Sepuluh

The Dark Whisper

Kyuhyun menggeliat tidak nyaman. Sesuatu yang basah menempeli wajahnya tidak berhenti. Pindah dari satu sisi ke sisi lainnya. Kyuhyun mencoba membuka matanya yang berat, dan sontak membulatkan mata sambil mundur terkejut. Karena gerakannya yang tiba-tiba tubuh semampai itu terjatuh ke lantai dengan tidak elit. Kyuhyun mengaduh.

                “Kyuhyunie! Kau baik-baik saja?”

                “Menjauh dariku om-om mesum!!!! Apa yang sudah Heechul hyung lakukan??!”

                “Habis kau sih dibangunkan susah sekali, kau kan juga putih seperti snow white jadi harus dibangunkan dengan kecupan. Dan benar kan kau langsung bangun.” Heechul melirik jahil sementara sang ‘snow white’ melotot tidak terima.

                “Kau menjijikan!!! Kau mengkontaminasi kepolosanku, hyung!” Kyuhyun segera berlari menjauh melihat Heechul mendekatinya. menimbulkan kekehan dari arah pojok kamar. Kyuhyun mendelik sebal. “berhenti menertawaiku, Bum hyung! Kau tidak menghalangi tindakan mesum itu? Kau tega padaku?! HAE HYUNG!!!!”

                BRAK! pintu kamar segera dibuka, Donghae masuk terburu-buru, langsung menghampiri Kyuhyun yang bagai anak koala langsung menempel pada kakaknya, “Ada apa Kyu? Kenapa kau berteriak? Kau tidak malu apa, ini bukan rumah kita.” Tidak lama kemudian Changmin, Yunho dan ibunya masuk juga ke kamar, penasaran apa yang terjadi.

                “Aku dinodai, hyung!! nenek sihir itu  menodaiku!!”

                “Yak! Kimkyu!! Aku itu pangeran tahu!! Tampang tampan begini masa nenek sihir.”

                “Memang apa yang sudah dilakukan Heechul hyung?”

                “Aku hanya membangunkan si pemalas itu! Tidur kok berjam-jam, dia tidak tahu apa kita sudah mati kebosanan menungguinya tidur?”

                “Membangunkan bagaimana hyung?” Changmin bertanya penasaran.

                “Begini nih, kemarilah Changmin-ah, hyung  akan tunjukkan padamu.” Heechul menyeringai jahil, membuat bulu kuduk Changmin meremang. Pemuda itu mulai menyesal sudah bertanya.

                “Jangan!!! Kabur Chwang!!” Kyuhyun sontak menarik tangan Changmin dan mengajaknya kabur keluar kamar. Ah lebih tepatnya menyeret pemuda tinggi itu, tidak memperdulikan suara tawa yang timbul dari dalam kamar.

                “Pffft. Hahahaha...” Changmin masih tertawa bahkan setelah segalanya mereda dan mereka kini sedang duduk makan bersama. Eomma Changmin tidak mengijinkan mereka pulang dengan perut kosong, terutama Kyuhyun, dia makan sedikit sekali beberapa hari ini. Jadilah mereka semua sedang menyantap bubur bersama-sama.

                “Berhenti menertawainya, Changmin-ah! Nanti dia mogok makan.” Suara dingin Kibum ditanggapi anggukan oleh Changmin, namun pemuda itu tetap tersenyum lebar. Ia baru diberitahu teknik membangunkan snow white oleh Heechul.

                “Hyung, aku jadi tidak berselera...”

                “Makan, Kyu. Kau membutuhkannya. Atau kau mau aku yang melakukan apa yang tadi hyungku lakukan padamu?” Kyuhyun langsung menurut, sangat mengerikan membayangkan Kibum mengecup-kecup wajahnya dengan ekspresi dingin begitu.

                “Ahjumma, mianhe. Kami membuat keributan.” Donghae meminta maaf pada ahjumma Kim yang tenang memakan makanannnya sambil senyum-senyum.

                “Tidak apa-apa Hae-ah, ahjumma malah terhibur. Teknikmu hebat juga, Chullie, ahjumma mungkin akan mempraktekannya pada Yunho dan Changmin.”

                “Eomma!!!!” Keduanya berseru tidak terima. Yunho bahkan sudah menggeser bangkunya menjauh dari ibunya yang duduk di sebelahnya. Menimbulkan kembali gelak tawa di sekitaran meja. Mereka pun melanjutkan makan sambil bercanda dan tertawa. Kyuhyun juga sudah merasa lebih baik. Diam-diam Donghae, Kibum dan Heechul melirik ke arah Kyuhyun dan bernafas lega. Setidaknya adik mereka sudah mulai kembali normal.

                “Ahjumma, terima kasih banyak. Maaf aku merepotkanmu selama beberapa hari kemarin.” Kyuhyun memeluk eomma Changmin yang dibalas wanita itu hangat.

                “Tidak apa-apa, Kyu. Kuatlah.” Kyuhyun tersenyum manis merasakan elusan keibuan itu ke kepalanya.

                “Yunho hyung, terima kasih.”

                “Ne, jangan sungkan begitu.” Yunho memeluk Kyuhyun erat.

                “Chwang, “ kini giliran Changmin, mereka saling bertatapan kemudian tersenyum lebar. Baru Changmin mau membuka tangan minta dipeluk, tapi Kyuhyun sudah memeluk sahabatnya itu kebih dulu, “Terima kasih Chwang, kau memang sahabatku yang terbaik.”

                “Mwo?”

                “Ayo hyung, sudah sore. Dadah semua!!” Kyuhyun buru-buru melepaskan pelukannya kemudian setengah menarik tangan hyung-hyungnya untuk segera pergi dari sana.

                “Eomma! Hyung! Kalian mendengarnya? Yah, kenapa tidak merekam! Anak gengsian ini menyebutku sahabat terbaiknya!! Akhirnya dia mengakuinya!!” Suara keras Changmin sontak membuat muka Kyuhyun bersemu merah. Dia malu sekali! Menyadari itu, semua di sana sontak tertawa lepas, menertawai persahabatan keduanya yang manis itu.

                “Aiissh awas kau Chwang!!” Protesan Kyuhyun makin menimbulkan tawa di sana. Lama ketika akhirnya mereka puas menggoda Kyuhyun barulah rombongan itu pulang. Changmin masih dadah-dadah bahkan ketika mobil Heechul sudah menghilang di tikungan.

                “Dia akan baik-baik saja kan?”

                “Ne, dia akan pulih. Kau hebat Changmin-ah, kau sudah menjadi sahabat yang baik.” Yunho memeluk Changmin dari samping, tersenyum mengangguk pada adiknya.

                “Yunho benar, eomma bangga padamu. Kau sudah memberikan yang terbaik untuk sahabatmu. Dan Kyuhyun juga sudah mengakui bahwa kau sahabat terbaiknya. Semua akan baik-baik saja.” Changmin mengangguki perkataan ibunya. Dengan semangat ia menggandeng eomma dan kakaknya untuk kembali masuk ke dalam rumah.

 

* * *

                Cafe ini cukup lengang, tidak banyak orang yang berlalu lalang seperti biasanya, hanya terdapat 2 antrian di depan kasir dan 2 pasang muda mudi yang makan sambil mengobrol asyik sendiri. Sama sekali tidak menghiraukan dua orang paruh baya yang duduk berhadapan dengan diam, tidak saling memandang, sibuk dengan pikiran masing-masing dan jelas kebingungan ingin memulai pembicaraan dari mana.

                Siang itu, tiba-tiba seseorang yang tidak disangka menghubungi ponselnya, mengirimkan pesan lebih tepatnya, mengajak untuk bertemu di cafe ini, ada sesuatu yang harus dibicarakan katanya. Sebenarnya ia tidak ingin, salah lebih tepatnya ia belum siap, apalagi bertemu wanita di hadapannya sekarang ini, namun sesuatu membuat Kangin membulatkan tekad, ada yang harus ia ketahui, ada yang ganjalan yang harus ia lepaskan maka kini di sinilah ia duduk berhadapan dengan wanita yang paling ia cintai, Hana.

                “Tolong tanda tangani ini, bekerja samalah denganku. Aku masih memintamu dengan baik-baik. Dan aku ingin keempat anakku ikut bersamaku. Jangan keras kepala, atau aku akan mengambil jalur yang lebih berat dan jelas akan merugikanmu.” Hana menyodorkan sebuah amplop cokelat ke depan Kangin. Sorot mata wanita itu penuh tekad, ingin memperlihatkan pada Kangin bahwa ia serius dan ancamannya bukan main-main.

