Empat

The Dark Whisper

Kyuhyun memasuki rumahnya dengan perasaan was-was, dirinya ditelepon tadi oleh Hyorin dan wanita itu mendesaknya untuk segera pulang. Kyuhyun yang sedang asik bermain games bersama Changmin merasakan perasaan tidak enak melingkupinya dan tidak sabar untuk segera sampai di rumah. Ketika Kyuhyun bertanya apa ada alasan tertentu dia harus segera pulang, Hyorin tidak menjelaskan apa-apa. Namun nada mendesak dalam suara wanita itu membuat Kyuhyun ketakutan, dia tahu pasti ada yang terjadi di rumahnya. Apakah Raekyo lagi? Menolak dijemput Hyorin dan lebih memilih memaksa Changmin mengantarnya pulang dengan menggunakan motor, lebih praktis dan cepat menurutnya, tanpa butuh waktu lama Kyuhyun telah sampai di rumahnya.

            “Kyuhyun-ah.” Hyorin menyambut Kyuhyun di ruang tamu. Namun Kyuhyun tidak bisa membaca apa yang terjadi dari raut wajah wanita itu.

            “Raekyo? Di mana Raekyo? Dia baik-baik saja?”

            “Raekyo? kenapa kau menanyakan gadis itu? Dia tentu saja baik-baik saja, sudah tidur di kamarnya.” Hyorin menjawab bingung, salahkan dia yang tidak menjelaskan bahwa Kyuhyun pulang dipanggil Kangin hingga Kyuhyun salah paham dan menyangka terjadi sesuatu pada Raekyo, “Ayahmu menyuruhmu pulang segera, ia ingin bertemu denganmu. Di ruang kerjanya. Ayo.”

            “Huh? Appa?” Kyuhyun refleks mengecek jam di pergelangan tangannya. Untuk apa ayahnya meminta bertemu dirinya di jam yang hampir tengah malam begini? Lagipula seharusnya Leeteuk sudah memberitahu ayahnya kalau dia menginap ke rumah Changmin, dan itu sudah biasa, jarang ayahnya mencarinya bila ia sudah menginap di rumah sahabatnya itu.

            “Ayo, Kyuhyun-ah! Kau sudah membuat ayahmu menunggu sejam lebih. Kau tidak ingin dimarahi kan?” Hyorin berucap mulai tidak sabar melihat Kyuhyun hanya berdiam diri di pintu masuk.

            Mendengar itu Kyuhyun pun menurut. Dia penasaran juga apa yang kira-kira akan ayahnya katakan padanya. Kenapa terlihat begitu mendesak? Kyuhyun mengekor saja di belakang Hyorin, sambil berjalan, matanya melihat ke arah atas. Ketiga kamar yang bersebelahan dengan kamarnya nampak tertutup rapat. Kyuhyun melihat lampu kamar Raekyo dan Donghae mati, tandanya keduanya sudah tertidur. Rasa lega sedikit ia rasakan, berarti benar Raekyo sudah tertidur di kamarnya dan bukan sedang dihukum ayahnya. Sementara itu ia sudah tidak aneh melihat kamar kakak tertuanya masih menyala, sudah bukan hal aneh kakaknya itu masih mengerjakan pekerjaan kantor di jam segini. Ketika sampai di depan pintu kerja ayahnya, Hyorin mengetuk pintu lalu mendorong Kyuhyun masuk ke dalam. Sementara wanita itu sendiri memilih pergi dan menutup pintu rapat, meninggalkan Kyuhyun yang heran di sana.

            Lampu ruangan kerja ayahnya nampak temaram. Lampu utamanya dimatikan, hanya terdapat satu lampu kecil menyala, lampu dari meja bar di sana. Kyuhyun mengernyitkan keningnya, di meja bar sesosok nampak tertidur sambil menangkupkan kepalanya ke tangan. Sekilas pandang Kyuhyun mengenali sosok itu, ia tidak akan mungkin salah mengenali pundak lebar milik ayahnya. Tanpa ragu Kyuhyun mendekat kemudian mengguncang tubuh ayahnya perlahan. Keningnya berkerut, bau alkohol tercium menyengat, memperhatikan lebih detail terdapat gelas dan berbotol-botol minuman keras yang kosong berserakan di meja itu.

            “Appa, appa. bangunlah. Kau mencariku?” Kyuhyun kembali mengguncang tubuh ayahnya, sedikit lebih keras sekarang melihat dari tadi ayahnya tidak bergeming. “Appa!”

            “Umm?” Kangin nampak terusik, nampak berat ia mengangkat kepalanya, mencoba memperhatikan sosok yang ada di dekatnya dan telah mengganggu tidurnya.

            “Appa, appa minum berapa banyak? Appa mabuk? Ada apa?”

            “Oh, Kyuhyunie. Cho Kyuhyun.” Kangin tersenyum pada anak ketiganya itu. “Kemarilah, Kyuhyunie, peluk appa. Mau kan? Tidak mau ya? Kenapa?”

            “Appa, terjadi sesuatu? Ada apa appa memanggilku?”

            “Cho Kyuhyun. Nama itu. Nama yang ia pilihkan sendiri untukmu. Aku tidak boleh merubahnya. Hanya namamu yang tidak boleh kutentukan sendiri. Kenapa? Ternyata kau memang sudah istimewa baginya dari semenjak belum lahir ya. Bodohnya aku.” Kangin terkekeh pelan. Pria itu mencoba berdiri dari duduknya, agak limbung sedikit, namun masih bisa ia menahan bobot tubuhnya sendiri. Kyuhyun hanya diam, melihat apa yang akan dilakukan ayahnya. Semua ocehan ayahnya nampak aneh baginya. Sebenarnya ada apa? “Kemarilah, Kyu. Kemari. Tidak mau? Kau tidak mau menghampiri ayahmu? Ckckck. Sama lagi. Ternyata kalian sama. Dia juga tidak mau menghampiriku lagi. Tidak sudi katanya. Ternyata kau samanya dengan dia. Kalian sama.”

            “Appa…”

            PLAK!! Mata kyuhyun membola terkejut, ketika pipinya berdenyut sakit barulah Kyuhyun sadar, sang ayah baru saja menamparnya. Kyuhyun memegang pipinya yang terasa perih, otaknya seakan berhenti bekerja. Ada apa? Apa kesalahan yang dia buat? Kyuhyun mencoba mengingat-ingat apa saja kelakuannya dari kemarin, namun nampaknya dia tidak berbuat yang aneh-aneh hingga membuat ayahnya marah.

            “Appa, kenapa…..”

            BUAGH!!! Tubuh Kyuhyun terjatuh ke bawah ketika Kangin meninju perutnya. Rasa sakitnya membuat Kyuhyun membungkukkan badannya, ia mengerang. Tidak ia rasa lagi dinginnya lantai yang menempel di pipinya, Kyuhyun berusaha keras menemukan kembali nafasnya.

            “Kyuhyunie anak baik kan? Kau penurut kan? Buat dia kembali padaku, Kyuhyunie bisa kan? Bisa kan?” Rasa sakit di perutnya membuat Kyuhyun kesulitan menjawab ayahnya, ketika sang ayah kembali mendekatinya, berjongkok di dekat tubuhnya yang masih berbaring kesakitan, Kyuhyun kembali kebingungan. Ada apa sebenarnya?

            “Ya, kau anak yang baik. Kau anak baik. Kau baik.” Kangin terawa begitu keras, nampak amat tidak waras di mata Kyuhyun. Pemuda itu mengumpulkan kekuatannya lalu berusaha lari dari ruangan itu, menghindari ayahnya yang sedang kumat. Ditambah pengaruh alkohol, Kyuhyun tahu menghindar adalah jalan terbaik. Ah lebih tepatnya ia harus melarikan diri.

            “ANDWAE!!!!!” Kyuhyun berteriak ketika merasakan pundaknya dicengkeram sang ayah. Padahal ujung jarinya sudah berhasil memegang kenop pintu. “HYUNG!! AHJUMMA!! HYUNG!!!”

            “Berisik! Diamlah!” Kyuhyun hanya bisa pasrah lagi-lagi ayahnya menamparnya. Tapi kenapa? Pertanyaan itu sama sekali tidak sempat terucap karena sedetik kemudian ayahnya memukuli wajah dan sekujur tubuhnya dengan kekuatan penuh. Jangankan untuk berteriak, untuk bernafas pun Kyuhyun mencoba sekuat tenaga. Rasa sakitnya terasa di sekujur tubuhnya, Kyuhyun mencium bau darah namun dia tidak bisa memastikan bagian mana dari tubuhnya yang terluka. Lama hingga Kyuhyun merasa selamanya ia akan merasakan sakit, kemudian tiba-tiba saja Kangin berhenti. Pria itu nampak menarik nafasnya. Tindakan kekerasannya tadi memakan energinya begitu banyak. Ia melihat pada kondisi anak ketiganya itu, namun tidak ada pancaran emosi dari matanya. Kyuhyun tahu ayahnya sedang dibutakan oleh amarah. Tapi lagi-lagi ia bertanya, apa salahnya?

            “Uh, eomma…” Kesalahan fatal, sebab begitu Kangin mendengar rintihan Kyuhyun memanggil istrinya, emosi pria itu naik kembali. Puas kembali menendangi anaknya, Kangin mencari-cari seantero ruangan dan menemukan benda yang dicarinya. Senyumnya terbit. Diambilnya botol bekas minuman yang sudah kosong itu, tawanya kembali terbit ketika dilihatnya pancaran mata Kyuhyun yang nampak ketakutan, dengan sekali ayun, botol itu sukses pecah menghantam kepala Kyuhyun. Kyuhyun hanya bisa pasrah merasakan aliran cairan hangat membasahi wajahnya, pandangannya mulai mengabur. Sebelum kegelapan menelannya Kyuhyun akhirnya bisa mengutarakan apa yang sejak tadi ia pendam di hatinya, walau terpaksa keluar hanya dalam bisikan sebab tenaganya sudah menghilang entah ke mana, “Appa, wae?”

            “KYUHYUN-AH!!!!!!!”

 

* * *

 

            Leeteuk menegakkan tubuhnya, mengalihkan sejenak pikirannya dari berbagai macam kertas di hadapannya. Seseorang nampak memanggilnya, berteriak memanggilnya. Leeteuk mencoba menajamkan telinganya, namun suara itu nampak tidak terdengar lagi. Apa itu hanya khayalannya? Leeteuk memijit pelipisnya, mungkinkah efek bekerja terlalu keras jadi berhalusinasi? Namun Leeteuk rasa tidak, ia masih memiliki energy dan lemburnya yang sekarang tidak terlalu berat. Karena penasaran akhirnya Leeteuk berjalan keluar kamar. Ia menoleh pada tiga kamar di samping kamarnya dan terkejut mendapati Donghae juga sedang melongokkan kepalanya.

            “Hyung, kau juga dengar? Seperti ada yang memanggilku.”

            “Hm. Makanya hyung juga keluar. Kukira kau yang memanggil, Hae.” Leeteuk menggaruk tengkuknya, kalau bukan hanya dia yang mendengar berarti bukan khayalannya kan?

            “Mau mengecek, hyung?” Leeteuk mengangguk. Dua-duanya sama paham, kalau mengecek sudah pasti ke ruang kerja ayahnya. Siapapun di dalam sana harus mereka pastikan, sebab bukan sekali dua kali ayahnya itu memanggil orang ke ruang kerjanya di tengah malam dan memberinya ‘pelajaran’. Setidaknya perasaan mereka tidak was-was sebab suara teriakan tadi bukan suara milik maknae mereka. Ini hanya pengecekan rutin, untuk memastikan saja, dan memberikan rasa damai pada benak keduanya. Maka Donghae pun menggamit tangan kakak tertuanya dan mereka sama-sama berjalan ke bawah.

            Di depan pintu, mereka menjumpai Hyorin yang sedang berdiri diam menghadap pintu. Leeteuk sudah akan berbalik pergi sebab biasanya kalau Hyorin menunggui di depan pintu tandanya orang di dalam adalah memang tamu ayahnya dan bukan salah satu dari adiknya namun ekspresi wajah wanita itu membuat Leeteuk bingung. Hyorin nampak gelisah, sesekali menggigiti kukunya yang terpoles sempurna dengan warna merah terang. Wanita itu seperti hendak membuka pintu namun urung terus begitu hingga Leeteuk merasa ada yang aneh.

            “Hyung, ayo pergi.”

            “Tunggu, Hae. Hyung harus memastikan.” Leeteuk mendekati Hyorin kemudian menepuk pundak wanita itu. Hyorin jelas terlonjak kaget melihat kedua Cho bersaudara itu ada di dekatnya.

            “Le-leeteuk. Donghae. Apa yang kalian kalukan malam-malam di sini?”

            “Itu yang mau kami tanyakan juga. Siapa di dalam?”

            “A-anu. Itu…”

            PRANG!! Suara pecahan terdengar dari dalam. Hyorin panik seketika. Wanita itu segera membuka pintu sekuat tenaga, kaget karena ternyata pintu tidak dikunci.

            “KYUHYUN-AH!!!!!!!”

            Leeteuk berpandang-pandangan dengan Donghae sebentar sebelum kesadaran memasuki benak keduanya. Kyuhyun katanya? Tanpa basa-basi mereka berdua masuk ke dalam dan terpaku melihat pemandangan yang disajikan di depan mata mereka. Di sana terbaring penuh luka dan darah adalah adik mereka, Cho Kyuhyun. Hyorin nampak terperangah juga. Tidak sanggup menggerakan tubuhnya. Sementara tidak jauh dari sana, di meja bar, ada Kangin yang kembali sedang menenggak sebotol minuman keras langsung dari botolnya.

            “K-K-Kyu.” Donghae menemukan suaranya terlebih dahulu. Pemuda itu terseok-seok mendekati tubuh adiknya, bingung harus menyentuh di mana. Sebab jelas keadaan Kyuhyun tidak baik-baik saja. “Kyuhyun!!!”

            Donghae memegang pipi Kyuhyun yang dingin, berharap mata indah itu terbuka. Namun harapannya nihil, kedua mata itu terpejam sempurna.

            “Hyung!! Teuki hyung!!!!” Teriakan Donghae membantu menyadarkan Leeteuk. Pemuda itu ikut berjongkok di dekat adiknya. Seolah linglung entah apa yang harus dilakukan.

            “Di-dia masih hidup kan? Kyuhyun masih bernafas?” Suara Hyorin bergetar hebat, dia tidak menyangka Kyuhyun akan diperlakukan sampai begini parahnya.

            “Siapkan mobil, cepat!!! Kita harus bawa dia ke rumah sakit!!! Ahjumma!!!!” Hyorin mengangguk, wanita itu segera berlari ke luar ruangan bersyukur ada Donghae yang masih bisa berpikir logis walau pemuda itu sudah menangis. Hyorin juga bersyukur ada yang bisa ia lakukan sebab otaknya seakan berhenti bekerja. Keadaan di dalam sana begitu mengguncangnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya sebagai sekretaris Kangin, wanita itu mulai merasa takut pada Kangin. Ada sesuatu dalam diri Kangin yang tidak bisa ia jamah, tidak akan pernah bisa ia rubah, tidak pernah bisa ia redam.

            “K-kyu.” Leeteuk mengguncang bahu adiknya perlahan. Sama dengan Donghae ia berharap mata itu terbuka, setidaknya untuk memberi kepastian bahwa ia baik-baik saja. naïf memang.

            “Ada apa ini??!” Suara yang mereka kenal membuat mereka refleks menoleh. Senyum terbit di wajah Kangin. Pria itu kembali tertawa lepas.

            “Kemarilah. Ayo, kemari.” Kangin melambai-lambaikan tangan semangat pada sosok di muka pintu itu, “kemarilah appa ingin bicara.”

            “Jangan Rae!!! Pergi!! Pergi dari sini!! Rae!! Cho Raekyo!!!!” Donghae berteriak kalut, ia melihat Kangin sempoyongan berusaha berjalan ke arah gadis itu, sesekali menenggak cairan kecokelatan dari botol yang ia pegang.

            “Hae oppa, ada apa? Apa yang…” Raekyo tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Tubuh Kyuhyun tertutupi oleh posisi Leeteuk dan Donghae sehingga ia tidak dapat melihat kondisi kakak terkecilnya itu. Raekyo kira Kyuhyun hanya terjatuh karena didorong oleh ayahnya yang sedang mabuk.

            “Rae!!! Menurutlah!! Pergi dari sini!!!!” Donghae berteriak frustasi membuat Raekyo semakin bingung. Sementara Leeteuk masih seperti orang kebingungan, dia hanya bisa menatap kosong pada Kyuhyun dan Raekyo bergantian.

            “Anak cantik, anakku yang cantik. Kemarilah. Appa punya sesuatu untuk dikatakan padamu.” Kangin semakin mendekati Raekyo. Membuat Donghae semakin panik, pemuda itu pun akhirnya menumpukkan badan Kyuhyun pada Leeteuk hingga pemuda itu terjengkang. Tidak siap akan perpindahan bobot yang begitu tiba-tiba.

            “Rae!!!!”

            “Kau juga…” Kangin mengangkat botolnya, “Mati sajalah.”

            “Aiisssh!!! Br*n*s*k!!!!” Donghae mendorong tubuh Kangin ke samping sekuat tenaga, terjatuh dengan keras ke lantai yang keras. Kangin yang memang sudah mabuk berat, terdiam di lantai. Pria itu kini mulai menangis, sementara Donghae terengah-engah. Ia ketakutan, hampir saja botol itu mengenai kepala adiknya yang lain lagi. Hampir saja.

            “Rae, kau baik-baik saja? Rae?! Dengar oppa, pergilah ke kamarmu, kunci pintu, jangan keluar sebelum oppa menyuruh. Mengerti?! Rae?! Cepat pergi!” Donghae membalik tubuh adiknya lalu mendorong gadis itu pergi keluar ruangan. Donghae segera kembali ke dalam, berharap Raekyo mematuhi perintahnya.

            Sementara itu Raekyo masih terdiam terpaku, berusaha keras mencerna semua yang baru saja terjadi. Ia terlalu shock pada sikap Kangin barusan hingga masih tidak menyadari keadaan Kyuhyun di dalam sana. Otaknya seakan membeku. Ia juga tidak melihat pada Hyorin yang terpogoh-pogoh masuk ke dalam ruang kerja ayahnya, tidak menyadari wanita itu gemetar. Hanya kata-kata itu yang terngiang di benaknya. Mengalahkan semua suara keras dan teriakan yang terdengar lagi dari dalam ruang kerja ayahnya. Kata-kata itu seolah menancap ke dalam benak Raekyo, berupa perintah keras yang diulang-ulang di telinganya. Kata-kata yang seolah memberikan solusi atas semua rasa kesepian dan penderitaannya.

            ‘Mati ya.’

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet