Random Chapter

'Ex Boyfriend' 2
Please Subscribe to read the full chapter

Sebenarnya ini saya bikin karena ada yg tanya lewat inbox. Katanya kenapa kok karakter Joohyun di sini dibikin selebay itu. Cuma keguguran tp kayak kehilangan apa aja. Banyak yg mengalami hal sama tp nggak selebay karakter Joohyun.

Biar saya jawab di sini biar nggak ada lagi yg tanya ya.

Pertama, ff ini pakai sudut pandang orang pertama, jadi kalian cuma difokuskan sama apa yg dirasakan si tokoh utama. Dari bagaimana egois, keras kepala, cengeng, manja, dan segala sifatnya yg lain. Tp nggak setiap chapter dia lebay sih menurut saya walaupun sisanya cuma random. Ada juga senang2nya kalau nggak salah ingat sih. Haha

Kedua, nggak semua wanita sama. Ada yg cepet move on, ada yg lama. Ada yg lebih suka bawa happy2 aja, ada yg masukin ke hati jd bawannya mellow terus. Ada jg yg memang nggak bisa move on, kadang lihat apa jd baper, tp luarnya tetep baik2 aja. Beda2.

Ketiga, mungkin kita cuma melihat apa yg ada di sekitar kita. Kebetulan yg kita lihat yg nggak masalah sama sekali meski keguguran berkali kali jd akhirnya saat baca karakter Joohyun di sini langsung mikir lebay.

Saya maklum dengan pertanyaan semacam itu karena yg tanya mungkin tidak merasakan apa yg dialami si tokoh di sini. Tapi sekali lagi, setiap orang beda2 cara menghadapi masalahnya karena saya pun termasuk yg suka baper, iri juga, kalau lihat temen hamil, lahiran. Kadang nangis sendiri karena ingat beberapa kali keguguran. Ingat pernah beli baju2 lucu tp akhirnya cuma bisa disimpan lagi. Beberapa orang mungkin mikir itu berlebihan, tp karena saya juga ngalamin semua yg si tokoh alami di sini jd yeah, artinya saya juga lebay dan berlebihan. Hahaha

Keempat, ini tentang rumah tangga, yg sudah sah, jd jangan dibandingkan dengan kasus hamil diluar nikah yg bisa aja sekali bikin langsung jd ya. Justru cobaannya ya disitu, nunggunya bisa bertahun2.

 

“Yah! Kenapa tidak bilang kalau kau sudah lahiran?!” protesku setelah membuka pintu ruang perawatan Yongsun. Tega benar temanku ini. Dia tak memberitahuku padahal sudah melahirkan sejak 2 hari yang lalu.

Sementara wanita yang kumaksud hanya cengengesan di ranjang pasien. “Ini juga mendadak, Hyun. Kalau menurut perkiraan harusnya 2 minggu lagi.”

Aku mendengus pelan lalu duduk di pinggir ranjang. “Aku belum beli kado.” tukasku merengut.

“Kau ini, jangan seperti anak kecil.” Yongsun tertawa seraya menjitak keningku. “Nanti kalau aku sudah di rumah. Jangan menambah barang bawaanku.”

“Mau apa?” tanyaku.

Dia seolah berpikir. “Baby stroller, pump, bathing solution set, dan food prossesor.” cengirnya kurang ajar.

Segenap cinta aku menoyor dahinya. “Nanti kalau Seulgi sudah seperti Bill Gates. Sekalian kubelikan rumah untuknya.”

Ibu muda ini malah terbahak. “Siapa suruh tanya mau apa.” dia membela diri. “Yang pasti dipakai saja, Babe. Baju baju lucu karena aku dapat anak gadis.”

Ah... Aku ingat dia terus saja bilang ingin anak perempuan dan sekarang dia mendapatkannya. “Belum diantar?”

“Tak lama sebelum kau datang, bidan membawanya ke ruang bayi untuk mengganti selimutnya. Tapi mungkin sebentar lagi datang.”

“Happy?”

Yogsun mengangguk dengan senyum yang mungkin bisa merobek wajahnya, yang membuatku begitu iri.

Tak salah kan kalau aku merasa begitu? Karena aku sudah lama mengharapkan kehadiran makhluk menggemaskan itu. Rasanya semua orang di sekitarku bisa mendapatkannya begitu mudah, tapi kenapa giliranku harus sesulit ini.

“Jangan pasang wajah jelek begitu. Kesannya kau tidak senang dengan keponakan barumu.” candanya menyentil dahiku.

Aku menggeleng pelan sambil menggoyangkan bahu. “Aku yang lebih dulu menikah, tapi kau yang lebih dulu punya bayi.” aku membalas candaannya walaupun memang tak lucu sama sekali.

Yongsun tersenyum tipis lantas mengusap dan menepuk bahuku. “Siapa tahu nanti kau malah langsung dapat 2 atau lebih mengejutkan lagi 3 sebagai hadiah dari kesabaranmu. Kita mana tahu, kan?” hiburnya.

“Satu cukuplah. Aku harus belajar dulu. Nanti yang seterusnya boleh kembar atau triplet.” candaku dan kami berdua tertawa.

Entah seperti apa rasanya mendengar tangisan pertama saat mereka hadir karena dulu bayiku tak menangis setelah aku melahirkannya. Meskipun mataku sudah terkalang air mata saat itu, tapi aku sempat melihat tubuh mungilnya yang keunguan ketika tim medis menyelimutinya. Rasanya sangat menyakitkan terlebih saat itu aku tak punya siapa siapa untuk bersandar. Seulgi, orangtua dan mertuaku datang saat aku sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Ingatan yang sangat menyakitkan.

“Byulyi mana?”

“Mengantar pulang orangtuanya.” jawabnya. “Ahjussi?”

“Mungkin masih di jalan.”

“Oh.” Yongsun mengangguk. “Jadi ini baru pulang shift?”

Aku mengangguk. “Normal atau operasi?”

Padahal cuma itu pertanyaanku, tapi Yongsun begitu berbaik hati menjelaskan padaku rincian proses persalinan normalnya yang membuat sekujur tubuhku meremang. Seriously? Dia menjabarkan seperti apa sakitnya kontraksi yang semakin lama jaraknya semakin berdekatan, juga ketika dia mendapatkan guntingan cukup panjang untuk mengeluarkan bayinya yang cukup besar sampai seperti apa rasanya saat dijahit.

“Sebenarnya dokter menyarankan operasi karena bayiku cukup besar tapi kalau aku ingin persalinan normal juga tak masalah. Tapi kau tahulah, aku ingin merasakan persalinan normal untuk anak pertama sampai aku ribut dengan Byul. Syukurnya dia akhirnya menyerah.”

“Yang tak akan menyerah berdebat denganmu cuma batu karang.” sindirku yang membuatnya cengengesan. Aku keras kepala, tapi Yongsun lebih parah.

“Kalau diingat lagi rasanya lucu juga. Kau tahu, aku sampai minta maaf penuh drama air mata pada ibuku karena sering membangkang.” tawanya lebar. “Kalau tahu sakitnya melahirkan seperti ini, aku bersumpah tidak akan mengajak ibuku ribut.”

Aku langsung meringis meskipun Yongsun menceritakannya sambil tertawa. “Sesakit itu?”

Dia mengangguk mantap. “Tapi sakitnya terbayar saat aku mendengar tangisannya.”

Aku menarik napas dalam.

“Wae? Tak sabar ingin Seulgi menghamilimu?” dia menyeringai gila. Sudah jadi ibu tapi kelakuannya tetap saja begini.

“Damn you.” umpatku kesal. Ingin rasanya aku menjitak kepalanya tapi ponselku keburu berbunyi yang membuatku beranjak mengambil tasku di sofa. “Halo, Seul?”

“Lantai berapa?”

Kadang aku kesal juga dengan Ahjussi satu ini, tak ada basa basi sedikitpun. “Tiga.”

“Oke.”

Dan panggilan berakhir.

Aku hanya memandang ponselku dengan alis meninggi. Keterlaluan sekali suamiku ini. Kusimpan kembali ponselku di tas ketika kudengar Yongsun terkikik. “Wae?”

“’Halo, Seul?’ Serius, Bae Joohyun, kau tak ada manis manisnya sama sekali.”

“So?”

“Halo, Sayang, atau apalah yang jauh lebih manis. Kelakuan begini suka protes suaminya tidak romantis. Dia sendiri kelakuannya sama. Suamimu itu cerminan dirimu, Honey.” Yongsun tertawa mengejek.

Aku mendengus. “Shut up.”

Tak lama pintu diketuk, kupikir itu Seulgi tapi ternyata Byulyi. Dia tersenyum ramah padaku sebelum masuk kamar mandi. Mungkin ingin membasuh wajahnya yang terlihat kurang tidur itu. Beberapa menit kemudian Byulyi keluar lalu duduk di kursi dekat ranjang Yongsun.

Aku memandang jam di dinding, sudah 15 menit lebih tapi Seulgi belum juga muncul. Jalan jalan kemana laki laki itu. Untung saja hanya beberapa saat berselang dia muncul. Kalau tidak mungkin aku akan mendatangi resepsionis untuk meminta tolong mengumumkan kalau suamiku hilang di rumah sakit tempatku bekerja.

Seulgi masuk dan meletakkan 2 bingkisan di meja lalu mendekatiku yang masih duduk di bibir ranjang Yongsun. Setelah dekat, baru kusadari wajahnya sedikit berkeringat yang membuatku heran.

“Nyasar, Ahjussi?” canda Yongsun mengulum senyum. “Sampai keringatan begitu.”

Seulgi mengangguk kecil, mengiyakan seraya terkekeh malu.

“Sampai kemana tadi?” Byulyi menimpali, ikut tersenyum geli.

“Lantai 6 gedung IGD.”

Sebenarnya kasihan tapi juga terdengar begitu lucu sehingga tawaku pecah yang diikuti Yongsun dan Byulyi. Bagaimana bisa dia terus jalan begitu saja sementara tak tahu arah. Dia kan bisa bertanya dulu. Benar benar suamiku ini.

“Cuci muka dulu sana.” suruhku dan Seulgi menurut begitu saja.

“Astaga, Hyun, kau ini benar benar...” Yongsun terkikik. “Kau tidak bilang sebelumnya di mana ruanganku?”

“Sudah. Dia saja yang pelupa makanya menelpon lagi.” aku membela diri.

“Istri durhaka.” ledeknya setengah berbisik.

“Berisik.”

Pintu kamar mandi terbuka dan Seulgi keluar dengan wajah segar. Ada tetesan air jatuh dari rambutnya yang membuatku ingin berlari ke pelukannya dan menciumnya tanpa ampun karena dia benar benar terlihat begitu seksi. Untung saja ada bidan yang masuk membawa bayi Yongsun, setidaknya perhatianku teralihkan dari sosok Seulgi yang tampak sangat menggiurkan itu.

Menyadari Yongsun yang ingin menyusui bayinya, Seulgi tak menghampiriku, dia duduk di sofa lalu memainkan poselnya yang membuatku tersenyum.

“Apa dia lapar?” tanyaku memandangi makhluk menggemaskan yang terlihat begitu lahap itu. Kuelus pipinya, benar benar lembut.

“Sepertinya.” jawab Yongsun masih memandangi putrinya.

Bisa dibilang pemandangan seperti itu sangat umum terjadi tapi aku benar benar tak bisa mengalihkan pandanganku dari keluarga baru sahabat gilaku ini. Dia terlihat begitu normal dan seperti ibu lainnya, membuatku begitu takjub. Bohong kalau apa yang kulihat tak membuat hatiku bergetar. Ada rasa senang melihat binar indah di wajah orangtua baru itu. Juga rasa iri dengan apa yang mereka miliki tapi bukan dalam arti negative.

“Cara menyusunya seperti anak laki laki. Sangat lahap padahal tadi pagi dia juga sudah menyusu.” Yongsun terkekeh, masih menatap pada putrinya.

“Menurun dari Appanya.” sahut Byulyi yang langsung mendapat sikutan penuh cinta dari istrinya.

Aku tertawa melihat mereka. “Naluri. Karena Seulgi juga begitu.” timpalku yang langsung membuat Yongsun melotot bengis padaku. “Wae?” tanyaku polos sembari terkekeh yang diikuti Byulyi. “Aku hanya mengatakan fakta.”

“Tidak di depan bayiku.” Yongsun masih melotot sadis padaku.

“Dia juga belum mengerti.” sahutku memutar bola mata yang membuat Yongsun mendengus sebal sementara Byulyi tergelak. Sebenarnya aku masih ingin bertanya tentang apa yang sedang kulihat ini tapi karena ada Byulyi, rasanya sedikit malu jadi akhirnya aku bangkit dan beranjak mendekati Seulgi. “Sudah makan?” tanyaku duduk di sebelahnya.

“Sudah tadi siang.” jawabnya melirikku sebentar lantas melanjutkan game yang sedang dimainkannya.

“Di kamar mandi tidak ada tisu?”

“Ada. Wae?”

“Itu muka dilap dengan tisu kan bisa. Rambut juga.”

“Malas.” sahutnya santai menyingkirkan ponselnya lalu memandangku. “Wae?”

“Tidak sopan.”

“Tidak sopan apanya? Yongsun dan Byulyi biasa saja.”

Kucubit pahanya hingga Seulgi meringis. “Sariawan kalau sehari saja tak mendebat istrimu?”

Seulgi malah tersenyum. “Habisnya istrinya cerewet, suaminya jadi gemas.”

“Tolong ya, Pak, Bu, jangan pacaran di depanku.” Yongsun bersuara.

Aku dan Seulgi langsung menoleh ke arah Yongsun yang menyeringai jahil padaku. Dia memintaku dan Seulgi mendekat dan kami menurut.

“Mau menggendongnya?”

Aku terkesiap mendengar tawaran itu. Terlebih ketika Yongsun sudah bersiap menyerahkan bayinya padaku. Aku melirik Seulgi sebentar kemudian memandang Yongsun lalu meraih tubuh mungil yang baru selesai menyusu itu. Mataku sedikit berkaca kaca menatap makhluk tak berdosa itu menggeliat dengan mata tertutup dalam gendonganku. Kulitnya yang masih keriput terasa begitu lembut ketika bersentuhan denganku.

“Siapa namanya?” tanya Seulgi yang berdiri di sampingku, mengusap pipi bayi sahabatku.

“Aku masih bernegosiasi dengan makhluk satu ini.” jawab Yongsun mengerutkan hidungnya sambil menunjuk suaminya yang duduk sembari tersenyum di sampingnya.

“Kau sudah janji kalau anak kita perempuan, aku yang memberi nama.” balas Byulyi tertawa.

Aku dan Seulgi saling pandang sebelum Seulgi menarikku ke sofa, membiarkan suami istri itu mengobrol.

“Seul.” aku sedikit menoleh, melirik Seulgi yang menunduk memandang bayi perempuan itu dengan dagu bertumpu di bahuku, masih mengusap pipinya.

“Hm.” balasnya menatapku. “Mau?” tanya Seulgi mengecup singkat bibirku.

Belum sempat aku menjawab, Yongsun meneriaki kami yang membuatku tertawa. “Yah, jangan di depan anakku.”

“Berisik.” balasku mencium kening bayi cantik itu.

Padahal anak ini bukan anak kami, tapi rasanya begitu luar biasa ketika aku menggendongnya. Bagaimana kalau nanti aku menggendong bayi kami se

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SoneTw_ss
#1
Chapter 20: Mengiri dengan kerandoman&kecheesyan pasutri fav kita ini ٩(╥ ╥)۶
XiahticSpazzer #2
Chapter 20: 'Aku mendengar dg telinga, bukan dg mulut'
Yassalam. Ini pasutri ko makin lama makin lawak 🤣
casperkim
#3
Chapter 19: Kangen bangeettt
Pinkeudaeji #4
Chapter 14: Bangsat si seulgi ngomong gitu-_- minta disambelin ubun2nya
BaePolarBear
#5
Chapter 19: Kangen bgt sm author selalu bikin gemes
Jiyeonnie13
#6
Chapter 19: sekian purnama kemudian lagi...
risnaw #7
Chapter 19: Akhirnyaaaaaaaaa.. makasih untuk pembaruannya author-nim
Irene2910 #8
Chapter 18: Ahh gue suka banget sama nih cerita.. please update lagi authornim
casperkim
#9
Chapter 18: AKHIRNYA BACKK!!!! YAAMPUN UDH LAMA BANGET, KANGEN SEKALI
olinolin #10
Chapter 18: Hey Thor, aku seneng kamu update. Trims Thor and fighting