Chapter 1

Cause I Believe

                                                      

 

Lelaki berambut coklat muda itu sedang menatap layar laptopnya dengan bosan. Ia harus mengerjakan tugas akhirnya tetapi ia tak tahu harus mengerjakannya darimana. Pikirannya tidak fokus. Pikirannya ke arah seseorang yang sudah lama sekali tak ia lihat.

Seseorang yang pernah mengisi hari-harinya. Seseorang yang membuat moodnya naik turun. Seseorang yang membuat dirinya ingin selalu memeluk tubuh bidang orang itu. Sayangnya, orang itu entah dimana.

Banyak pertanyaan yang ada di pikirannya. Apakah orang itu masih mengingatnya? Apakah orang itu masih memikirkannya? Apakah orang itu benar-benar telah melupakannya? Entahlah. Ia hanya ingin terus berpikir positif tentang orang itu.

Kringgg!!! Sebuah alarm membangunkan lamunannya. Pukul 5 sore. Ia sudah janji dengan temannya untuk bertemu di sebuah cafe favorit mereka. Pertemuan itu dilakukan untuk membahas tugas akhir mereka. Ia merapikan laptopnya dan segera menuju mobilnya.

Mobil kecil merah itu melaju cepat menuju sebuah cafe yang tak terlalu besar tetapi selalu ramai pengunjung. Lelaki berambut coklat muda itu langsung menyadari temannya yang sudah menunggu di kursi yang menatap keluar cafe. Kursi favorit mereka.

“Han.. Kenapa lama sekali? Aku sudah disini sejak 15 menit lalu.”

“Maaf Yi...”

“Apa kau sedang memikirkan sesuatu?”

“.......”

“Pasti kau memikirkan ia? Ya kan? Aku sudah tahu. Tak usah dijawab. Ini minum dulu moccacino latte kesukaanmu. Sudah ku pesankan.”

Lelaki yang kerap disapa Luhan itu tersenyum kecil. Temannya, Yixing, memang sangat mengerti apa yang sedang ia rasakan.

***

Flashback

            Musim semi sudah tiba sejak kemarin. Musim semi memang terlihat sangat indah. Bunga bermekaran, ikan bermunculan di balik air, pohon-pohon kembali berwarna hijau. Musim yang sangat disukai oleh kedua orang itu. Dua orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang di sebuah taman. Mereka saling bercengkrama. Tertawa bersama. Saling mengejek dan mencubit.

“Wu... Selamat anniv satu tahun yaa,” ucap Luhan seraya memberikan sebuah bingkisan kecil kepada lelaki di depannya.

“Hahaha Lu.. Kenapa harus pakai haiah segala? Aku jadi malu karena ga bawa apa-apa buat kamu,” ucap lelaki yang tubuhnya menjulang itu, seraya mengacak rambut kekasihnya. Ya, ia kekasih Luhan. Ia bernama Wu Yifan. Meskipun mereka sudah berpacaran sejak lama tetapi mereka tetap memanggil dengan nama marga masing-masing. Menurut mereka, nama itu memiliki arti.

“Tidak apa-apa Wu..Cintamu yang kau berikan itu sudah cukup sekali bagiku.”

“Kenapa kau lucu sekali sih Lu? Aku sayang kamu Lu. Sangat sayang kamu.”

Mereka berpelukan. Sangat lama.

“Lu.. nanti malam aku jemput kau di rumah lalu kita akan makan malam bersama yaa. Ayo kita pulang sekarang.”

~~~

Luhan sangat senang malam ini. Ia sangat senang karena seorang Yifan yang terkenal cuek, jutek, dan dingin itu menjadi romantis. Luhan tersenyum senyum sendiri di depan cermin sambil mengancingkan kemeja putihnya. Ia sudah siap untuk makan malam bersama Yifan. Tak lama kemuian, ia mendengar klakson mobil. Ia segera turun dan melihat kekasihnya di depan pintu yang telah bersiap dengan kemeja berwarna hitam.

“Sudah siap Lu? Ayo kita jalan.”

Luhan mengangguk.

“Wu.. kenapa tumben sekali bawa mobil? Bukankah kau tidak suka?”

“Hahaha kamu tuh ya, tahu aja kalau ada hal aneh yang timbul di diriku. Aku ingin memanjakan tuan putriku untuk malam ini karena hari ini hari spesial bukan?”

Pipi Luhan memerah. Lucu sekali.

~~~

Malam itu mereka habiskan berdua. Makan bersama, karaokean, hingga berjalan di sebuah taman. Tawa tak henti-hentinya terdengar dari keduanya. Senyum yang mengembang pun tak pernah lepas dari wajah mereka. Waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Mereka sudah berada di mobil untuk pulang. Yifan mengantarkan Luhan terlebih dahulu baru ia kembali ke rumahnya.

Rumah minimalis bercat hijau muda serta berpagar hitam itu sudah terlihat. Ya, itu rumah Luhan. Mobil jazz hitam itu berhenti di depan gerbang dan menurunkan dua anak lelaki yang sudah sama-sama terlihat lelah. Untung saja besok merupakan hari libur kuliah, jadi mereka bisa pulang hingga larut.

“Lu.. sebelum kau masuk. Aku ingin mengatakan sesuatu.”

Luhan menatap Yifan dengan penasaran.

“Kau senang hari ini?”

Luhan mengangguk sambil tersenyum.

“Kuharap kau bisa terus senang seperti ini.”

Raut wajah Luhan berubah bingung.

“Kau... kenapa kau berbicara seperti ini Wu?”

“Aku berterima kasih kau telah menjadi seseorang yang selalu ada saat aku butuh, kau selalu ada saat aku berada dalam kesulitan. Kau satu-satunya orang yang aku pikirkan saat aku ingin tidur. Kau adalah bahagiaku Lu. Tapi aku sangat minta maaf berkata seperti ini. Aku harus meninggalkanmu. Banyak hal yang tidak bisa ku katakan padamu Lu. Aku minta maaf mengatakan ini secara tiba-tiba. Kau boleh membenciku tapi jika kita melanjutkan ini maka kita akan sama-sama sakit. Jadi lebih baik disudahi. Maafkan aku Lu,” ucapnya sambil memeluk Luhan dengan sangat erat.

Tanpa sadar dada bidang Yifan telah banjir air mata Luhan. Bagaimana tidak? Lelaki ini adalah satu-satunya lelaki yang membuatnya bahagia. Lelaki yang ia pikirkan setiap detik. Lelaki yang ia hubungi saat sedang senang maupun sedih. Lelaki yang tak henti-hentinya memanggil dirinya bawel karena memang apapun yang baru saja ia lakukan, ia ceritakan kepada Yifan. lelaki yang selalu ia bangunkan lewat video call ataupun telepon setiap paginya. Kini harus meninggalkannya.

Yifan melepas pelukannya. Ia segera masuk ke mobil dan melajukannya dengan cepat. Ia meninggalkan Luhan yang masih berdiri dengan linangan air mata yang deras. Luhan menatap lingkungan rumahnya dengan kosong. Ia terduduk disana. Air mata mengalir deras dari matanya. Kini ia sendiri. Tanpa seorang Yifan di sampingnya.

Flashback End.

 

To be continued

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet