Enam

The Dark Whisper

Kyuhyun membuka pintu di hadapannya perlahan, refleks menyipitkan matanya menghadapi suasana kamar yang gelap. Tidak ada rasa takut baginya, sebab ruangan yang ia tuju adalah salah satu ruangan favoritnya. Kamar adiknya. Kyuhyun masuk ke dalam, menutup pintu perlahan di belakangnya lalu maju selangkah. Keningnya berkerut, ranjang adiknya kosong padahal ia yakin Raekyo sama sekali belum keluar kamar sejak Donghae terakhir keluar. Ya, bocah itu sengaja memata-matai kamar adiknya dan menunggu sampai semua penghuni rumah terlelap baru ia berani mendatangi kamar adiknya. Kyuhyun maju lagi selangkah, memandang ke kanan dan kiri, mencoba mencari sosok adiknya. Ah, itu dia, adiknya sedang duduk di lantai dan gadis itu sedang asik menggambar. Menggambar? Di tengah-tengah ruang yang gelap? Kyuhyun kebingungan, iapun menghampiri gadis itu.

                “Rae?” Raekyo menoleh, memandang kakaknya sebentar kemudian kembali menggambar. “Apa yang sedang kau lakukan?”

                “Menggambar.”

                “Kenapa tidak menyalakan lampunya? Matamu bisa rusak, Rae.”

                “Apa yang oppa lakukan di kamarku? Mau meminta maaf lagi?” Kyuhyun menghela nafas mendengar ucapan adiknya.

                “Mianhe.” Raekyo diam saja, namun bahu gadis itu menegang. Kyuhyun melangkah kemudian berjongkok di depan gadis itu, memegang dagu sang adik dan mengarahkan kepala Raekyo agar memandangnya. “Rae, mianhe.”

                “Kenapa orang-orang di sekitarku akhir-akhir ini sering meminta maaf? Tidak oppa, Teuki oppa, Hae oppa, Shin ahjumma dan masih banyak lagi. Memang kalian salah apa?” Raekyo tersenyum. Namun senyumnya tidak menular, Kyuhyun tidak ikut tersenyum bersamanya. Kakaknya itu malah menunjukkan pandangan yang semakin sedih. Raekyo benci itu, benci melihat kakaknya sedih karena dirinya, maka gadis itu membuang muka. Raekyo mengambil kertas gambarnya kemudian memutar badannya, memunggungi sang kakak lalu melanjutkan kembali menggambar. Kyuhyun terdiam melihat pemandangan di hadapannya. Bukan, bukan punggung sang adik, tapi kaki Raekyo. Bekas pukulan sang ayah dua jam yang lalu. Lagi-lagi Raekyo dihukum. Kali ini karena Kyuhyun mengajak adiknya menemaninya ke mall mencari kado untuk ulangtahun Leeteuk pulang sekolah tadi, dan berakhir mereka pulang kemalaman karena mereka lupa waktu. Menjelaskan berulang kali pun percuma, sang ayah tetap menyalahkan Raekyo.

                “Hae hyung sudah mengobatimu ya. Rae, oppa sungguh menyesal.”

                “Lihat oppa, gambarku sudah jadi. Simpan untukmu saja.” Raekyo mengabaikan ucapan Kyuhyun barusan dan dengan semangat menyerahkan kertas gambar hasil karyanya. “Nah, sudah malam, kembalilah ke kamarmu oppa. Aku mengantuk. Mau tidur.”

                “Mau oppa temani?”

                “Ani. Aku lelah, sedang ingin sendiri.” Raekyo tersenyum kemudian berjalan ke ranjangnya, merebahkan tubuhnya di sana. Raekyo menutup matanya, berharap melihat itu Kyuhyun segera pergi dari kamarnya. Dan rupanya berhasil, Raekyo merasakan Kyuhyun mengelus dan mengecup kepalanya lalu keluar dari kamarnya. Raekyo menghela nafasnya kemudian kembali berkonsetrasi, mencoba benar-benar tertidur.

                Sesampainya di kamar, Kyuhyun membuka hasil gambar yang Raekyo berikan padanya dan tertegun. Di atas kertas itu, Raekyo menggambar mereka berenam, sedang berdiri di pantai. Appa, eomma, Leeteuk, Donghae dan Kyuhyun digambar sedang bergandengan tangan, wajah mereka tersenyum penuh kegembiraan. Gadis yang Kyuhyun yakin adalah Raekyo berdiri agak jauh dengan mereka semua, gadis itu memiliki hallo di atas kepalanya, juga sayap yang mencuat dari punggungnya. Raekyo menulis sebuah kalimat di ujung kertas.

                ‘Menjadi malaikat pelindung appa, eomma, Teuki oppa, Hae oppa dan Kyu oppa.’

                Kyuhyun membuka matanya perlahan, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya. Ia memandang ruangan serba putih di sekelilingnya, seketika Kyuhyun  menghela nafas, ia tahu ia berada di mana. Sebuah tempat yang ia benci dari kecil, rumah sakit. Kyuhyun kira ia sedang di kamarnya, memandang hadiah gambar dari Raekyo, ternyata itu hanya mimpi, mimpinya berupa ingatan akan kejadian yang sudah lama berselang.

                “Uh.” Kyuhyun tiba-tiba merasa kepalanya berdenyut nyeri, refleks tangannya terangkat memegang kepalanya. Perban? Apa yang terjadi? Kyuhyun memandang tangan satunya yang seperti tersangkut sesuatu, benar saja sebuah jarum infus menusuk lengan putihnya. Pemuda itu mencoba mengingat-ingat apa yang sudah ia alami, dan tertegun akan ingatan apa yang sudah sang appa lakukan padanya. Ya, ia ingat sang appa menampar dan memukulinya, lalu terakhir yang ia ingat adalah saat botol kaca itu menghantam kepalanya. Jadi itulah yang menjelaskan kenapa kepalanya terbalut perban. Kyuhyun menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan sosok kakak tertuanya di sana. “Teuki hyung.”

                “Kyu?” Leeteuk tersenyum senang, adiknya sudah sadar. Buru-buru pria itu menghampiri sang adik lalu menggenggam tangannya. “Kau baik-baik saja? Pusing? Mual? Hyung panggilkan dokter ya.” Leeteuk buru-buru pergi keluar kamar, melupakan fungsi tombol pemanggil di dekat ranjang pasien Kyuhyun saking senangnya.

                Sambil menunggu Leeteuk, Kyuhyun mencoba memperhatikan sekeliling kamar. Hanya ada Leeteuk, ke mana dua saudaranya yang lain? Ke mana Donghae dan Raekyo? Kyuhyun coba mengingat-ingat, kemarin sang appa hanya marah padanya, berarti Raekyo aman kan?

                “Kau sudah sadar.” Seorang pemuda yang baru kali ini Kyuhyun lihat menghampiri ranjangnya, diikuti Leeteuk di belakang. Kyuhyun mengerutkan keningnya.

                “Bukan Hangeng hyung?”

                “Ah, Hangeng sunbae sedang ada perlu di luar kota. Jadi aku yang menggantikannya. Choi Siwon-imnida. Nah Kyuhyunie, kuperiksa sebentar ya.” Kyuhyun kembali mengerutkan kening pada panggilan pemuda di hadapannya itu. Namun ia hanya diam saja. “Nah, begini sudah lebih baik. Kau harus tetap istirahat ya. Dengan begitu kau akan bisa cepat pulih dan cepat pulang ke rumah. Kau benci rumah sakit kan Kyuhyunie? Makanya kau harus cepat sembuh.”

                “Tau dari mana uisa kalau aku benci rumah sakit? Dan berhenti dengan panggilan sok akrab itu, aku bukan adikmu!”

                “Cho Kyuhyun! Jaga sopan santunmu! Ah, mianhe Siwon-ah, sepertinya kepalanya terbentur cukup keras jadi dia agak sensitif.” Leeteuk memberikan pelototan pada adiknya.

                “Tidak apa-apa Teuki hyung. Aku mengerti. Eomma sering blang kalau Kyuhyun memang bermulut tajam, namun hatinya baik. Jadi aku sepenuhnya sudah mengerti.” Siwon terkekeh kecil tidak menyadari ucapannya menyebabkan reaksi pada kedua kakak beradik di sana.

                “Ne? Eomma? Memang eomma-mu kenal dengan adikku?”

                “Huh? Oh itu,, Ani. Mianhe hyung, aku sepertinya kurang tidur jadi melantur. Yang kumaksud Hangeng sunbae, ya hangeng sunbae, dia yang sering menceritakan Kyuhyun padaku.”

                “Oh, begitu.” Leeteuk manggut-manggut, pria itu ersenyum lalu menepuk bahu Siwon hangat, “Terima kasih Siwon-ah. Kau sudah mau malam-malam kemari gara-gara adikku. Kau pasti lelah. Benar juga kau pasti kurang tidur.” Siwon hanya tersenyum mengangguk, sepenuhnya sadar pada tatapan tajam penuh selidik yang Kyuhyun layangkan padanya. Kyuhyun tidak mudah teralihkan rupanya. Tidak mau berlama-lama di sana, lagipula shift kerjanya sudah mulai, Siwon berpamitan pada Leeteuk dan Kyuhyun lalu segera keluar dari kamar.

                “Ke mana Hae hyung dan Raekyo?” Kyuhyun segera bertanya sesaat setelah Leeteuk mendudukan diri di sebelah ranjang rawatnya.

                “Hae pulang ke rumah untuk mengecek Raekyo. Dia...”

                “Rae terluka? Appa juga menyakitinya?”

                “Seharusnya tidak. Maka dari itu...”

                “Seharusnya? Berarti kalian tidak tahu kondisinya saat ini?” Kyuhyun memandang kakaknya dengan raut wajah khawatir.

                “Dengar hyung dulu, Kyu. Semalam benar-benar kacau. Sesaat ketika appa memukulmu dengan botol, Raekyo masuk ke dalam ruang kerja appa. Dan appa hampir saja memukulnya kalau bukan Hae yang menghentikan. Lalu Hae menyuruh Rae masuk ke kamar dan mengunci pintu sampai salah satu dari kami pulang. Setelahnya kami langsung membawamu ke rumah sakit. Dan setelah kami yakin kau sudah ditangani, Hae ijin pulang untuk mengecek Raekyo. Harusnya ia sudah sampai di rumah saat ini. Tidak ada kabar darinya, berarti Rae aman kan? Nah sekarang yang hyung mau tanyakan, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa  bisa appa sampai melakukan ini padamu? Apa yang sudah kau lakukan?”

                Kyuhyun terdiam. ia merenungi pertanyaan kakaknya. Benar, memang apa yang sudah ia lakukan? Kyuhyun mereka ulang semua kejadian kemarin di otaknya dan tidak menemukan satupun alasan kenapa sang appa bisa sangat marah padanya.

                “Aku juga tidak tahu, hyung. Aku menginap di rumah Changmin, aku sudah ijin padamu kan hyung? Lalu tengah malam, Hyorin ahjumma memintaku pulang, tidak menjelaskan kenapanya, aku hanya takut terjadi sesuatu pada Raekyo. Ketika sampai rumah, ternyata appa mencariku. Saat aku menghampirinya, appa sudah mabuk berat, dan, dan terjadilah semua ini.”

                “Mwo? Tapi, Hyorin ahjumma juga tidak tahu apa-apa. Hyung sudah bertanya padanya.”

                “Hyung, aku sedikit mengingat sesuatu. Appa, saat itu appa bilang namaku dipilihkan langsung oleh dia. Aku tidak mau menghampiri appa sama seperti dia. Aku istimewa sejak sebelum lahir bagi dia. Dia itu, eomma?”

                “Eo-eomma?” Leeteuk terkejut. “Jangan-jangan...”

                “Jangan-jangan apa hyung?”

                “Ah, ani. Kyu, hyung harus pergi dulu. Kau tidak apa-apakan hyung tinggal sebentar? Lagipula kau memang harus istirahat kan? Hyung akan beri pesan pada Donghae agar segera kemari. Hyung pergi dulu ya.” Dengan itu, Leeteuk segera membereskan barang-barangnya lalu berlalu dari sana. Meninggalkan Kyuhyun memandang kepergian kakaknya penuh arti.

                “Teuki hyung... dari dulu kau memang tahu sesuatu kan, hyung?”

 

* * *

 

                Raekyo keluar dari ruang kerja ayahnya, pandangannya tidak sengaja melihat Hyorin yang sedang berjalan menuju ke dapur. Raekyo berjalan ke arah yang sama, dan berhenti di hadapan asisten ayahnya itu. Hyorin tentu saja terkejut, ini pertama kalinya Raekyo sengaja menghampirinya. Sudah lebih dari bertahun-tahun gadis itu menghindar darinya, tentu saja apalagi kalau bukan menghindari agar dirinya tidak bisa mengarang alasan agar Raekyo dihukum oleh Kangin.

                “Appa, ada di mana?” Hyorin memandang Raekyo, gadis itu nampak kacau. Lingkaran hitam di sekitar matanya dengan jelas menunjukkan gadis itu tidak tidur semalaman.

                “Dia masih tertidur. Ada apa kau mencarinya?” Hyorin terbelaklak melihat Raekyo langsung pergi dari hadapannya, wanita itu refleks memegang tangan Raekyo, menghentikan gadis itu, “Aku tidak akan membangunkannya kalau jadi kau. Mood ayahmu benar-benar buruk bila semalam habis mabuk berat.”

                “Aku butuh bertanya sesuatu padanya.” Raekyo melepas paksa pegangan Hyorin pada tangannya.

                “Kau bisa terluka, Rae.” Hyorin maklum Raekyo memandangnya terkejut seperti sekarang. Hampir tidak pernah ia memperlihatkan perhatian pada gadis itu. Dulu selalu ada kebencian dan rasa iri dalam pandangan Hyorin saat memandang Raekyo. Namun kejadian semalam cukup menyadarkannya. Perbuatannya selama ini sungguh jahat dan Hyorin sudah berjanji tidak akan semakin membuat Raekyo menderita, ia juga seorang ibu kan?

                Raekyo memandang Hyorin sedikit lebih lama, namun ia kembali teringat tujuannya semula. Maka gadis itu kembali membalikkan badan, melangkah menuju ke kamar ayahnya ketika lagi-lagi tangannya dipegang erat.

                “Rae, berobatlah.”

                “Aku tidak sakit apapun.” Raekyo mengerutkan kening pada nasihat Hyorin yang terdengar aneh menurutnya.

                “Ya, kau sakit. Hanya saja kau tidak menyadarinya. Berobatlah, Rae. Temui psikiater.”

                “Apa akal-akalanmu kali ini? Kau akan mengadu pada appa kalau aku sudah gila kali ini? Hingga akhirnya appa akan mengusirku dan membuat anakmu bisa masuk ke rumah ini? Itu kan yang kau mau, Yerin menggantikan posisiku?” Raekyo tertawa sinis.

                “Tidak, aku sudah tidak ingin.” Hyorin menggeleng, “Walau kau tidak akan percaya, tapi aku sungguh menyesal. Akan perbuatan dan iri hatiku selama ini. Bahkan Yerinku lebih bahagia daripadamu saat ini. Aku tidak menyebutmu gila, namun kau depresi Rae. Aku bisa melihat itu, aku memperhatikan kalian berempat selama ini. Berobatlah. Aku sungguh khawatir padamu.”

                “Woah, haruskah aku menitikkan air mata karena terharu? Sudah sekian lama, bagaimana kau bisa berubah hanya dalam semalam? Kau pikir aku akan percaya?” Raekyo menggelengkan kepalanya sambil tertawa pelan. Gadis itu menatap tajam wanita di hadapannya, “Berhenti bersikap seakan kau peduli padaku karena kenyataannya tidak. Berhenti berpura-pura berperan sebagai sesosok ibu yang mengkhawatirkan anaknya karena kenyataannya kau bukan ibuku dan sampai kapanpun tidak akan menajdi ibuku. Berhenti menggerogoti harta ayahku dan berhenti mencoba membuat anakmu menjadi seorang Cho! Pergilah yang jauh, aku muak melihatmu.”

                “Ya, akan kulakukan. Tanpa kau suruh pun memang aku akan pergi dari sini. Aku.. aku tidak mau lagi terlibat dengan kalian. Sudah cukup. Maka dari itu sebelum aku benar-benar pergi, aku ingin meminta maaf atas semua perlakuanku padamu. Dan satu lagi, aku bukanlah alasan yang mengakibatkan kedua orangtuamu berpisah. Aku bukanlah yang membuat eomma-mu pergi dari rumah ini. Itu semua bukan karenaku. Bukan karena alasan perselingkuhan ayahmu dan aku hingga membuat Hana pergi dari sini.”

                “Muslihat apa lagi yang kau pakai kali ini?”

                “Aku berkata sejujurnya, Rae. Aku tahu kau pasti tidak akan percaya. Tapi tanpa kehadiranku pun ibumu akan tetap pergi dan menceraikan ayahmu. Kemarilah, akan kuberitahu sesuatu.” Hyorin menarik Raekyo hingga gadis itu berdiri di hadapannya, lalu wanita itu membisikkan kalimat-kalimat ke telinga Raekyo. “Kalau kau masih tidak percaya, tanyalah pada kakak sulungmu. Dia mengetahui semuanya. Yah, hanya ini yang bisa kuberikan padamu. Informasi sebagai hadiah perpisahan. Selamat tinggal, Rae, kuharap kau mau mendengarkanku untuk berobat. Sebelum semua terlambat.” Kini, Hyorin melepaskan pegangannya pada tangan Raekyo, wanita itu tersenyum lalu berbalik meinggalkan Raekyo terpaku sendirian di sana.

                “Rae! Aku mencarimu ke mana-mana!” Lamunan Raekyo teralihkan melihat kedatangan kakaknya di sana. Donghae mengatur nafasnya yang ngos-ngosan, ia panik ketika melihat kamar Raekyo kosong, panik bila terjadi sesuatu pada sang adik Donghae berlari ke sana kemari mencari adiknya. Ia sungguh lega melihat Raekyo di dapur, “Kau tidak apa-apa?”

                “Hae oppa.”

                “Kau tidak apa-apa kan? Aku tadi melihat Hyorin ahjumma dari sini, dia tidak melakukan apapun padamu kan?” Donghae memegang kedua bahu adiknya lalu memperhatikan Raekyo dengan seksama.

                “Aku tidak apa-apa, oppa.”

                “Syukurlah. Ayo, Rae, ikut aku. Kita ke rumah sakit. Kyuhyun dirawat Rae.”

                “Mwo? Kyu oppa sakit?”

                “Tidak, tapi... Ah, akan oppa jelaskan sambil jalan. Ayo, Teuki hyung baru saja menghubungi oppa tadi, katanya Kyuhyun sudah sadar dan sendirian di sana. Kasian kan tidak ada yang menjaga. Ayo.” Donghae menarik tangan Raekyo. Kini, semua pikirannya benar-benar teralihkan, Raekyo fokus mendengarkan apa yang terjadi pada Kyuhyun. Raekyo hanya berharap apa yang terjadi pada Kyuhyun tidak ada sangkut pautnya dengan informasi yang baru saja ia dapatkan. Namun, lagi-lagi harapan tinggal harapan kan?

 

* * *

 

                Donghae dan Raekyo memasuki wilayah rumah sakit dalam diam. Sejak Donghae selesai bercerita, Raekyo menjadi pendiam. Gadis itu tidak mengatakan sepatah katapun dan juga tidak bereaksi. Hanya raut kekhawatiran yang nampak di wajah adiknya yang membuat Donghae tahu Raekyo menyimak ceritanya. Walau Donghae sudah berusaha mengajak Raekyo berbicara, namun tanggapan gadis itu yang seadanya jadi membuat Donghae bingung harus berkata apa lagi.

                “Rae, jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja.”

                “Benarkah?”

                “Tentu saja. Percayalah pada oppa, ne?” Raekyo hanya diam saja. Gadis itu hanya balas meremat tangan kakaknya yang menggandengnya. Seketika, Raekyo terpaku, pandangan matanya menangkap sesosok siluet ornag yang begitu familiar baginya. Walau sudah sangat lama, Raekyo tidak akan pernah salah mengenali sosok itu, senyum itu.

                “Rae? Ada apa?” Donghae kebingungan karena adiknya berhenti mendadak.

                “O-oppa, aku sakit perut. Aku ke wc dulu ya. Oppa duluan saja ke kamar Kyu oppa. Nanti aku menyusul.” Dengan itu Raekyo berlari menjauh dari Donghae. Mengejar sosok yang amat ingin ia temui.

                “Rae! Yak! Raekyo!” Donghae kehilangan jejak adiknya begitu saja. Dia heran kenapa harus ke wc di sini, kan kamar Kyuhyun juga ada toiletnya. Memutuskan tidak peduli toh Raekyo sudah hilang entah ke mana, Donghae pun berjalan menuju ruang rawat Kyuhyun.

                Sementara itu Raekyo masih berlari tergesa, ia hampir kehiangan sosok yang diikutinya itu. Ketika berbelok, Raekyo menghentikan langkahnya. Sosok itu berdiri tidak jauh dari sana, sedang mengobrol dengan seorang dokter muda, dilihat dari pakaian yang dikenakanya. Raekyo sudah akan berjalan menghampiri ketika ia mendengar panggilan pemuda itu pada sosok yang dikejarnya.

                “Eomma? Tumben eomma ke sini?” Raekyo mengerutkan keningnya. Eomma katanya? Bagaimana dokter itu bisa menyebut eomma-nya dengan sebutan eomma? Ya Raekyo tidak salah, sosok itu adalah Hana, ibunya. Tergesa, Raekyo menyembunyikan diri di balik dinding, mencoba mencuri dengar pembicaraan dua sosok tidak jauh dari sana.

                “Wae Siwon-ah? Apa-apaan pertanyaanmu itu? Memang eomma tidak boleh ke sini? Seingat eomma rumah sakit ini terbuka untuk umum.” Hana mengerucutkan bibirnya, pura-pura ngambek.

                “Bukan begitu eomma. Hanya saja aneh melihat eomma ada di tempat kerjaku. Jadi, sedang jadi jasa pengantar makanan nih?” Siwon menggoda sang eomma sambil melirik-lirik jahil pada rantang yang dipegang sang eomma.

                “Dasar anak nakal! Ya, ini untukmu. Kau pasti belum sarapan kan? Memang pasien itu segawat apa sampai kau tidak pulang lagi dari malam?”

                “Ya begitulah.” Siwon menggaruk tengkuknya, ia bingung apakah harus jujur pada sang eomma mengenai siapa pasiennya semalam? Akankah baik bila ia memberitahu sang eomma bahwa Kyuhyun terluka karena dipukuli ayahnya? Bukankah ini merupakan kejadian bagus yang bisa eommanya manfaatkan untuk menuntut cerai dan hak asuh keempat anaknya? Ini bukti kuat bahwa ahjussi itu tidak becus merawat anaknya kan? Bukti yang selama ini sang eomma tunggu-tunggu? Tapi Siwon tidak mau gegabah, ia harus mencari tahu lebih dalam dan memberitahu sang eomma kemudian. Ia tidak mau memberikan harapan palsu pada sang eomma. Siwon bertekad untuk menggali lebih dalam apa yang terjadi baru memberi tahu sang eomma bila ia sudah sangat yakin. Akan jadi hadiah yang menyenangkan untuk eommanya kan?

                “Jangan lagi kau jabarkan kode etik mengenai dokter harus merahasiakan perihal pasiennya pada eomma. Eomma sudah hafal di luar kepala!” Hana mengira Siwon enggan menjawab karena alasan kode etik dokter yang harus merahasiakan data pasien seperti yang sudah-sudah.

                “Eomma, peluk! Aku lelah semalaman menjaga pasienku. Setidaknya berikan aku pelukan hangatmu.” Siwon merentangkan tangannya dan disambut kekehan dari Hana.

                “Kau kerasukan apa? Kenapa jadi tiba-tiba manja eoh? Memang kau tidak malu kalau ada pasien yang mengenalimu?” Hana memeluk Siwon lebih erat, “Kau seperti Raekyo saja, seingat eomma dia juga manja dan sering minta dipeluk dulu.”

                “Tentu saja! Raekyo kan adikku!” Siwon tersenyum lebar memunculkan tawa dari ibunya.

                Tidak jauh dari sana, Raekyo mendengarkan semuanya. Raekyo mendengar bagaimana hangatnya percakapan sang eomma dengan sosok yang ternyata anak sang eomma. Raekyo juga mendengar bagaimana Siwon memanggilnya adiknya. Jadi semua yang Hyorin katakan itu benar ya.

                “Rae? Raekyo? Apa yang kau lakukan di sini?” Raekyo kaget dan segera berbalik, terkejut mendapati Leeteuk berdiri di hadapannya.

                “Teuki oppa?”

                “Kau sedang apa? Tersesat? Donghae mana? Ruang rawat Kyuhyun bukan di sini.”

                “Oppa juga sedang apa di sini? Kalau memang ruang rawat Kyu oppa bukan di sini?”

                “Ah, itu, oppa habis pergi tadi, tapi baru saja kembali, jad ya begitulah.” Raekyo menatap heran kakaknya, tingkah kakaknya nampak aneh. “Ayo, oppa antar ke ruangan Kyuhyun.”

                “Oppa.” Raekyo memegang tangan Leeteuk, menghentikan langkah kaki kakaknya,  “Aku ingin bertanya padamu. Bolehkah?”

                “Hm? Tentu saja boleh. Ada apa memangnya?”

                “Oppa.. Kau tahu sesuatu kan? Ani, kau tahu semuanya kan?”

                “Maksudmu?” Leeteuk bingung, kenignnya berkerut. Ia tidak mengerti pertanyaan adiknya.

                “Mengenai..... Eomma?”

                “Kau...” Kini begitu mengerti, Leeteuk terkejut.

                “kenapa eomma pergi dari rumah meninggalkan kita, oppa tahu alasannya kan?”

                “Rae...”

                “Mengenai eomma selingkuh dan menghasilkan anak haram yaitu aku, oppa tahu kan? Dan eomma memilih pergi dengan selingkuhannya, meninggalkan appa dan kita berempat. Kini aku mengerti kenapa appa selalu menyiksaku, menimpakan kesalahan padaku, mengacuhkan aku, itu semua karena aku bukan anaknya kan? Karena aku hasil perbuatan berdosa eomma dan selingkuhannya? Pantas saja appa membenciku. Kelahiranku merusak keluarga kita kan? Ternyata kehadiranku membuat appa sangat menderita. Selama ini appa pasti sudah sangat menderita. Kau tahu segalanya, apa kau membenciku oppa?”

                “Dari mana kau...”

                “Mianhe oppa. Harusnya aku tidak lahir saja, jadi keluargamu tetap utuh. Eomma dan appa akan tetap bersama. Appa tidak akan tersakiti.”

                “Cho Raekyo!!!!” Leeteuk memegang kedua bahu Raekyo, memaksa gadis itu memandang dirinya, “Aku tidak tahu kau dapat semua ini dari mana, tapi tidak akan ada yang berubah. Kau tetap adikku, adik Donghae dan adik Kyuhyun. Kau hanya harus percaya pada oppa. Kau anak appa dan eomma. Tidak akan ada yang berubah. Semua itu belum tentu kebenarannya. Oppa masih berusaha menyelidikinya. Percaya pada oppa ne?”

                “Belum tentu benar ya.” Raekyo tersenyum miris. Teringat percakapan sang eomma dengan pemuda yang dipanggil Siwon oleh eommanya tadi. Pemuda itu saja tahu ia adiknya, berarti semua benar kan? Apa Siwon itu anak eomma dan selingkuhannya juga? Berarti Siwon dan Raekyo adalah saudara kandung kan? Tapi kalau begitu kenapa malah sang eomma pergi sambil meninggalkan dirinya di keluarga Cho? Kenapa eomma tidak pernah kembali untuk mencari atau menjemputnya?

                “Ya, semua belum tentu benar, mau bagaimanapun kau adalah adikku. Dengar oppa, Rae, semua akan baik-baik saja.”

                “Berhentilah.”

                “Ne?”

                “Berhenti mengatakan semua akan baik-baik saja, oppa tidak mempunyai hak untuk bisa  mengatakan hal mewah seperti itu!”

                “Rae...” Leeteuk memeluk Raekyo, membawa adiknya ke dalam dekapannya. “Mianhe. Maaf oppa belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Oppa janji akan mencari tahu lebih dalam, jangan percayai apa kata orang, ne? Percaya oppa saja, untuk kali ini saja, Rae bisa kan?”

                “Oppa, lebih baik kita ke ruangan Kyu oppa. Mereka pasti menunggu kita.” Raekyo melepaskan pelukan kakak tertuanya lalu segera berlalu dari sana. Leeteuk memandang sedih pada adiknya, punggung adiknya yang berjalan menjauh. Leeteuk sadar Raekyo sama sekali tidak menjawab pertanyaannya.

 

* * *

 

                “Rae? Kau dari mana saja? Hampir kukira kau tersesat dan menyuruh Hae hyung mencarimu.” Kyuhyun merentangkan tangannya sambil tersenyum begitu melihat adiknya masuk ke dalam kamar rawatnya. Senyumnya makin mengembang melihat Leeteuk juga ikut masuk, lengkap sudah kakak dan adiknya di sini.

                “Oppa baik-baik saja? Sakit sekali? Mianhe. Semua gara-gara aku.” Raekyo berjalan mendekat, menyambut uluran tangan kakaknya.

                “Mwo? Ini bukan salahmu. kenapa jadi kau yang meminta maaf?”

                “Dari awal memang semua salahku, oppa.Mianhe.”

                “Apa maksudmu?” Kyuhyun nampak kebingungan, ia melihat pada Donghae namun kakaknya itu juga nampak bingung. Di sisi lain Raekyo tanpa sengaja menangkap gerakan Leeteuk, pria itu menggeleng perlahan memberitahu Raekyo untuk tidak mengungkit masalah apapun pada Kyuhyun. Raekyo paham, kakak tertuanya itu masih merahasiakan semuanya pada Donghae dan Kyuhyun. Raekyo jadi berpikir, apa yang akan Kyuhyun katakan bila ia tahu semua? Akankah kakaknya itu beralih membencinya? Pikiran itu membuat Raekyo ketakutan.

                “Oppa, aku menyayangimu. Sangat. Oppa juga sayang padaku kan? Peluk aku!”

                “Ne?” Kyuhyun terkejut, bukan karena pernyataan adiknya, tapi lebih kepada sikap adiknya. Selama ini Raekyo membuat jurang pemisah antara gadis itu dan mereka, ketiga kakaknya, membuat Kyuhyun dibuat cukup terkejut dengan sikap manja tiba-tiba adiknya itu. Tapi di sisi lain hati Kyuhyun menghangat, inilah adiknya. Inilah sosok Cho Raekyo sebenarnya. Gadis itu dulu begitu manja padanya. Tidak menunggu lama, Kyuhyun menggeser tubuhnya memberi ruang agar Raekyo bisa merebahkan diri di sampingnya, tangannya yang tidak diinfuus terentang lebar. Tersenyum manis, Raekyo masuk ke dalam pelukan kakaknya. Betapa ia merindukan pelukan ini.

                “Yak! Rae! Kau curang! Kau anggap apa aku, eoh? Aku juga mau memelukmu!” Donghae yang merasa tidak mau ketinggalan, ikut menghampiri Raekyo, memaksa Raekyo bergeser dan mendesak Kyuhyun semakin jauh ke pinggir ranjangnya. Kni kasur rawat Kyuhyun terisi penuh tiga orang berdesak-desakan.

                “Yak,  Hae hyung!!! Aku sudah mau jatuh!!!” Kyuhyun berteriak panik, pasalnya ranjangnya memang tidak akan muat diisi tiga orang sekaligus.

                “Aduh, kalian itu. Bisa rubuh ranjang ini.” Leeteuk memposisikan di sisi Kyuhyun. Menyangga tubuh adiknya agar tidak jatuh. Leeteuk juga cukup heran dengan perubahan sikap Raekyo. Adiknya berbuat seolah tidak terjadi apa-apa. Namun kekhawatirannya sirna melihat Raekyo tersenyum padanya, Leeteuk menganggap ini jawaban dari Raekyo. Gadis itu mempercayainya. Bahwa semua akan baik-baik saja.

                “Kyu kau pindah saja ke sofa! Biar aku dan Raekyo saja di sini!”

                “Yak Donghae-ah! Kan Kyuhyun yang sedang sakit. Harusnya kau dan Raekyo saja yang pindah ke sofa.” Leeteuk geleng-geleng kepala. “Atau kalau tidak, Rae kau saja ke sofa dengan oppa. Biarkan Kyuhyun memeluk Donghae sepuasnya.”

                “Teuki hyung!!! Infusku tersenggol olehmu!!!!! Apoooooo!”

                “Kyu jangan mendorong Rae!! Aku sudah mau jatuh ini!!”

                “Oppa tolong!! Aku terjepit di antara duo idiot ini!!”

                “Sudah oppa bilang kau sama oppa saja, ayo sini!”

                “Yah, Rae kok pergi?!”

                “Aku saja yang memelukmu, Kyu. Hm, harummu sangat enak. Kau memakai sabun yang kuberikan padamu ya?”

                “Hae, Kyuhyun kan baru sadar, lagipula anak itu belum boleh mandi. Itu artinya ia terakhir mandi kemarin sore.”

                “Muahahahaha!! Hae oppa suka wangi kecut Kyu oppa ya? Hahaha!”

                “Mwo? Aku tidak kecut enak saja!! Aku wangi tahu!! Sini coba cium!!”

                “Mana?”

                “Yak!! Bukan kau Hae hyung!!!! Pergi menjauh dasar ikan mesum!!”

                Dan keseruan itu berlangsung lama, hingga tidak sadar waktu sudah menunjukkan mala hari. Kyuhyun begitu menikmati moment kebersamaan yang baru terjadi antara ia dan ketiga saudaranya. Adiknya telah kembali, dan Kyuhyun merasa begitu senang karenanya. Kyuhyun masih tersenyum ketika melambai pada Leeteuk dan Raekyo yang pamit pulang ke rumah. Ia juga masih tersenyum memperhatikan Donghae yang tertidur pulas di sofa karena lelah bercanda gurau tadi. Bahkan Kyuhyun pun tersenyum ketika lelahnya sendiri menjauhkan dirinya ke dalam tidur. Kyuhyun tahu semuanya akan baik-baik saja mulai sekarang.

 

* * *

 

                “Rae? Kau ada di dalam?” Leeteuk masuk ke dalam kamar Raekyo. Tangannya nampak membawa tas jinjing lumayan besar. Pemuda itu menghampiri Raekyo yang sedang duduk di meja belajarnya.

                “Oppa akan kembali ke rumah sakit?” Raekyo melirik bawaan kakak tertuanya.

                “Ne, aku mau membawakan baju Kyuhyun dan Donghae. Kau mau ikut?”

                “Tidak oppa. Aku lelah, aku ingin tidur saja.”

                “Baiklah, oppa pergi dulu ya. Kabari oppa bila terjadi sesuatu.” Raekyo mengangguk sambil tersenyum. Leeteuk mengelus kepala adiknya lalu berlalu dari sana.

                Raekyo fokus kembali pada kegiatannya tadi. Ia membaca surat yang ia tulis dengan seksama lalu melipatnya dan memasukkannya ke dalam amplop. Gadis itu pun keluar dari kamarnya, masuk ke dalam kamar Kyuhyun dan menyalakan saklar lampu. Kamar kakaknya begitu rapi, berjajar buku dan piala ada di sana. Raekyo menuju meja belajar sang kakak, tersenyum melihat gambar yang tidak asing di sana. Gambarnya saat masih SMP dulu, yang ia ingat berikan pada Kyuhyun. Ternyata masih kakaknya simpan bahkan Kyuhyun memberi pigura dan meletakkannya di meja belajarnya. Raekyo menaruh surat yang ia tulis di meja belajar Kyuhyun, mematikan lampu lalu kembali ke kamarnya.

                Gadis itu membuka lemari bajunya, merogoh ke dalam dan tersenyum ketika tangannya menggapai apa yang dicarinya. Beberapa waktu Raekyo sibuk dengan kegiatannya, semakin lama, semakin senyum gadis itu pudar. Hanya tinggal pandangan kosong di sana. Ketika semua sudah siap, Raekyo merasakan jantungnya berdetam tidak karuan, ia ketakutan. Tapi apa lagi yang bisa ia perbuat? Ia kesakitan. Dan mengingat rasa sakitnya membuat keberanian itu muncul. Walau tangannya gemetar, walau kakinya terasa lemas, Raekyo tidak melambatkan langkahnya. Gadis itu menaiki kasur dan meletakkan kursi di atas kasurnya.

                Dulu Raekyo ingat dia suka sekali bermain lompat-lompat dengan ketiga kakaknya di ranjang. Berlomba siapa yang lebih tinggi dari yang lain. Merasa senang ketika kakinya menjejak ranjang, kemudian kembali melambung ke atas. Raekyo merasa detik-detik di udara sekaan ia sedang terbang.

                Menguatkan hatinya, Raekyo melompat dari atas kursi, menendang apapun yang menghalangi kakinya. Air matanya menetes menyadari kakinya tidak akan pernah menyentuh tanah lagi, ketika tubuhnya berayun di udara, ketika rasa sakitnya harusnya membuat Raekyo menjerit, anehnya gadis itu malah tersenyum. Selesai sudah penderitaannya, berakhir sudah rasa sakitnya.

                Ketika pelepasan itu tiba, hanya satu kata yang mampu terucap.

                ‘Mianhe.’

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet