Sunshine

Sunshine
Another yet absurd fanfic....

"Aku ditolak..."

Baekhyun menghela nafasnya, matanya menatap kosong langit biru. Dia menghisap rokoknya secara perlahan. Dia jarang merokok, tetapi di saat seperti ini rokok sangat dibutuhkan.

'Maaf, Baekhyun-ah. Aku hanya menganggapmu teman, tidak lebih. Aku harap kau bisa mengerti.'

Teman? Haha. Jadi usahanya untuk mendekatinya selama satu tahun sia-sia? Seharusnya Baekhyun tidak usah berharap banyak.

"Merokok tidak baik untuk kesehatan."

Uhuk.

Baekhyun terbatuk-batuk karena kaget mendengar suara yang tiba-tiba muncul di sebelahnya. Suara itu terdengar seperti melodi yang indah, berasal dari seseorang yang entah sejak kapan duduk di sampingnya.

"Hahaha. Sampai segitunya."

Baekhyun menatap tajam orang yang tertawa diatas penderitaannya. "Tidak sopan. Darimana kau datang?"

"Dari pintu." Orang itu menunjuk pintu yang sedikit terbuka dengan polosnya. "Aku sudah sering ke sini, tapi baru kali ini aku melihatmu. Kau kelas berapa?"

Baekhyun menatap aneh siswa yang memakai jas di cuaca yang agak panas ini. "Kelas 2."

"Panggil aku sunbae."

"Malas, memangnya kau siapa?"

"Aku Chen, kakak kelasmu."

"Kalau begitu aku Baekhyun, adik kelasmu."

Siswa bernama Chen itu terdiam beberapa saat, Baekhyun terlihat cuek dan kembali menghisap rokoknya.

"Kau lucu."

"Hah?" Baekhyun menolehkan kepalanya ke arah Chen. Dia disambut dengan senyuman termanis yang pernah dilihatnya, senyuman paling tulus yang pernah diberikan oleh seseorang. Baekhyun memalingkan wajahnya.

"Dan kau aneh." Bisik Baekhyun.

"Hah? Apa? Kau berkata sesuatu padaku?" Chen mendekatkan dirinya ke Baekhyun.

"Tidak ada. Kau salah dengar." Baekhyun menjauhkan diri.

"Hmm..." Chen memicingkan matanya. Tiba-tiba saja lonceng berbunyi nyaring.

"Lonceng sudah berbunyi, kau harus cepat kembali ke kelas." Chen berdiri dan membersihkan debu yang menempel di celananya. Tetapi Baekhyun diam saja.

"Baekhyun?"

"Aku malas."

Chen menggelengkan kepalanya. "Nanti kau tidak lulus, tahu."

"Biarkan."

"Kau ini, dasar anak berandal." Chen menyentil kening Baekhyun, membuatnya meringis sakit dan mengelus keningnya.

"Sampai jumpa~"

Chen berlalu dari hadapan Baekhyun, Baekhyun hanya bisa melongo melihat tingkah laku aneh siswa yang satu tingkat diatasnya itu. Dia hanya bisa mengomel dalam hati karena keningnya terasa sakit. Sepertinya Baekhyun tidak pernah melihat siswa itu, atau mungkin karena Baekhyun yang tidak peduli. Baekhyun mencoba membayangkan wajah Chen, mungkin saja mereka pernah bertemu.

'Kau lucu.'

Baekhyun tidak bisa melupakan senyuman yang terukir di bibir pemuda itu, senyum yang secerah matahari. Tulus dan lembut. Senyuman yang baru pertama kali dilihatnya.

"Aish! Apa yang aku pikirkan?" Baekhyun memukul kepalanya sendiri, dia kembali menghisap rokoknya. Ditatapnya rokok yang tinggal setengah.

'Merokok tidak baik untuk kesehatan.'

"...."

"...."

Kenapa aku memikirkannya? Baekhyun bertanya kepada dirinya sendiri, namun dia sendiri tidak tahu jawabannya.



•.•



"Kau ke sini lagi."

Baekhyun melirik seseorang yang berdiri di sampingnya, "Kau juga ke sini." Ucapnya datar, Baekhyun menghisap rokoknya.

"Aku selalu ke sini." Chen duduk di samping Baekhyun, dia mengambil rokok yang ada ditangan Baekhyun.

"Hei!" Protes Baekhyun, tapi dia tidak melakukan apapun.

"Kemarin aku sudah bilang padamu, merokok tidak baik untuk kesehatan." Chen mematikan rokok yang masih setengahnya, "Kau masih sekolah, jangan sampai kau meninggal di usia muda."

"Kenapa kau peduli? Lagipula kita tidak saling kenal."

"Memangnya hal seperti itu perlu alasan? Jangan sia-siakan hidupmu selagi masih bernyawa."

Baekhyun tidak menjawab, dia menatap langit yang tertutupi awan gelap. Chen yang melihat Baekhyun mendongak ke atas, mengikuti gerakannya. Menyenderkan tubuhnya dan mendongak, menatapi langit mendung.

"Kau sedang sedih ya, Baekhyun?" Tanya Chen tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Darimana kau tahu?" Bukannya menjawab, Baekhyun malah bertanya balik.

"Aku selalu ke sini saat sedih. Aku rasa alasanmu sama."

Baekhyun terdiam beberapa saat. "Aku di tolak seseorang."

Kali ini Chen menatap pemuda disampingnya. Baekhyun tetap menatap langit, namun tatapan matanya kosong.

"Padahal aku sudah mendekatinya sejak kelas satu, tetapi dia hanya menganggapku sebagai teman saja." Baekhyun menutup matanya, airmata mengalir tanpa bisa ditahan. Chen bahkan terkejut melihatnya, Baekhyun yang terlihat seperti anak berandalan menangis dihadapannya.

"Dan tadi aku melihatnya jalan berdua dengan sahabatku, bergandengan tangan." Suara Baekhyun semakin bergetar, "Rasanya sakit...melihat sahabatku sendiri menusukku dari belakang..."

Chen merasa kasihan dengan Baekhyun, Chen memegang sisi kepala Baekhyun dan membawanya ke pundaknya. Baekhyun memeluk pinggang Chen dan menangis di pundaknya.

"Rasanya sakit...sangat sakit...Chen...tolong aku..." Baekhyun bergumam di sela tangisannya. Chen bingung bagaimana caranya untuk membantunya tenang, Chen memilih mengelus surai hitam Baekhyun dengan lembut.

Chen menyanyikan sebuah lagu. Suaranya sangat lembut dan hangat, sangat menenangkan. Baekhyun berhenti menangis, namun tetap memeluk tubuh Chen yang ternyata sedikit lebih kecil darinya. Pakaian Chen lumayan sejuk, rasanya nyaman.

Mereka terdiam dengan posisi yang sama hingga lonceng berbunyi. Namun tidak ada seorangpun yang berniat beranjak dari tempatnya.

Hari berikutnya Baekhyun datang lagi ke atap. Dia melihat Chen yang sedang duduk di tempat yang sama seperti kemarin, menggumamkan sesuatu. Saat sudah dekat, Baekhyun dapat mendengar suaranya dengan jelas, Chen menyanyikan sebuah lagu yang diputar di kantin sekolah setiap hari rabu.

"Suara yang bagus."

Chen tersentak kaget mendengar ucapan Baekhyun. "Kau mengagetkanku." Chen bergumam.

Baekhyun hanya terkekeh pelan dan duduk di sampingnya. Dia mengulurkan tangannya ke hadapan Chen, sebuah kotak bento berada tepat di depan hidungnya. Chen menautkan alisnya bingung, "Untukku?"

"Iya, terimakasih untuk yang kemarin." Baekhyun memalingkan wajahnya, tidak melihat pemuda yang duduk di sampingnya.

"Terimakasih Baekhyun." Chen mengambil bento itu dan membukanya. Bento itu terlihat sederhana, hanya nasi, telur dadar dan beberapa potong sayur, namun bentuknya yang manis membuatnya terlihat mewah. Chen terkikik geli melihatnya, dia menatap Baekhyun dengan wajah berbinar cerah.

"Jangan salah paham ya, aku hanya membuatnya sebagai tanda terimakasih." Baekhyun menumpukan dagunya di telapak tangannya, untuk menahan senyuman yang sudah gatal ingin di pamerkan.

"Ya ya ya, aku tahu. Sama-sama." Chen tersenyum lebar. Senyuman manis secerah matahari. Baekhyun ingin sekali membawa kamera untuk mengabadikan wajahnya yang sedang tersenyum dan memajangnya di kamar.

'Aku ini memikirkan apa sih?' Baekhyun mengumpati pikirannya sendiri, dia memperhatikan Chen yang terlihat asyik menikmati makanannya, dia terlalu semangat menusuk wortelnya dengan sumpit sampai wortel itu melanting jauh.

"Waah! Wortelnya kabur!"

Baekhyun terkekeh melihatnya. Dia tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari pemuda di sampingnya.

'Perasaan apa ini?'



•.•



"Baek, kau tidak membuatkan aku bento lagi?"

"Enak saja, yang kemarin itu sebagai ucapan terimakasih. Kalau mau lagi minta saja pada pacarmu."

"Aku tidak punya pacar."

"Kalau begitu buat saja sen-YAH! Jangan bacon ku!"

"Minta sedikit saja, Baek."

"Tapi jangan bacon, itu cuma satu! YAH! Kenapa kau makan?!"

"Rasanya enak."

Keesokan harinya Baekhyun membuat dua potong bacon dan mereka makan bersama seperti kemarin.

"Hei, Chen."

"Hm?"

Baekhyun menatap Chen yang sedang mencomot sayuran yang ada di kotak bentonya. "Sekarang sudah mendekati musim panas, kenapa kau masih memakai seragam tiga lapis?"

Chen mengunyah makanannya dan menelannya lalu menjawab pertanyaan Baekhyun. "Aku tidak tahan dingin, walaupun udaranya hangat, aku bisa terkena flu. Saat musim panas saja aku masih memakai rompi."

"Kau aneh sekali." Baekhyun membiarkan Chen kembali mencomot makanannya, dia sengaja membuat makanan lebih.

"Karena aku mudah kedinginan, Baekhyun mau menghangatkanku, kan?" Chen merapatkan tubuhnya dengan Baekhyun.

"Apaan sih? Panas tahu!"

"Aku kedinginan Baek."

"Jangan dekat-dekat!"

Baekhyun menjauhkan wajahnya dari wajah Chen yang terlalu dekat, namun Chen malah semakin gencar menjahili Baekhyun dengan memeluk lengan kirinya.

"Hahaha! Wajah Baekhyun merah!"

"Tidak! Wajahku tidak merah!"

Baekhyun memalingkan wajahnya yang terasa panas sampai ke telinga. Chen yang sedang tersenyum sangat tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

"Hei, kalau boleh tahu kenapa kau ke tempat ini?" Baekhyun mencoba mengalihkan pembicaraan, Chen terlihat kaget untuk beberapa saat, namun cepat-cepat Chen tersenyum. Perlahan dia melepaskan lengan Baekhyun.

"Aku sedang bertengkar dengan sahabatku." Ucap Chen pelan. "Dia ingin menembak seorang siswi, tapi aku melarangnya."

"Kenapa?"

"Aku mengenal siswi yang disukainya, siswi itu memang terlihat baik, rajin, lemah lembut, tapi itu semua bohong." Chen mempoutkan bibirnya, "Siswi itu sangat liar, sering pulang malam, pacarnya selalu berganti setiap minggu, sama sekali bukan siswi yang baik. Dia sering membeli sesuatu di minimarket tempatku bekerja dengan salah satu teman prianya, setelahnya dia pergi ke bar yang berada di depan minimarket."

"Siswi itu bukan gadis yang baik untuknya, tapi dia tidak percaya, aku sudah berusaha meyakinkannya, tapi dia anak yang keras kepala. Karena aku sangat kesal, aku tidak sengaja menyinggung tentang masalah keluarganya." Suara Chen melemah di akhir, rasa penyesalan kembali menghinggapi.

"Aku melihat dengan jelas raut wajahnya yang sangat terkejut, dia pasti merasa sakit hati, karena itulah dia lari dan tidak berbicara padaku selama seminggu lebih." Chen memeluk kedua lututnya, suaranya bergetar menahan tangis.

"Aku menyesal telah mengatakan hal buruk itu padanya, aku ingin meminta maaf, tapi aku terlalu pengecut untuk melakukannya."

Baekhyun menatapnya dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. "Aku akan membantumu."

"Eh?" Chen mengangkat kepalanya dan menatap Baekhyun.

"Aku akan membantumu mengatakannya. Kau menemaniku selama ini, disaat semua menjauhiku hanya kau yang berada di sampingku. Aku merasa berhutang budi padamu." Baekhyun menatap mata Chen dalam, menunjukkan keseriusannya.

"Tapi, nanti kau akan menyesal..." Bisik Chen, menatap lantai kotor yang sering mereka duduki.

"Untuk apa aku menyesal membantumu? Memangnya hal seperti itu perlu alasan?" Ucap Baekhyun percaya diri, senyum miring tersungging di bibirnya.

Chen tidak bisa menahan senyumnya, "Dasar anak nakal, hari ini dia tidak datang. Besok tolong temui dia di ruang musik B lantai tiga, setiap istirahat dia selalu bermain piano seorang diri disana."

"Baiklah, akan aku usahakan. Tapi kalau dia ingin kau yang meminta maaf, kau harus mengatakannya."

"Iya."



•.•



"Ini tempatnya?" Baekhyun menatap tidak percaya, dia tidak ingat ada ruang musik yang tidak terpakai di sekolahnya, namun tempat inilah yang ditunjukkan oleh Chen. Dia tidak yakin akan ada seseorang yang datang ke tempat ini. Tapi tidak ada salahnya dicoba kan?

Baekhyun memutar kenop pintu yang tidak terkunci, dia membuka sedikit pintunya dan mengintip ke dalam. Suara dentingan piano terdengar dari dalam ruangan, namun dia tidak melihat adanya seorang siswa, melainkan seorang pria bertubuh tinggi yang memainkan piano. Baekhyun membuka pintu lebar-lebar dan masuk ke dalam ruang musik. Orang itu terlihat sadar akan seseorang yang masuk ke dalam ruangan itu. Dia menghentikan gerakan tangannya dan membalikkan badannya.

"Oh, aku kira tidak akan ada orang yang datang kesini. Maaf."

"Tidak apa, aku hanya ingin bertemu dengan seseorang saja, ahjussi."

"Jangan panggil aku ahjussi, aku masih 25 tahun. Kau siswa di sini?"

"Iya, ahjussi siapa? Ada perlu apa ke sini?" Tanya Baekhyun curiga, mengabaikan larangan orang itu sebelumnya.

"Namaku Park Chanyeol, alumnus sekolah ini. Aku kemari untuk ziarah. Tapi aku malah ke ruangan ini karena aku merindukannya." Pria itu, Chanyeol, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ziarah?" Tanya Baekhyun heran. Memangnya siapa yang pernah meninggal di sekolah ini?

"Kau mungkin tidak mengenalnya, dia adalah siswa yang berprestasi, dia baik, ramah, senyumnya sangat cerah hingga membuat siapapun yang melihatnya ikut bahagia. Tapi sayang, Tuhan begitu menyayanginya hingga dia dipanggil lebih cepat. Dia adalah sahabatku, sahabat sejati yang terbaik." Chanyeol menatap piano yang berdebu, terlihat jelas bahwa tidak ada seorangpun yang memasuki ruangan ini.

"Ruangan ini adalah ruangan yang sering digunakannya untuk menyanyi dan memainkan piano, tapi setelah dia meninggal, tidak ada seorangpun yang berani untuk memakai ruangan ini. Mereka masih menghormatinya dan memasang fotonya di sana."

Baekhyun mengikuti arah pandang Chanyeol, Baekhyun merasakan sengatan listrik di seluruh tubuhnya saat melihat foto seseorang yang dimaksud.

"Hari ini adalah hari saat dia meninggal delapan tahun silam. Dia mengalami kecelakaan saat pulang sekolah."

Baekhyun berjalan ke arah foto yang tergantung di dinding, foto seseorang yang tersenyum lebar. Mencoba memastikan sesuatu.

"Saat itu, hari sedang mendung, angin bertiup cukup kencang, aku sudah merasakan firasat buruk, tapi aku terlambat. Saat aku sampai disana, dia sudah menutup matanya." Chanyeol menatap ke atas, mencegah airmata mengalir turun. "Seandainya aku pulang bersamanya seperti biasa, seandainya aku bisa meminta maaf padanya, mungkin dia tidak akan tertabrak oleh truk itu. Seharusnya aku percaya padanya, selama ini dia benar, orang itu bukan orang yang baik untukku."

"Ahjussi."

Chanyeol menatap Baekhyun yang berdiri di hadapan foto itu.

"Ahjussi tidak perlu khawatir, dia tidak membenci ahjussi. Dia justru ingin meminta maaf karena telah menyinggung masalah pribadi ahjussi."

Mata Chanyeol membola, "Darimana kau-"

"Aku bertemu dengan Chen."

"...."

"...."

Ucapan Baekhyun membuat keheningan yang berat, Chanyeol menghela nafasnya lalu tersenyum getir. "Chen...adalah panggilanku untuknya. Hanya aku dan dia yang tahu." Chanyeol mendongak, namun airmata terlanjur mengalir dari sudut matanya.

"Chen, akulah yang seharusnya minta maaf, aku yang salah. Maafkan aku, jika aku tidak keras kepala, mungkin kau masih berdiri di sampingku sekarang."

Chanyeol menghapus airmatanya, "Maaf, mungkin aku akan mencari udara segar." Chanyeol berjalan ke arah pintu dan keluar, meninggalkan Baekhyun sendirian di ruang musik yang sunyi.

Baekhyun mengangkat tangannya dan membersihkan debu yang menutupi permukaan bingkai foto. Kini terlihat jelas wajah seseorang yang dikenalnya. Seseorang dengan senyuman secerah matahari. Baekhyun membersihkan debu di bagian bawah foto, terdapat sebuah kalimat yang terukir indah.

Our Sunshine, Kim Jongdae.

'Jangan sia-siakan hidupmu selagi masih bernyawa.'

'Tapi, nanti kau akan menyesal...'

Baekhyun mengeratkan kepalan tangannya, sekarang dia tahu maksud dari perkataan Chen.

"Baekhyun."

Baekhyun membalikkan badannya begitu namanya dipanggil. Dia disambut oleh seseorang yang tersenyum hangat. Baekhyun merasa jantungnya jatuh ke dalam perut. Rasanya sangat menyesakkan.

"Chen...."

Chen mendekatkan tubuhnya, lalu memeluk tubuh Baekhyun. Menyenderkan kepalanya di pundak Baekhyun. Baekhyun tidak melakukan apapun, dadanya terlalu sesak untuk melakukan apapun. Chen melepas pelukannya dan mundur beberapa langkah, matanya menatap Baekhyun dengan senyuman lembut. Baekhyun akhirnya sadar bahwa tubuh Chen semakin transparan, sinar matahari yang mengintip dari celah jendela menembus tubuhnya. Seakan-akan membawanya pergi.

"Terimakasih, Baekhyun..."

Baekhyun mendengar melodi yang indah itu berbisik dengan lembut. Senyuman manis yang sangat dikaguminya perlahan memudar. Baekhyun patah hati untuk yang kedua kalinya.

Namun yang ini jauh lebih sakit.
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
lurvejunho #1
Chapter 1: Omg i thought it will be happy ending T^T poor baekhyun.but i am glad jongdae finally met chanyeol b4 he gone forever