                Kangin terdiam sebentar, memandangi wajah wanita di hadapannya. Ibu dari keempat anaknya. Wanita yang sangat ia rindukan dan sampai sekarang jelas masih ia cintai. Tidak banyak yang berubah dari wajah Hana, istrinya itu masih saja cantik. Dan wajah itu begitu mirip dengan Raekyo, dari dulu Kangin selalu sadar Raekyo mengambil terlalu banyak kemiripan dengan ibunya, hanya menyisakan sedikit bagian saja yang mirip dengan dirinya. Teringat lagi akan si bungsu, dada Kangin kembali sakit, tanpa sadar pria itu meremas dadanya perlahan, mencoba mengatur nafasnya.

                “Kau mendengarku? Jangan diam saja! Dan berhenti berpikir alasan lain untuk membuatku kembali mengurungkan niat. Kali ini aku serius.” Suara Hana kembali terdengar. Perlahan Kangin mengambil amplop di hadapannya, menarik keluar lembaran kertas yang ia sudah tahu jelas apa isinya. Hana ingin ia menandatangani surat cerai. “Dengar baik-baik Kangin-ssi, aku peringati, aku memintamu dengan baik-baik. Kalau kau menolak kali ini maka aku akan....”

                “Apakah begitu berat?” Hana langsung terdiam mendengar ucapan pria di hadapannya, suara pria itu begitu pelan namun Hana masih bisa mendengarnya dengan jelas, “Apakah begitu berat dan menyiksa untukmu hidup bersamaku?”

                “Kangin-ssi...”

                “Biarkan aku menyelesaikan dulu. Aku, aku sudah tidak tahan lagi, jadi tolong dengarkan aku, setelah itu aku akan menuruti semua permintaanmu.” Kangin segera memotong ucapan Hana. Wanita itu terdiam sebentar kemudian mengangguk, membuat Kangin tersenyum kecil, “Hana-ya, aku mencintaimu, dari dulu sampai sekarang pun masih. Perasaanku padamu bukan main-main, dan aku dengan gamblang selalu menunjukkannya padamu di setiap kesempatan. Tapi kenapa aku masih tidak bisa mengetuk hatimu? Aku tahu kau benci padaku, memaksamu untuk menikahiku, ya aku tahu aku salah dan aku minta maaf. Tapi kenapa kau hanya menyalahkan aku seorang, kenapa semua ikut menyalahkanku seorang. Aku memaksa tapi tidak dengan kekerasan, aku memberikan pilihan. Dan ketika ayahmu memilih menerima bantuanku untuk mempertahankan ekonomi keluarganya, ketika Kiho memilih bantuanku untuk mengobati ibunya, ketika kau memilih menyuruhku berlutut dan meminangmu karena kau patah hati atas pilihan Kiho meninggalkanmu kenapa aku yang sepenuhnya disalahkan? Demi Tuhan aku hanya memberikan pilihan, aku tidak pernah memaksa, aku tidak pernah mengancam. Ini tidak adil untukku, Hana. Dan kini kebencianmu menular pada anak-anakku juga, mereka kini pasti membenciku juga. Aku tahu ini terdengar hanya seperti alasan dan pembenaran diri, namun aku hanya merasa ini tidak adil.”

                Kangin mengambil stampel tanda tangan miliknya, membubuhkannya di tempat yang tersedia, menuliskan namanya kemudian menyodorkan kertas tersebut ke hadapan Hana, “Sudahlah, aku sudah lelah, lupakan semua omonganku tadi. Tetap anggap aku orang yang mengerikan dan pemaksa. Anggap aku yang jahat dan salah di sini. Lebih baik begitu daripada kau mengingatku sebagai pria tua yang mengemis cinta padamu. Aku tidak ingin kau mengingatku sebagai pria menyedihkan. Ini ambil kertasmu, aku akan bekerja sama dalam proses perceraian kita, aku tidak akan menghalangimu lagi. Ini adalah hadiah terakhirku untukmu, aku melepaskanmu. Maaf kalau selama ini kau tersiksa bersamaku. Bawa Leeteuk, Donghae dan Kyuhyun bersamamu. Mereka pantas untuk hidup bahagia.”

                “Raekyo? Aku jelas mengatakan ingin membawa keempat anakku.” Hana sontak berdiri ketika Kangin berdiri. Keningnya berkerut kenapa Raekyo tidak diserahkan juga padanya?

                “Rae tidak ada di sini.” Suara Kangin hanya berupa bisikan, pria itu membuang muka menghindari menatap mata mantan istrinya.

                “Dia tidak di sini? Kau menyekolahkannya ke luar negeri? DI mana?” Hana mengguncang tangan Kangin dengan keras, menuntut jawaban, “Dimana?!”

                “Hana-ya...”

                “Cih lagi-lagi begini. Selama ini kau tinggal dengan mereka berempat, memuaskan diri mengikuti tumbuh kembang mereka, kini kau berpura-pura baik menyetujui permohonan ceraiku dengan begitu mudah. menyodorkan cerita menyedihkan tentang cintamu yang tidak berbalas, tapi tetap ya yang namanya Cho Kangin itu masih sangat egois. Kau tidak mau memberitahuku di mana Raekyo sekarang? Tidak masalah, akan kucari tahu sendiri!” Dengan itu Hana meraih kertas di atas meja dengan kasar kemudian segera pergi dari sana. Meninggalkan Kangin menatap kepergiannya dengan raut wajah sendu,

                “Lagi-lagi aku yang dicap egois...” Kangin menghela nafasnya, jujur ia belum sanggup memberitahu apa yang sudah terjadi.

                Suara ponsel membuat lamunan Kangin buyar, pria itu melihat id peneleponnya kemudian mengangkatnya, “Yesung hyung, bagaimana Kyuhyun??”

                “Dia sudah pulang, dia baik-baik saja.” Jawaban Yesung membuat Kangin segera berdiri dari duduknya, pria itu bergegas berlari keluar.

                “Benarkah, hyung?! Syukurlah, tunggu aku, aku akan segera pulang, aku...”

                “Kangin-ah, mereka akan ikut bersamaku. Mereka bertiga. Mereka meminta ikut bersamaku. Dan lebih baik kau jangan pulang dulu, Kyuhyun terutama menolak bertemu denganmu. Jangan khawatir, bersabarlah, akan kubujuk mereka agar kembali bisa menerima dan memaafkanmu. Ya, kau tahu kan semua butuh proses, dan kini kondisi mental ketiganya sedang tidak baik. Percayakan padaku, aku akan mengurus mereka dengan baik. Penerbangan kami 2 jam lagi.” Kangin yang sedang berlari segera memelankan laju larinya. Pria itu terdiam, “Halo? Kangin-ah? Kau masih di situ? kau mendengarku?”

                “Hyung, a-aku...”

                “Aku tahu, ini pasti berat untukmu. Tapi pakailah waktu ini untuk merenungi kesalahanmu, untuk memperbaiki diri dan untuk menyembuhkan lukamu. Biarkan anak-anakmu juga sembuh dulu.”

                “Tidak bisakah kami berjuang bersama, hyung? Setidaknya biarkan aku menemui mereka barang sebentar, hanya sebentar saja, biarkan aku meminta maaf dengan benar di hadapan mereka sekali saja.”

                “Berhentilah egois, Kangin-ah. Berhentilah memaksa. Biarkan mereka pergi kali ini, mereka belum siap bertemu denganmu. Tapi kau tenang saja aku akan membujuk mereka nanti. Kau bisa meminta maaf nanti, tapi jangan sekarang.”

                “Apakah mencintai seseorang adalah sebuah kesalahan, hyung? Apakah aku salah karena telah jatuh cinta? Kenapa perasaanku yang tulus ini jadi membuat hidupku berantakan? Kenapa tidak ada yang mau mengerti perasaanku sekali saja? Kenapa hanya aku yang sepenuhnya bersalah?”

                “Kangin-ah...”

                “Aku mengerti hyung. Sampaikan pada mereka bahwa aku minta maaf dan menyesal banyak. Hati-hati di jalan. Aku, aku akan tetap di sini untuk merenungi kesalahanku.” Kangin memutuskan telepon dengan kakaknya. Mematikan ponselnya dan kembali berjalan. Kali ini berlawanan arah dengan jalan pulang ke rumahnya. Pria itu merasa kosong dan sakit. Dia menyesal amat banyak. Dia sadar dia bersalah karena telah menyiksa Raekyo selama ini, tidak menjadi contoh ayah yang baik bagi keempat anaknya. Dia menerima semua ini sebagai hukuman atas sikapnya. Tapi sebagai orang yang satu-satunya disalahkan Kangin masih tidak habis pikir. Lalu apakah ayah Hana tidak bersalah? Apakah Kiho tidak bersalah? Apakah Hana yang memilih menjadi istrinya kemudian meninggalkannya begitu saja ketika Kiho kembali, tidak menghargai perasaan dan usahanya selama ini untuk membahagiakannya untuk menunjukkan cintanya juga tidak bersalah? Apakah Hana yang membuat rumor mengatakan Raekyo anak haram agar bisa lepas dari Kangin dan berselingkuh dengan KIho sehingga timbul kesalahpaman ini sama sekali tidak bersalah? Apakah Leeteuk, Donghae dan Kyuhyun yang tahu selama ini ia selalu menyiksa Raekyo tapi sama sekali tidak berusaha membela atau menentang juga tidak bersalah?

                Tanpa Kangin sadari, ia sudah berjalan cukup jauh, pria itu berhenti di persimpangan jalan, mencoba mengatur nafasnya perlahan. Kangin sontak menoleh merasakan bajunya ditarik seseorang, keningnya berkerut memandang anak kecil yang kini memandang padanya sambil terus menarik-narik ujung bajunya.

                “Eh? Kau tersesat? Di mana orangtuamu?” Kangin berjongkok di hadapan gadis kecil itu. Ia memakai baju terusan berwarna pink dan rambutnya tergerai indah di punggungnya. Kangin merasa gadis itu sangat cantik.

                “Kamu mau ikut aku tidak?”

                “Kamu? Yak, aku lebih tua daripadamu. Panggil saja ahjussi. Siapa namamu?” Kangin memberanikan diri menjitak pelan kepala sang gadis.

                “Mau tidak?” Ada desakan dari nada suara gadis itu.

                “Ke mana? Kau ini tersesat? Ahjussi bantu carikan orangtuamu ya.”

                “Orangtua? apa itu? Sejenis hewan peliharaan? Tapi aku sudah punya peliharaan. Jadi, tidak usah terima kasih. Ayo sekarang jawab pertanyaanku, mau ikut denganku tidak?”

                “Ke mana?” Kangin sungguh bingung dengan gadis di hadapannya, kepalanya celingak-celinguk memperhatikan sekitar berharap ada orang lain yang sedang mencari anaknya yang hilang.

                “Ke rumahku. Rumahku sangat besar dan luas. Kau akan betah di sana. Ada sungai indah juga. Bonusnya aku akan biarkan kau minum dari sungai itu, bagaimana? Ayo cepat!! Tidak ada waktu lagi!! Sebelum eonni kembali!!”

                “Eonni? Kau pergi bersama kakakmu? Lalu ke mana dia sekarang?” Kangin berusaha tidak menghiraukan ucapan aneh gadis itu yang lain, ia hanya tahu gadis itu menyebut-nyebut tentang kakaknya. Dan Kangin berpegang pada fakta itu, bahwa ada seseorang yang kemungkinan sedang mencari gadis ini.

                “Duh, keras kepala sekali. Begini deh, ini sakit kan?” Gadis itu menunjuk dada Kangin dengan jarinya yang kecil, “Menyesal itu tidak enak kan? Aku punya penawarnya, aku bisa membebaskanmu dari rasa bersalah itu.”

                “Kau? Bagaimana...”

                “Jadi, mau ikut tidak?” Gadis itu melenggang santai ke tengah jalan, tidak menghiraukan dari jauh sebuah bus melaju kencang ke arahnya. Kangin panik sekarang, apa yang harus ia perbuat? Kangin memperhatikan jarak bus dengan si gadis kecil yang semakin mendekat. Tidak ada tanda-tanda bus itu akan berhenti, apakah supirnya buta tidak bisa melihat gadis kecil berdiri di tengah jalurnya? Tergesa, Kangin lari ke tengah jalan, mendekap gadis kecil itu berniat menggendongnya untuk menghindar. Namun Kangin tertegun, tidak ada siapapun di pelukannya, bahkan di mana-manapun tidak terlihat keberadaan gadis itu. Kini mata dan telinganya bisa menangkap teriakan orang-orang di pinggir jalan, menyuruhnya menghindar. Tapi Kangin seolah membeku di tempat, otaknya seakan berhenti bekerja. Dan ketika tiba-tiba badannya terpental dan berguling dengan kencang menubruk aspal, ketika ia tidak bisa merasaka lagi tubuhnya, ketika cairan merah itu masuk ke matanya dan membuat pemandangan sekitarnya seperti berwarna merah, Kangin melihat lagi sosok gadis kecil itu. Berdiri tidak jauh dari tempatnya terbaring.

                “Aku sudah membantumu. Kutunggu kau dirumahku, ahjussi” Dan gadis itu tersenyum amat cantik.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet