Last Gift

Last Gift

 

                Seorang yeoja cantik sedang terlelap di salah satu sisi kasur kig size putih dengan selimut menutupi tubuhnya sampai bagian lehernya. Terlihat matahari telah naik dan menerobos jendela kamar besar itu. Tetapi yeoja cantik itu tetap tidak bergeming dari tidur pulasnya.

                Namja tampan bermata belo memasuki kamar itu, berjalan pelan ke arah yeoja cantik yang sedang tertidur, yeoja yang telah lebih dari dua tahun menjadi kekasihnya dan tiga bulan ini menjadi istrinya. Namja itu memandangi wajah istrinya lekat-lekat dan tersenyum melihat istrinya yang sangat cantik saat tertidur. Menyadari ada lingkaran hitam tipis di bawah mata indah istrinya yang tertutup membuat namja tampan ini ragu dengan niat awalnya datang ke sini untuk membangunkan istrinya. Dia tau yeoja di depannya ini pasti sangat lelah sekali karena harus mengerjakan tugas-tugas akhir kuliahnya hingga larut malam. Tapi dia juga kawatir, karena istrinya belum makan apa pun sejak kemarin sore, dia takut jika istrinya sakit.

                Akhirnya namja tampan itu melakukan niat awalnya untuk membangunkan istrinya. Mendekatkan mulutnya ke telinga sang istri dan berbisik lembut, “Taeminie.. Taeminie..”

                Merasa terusik, yeoja cantik yang dipanggil Taeminie itu membuka matanya pelan dan mendapati suaminya tersenyum padanya. Masih setengah sadar yeoja cantik itu membalas senyuman suaminya.

                “Taemin-ah, yeobo, bangunlah. Makan dulu, dari kemarin sore kau belum makan.”

                “Makan? Makan apa? Nasi kah?” tanya Taemin masih belum beranjak dari tempat tidurnya.

                “Iya. Aku yang masak.” jawab namja itu dengan bangga.

                “Yang benar oppa? Memangnya Minho oppa bisa memasak? Selama ini aku tidak pernah melihat oppa memasak.”

                “Bisa dong. Kau meragukanku. Aku tau kau lapar, ayolah cepat bangun.” perintah namja yang ternyata bernama Minho.

                “Tidak mau, aku mau poppo dulu baru aku mau bangun.” pinta Taemin manja.

                Tanpa disuruh dua kali Minho mencium sekilas pipi putih Taemin dengan lembut. “Sudah, ayo cepatlah bangun, nanti makanannya dingin.” perintah Minho lagi.

                “Arraseo, arraseo.” gumam Taemin sambil beranjak dari kasur mengikuti Minho menuju meja makan. Tersenyum lebar saat melihat banyak daging disana, Minho tau saja kalau dia sedang ingin makan daging.

                Taemin memasukkan sepotong daging ke dalam mulutnya dan tersenyum puas, “Umm, maa. Aku tidak tau oppa bisa masak seenak ini. Kenapa tidak dari dulu saja sering-sering memasakkanku seperti ini?”

                Yang dianya tidak menjawab malah tertawa kecil. “Kenapa oppa jadi tertawa begitu?” protes Taemin.

                “Ani. Ekspresimu itu, membuatmu semakin lucu, aigoo yeobo.” kata Minho sambil mencubit pipi putih Taemin. “Yeobo, sepertinya kau tambah gemuk.” kata Minho yang menyadari ada yang berbeda dengan istrinya.

                “Jeongmalyo? Apakah aku terlihat jelek?” tanya Taemin dengan wajah sedih.

                “Aniyo.. Aku lebih suka Taemin yang seperti ini, terlihat lebih segar dan sehat, daripada Taemin yang sangat kurus seperti dulu.”

                “Jeongmalyo? Baiklah aku tidak akan diet, terus seperti ini saja. Hehe.” kata Taemin sambil tersenyum, lalu dia melanjutkan makannya.

                “Makan kimchinya juga, kemarin eomma mengirimkan kimchi buatannya.” kata Minho sambil meletakkan kimchi di atas mangkuk nasi Taemin dan mengambil lagi untuk disuapkan ke mulutnya. “Maa.”

                “Waa, omuni baik sekali. Pasti enak kimchi buatan omuni.” komentar Taemin lalu menyuapkan kimchi yang diberikan Minho ke dalam mulutnya. Tapi, belum sempat kimchi itu dikunyah Taemin merasa ada sesuatu yang mendesak ingin keluar dari dalam perutnya, rasanya mual sekali. Tampa berkata apa-apa pada Minho, Taemin langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua makanan yang baru dia makan ke dalam wastafel. Dia merasakan ada tangan besar dan hangat yang mengusap-usap punggungnya membuatnya merasa lebih baik.

                Setelah rasa mualnya hilang Taemin membalikkan badannya dan mendongak menatap Minho yang lebih tinggi darinya. Wajahnya pucat tidak sesegar beberapa menit yang lalu.

                “Gwencanayo?” tanya Minho kawatir melihat wajah istrinya pucat pasi.

                “Gwencana oppa. Hanya sedikit pusing.” jawab Taemin lemah.

                “Ya sudah, kau makan lagi ya. Makan yang banyak. Akan kusingkirkan kimchinya jika itu membuatmu mual.”

                Taemin hanya mengangguk dan mengikuti Minho ke meja makan dan meneruskan makannya tanpa kimchi.

                “Yeobo, besok aku akan pergi ke Jeju untuk pemotretan. Apa kau mau ikut?” tiba-tiba Minho membuka pembicaraan.

                “Ani oppa, tugasku masih banyak. Lagipula, besok aku dan Luna harus ke lapangan untuk melakukan observasi, sepertinya aku akan sibuk sekali.”

                “Padahal kukira kita bisa merayakan ulang tahunmu di Jeju.”

                “Kalau begitu berarti oppa masih ada di Jeju saat aku ulang tahun?” tanya Taemin dengan nada khawatir.

               “Akan kuusahakan aku bisa pulang di hari ulang tahunmu Taemin, akan ku berikan hadiah spesial untukmu.”

               “Jeongmalyo? Waa, aku jadi tidak sabar.” komentar Taemin senang.

 

***

 

Hari ini adalah hari keberangkatan Minho ke Jeju. Minho bangun lebih awal daripada Taemin. Minho tersenyum melihat istrinya yang masih pulas tidur di sebelahnya tidak tega untuk membangunkannya karena semalam Taemin tidur larut malam lagi.

Minho melihat Taemin yang akan membuka matanya. Minho pun berpura-pura tidur. Dia bisa merasakan Taemin merenggangkan badannya dan beranjak duduk. Tapi, hal selanjutnya yang didengar Minho adalah langkah kaki taemin yang berlari menjauhi tempat tidur. Minho otomatis membuka matanya dan mendapati Taemin berlari menuju kamar mandi di dalam kamar mereka.

Minho mengejar Taemin ke kamar mandi dan mendapati istrinya sedang muntah-muntah di wastafel. Minho menghampiri Taemin dan mengusap punggungnya lembut.

“Yeobo, gwencana? Kau sudah muntah-muntah dua kali. Kita periksa ke Jinki hyung saja ya.”

“Tidak usah oppa. Oppa kan hari ini harus ke Jeju, aku juga ada janji dengan Luna. Aku ngga papa kok, tenang aja.”

“Kan hanya Luna, pasti dia mengerti kalau kau sedang sakit.”

“Aku tidak apa-apa oppa. Aku ingin cepat-cepat lulus, kalau hari ini ditunda juga kapan aku mau lulus? Kasihan Luna juga, dia kan belum boleh menikah sebelum lulus.” bantah Taemin lagi.

“Kau yakin aku tidak perlu membatalkan pemotretan di Jeju?” tanya Minho masih khawatir dengan keadaan Taemin.

“Aku yakin oppa. Jangan meninggalkan pekerjaanmu hanya demi aku.” Kata Taemin meyakinkan Minho walaupun sebenarnya entah kenapa hati kecilnya tidak ingin Minho pergi, tapi dia tidak boleh egois dengan melarang suaminya itu pergi.

“Yasudah kalau itu maumu. Tapi, jika kau terus muntah-muntah begini periksalah ke tempat Jinki hyung, arraseo?” perintah Minho.

“Ne oppa, aku akan pergi ke tempat Jinki oppa jika besok aku masih muntah-muntah.”

“Janji?” tanya Minho sambil mengulurkan kelingkingnya.

“Janji.” Jawab Taemin sambil menautkan kelingkingnya ke kelingking Minho.

 

***

 

Seorang yeoja berambut pirang sebahu sedang duduk di kursi dekat jendela di sebuah cafe sambil memyeruput jus jeruknya dan memainkan high heelsnya mengikuti irama musik yang mengalun. Gadis itu tampak cantik dengan dress santai selutut berwarna biru muda dan bando warna senada, cocok sekali untuk warna kulitnya yang tidak seputih orang korea pada umumnya, tapi juga tidak bisa dibilang gelap.

Gadis itu tersenyum senang saat melihat orang yang sedari tadi dia tunggu datang juga. Seorang gadis cantik berkulit putih dan berambut cokelat sebahu mengenakan rok pendek berwarna baby pink dan kaos lengan panjang putih sangat cocok dengan kulit putihnya. Gadis berambut pirang melambaikan tangannnya dan temannya pun membalas lambaian tangannya dan berjalan menuju meja temannya.

“Anneong Luna-ya. Miane, kau sudah lama menunggu ya? Aku tadi harus mengantar Minho oppa dulu kebandara.” kata yeoja yang baru datang pada yeoja berambut pirang yang dia panggil Luna lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Luna.

“Gwencana Taemin-ah. Aku juga belum lama menunggu. Memangnya Minho oppa mau kemana? Kenapa dia tidak mengajakmu?” tanya Luna.

“Minho oppa pergi ke Jeju. Sebenarnya dia mau mengajakku, tapi aku yang menolaknya. Lagi pula kita kan harus melakukan observasi hari ini? Aku ingin cepat-cepat lulus Luna.”

“Nado. Aku ingin cepat-cepat lulus agar bisa menikah dengan oppamu itu. Kamu sih enak sudah boleh menikah.”

“Menikah tidak semudah yang kau kira. Bersabarlah, Jinki oppa kan orang yang setia, menunggu sampai kapan pun dia mau asal kau bisa jadi istrinya. Aku tahu betul oppaku seperti apa.”

Luna mengangguk-angguk lalu menatap Taemin dengan pandangan yang aneh. Sepertin ada yang berbeda dengan temannya ini.

“Luna-ya, kenapa kau memandangiku seperti itu? Apa ada yang salah denganku?” tanya Taemin sambil meraba-raba wajahnya sendiri.

“Aniyo. Tidak ada yang salah. Tapi, kalau ku perhatikan kau tambah gemuk ya?”

“Ah, mungkin iya. Tadi malam Minho oppa juga bilang aku tambah gemuk. Apakah aku terlihat jelek?”

“Aniyo. Kau malah terlihat semakin cantik. Aku heran, setiap kali aku bertemu dengan teman atau sunbaeku yang sudah menikah pasti mereka terlihat lebih cantik dari pada sewaktu mereka belum menikah. Apakah semua yeoja yang sudak menikah akan semakin cantik?” tanya Luna yang nyengir mendengar pertanyaannya sendiri yang tergolong aneh. “Sudahlah, tidak usah dijawab yang tadi.” Cepat-cepat Luna menambahkan.

Taemin hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan Luna yang memang menurutnya aneh.

 

***

 

“Ah.. Akhirnya selesai juga, badanku rasanya remuk semua. Tidak kusangka akan selama itu.” keluh Taemin sambil mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah apartemen Luna setelah seharian melakukan observasi untuk tugas akhir kuliahnya di pinggiran kota Seoul. “Aku lapar.” tambah Taemin lagi.

                “Kau lapar? Aku juga. Kau mau makan apa?” sahut Luna yang baru saja keluar dari kamarnya setelah ganti baju.

                “Emm.. Aku ingin makan ramen saja. Lagipula kita kan sudah capek, lebih baik makan yang mudah dimasak.”

                “Ne, akan kubuatkan ramen. Tunggu sebentar ya.”

                “Ne, akan ku bantu.” kata Taemin dan dia mengikuti Luna ke dapur.

 

***

 

“Taemin-ah, kau yakin kita  berdua bisa menghabiskan ini semua? Harusnya kita buat dua bungkus saja, bukan tiga. Ini terlalu banyak.” keluh Luna sambil melihat panci berisi ramen di tengah-tengah meja makan.

                “Aku yang akan menghabiskannya. Tenang saja, aku benar-benar sangat lapar.” jawab Taemin santai.

                “Terserah kau saja lah, tapi awas kalo ngga habis.” ancam Luna.

                Taemin hanya mengangguk dan memulai makan ramen di depannya dengan lahap benar-benar seperti orang kelaparan. Luna hanya geleng-geleng melihat tingkah temannya yang tidak biasa ini dan mulai memakan ramenya.

                Tapi, baru beberapa suap Luna berhenti makan dan pergi ke dapur lalu kembali lagi sambil membawa kotak makan berwarna ungu. “Aku hampir lupa, kemarin aku dan Jinki oppa membuat kimchi, entah rasanya bagaimana aku juga belum mencobanya.” kata Luna yang tak digubris oleh Taemin yang tetap memakan ramennya. “Taemin-ah, kau coba juga ya.” tambah Luna sambil menaruh sedikit kimchi di piring Taemin.

                Sebenarnya Taemin tidak mau memakannya mengingat kemarin dia muntah-muntah gara-gara makan kimchi, tapi dia tidak enak pada Luna dan akhirnya memutuskan untuk mencoba kimchi itu, siapa tau kali ini tidak apa-apa.

                Tapi, Taemin salah besar. Belum sempat kimchi itu masuk mulut Taemin, dia sudah bisa mencium bau kimchi yang membuatnya luar biasa mual. Secara otomatis Taemin berlari ke kamar mandi yang dia sudah hafal dimana tempatnya, meninggalkan Luna yang bingung dan khawatir.

 

-Taemin POV-

                Aku benar-benar lemas. Belum sempat aku menghabiskan makan malamku aku harus muntah lagi dan mengeluarkan semua isi perutku. Aku benar-benar lapar, tapi kenapa aku tidak bisa makan?

                “Taemin-ah. Gwencanayo?” tanya Luna panik saat masuk ke kamar mandi.

                Aku hanya tertunduk dan menggelen, mencoba menopang badanku yang rasanya akan jatuh saking lemasnya dengan berpegangan pada pinggiran wastafel. Kupejamkan mataku berharap rasa mual itu cepat hilang. Sebenarnya apa yang terjadi padaku?

                Lalu Luna memapahku untuk keluar dari kamar mandi dan mendudukkanku di meja makan. Luna menyingkirkan semua kimchi yang ada di atas meja dan menyodorkan padaku segelas air putih dingin. “Minum ini dulu.” perintahnya.

                Aku menurut saja dan meminum air putih yang Luna berikan sampai habis. Dan aku akui itu membantu, karena aku sudah tidak merasa mual lagi sakarang. Yang kurasakan adalah lemas, lapar dan pusing.

                “Gwencana Taemin-ah? Kau masih mau melanjutkan makanmu?” tanya Luna sambil menatapku khawatir.

                Aku hanya mengangguk dan melanjutkan makanku.

                “Taemin-ah, sebenarnya kau kenapa?” tanya Luna ragu-ragu.

                “Molla, kemarin saat aku sarapan dan makan kimchi aku juga begini. Aku sendiri bingung aku ini sebenarnya kenapa.” jawabku apa adanya.

                Luna hanya mangut-mangut, wajahnya terlihat serius seperti sedang memikirkan sesuatu. “Taemin-ah, jangan-jangan kau hamil.” seru Luna dengan wajah sumringah.

                “Mwo? Hamil? Yang benar saja.” Jujur, aku taget dengan pernyataan Luna. Tapi aku tidak mau terlalu berharap karena aku takut kalau ternyata aku tidak hamil.

                “Kau benar-benar seperti orang hamil Taemin. Muntah-muntah, makan banyak dan kau juga tambah gemuk. Kenapa coba kalo bukan hamil?”

                Benar juga semua yang dikatakan Luna. “Masak iya aku hamil?” tanyaku lagi masih tidak percaya.

                “Coba saja kau tanya Jinki oppa, walaupun dia bukan dokter kandungan tapi aku yakin pasti dia tau kau hamil atau tidak jika dia memeriksamu. Tapi, kalau kamu malu tanya Jinki oppa tebih baik kau beli alat tes kehamilan saja.” saran Luna.

                “Emm.. Mungkin aku akan memilih saran kedua.” kataku dan melanjutkan lagi makanku.

 

                Selama perjalanan pulang aku terus kepikiran tentang saran Luna untuk membeli alat tes kehamilan, akhirnya kuputuskan untuk mampir apotek dan membelinya satu.

                Sampai dirumah, aku membaca petunjuk pemakaiannya dan semua keterangan yang ada di bungkus alat tes kehamilan itu. Disitu tertulis jika hasil yang diperoleh akan lebih akurat jika aku melakukan tesnya di pagi hari. Baiklah, aku akan melakukannnya besok pagi.

 

***

 

                Aku sendirian di kamar mandi yang ada di dalam kamarku menunggu apa yang akan muncul pada alat tes kehamilan yang baru saja kucelupkan pada urineku. Aku sunguh penasaran, apa benar yang dikatakan Luna kalau aku ini hamil?

                Lima menit sudah berlalu, lima menit yang menurutku lama sekali, aku sudah tidak sabar ingin tau hasilnya. Cepat-cepat kuambil benda itu dan apa yang kutemukan? Dua garis merah. Aku memekik tertahan, sku senang sekali. Aku hamil. Minho oppa, aku hamil.

                Aku langsung mengambil ponselku di meja di dekat kasurku, aku ingin menelefon Minho oppa dan memberi tahunya kalau aku hamil. Tapi sepertinya tidak enak kalau hanya bicara lewat telefon. Kuurungkan niatku untuk menelefon Minho oppa, sepertinya lebih seru jika aku memberitahunya saat dia sudah pulang ke Seoul dan pada hari ulang tahunku. Lagipula, ulang tahunku kan besok lusa

                Lalu aku terpikir Luna, aku juga ingin menberitahunya. Tapi aku maunya Minho oppa yang pertama tahu kalau aku hamil. Kuputuskan untuk saat ini hanya aku dan tuhan saja yang tahu.

 

***

 

                Aku terbangun mendengar ponselku berbunyi. Ternyata ada pesan masuk dari Minho oppa. Selama di Jeju dia tidak pernah mengirimiku pesan atau menelefonku, dia pasti sangat sibuk sampai-sampai tidak pernah mengirimiku pesan. Aku tersenyum-senyum sendiri membaca pesannya.

From : Minho oppa

Saengil chukae yeobo.

Mian aku tidak bisa menghubungimu selama di Jeju. Aku ingin pemotretannya cepat selesai dan kita bisa merayakan ulang tahunmu bersama. Mungkin nanti sore aku baru bisa sampai Seoul,tapi kuusahakan bisa lebih cepat.

Bogoshipo yeobo.

Saranghae

                Langsung kubalas saja pesan dari Minho oppa.

To : Minho oppa

Gomawo oppa.

Gwenchana oppa, yang penting hari ini oppa bisa pulang aku sudah senang sekali.tidak usah dipaksakan pulang kalau memang belum selesai.

Nado bogoshipo oppa. Cepatlah pulang.

Saranghae.

                Kutunggu beberapa menit tapi tidak ada balasan dari Minho oppa. Mungkin dia benar-benar sibuk.

                Ah, aku hampir lupa. Hari ini aku aja janji sarapan dengan Luna. Kulihat jam dinding, ternyata sudah jam setengah tujuh, aku bisa terlambat. Lalu aku cepat-cepat bersiap-siap sebelum benar-benar terlambat.

                Akhirnya dengan mandi ekstra cepat, tepat jam tujuh aku sudah siap. Aku sekarang ada di rak sepatu dan bingung mau memakai sepatu apa. Aku memilih high heels berwarna baby blue. Saat aku mau memakainya aku berfikir ulang, aku kan sedang hamil mana boleh pakai high heels, kalau jatuh bisa gawat. Akhirnya pilihanku tertuju pada flat shoes berwarna hampir sama dengan high heels yang tadi. Ini hadiah Minho oppa saat ulang tahunku tahun lalu. Dia bilang dia lebih suka aku memakai flat shoes ketimbang high heels, katanya sih aku terlihat lebih manis memakai flat shoes.

                Entah kenapa rasanya aku rindu sekali pada Minho oppa. Padahal sebelumnya aku juga pernah ditinggal lebih lama dari ini tapi aku tidak serindu ini. Apa mungkin karena aku sedang hamil? Molla.

                Setelah memakai sepatu aku buru-buru berangkat. Pasti Luna sudah menunggu lama.

 

-Luna POV-

                Aku duduk si salah satu kursi di dalam cafe di dekat daerah rumahku. Cafe  ini terkenal dengan menu sarapannya yang enak dan memang hanya buka saat sarapan.

                Aku sedang menunggu Taemin. Aku ada janji sarapan dengannya. Sebenarnya ini suruhan Minho oppa yang mau memberi Taemin kejutan ulang tahun. Dia menyuruhku mengajak Taemin jalan-jalan seharian, sedangkan Jinki oppa disuruh mendekorasi apartemennya untuk acara ulang tahun Taemin. Memang si kodok itu merepotkan sekali.

                Akhirnya Taemin datang. Seperti biasa jika aku bertemu dengan Taemin yang modis ini aku selalu memperhatikan apa yang dia kenakan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hari ini ada yang berbeda. Setahuku Taemin tidak pernah memakai flat shoes, dia pasti selalu memakai high heels walaupun hanya 3 cm atau dia akan memakai sepatu kets, tapi itu hanya saat dia sedang olah raga atau latihan dance.

                “Anneong. Mian aku terlambat lagi, tadi aku bangun kesiangan.” kata Taemin dan duduk si kusri  yang berhadapan denganku.

                “Gwencana.” balasku sambil tersenyum. “Ada angin apa kau memakai flat shoes?” tanyaku yang penasaran dari tadi.

                Taemin sepertinya kaget dengan pertanyaanku. “Ah, ngga papa. Aku lagi pengen aja.”

                Aku sih percaya-percaya saja apa yang dikatakan Taemin. Aku tidak mau ambil pusing. Yang harus kupikirkan sekarang adalah aku mau membawa Taemin kemana seharian ini.

 

-Author POV-

                “Akhirnya selesai juga.” kata Jinki sambil memandangi hasil karyanya. “Dasar kodok menyebalkan. Seenaknya menyuruh-nyuruhku. Memangnya mensdekorasi begini ngga capek apa?” gerutu Jinki.

                Belum sempat Jinki duduk untuk istirahat, dia diganggu lagi oleh ponselnya yang berbunyi. Tenyata ada telepon dari rekan kerjanya di rumah sakit. Jinki mengangkat teleponnya dengan malas.

                “Yeoboseo.”

                “...”

                “Mwo? Jeongmalyo? Kau tidak salah lihat?”

                “...”

                “Baiklah aku segera kesana.”

                Entah berita apa yang diterima Jinki. Jang jelas berita itu bisa membuatnya lupa kalau dia lelah dan berlari meninggalkan apartemen Minho menuju rumah sakit tempatnya bekerja.

 

***

 

                Luna dan Taemin sedang duduk di bangku taman sambil memakan ice cream saat ponsel Taemin berbunyi. Ternyata dia ditelefon oppanya. “Angkat. Loudspeaker, loudspeaker.” pinta Luna yang penasaran apa yang ingin dibicarakan tunangannya itu pada Taemin.

                Taemin menurut saja apa kata Luna.

                “Yeoboseo oppa. Ada apa?”

                “Taemin-ah. Cepatlah kau kerumah sakit sekarang.” jawab Jinki dengan nafas yang tersenggal-senggal seperti habis berlari.

                “Memangnya kenapa oppa?”

                “Minho.. Minho kecelakaan. Dia kritis, cepatlah kau datang kemari. Aku tidak tahu apakan dia bisa bertahan.”

                Taemin terdiam tidak bisa berkata apa-apa. Tubunya lemas tak tahu apa yang harus dia lakukan. Luna juga shock sama seperti Taemin, tapi Luna lebih cepat bisa mengendalikan dirinya. “Baiklah oppa, kami akan segera kesana.” kata Luna.

                “Ne yeobo, kutunggu.” jawab Jinki dan sambungan terputus.

                “Taemin-ah, ayo kita kesana. Biar aku yang bawa mobilnya.” kata Luna pada Taemin yang masih saja diam.

                Luna mengambil kunci mobil dari tas Taemin dan memasukkan ponsel Taemin ke dalam tas itu. Menuntun Taemin yang masih shock dan mendudukannya di kursi penumpang. Setelah Luna masukbarulah tangis Taemin pecah.

                “Ini semua salahku. Seharusnya aku tidak memaksanya untuk pulang cepat, seharusnya aku sabar menunggu.” isak Taemin.

                “Sudahlah, uljima Taemin-ah. Kita berdoa saja semoga Minho oppa baik-baik saja.” Luna mencoba menenangkan Taemin. Taemin hanya menunduk dan berdoa di dalanm hatinya, semoga tidak terjadi hal buruk pada suaminya.

                Sesampainya di rumah sakit mereka turun dan cepat-cepat mencari Jinki. Mereka bertemu dengan Jinki di depan ruang UGD. Taemin melupakan segalanya dan langsung nerlari ke arah oppanya. “Oppa, bagaimana keadaan Minho oppa? Dia baik-baik saja kan?”

                “Miane Taemin-ah miane.”

                “Kenapa oppa? Kenapa oppa meminta maaf? Apa yang terjadi?”

                “Mian Taemin, kami sudah berusaha sebisa kami, tapi kami tidak bisa menghentikan pendarahan di kepalanya. Miane Taemin-ah, tapi sekarang Minho sudah pergi.” kata Jinki, membuat air mata Luna ikut menetes.

                “Apa? Oppa bohong. Oppa pasti bohong. Oppa mau mengerjaiku kan karena hari ini aku ulang tahun. Iya kan?”

                “Aniyo Taemin-ah. Oppa tidak berbohong. Untuk apa oppa berbohong padamu?”

                “Sekarang di mana Minho oppa?”

                “Di dalam sana.” tunjuk Jinki pada ruangan di sebelahnya.

                Tanpa diperintah Taemin langsung masuk dan mendapati suaminya terbujur kaku dengan perban yang berdarah di kepalanya. Taemin dengan langkah gontai mendekati suaminya dan menggenggam tangannya. Dingin, Minho dingin, itu yang dirasakan Taemin. Diam, Taemin hanya diam. Dia menatap tidak percaya pemandangan yang ada di depannya.

                Jinki menyentuh bahu Taemin untuk menenangkannya. “Tadi, saat Minho sempat sadar, dia bilang padaku untuk menyampaikan maafnya kepadamu karena dia tidak bisa memberimu hadiah ulang tahun. Dia sendiri sudah tahu jika akhirnya akan seperti ini.”

                Air mata Taemin merebak lagi mendengan perkataan Jinki. “Anio oppa.” Katanya sambil memandang Minho yang terpejam. “Kau memberiku hadiah paling indah yang pernah kudapatkan selama hidupku.” Taemin berhenti sejenak menbuat Jinki dan Luna bertatapan bingung. “Aku hamil oppa, aku hamil. Kita akan punya anak oppa. Apa kau senang?”

                “Taemin-ah.” ucap Luna lirih dan kembali meneteskan air matanya, tidak percaya akan kenyataan tragis yang menimpa sahabat kesayangannya itu.

                Jinki tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya memeluk dongsaengnya itu erat-erat,berharap dengan begini rasa sakit yang dirasakan Taemin akan berkurang.

                 Taemin berbalik dan membalas pelukan Jinki sambil menangis sesenggukan di dada bidang Jinki. Dia sama sekali tidak bisa merasakan apa-apa, hanya rasa sesal dan sedih yang sekarang dia rasakan. Hal terakhir yang Taemin dengar ada lah teriakan Luna “Omo, Taemin-ah, kau berdarah.” setelah itu semuanya gelap.

 

***

6 tahun kemudian

-Taemin POV-

                Tidurku terusik oleh dua benda kenyal yang tiba-tiba menyentuh pipiku. Saat kubuka mataku ada dua namja dan yeoja kecil bermata belo tersenyum memandangku. Tanpa disuruh mereka menyanyi dambil bertepuk tangan,

                “Saengil chukahamnida, saengil chukahamnida. Sarangha neun uri eomma. Saengil chukahamnida.” dan sekali lagi mereka mencium pipiku bersamaan.

                “Gomawo Nana-ya, gomawo Minho-ya.” ucapku pada kedua anakku yang wajahnya sama persis dan mencium mereka satu-persatu. Yang membedakan mereka hanyalah rambut mereka. Minho berambut pendek dan Nana berambut panjang.

                Pagi ini aku terharu sekali. Ini baru pertama kalinya mereka berdua menyanyikan lagi selamat ulang tahun untukku. Maklum saja mereka masih 5 tahun. Sekali lagi aku merasakan indahnya menjadi seorang ibu. Sungguh menggemaskan melihat mereka sekarang sudah cerewet dan berlari kesana kemari. Rasanya baru kemarin aku menggendong mereka pertama kali. Bukankah waltu begitu cepat berlalu?

                “Noona, kembalikan. Itu punyaku.” rengek Minho pada Nana.

                “Tidak mau. Ambil saja kalau bisa. Merong.” kata Nana sambil berlari keluar kamar.

                “Umma. Noona mengambil mainanku.” adu Minho padaku hampir menangis.

                “Biarkan saja. Noonamu memang begitu, ujima, masak Choi Minho eomma menangis?”

                Minho mengangguk danpergi keluar kamar menyusul Nana. Kupandangi foto yang kupajang di atas mejaku. Foto Minho oppa sehari sebelum dia berangkat ke Jeju waktu itu. Minho dan Nana benar-benar mirip minho oppa.

                Kau tau oppa sekarang anak-anak kita sudah besar. Dulu aku nyaris kehilangan mereka, entah apa yang terjadi padaku jika saat itu aku benar-benar kehilangan mereka, aku tidak bisa membayangkannya oppa. Terima kasih oppa karena kau telah memberikan hadiah yang paling indah untukku. Walaupun itu adalah hadiahmu yang terakhir, tapi hadiah itu jauh lebih berharga daripada apa pun. Kuharap kau bahagia disana oppa seperti kami disini. Aku akan selalu mencintaimu selamanya.

 

END

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
chaeunrae
#1
Chapter 1: huwaaa... Sedih... Ternyata angst... Huweee... Padahal pas awal tadi udah senyum senyum sendiri karena sweet and udah nebak2 kalau taem hamil... Ya... Ternyata last gift is last gift... Anaknya untung g kenapa-napa bisa jadi pengobat rindu pada minho... Daebak
Cherub
#2
Chapter 1: Ehmmm... WHAT!?
songhyekyung
#3
oh, gomawo. Kmu org pertama yg comment setelah sekian lama. Aku seneng bgt. Hehe :D
BluePrincessNadya
#4
Omo! Cerita yang bagus! *applause* Baru sekali baca FF genderbender, dan ternyata bagus! XD Hebat!