, gawat. Bagaimana bisa kau menonton bola tanpa ramen?", tanya Yoochun dengan wajah panik.

"Yoochun-ah, ottokhae~", rengek Junsu sambil menarik-narik lengan Yoochun.

"Ya! Diam, aku ingin makan dengan tenang.", sela Jaejoong.

"kekeke~ kalian bertiga, benar-benar. Neomu kyeopta~ kalian kekanak-kanak an sekali. Kekeke~", aku tak bisa menahan tawaku melihat ketiga orang ini. Lihatlah badannya yang kekar, otot yang sudah terbentuk dan wajahnya yang tampan yang ternyata, mereka memiliki sifat seperti ini.

Mereka bertiga hanya bisa menunduk ke arah piring dan melanjutkan kegiatan makan mereka. Aku bisa mengetahui bahwa mereka malu atas kelakuan mereka barusan. Benar-benar seperti anak kecil.

"Kau tidak makan?", kulihat Jaejoong telah mendapatiku berdiri di samping meja makan mereka.

"Ani, hanya saja kalian kan klien saya. Saya akan makan nanti setelah kalian selesai makan.", dalihku.

Greek~

Tangan Jaejoong menarik kursi disebelahnya dengan tangan kirinya, lalu menoleh kearahku dan tersenyum ,"Duduklah, makanlah bersama kami. Kami tidak pernah memandang kau lebih rendah daripada kami. Kau telah membantu kami."

"Tidak, Jaejoong-ssi. Aku--"

"Cepat duduk", selanya. Aku bisa mengerti tatapannya yang mengatakan 'duduklah karena kau tak punya alasan lain lagi'.

Aku hanya mengangguk dan segera duduk dikursi yang terletak disampingnya, sedangkan Junsu dan Yoochun hanya menoleh kearahku sebentar dan tersenyum lalu melanjutkan kegiatan makan mereka kembali.

Aku hanya tersenyum melihat keadaanku saat ini, sudah lama aku tidak makan masakan rumah bersama orang lain. Sangat menyenangkan.

"Aku sudah selesai.", ucap Junsu.

"Aku juga.", lanjut Yoochun.

"Eh? Kalian cepat sekali?", ucapku takjub.

"Mian, kami lapar sekali lagipula kami mau menonton pertandingan sepak bola bersama.", jelas Yoochun lalu pergi bersama Junsu kekamar meninggalkan kami berdua.

"Mereka...seperti ada hubungan. Cish", gumamku.

"Kekekeke~ mereka memang YooSu Couple, jadi jangan kaget Lee Jin-ssi", toleh Jaejoong padaku. Oh Tuhan, tawanya tampan sekali.

"Ne? YooSu Couple?", tanyaku.

"Kau tak mengenal kami? Pantas saja sikapmu pada kami biasa saja.", katanya.

“Kalian memang siapa?”, tanyaku bingung. Dia membuka handphone nya lalu memperlihatkan beberapa foto padaku.

"Ini kami, JYJ.", jelasnya sambil memperlihatkan foto saat mereka err.. Konser?

Aku masih menunjukkan wajah bingung, lalu Jaejoong memperlihatkan foto lain, "Ini drama yang dimainkan oleh Yoochun -Rooftop Prince-, dan ini drama yang aku perankan saat ini -Time Slip Dr. Jin- sedangkan ini Junsu yang bermain di musical -Elizabeth-"

"Sebentar, jadi kalian bertiga adalah penyanyi dan aktor?", tanyaku.

"Benar.", jawabnya santai sambil melanjutkan makannya kembali.

"Mworago?! Jadi aku makan bersama seorang Idol? Omona! Bagaimana aku tidak tau kalian?!", omelku tak karuan.

"Kekekeke~ sudahlah, lanjutkan makanmu dan segera bereskan meja ini."

 

Lee Jin's POV end

 

-------------------------------------------------------------------------------

 

Jaejoong's POV

 

Kudengarkan beberapa lagu ciptaanku di kamar, memang benar musik adalah hidupku. Tak peduli aku sudah berakting untuk drama beberapa kali, tapi musik selalu menghangatkan hatiku. Meski saat ini, aku tak bisa menyanyi di televisi.

"Gooool!!~", kudengar teriakkan euforia dari kedua dongsaengku. Aish! Tak bisakan mereka tenang sedikit? Aku beranjak keluar dari kamar dan berteriak di depan kamar Junsu, "Diam!, aku sedang mendengarkan musik"

"Arra, Hyung~", aku berbalik untuk kembali ke kamar tetapi aku dengar keributan mereka lagi.

"AAAA~ Goool!!!~", dasar kalau sudah berhadapan dengan sepak bola Junsu pasti gila dan Yoochun ikut-ikutan dengan Junsu.

"Err.. Jaejoong-ssi.", aku menoleh kearah suara yang memanggilku. Kulihat Lee Jin berdiri di ujung ruang tengah sambil membawa tas di punggungnya.

"Kau, kenapa bawa tas kemari?", tanyaku.

"Ah.. Ini, aku masih kuliah Jaejoong-ssi. Jadi, sesudah pulang kampus aku langsung kemari.", jelasnya.

"Oh, begitukah? Kau tidak lelah?", tanyaku sekali lagi.

"Tidak, lagipula aku memang membutuhkannya. Jaejoong-ssi aku akan pulang terlebih dahulu. Aku akan kembali besok siang", dia menundukkan kepala sejenak, lalu meninggalkan apartemen ini.

 

---------------------------------------------------------------------------------

 

Lee Jin's POV

 

"Kau kenapa? Kantung matamu tebal sekali.", tanya HyeMin sambil memperhatikan kedua mataku.

“Ani, hanya saja pekerjaan kemarin tak sesuai bayanganku. Hah~”

“Tak sesuai bayanganmu bagaimana?”, tanyanya sekali lagi.

“Apartemen mereka, sangat berantakan! Dan aku membersihkannya selama 5 jam, mereka jorok sekali. Aku sampai tidak sempat mencuri waktu untuk belajar, makanya setelah aku selesai membereskan apartemen mereka, aku begadang semalaman untuk mengerjakan tugas.”, jelasku.

“Kau yakin tak apa? Bagaimana jika kau berhenti dan cari kerja part time lainnya?”, usulnya.

“Tidak apa, akan aku lihat hari ini bagaimana. Mungkin keadaan apartmen mereka seperti itu, karena tak pernah ada yang membereskannya sebelumnya”

“Jangan terlalu memaksakan dirimu, Arra?”, tanyanya lagi.

“Nee~ ayo pergi, jam makan siang kita sudah selesai.”, ajakku.

 

Aku membuka kunci apartemen ini perlahan sambil berdoa didalam hati agar keadaan apartemen ini lebih baik daripada sebelumnya.

Klek.

Aku terpukau melihatnya, apartemen ini lebih rapi dari kemarin. Hanya ruang tidur mereka saja yang berantakan. Selebihnya bisa dibilang baik-baik saja, maksudku aku tak perlu berkerja keras seperti kemarin. Kalau seperti ini aku bisa belajar siang ini dan tak perlu begadang lagi.

Dengan kecepatan penuh aku membereskan apartemen ini, ruang tidur mereka bertiga, mencuci beberapa pakaian, mencuci piring, membersihkan ruang tengah dan makan. Setelah aku menyelesaikan pekerjaanku, aku mengambil buku dari dalam tas. Kulihat jam di dinding masih menunjukkan pukul setengah empat. Masih ada waktu 2 jam lagi untuk menyiapkan makan malam. Dua jam waktu yang sangat cukup untuk belajar.

 

Lee Jin’s POV end

 

 

 

 

Jaejoong’s POV

 

Hari ini kami bertiga pulang lebih awal, karena hanya membicarakan tentang sidang kasus masalah kami dengan SM Ent.  Junsu membuka pintu apartemen lalu kami bertiga masuk bersamaan.

“Wah~ sudah rapi, rasanya ganjil sekali melihat apartemen kita rapi, Chunnie~”, sahut Junsu.

“Dasar bodoh, kekeke~ ngomong-ngomong dimana Lee Jin-ssi?”, aku mengikuti pandangan Yoochun mencari keberadaan gadis itu. Kutemukan gadis itu, dia sedang duduk di sofa ruang tengaj sambil membaca buku. ‘Apa dia tidak menyadari kedatangan kami karena membaca buku?’, batinku.

Diam-diam kami berjalan mendekatinya, tiba-tiba Junsu sudah berada tepat dibelakangnya yang sudah siap untuk mengagetkannya dan “Boo!”

“Waaaa~!!”, teriaknya sambil melemparkan bukunya kebelakang yang secara tidak sengaja jatuh tepat ke wajah Junsu.

“Appo…”, erang Junsu.

Lee Jin menoleh kebelakang lalu melihat Junsu yang sedang kesakitan, “Rasakan, salahmu sendiri mengagetkan orang yang sedang belajar.”

“Kau belajar?!”, tanya kami bertiga bersamaan.

“Ne. Kenapa? Kalian tak pernah melihat orang belajar?”, tanyanya sinis. Sepertinya dia benar-benar marah karena kami mengganggunya.

“Mian, kami tak bermaksud seperti itu. Kami hanya heran kenapa kau tak menyambut kami padahal kami sudah berada di apartemen ini dari tadi.”, jelas Yoochun.

“Kekekeke~ tak apa, aku tidak marah kok. Aku tadi hanya bercanda. Lagipula besok aku tidak ada kuliah, hanya mengulang beberapa pelajaran. Oh! Sepertinya aku harus menyiapkan kalian makan malam, kalian mandi dulu saja”, dia berdiri dari duduknya dan bersiap untuk pergi. Entah apa yang terjadi padaku, aku menarik tangannya hingga wajahnya ada dihadapanku. Sangat dekat. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya diwajahku.

“Jae..Jaejoong-ssi, ada apa?”, tanyanya canggung. Aku baru sadar apa yang kulakukan, aku segera melepaskan genggamanku padanya.

“Ah, hari ini masaklah untuk 6 orang. Ada teman kami yang akan makan malam disini.”

“Ne~”, jawabnya malu-malu lalu berjalan kearah dapur. Aku bisa melihat wajahnya yang sudah memerah karena perbuatanku.

“Hyung…. Jangan-jangan kau menyukainya? Hahahaha~”, ejek Junsu.

“Diam! Kalian jangan mengejekku, daripada kalian yang menyukai sesama lain.”, balasku.

“Ya! Hyung, kami tidak penyuka sesama jenis!”, bantah Yoochun. Aku yang pura-pura tidak peduli dengan omongan mereka, hanya pergi meninggalkan mereka untuk mandi.

 

------------------------------------------------------------------------------------------

 

“Yoochun-ah, apakah temanmu belum datang juga? Jika belum, aku akan menghangatkan masakannya”, aku menoleh kearah Lee Jin yang sedang berada di ruang makan.

“Hangatkan lagi masakannya, sepertinya mereka akan telat sedikit”, selaku sebelum Yoochun menjawab pertanyaan Lee Jin.

Gadis itu membawa makanan yang berada diatas meja makan menuju dapur. Aku melanjutkan kegiatanku untuk menonton televisi bersama kedua dongsaengku.

~Tingtong! Tingtong~

Junsu segera beranjak dari sofa dan membukakan pintunya.

“Ya! Kalian lama sekali, aku sudah lapar sekali”, omel Junsu.

“Hehe mianhae~”, timpal Changmin.

Aku dan Yoochun beranjak dari sofa dan menuju kearah mereka berdua, kearah Changmin dan Yunho. Yunho dan Changmin yang melihat kearahku langsung memelukku, “Bagaimana kabarmu?”, tanya mereka berdua bersamaan.

“Baik.”, jawabku singkat.

“Mana makanannya? Aku lapar sekali~”, kata Changmin dengan mata yang berbinar-binar.

Pletak! “Yak! Appo…”, gerutu Changmin.

“Di otakmu hanya ada makanan saja? Kau sudah datang terlambat dan sekarang kau meminta makan pada kami? Kau sudah gila karena makanan?”, ejek Yoochun.

“Sudahlah, ayo makan. Kalian semua pasti lapar, kalau begini terus kita akan kelaparan”, sahut Yunho untuk menenangkan mereka bertiga, ya mereka Yoochun, Changmin, dan Junsu.

Yunho memang tak berubah, dia tetap bisa mengendalikan keadaan kami. Pantaskan aku mengatakan ‘kami’?

“Joongie~ Kau kenapa diam? Ayo makan.”, ajak Yunho.

Kami berlima sudah duduk dikursi masing-masing, lalu LeeJin datang dengan membawakan makanan yang kemudian ditaruh diatas meja.

“Silahkan”, ucapnya lalu berbalik bersiap untuk meninggalkan kami menikmati makanan ini.

“LeeJin-ssi, makanlah bersama kami.”, Ajakku.

“Ah! Tidak Jaejoong-ssi, ini acara kalian”, tolaknya.

“Tidak bisa, kau harus ikut makan dengan kami”, ucap Yoochun diikuti anggukan dengan Junsu. Changmin dan Yunho hanya bingung melihat keadaan kami. Secepat kilat Junsu membisikkan sesuatu kepada Yunho, sedangkan Yoochun membisikkan sesuatu kepada Changmin. Entah apa yang dibicarakan, tapi bisikkan Yoochun dan Junsu sukses membuat mereka berdua tertawa terbahak-bahak.

“Lee Jin-ssi, kau boleh makan bersama kami”, ucap Yunho sambil menahan tawanya.

“Benar, duduklah.”, diikuti oleh Changmin yang masih terkekeh pelan.

Aku hanya memandangi mereka berempat dengan tatapan evil, berani sekali mereka membicarakanku.

“Baiklah…”, jawab Lee Jin sambil duduk disebelahku. Ya, sebelahku.

 

Jaejoong’s POV end

 

LeeJin’s POV

 

Aku merasa canggung sekali makan bersama mereka. Aku tidak terlalu mengenal mereka, apalagi Yunho dan Changmin. Mereka berdua tampan sekali, apa mereka juga artis? Tapi, jika mereka berlima berkumpul seperti ini aku seperti melihat film yang ada di bioskop. Mereka tampan, indah, dan senyumnya menawan.

“Kau tidak mengenal mereka berdua?”, tanya Jaejoong dan seketika itu juga pandangan mereka berlima menuju kearahku.

“Nu..nugu?”, aku hanya menunduk. Aku tak tahan jika dilihat seperti itu.

“Wah, Joongie~ jangan-jangan dia juga tak mengenal kalian bertiga?”, tanya Yunho.

“Dia tau, barusan kemarin aku beritahu. Yah sekedar tau tentang JYJ”, jawab Jaejoong.

JYJ from TVXQ?”, timpal Changmin.

“Kalau itu sih belum. Junsu-ah, kau saja yang jelaskan padanya.”, Jaejoong beranjak dari duduknya dan kembali kekamarnya. Hanya sebentar, lalu dia kembali lagi dan membawa beberapa album.

“Eh?”, aku hanya bingung melihat album-album lagu ini.

“Ini kalian?!”, tanyaku tak percaya. Ini mereka berlima di album ‘Mirotic’. Aku mengambil beberapa album yang lain ‘Triangle’, ‘The Secret Code’, ‘T’, ‘Heart, Mind, and Soul’, ‘Rising Sun’ dan masih banyak lagi. Mereka se-terkenal ini?

Mataku tertuju pada album selanjutnya ‘Why? Keep Your Head Down’ dan ‘In Heaven’. Kenapa mereka hanya berdua dan bertiga?

“Ah, album ini album sub-group kalian?”, tanyaku sambil memegang kedua album tersebut.

Mereka berlima saling memandang satu sama lain, mencari jawaban yang pantas untuk diucapkan.

“Bukan sub-group, kami… memang tidak bersama dalam satu group lagi.”, jawab Jaejoong sambil tersenyum.

“Bubar?!”, aku langsung menutup mulutku dengan kedua tanganku, bagaimana aku bisa mengatakan hal ini didepan mereka.

“Jika kau menanyakan kami bubar, iya jelas. Tapi, kami memilih jalan masing-masing. Demi kebaikan Joongie, Junsu, Yoochun, Changmin dan aku. Kami harus menempuh jalan ini. Berdiri dipanggung yang berbeda, melihat red ocean dari sudut yang berbeda.”, jelas Yunho sambil tersenyum.

“Kami.. terpaksa memang melakukan hal ini. Kami sebenarnya tidak rela melihat hal ini, ketika kami berlima diatas panggung, itulah TVXQ.”, lanjut Yoochun.

“Akan tetapi, disinilah keadaan kami. Kami tetap bernyanyi, kami tetap menari, fans kami tetap mendukung kami. Disitulah kelebihan kami.”, lanjut Junsu.

“Ahhh~ awalnya aku dan Yunho hyung sempat takut dengan keputusan untuk comeback sebagai TVXQ hanya berdua. Tapi, mereka bertiga –JunsuJaeYoochun- yang mendukung kami. Melanjutkan sebagai TVXQ, agar TVXQ tetap bisa berdiri. Karena, saat kita bisa comeback berlima lagi, kami masih akan tetap mendapatkan tempat di panggung ini.”, jelas Changmin.

Aku hanya mengangguk-angguk terhadap jawaban mereka. Mereka hebat, mereka bisa mengatasi masalah besar seperti ini. Aku sangat kagum terhadap mereka.

 

Yunho mendesah sejenak lalu berbicara kembali, “Kau tau, masalah mereka bertiga dengan agency kami tak bisa dicegah. Cepat atau lambat memang akan terjadi. Kami tetap bersahabat, kami tetap mengerti satu sama lain, kami membuat lagi, menyanyikan lagu untuk satu sama lain.”

“Meskipun, aku sedikit menyesal dengan perpecahan ini. Aku sangat menyesal, aku sangat merasa bersalah pada Yoochun Hyung.”, lanjut Changmin lalu menoleh kearah Yoochun.

“Maaf Hyung, aku dan Yunho Hyung tak bisa kepemakaman ayahmu. Kami sudah meminta untuk pulang ke Korea tapi tak diijinkan. Kami berdua hanya bisa menangis di Jepang untukmu dan Ayahmu.”, lanjut Changmin sekali lagi sambil menundukkan wajahnya. Diikuti Yunho yang juga menundukkan wajahnya.

“Gwenchana~ aku mengerti, yah memang awalnya aku tidak mengerti. Tapi, aku sadar kita bahkan tidak berada di agency yang sama.”, timpal Yoochun sambil tersenyum.

Tes~

“Ya! LeeJin-ah, kenapa kau menangis?!”, tanya Yoochun kaget ketika dia melihatku.

Aku kaget dan refleks aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, “Jangan lihat! Kalian membuatku menangis!”

“Hahahaha~ kau menangis gara-gara kami?”, tanya Junsu.

“Kau bodoh sekali, mudah sekali dibuat menangis. Kekeke~”, ejek Changmin. Aku yang tak terima perkataan Changmin, segera kuberi dia tatapan evilku.

“Sudahlah, kita semua sudah selesai makan. Junsu dan Changmin, bereskan semuanya.”, suruh Yoochun.

“Kenapa harus kami?!”, protes mereka berdua.

Aku segera berdiri dan mulai membereskan meja makan, “Ini pekerjaanku, kalian bersantailah. Aku akan segera pulang setelah membereskan ini semuanya.”

“Kau pulang selarut ini? Tidak bisa, Jaejoong Hyung akan mengantarkanmu pulang”, timpal Yunho.

“Ne?!”, ucapku kaget yang diikuti dengan tatapan Jaejoong pada Yunho. Entah apa yang terjadi dengan tatapan tersebut, tiba-tiba Jaejoong berdiri dari kursinya dan menarik tanganku pergi.

“Kau tak usah membereskan meja makan, biarkan Junsu dan Changmin.”, tegas Jaejoong.

Seketika itu juga, aku merasa otakku menjadi linglung. Bagaimana bisa seorang Jaejoong mengantarkanku pulang?

 

LeeJin’s POV end

 

-----------------------------------------------------------------------------------------------

 

Jaejoong’s POV

 

“Kim Jaejoong-ssi….”, panggilnya. Aku segera berhenti berjalan dan menoleh kearahnya.

“Tanganmu...”, ucapnya sambil mengarahkan pandangannya kearah genggaman tangan kami. Aku yang menyadarinya langsung refleks melepaskannya.

Sesampainya di basement gedung apartement ku, aku langsung membukakan pintu untuknya. Kulihat dia hanya menganggukkan kepalanya dan masuk kedalam mobil. Aku hanya tersenyum dan segera memasuki mobil. Kunyalakan mesin mobilku dan kupacu mobilku menuju apartemen gadisku ini.

“Jaejoong-ssi, apakah ini lagumu?”, tanyanya sambil mendengarakan lagu didalam mobilku. Ah, lagu ini rupanya.

“Ne, ‘Wasurenaide’ lagu kami sewaktu di Jepang. Bagus bukan?”, kataku sedikit sombong.

“Kekekeke~ sombong sekali. Tapi harus kuakui lagu ini bagus sekali Jaejoong-ssi”, jawabnya.

“Ne, Kamsahamnida atas pujiannya”

“Jaejoong-ssi, itu gedung apartemenku. Kau bisa menurunkanku disini”, kulihat dia sedang menunjuk sebuah gedung yang tidak terlalu tinggi dan bercat putih.

“Baiklah, aku akan menurunkanmu disini, LeeJin-ssi”, jawabku patuh.

Kuberhentikan mobilku lalu aku menoleh kearahnya. Saat ini, LeeJin sedang melepaskan sabuk pengaman yang ia kenakan dan bersiap untuk keluar dari mobilku. Entah setan apa yang sedang merasukiku, aku menarik lengannya yang kecil dan dalam sekejap aku sudah mencium keningnya. Kulepaskan ciumanku secara perlahan dan aku mensejajarkan mataku dengan matanya. Aku bisa melihat wajahnya yang sudah memerah akibat perbuatanku. Kubelai lembut kedua pipinya dengan tanganku.

“Masuklah, sebelum kau kedinginan”, kataku. Dia hanya bisa mengangguk dan berjalan masuk ke dalam gedung apartemennya. Aku terkekeh pelan melihat reaksinya, lucu sekali.

 

-----------------------------------------------------------------------------

 

Keesokan harinya, aku terbangun dengan mood yang sangat baik. Sewaktu mandi, memasak sarapan, dan makan sarapan aku selalu tersenyum. Junsu yang melihat gelagatku yang aneh segera bertanya kepadaku.

“Hyung, kenapa kau tersenyum daritadi?”, tanya Junsu.

“Tidak kok, cepat telefon Changmin dan Yunho. Suruh mereka kemari, akan kuceritakan hal yang menarik.”, jawabku lalu melenggang pergi kekamar.

“Ya! Yochuun-ah, kau telefon Changmin dan aku telefon Yunho Hyung. Aku penasaran dengan kelakuan Jaejoong Hyung”, kudengar Junsu berteriak ke arah Yoochun.

 

Tak beberapa lama kemudian, kudengar suara Changmin dan Yunho memasuki apartemen kami. Aku segera keluar dari kamar dengan wajah yang berbinar-binar.

“Ya! Joongie, kenapa kau tersenyum seperti itu?”, tanya Yunho.

Aku berlari kecil kearah mereka dan langsung mencium pipi Yunho berkali-kali, “Yunnie, aku senaaaaang sekali!”

“Ya! Yak, ini menjijikan. Lepaskan Jae.”, teriak Yunho. Kudengar ketiga dongsaengku yang lainnya hanya terkekeh pelan melihat kami.

“Sebenarnya, aku dengan LeeJin-ssi sudah berciuman. Meskipun hanya di keningnya saja”, kataku sambil membentuk huruf V dengan tangan kananku.

“Mwo?!”, sahut mereka berempat bersamaan.

“Jeongmalyo?”, lanjut Changmin.

“Kekekeke~ Yah, begitulah. Aku senang sekali”, kataku berjalan pergi ke arah kulkas untuk mengambil beberapa bir.

“Hyung, kami sudah tau kau akan serius dengannya. Kami ikut senang Hyung, setidaknya YunJae Couple sudah berakhir. Kekekeke”, kata Yoochun. Aku dan Yunho memandang satu sama lain lalu terkekeh pelan.

“Sudah cukup ceritaku, aku tidak akan melanjutkannya lagi.”

“Yak~ Hyung, kami ingin mendengar cerita yang lengkap.”, rujuk Changmin.

“Cukup, kau ceritakan saja dirimu sendiri. Kekeke~”, lanjutku.

“Kau ingin aku bercerita tentang apa?”, tanya Changmin.

“Album barumu di Jepang.”, sahut Junsu.

Aku merasakan atmosfer di sekitar kami berubah seketika. Topik pembicaraan kami cukup sensitif saat ini. Dimana kami tidak dapat membuat album berlima, dimana kami tidak bisa diatas panggung berlima.

“Yah, aku dan Changmin sering pulang-pergi antara Jepang dan Korea.”, jawab Yunho

“Meskipun, album ini masih tidak lengkap tanpa kalian. Tanpa kalian-pun kami akan berjuang keras. Kalian bertiga juga harus begitu, tanpa kami berdua kalian harus berjuang keras. Jika suatu saat kita berlima bisa naik keatas panggung bersama lagi. Sinar kita tidak akan meredup.”, lanjut Yunho.

Kami berempat memandang satu sama lain dan tersenyum. Ya, benar. Kami hanya perlu berjuang keras dan tetap seperti ini untuk saat ini.

 

Jaejoong’s POV end

 

-----------------------------------------------------------------------------

 

LeeJin’s POV

 

Matahari sudah mengintip melalui jendelaku, tetapi sampai saat ini aku belum bisa memejamkan mataku. Ini semua dikarenakan namja yang bernama Kim JaeJoong. Aku tidak bisa tidur karena apa yang dia lakukan tadi malam kepadaku. Dia men…ciu..m..ku. Ya, dia menciumku. Kim JaeJoong menciumku, tepat di kening ku. Aku bisa gila jika aku mengingat kejadian semalam.

Aku beranjak dari tempat tidurku dan segera mandi. Hari ini adalah hari sabtu, aku tidak mempunyai kelas yang harus didatangi. Aku memutuskan untuk segera membersihkan apartemen Kim Jaejoong. Tapi, apa aku bisa menghadapinya? Aish! Aku benar-benar bisa gila dibuatnya.

Kumakan sarapanku dengan ganas sekali, ini karena perasaan nervous yang aku rasakan. Aku sangat pusing memikirkan apa yang harus aku katakan bila aku bertemu dengannya. Aku menghembuskan nafas dengan berat lalu beranjak menuju pintu apartemenku. ‘Aku siap menghadapimu JaeJoong-ssi’. Pikirku sambil berjalan menuju halte bus terdekat.

 

Cklek

 

Aneh, kenapa pintu apartemen mereka tidak dikunci. Apa mereka bertiga sudah bangun? Aku berjalan menuju dapur dan kulihat seroang… yeoja?

“Jae~ Kau ingin aku memasak apa untukmu? Aku memiliki resep baru, kau ingin mencobanya?”, tanya yeoja tersebut sambil memakai celemek ketubuhnya. Siapa yeoja itu? Kenapa memanggal Jaejoong-ssi dengan akrab sekali?

“Eo, aku ingin mencobanya.”, jawab Jaejoong-ssi dengan mata yang berbinar-binar.

Mereka berdua tidak menyadari keberadaanku, karena tanpa sadar aku sudah bersembunyi dibalik lemari.

“Ini kau coba rasanya, apa sesuai dengan seleramu?”, tanya yeoja tersebut sambil memegang sendok untuk menyuapi Jaejoong-ssi.

“Wow, enak sekali! Kau semakin pintar ya”, pujinya sambil mengelus pucuk kepala yeoja itu.

Tanpa aku sadari air mataku sudah keluar membasahi pipiku. Dadaku rasanya ingin pecah melihat kedekatan mereka berdua. Aku segera pergi keluar dari apartemen ini, aku harus pergi dari tempat ini. Aku berlari keluar dari gedung apartemen Jaejoong, aku tetap berlari tanpa arah. Berlari terus berlari hingga air mata dipipiku ini kering. Tanpa sadar aku telah berlari menuju sebuah taman. Aku segera duduk di tempat yang sedikit sepi, aku ingin menghabiskan waktuku menangis disini. Hal yang kulihat barusan tetap terngiang di kepalaku. Bagaimana bisa seorang Kim JaeJoong tertarik pada yeoja sepertiku. Aku terlalu bodoh bisa menganggap ciuman tadi malam adalah sesuatu yang spesial. Dia seorang artis, dia pasti sudah sering berciuman dengan yeoja lain. Babo-ya! Apa yang aku pikirkan selama ini? ‘Kau bodoh LeeJin-ah, sangat bodoh’, rutukku pada diriku sendiri.

 

LeeJin’s POV end.

 

------------------------------------------------------------------

 

Jaejoong’s POV

 

“Hyung, kenapa LeeJin pergi keluar? Kau menyuruhnya untuk belanja?”, tanya Yoochun yang baru bangun tidur.

“Anyyeong Haseyo.”, sapa MinHyo.

“Eo? MinHyo-ah, kau sudah besar sekarang. Aku sampai tak mengenalimu!”, sahut Yoochun kaget lalu segera memeluk adikku ini. Ya, benar. MinHyo adalah adikku satu-satunya. Aku memiliki sembilan noona dan MinHyo adalah satu-satunya dongsaeng di keluargaku.

“Kekeke~ ne, Oppa. Kau semakin tua saja, aku sampai tak mengenalimu!”, ejek MinHyo sambil menjulurkan lidahnya.

“Haha.. Kau kalah telak Yoochun-ah.”, ejekku. Yoochun hanya membalasku dengan memajukan bibirnya.

“Oiya, apa maksudmu LeeJin pergi keluar? Dia memang belum datang kan.”, lanjutku.

“Apa maksudmu? Dia sudah ada disini, barusan aku melihar dia berlari keluar apartemen. Kukira kau pergi menyuruhnya membeli sesuatu.”, jelasnya.

“Jeongmalyo? Aku tak melihatnya. Aku tak tau dia sudah berada disini tadi.”, jawabku.

“Oppa, orang yang kalian bicarakan itu siapa?”, tanyanya.

“Dia adalah yeoja yang akan menjadi kakak iparmu, MinHyo-ah~”, jawab YooChun.

“Ah? Benarkah? Waaah! Chukkae Oppa! Akhirnya aku akan mempunyai kakak ipar~”, sahut MinHyo.

“Yak! Diam!”, aku bisa merasakan kedua pipiku telah memanas saat ini. Kudengar MinHyo dan YooChun sudah tertawa terbahak-bahak akibat reaksiku. Sial, berani sekali mereka mempermainkanku.

“Annyeong MinHyo-ah~”, sapa Junsu.

“Kau dan JaeJoong Hyung seperti sepasang kekasih saja. Memakai celemek couple seperti itu”, lanjut Junsu.

Oh, sial. Aku langsung memandang Yoochun dan MinHyo bergantian, mereka berdua membalas pandanganku dengan tatapan kaget sekaligus khawatir. Benar, mereka memikirkan hal yang sama denganku. Sial! Inilah alasannya kenapa LeeJin pergi keluar dari apartemenku.

Aku berlari menuju kamar untuk mengambil ponselku, segera kutelefon gadis itu.

 

Tuut..tut.. Klik!

 

Sial, dia menutup telefonku. Kucoba menelfonnya lagi dan sekarang dia telah mematikan handphone-nya. Apa yang harus aku lakukan?!

“Bagaimana, Oppa?”, Tanya MinHyo kepadaku. Aku hanya menggelengkan kepalaku, pasrah.

“Sudahlah, Oppa. Sekarang kau sarapan dahulu dan segera menyelesaikan schedule-mu hari ini. Setelah itu kau pergi menemuinya? Arraseo?”, jelas MinHyo. Aku menoleh kearahnya dan tersenyum.

“Gomawo, MinHyo-ah.”, jawabku sambil mencium pucuk kepalanya lalu berjalan menuju ruang makan.

 

-----------------------------------------------------------------

 

“Gamsahamnida atas kerja keras kalian~”, sahut para staff lalu beretpuk tangan.

“Ne~”, jawab kami bertiga bersama-sama dan pergi menuju dressroom.

“Hyung, bagaimana? Kau akan pergi ke apartemennya setelah ini?”, Tanya YooChun memulai topic pembicaraan. Aku hanya mengangguk.

“Kau yakin? Kami tidak bias mengantarmu, karena Yoochun dan aku ada schedule setelah ini. Kau yakin pergi menggunakan kendaraan umum?”, Tanya Junsu khawatir.

“Tidak apa, aku sudah menelfon Changmin dan Yunho untuk menjemputku disini dan mengantarkanku keapartemennya.”, jawabku.

“Baiklah, kami berdua pergi dulu Hyung. Hwaiting!”, sahut mereka berdua bersamaan.

 

Tak beberapa lama kemudian, telefonku berbunyi. Ah, dari Changmin. Aku segera mengangkatnya, “Kau sudah ada didepan?”

“Ne, Hyung.”

“Baiklah, aku akan kesana sekarang”, aku berlari kecil menuju mobil Changmin. Segera kumasuki mobilnya dan menunjukkan jalan menuju apartemen LeeJin.

“Jangan bersedih, Hyung. Kau pasti baik-baik saja nanti. Aku yakin, kalian berdua akan berbaikan kembali. Kalau bias, katakana perasaanmu padanya nanti Hyung”, saran Changmin padaku.

“Eo, aku akan mengatakannya. Aku tidak ingin dia berfikir bahwa aku telah mempermainkannya.”, jawabku.

Mobil Changmin berhenti di depan gedung apartemen LeeJin. Aku segera keluar dan memasuki gedung ini.

 

JaeJoong’s POV end

 

-----------------------------------------------------------------

 

LeeJin’s POV

 

Aku menatap kearah makanan didepanku dengan tatapan hampa. Aku tidak ada nafsu makan kali ini, kejadian tadi pagi masih terngiang di otakku.

“Hah~”, lagi-lagi airmataku jatuh di pipiku. Aku menoleh kearah ponselku, dari tadi pagi aku tidak mengaktif kan ponselku. Aku sedang tidak ingin berbicara kepada JaeJoong, aku tidak ingin mengganggunya berduaan dengan yeojachingunya.

 

Ting tong…..Ting tong~

 

Aish! Siapa yang datang? Apakah dia tidak tau ini sudah jam 1 malam? Aku tidak menggubris suara bel pintuku, aku tidak ingin menemui siapapun saat ini.

 

Ting tong…..Ting tong~ Ting tong…..Ting tong~ Ting tong…..Ting tong~

 

Aish! Siapa yang membunyikan bel daritadi?! Aku mulai merasa terganggu dan berjalan menuju pintu apartemenku. Kubuka pintuku dengan kesal, “Yak! Kau tidak tau sekarang jam----“

Aku segera menutup mulutku dengan kedua tanganku. Kim JaeJoong, apa yang dia lakukan disini?

“Apa yang kau lakukan disini? Aku ingin tidur.”, aku berbalik lalu menutup pintuku. Kusadari bahwa dia telah menghalangi pintu dengan badannya.

“Ya! Aku ingin menutup pintunya, minggir.”, sahutku. Entah siapa yang menyuruhnya, dia melenggang memasuki apartemenku lalu duduk di sofa apartemenku.

“Apa yang kau lakukan?! Siapa yang menyuruhmu masuk, Jaejoong-ssi?!”, bentakku.

“Saranghae!”, teriaknya sambil mendongak kearahku.

“M…mwo?”, tanyaku tak percaya.

“Nan… Saranghae..”, kali ini dia menundukkan kepalanya menghindari tatapanku.

“Kau? Menyukaiku? Kau bercanda kan? Kau lupa dengan yeojachingu-mu hah?!”, aku tak percaya apa yang dia bicarakan. Apa namja ini sudah gila?

“Yeojachingu? Nugu? Apa yeoja yang kau lihat tadi pagi di apartemenku? Dia adalah dongsaengku, LeeJin-ssi. Kau tau aku sudah susah payahnya aku mengungkapkan perasaanku padamu? Kau tau betapa susahnya membunuh perasaanku didepanmu?”, jelasnya.

“Membunuh perasaanmu?”, tanyaku bingung.

 

LeeJin’s POV end.

 

Jaejoong’s POV

 

“Membunuh perasaanmu?”, tanyanya bingung.

Aku langsung menarik tangannya dan mendekatkan wajahnya ke wajahku, “Kau tau, saat ini aku sedang membunuh perasaanku padamu. Aku tak ingin terlihat memalukan bila berada didekatmu.”

Gadis ini tetap menunjukkan tatapan bingung, bagaimana bisa yeoja pintar sepertinya tak mengerti ucapanku. Wajah yeoja ini berjarak hanya beberapa centi dari wajahku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya, aku bisa melihat pipinya yang bersemu merah saat ini.

“Kau tau, kau sudah salah paham. Aku hanya menyukaimu dari dulu, sejak pertama kau memasuki apartemenku. Aku sudah tertarik padamu.”, jelasku.

Hening. Untuk beberapa saat aku membiarkannya untuk mencerna baik-baik perkataanku.

“Kenapa kau tak menjawab?”, tanyaku tak sabaran.

“Aku.. malu, Jaejoong-ssi”, jawabnya sambil menundukkan wajahnya. Aku tersenyum melihat reaksinya, kubelai rambutnya dengan lembut.

“Kau harus menjawabnya sekarang.”, gadis ini hanya menggelengkan kepalanya pelan.

“Baiklah, kalau begitu. Jawablah dengan perbuatan”, lanjutku.

“Perbuatan apa?”, dia mendongak sejenak dan ketika menyadari bahwa wajah kami masih sangat dekat, dia terburu-buru menundukkan wajahnya kembali.

“Poppo.”, jawabku.

“Tidak.. aku------“, aku segera membekap bibirnya dengan bibirku. Aku bisa merasakan bibirnya yang hangan dan lembut. Aku melanjutkan aksiku, kulanjutkan menciumi bibir gadisku ini. Setelah beberapa saat, aku melepaskan ciumanku padanya. Kulihat wajahnya yang sudah memerah dan nafasnya yang tersengal-sengal.

“Kau tetap harus menjawabnya, LeeJin-ssi”, kataku.

“Nado…”, katanya lirih.

“Nado? Hanya itu? Aku tak bisa menerimanya”, jawabku berpura-pura sedikit kesal.

“Nado… Nado.. Sa..rang..handa.”, lanjutnya terbata-bata. Wow, sekarang aku melihat wajahnya sangat memerah dibandingkan ketika kami berciuman tadi.

“Kau manis sekali….”, sahutku sambil mencium pucuk kepalanya lembut.

 

END

Foreword

Hi! I'm sorry, I can't write in english well. So, I just posted in my language hehe

So, this is my story. Just comment please! ^^~ thank you guys {}

Comments

You must be logged in to comment
kawaiilaifu
#1
New reader here! Awesome! :D
chaceu #2
aigooooooo... so sweet story nomu nomu chuwaaaa >.<
author nim anda benar-benar daebak...